Anda di halaman 1dari 12

RESUME 9

Kelompok 12 :
1. Nurul Yanuarsih
2. Yunita Nur Agustiningsih

(140342604423)
( 140342601774 )
BAB 13

KONJUGASI PADA BAKTERI


Konjugasi adalah proses transfer informasi genetik searah yang terjadi melalui kontak sel
langsung antara sel donor (dianggap jantan)

dan sel resipien (dianggap betina) yang juga

mengakibatkan rekombinasi pada bakteri.


Proses rekombinasi
Transformasi
Transduksi
Konjugasi

Kriteria
Dibutuhkan kontak sel
Tidak
Tidak
Ya

Sensitif terhadap DNase


Ya
Tidak
Tidak

Konjugasi pertama kali ditemukan oleh Lederberg dan Tatum pada E. coli yang
membutuhkan nutrisi berbeda. Strain A bergenotip met bio thr+ leu+ thi+, sedangkan strain B
bergenotip met+ bio+ thr leu thi. Strain dengan gen mutan membutuhkan nutrisi tertentu agar
dapat hidup pada mediumnya (auxotroph). Sedangkan strain yang tidak membutuhkan tambahan
nutrisi tertentu (wild type) disebut prototroph. Strain A membutuhkan asam amino metionin dan
vitamin biotin, sedangkan strain B membuthkan asam amino tirosin, leusin, dan vitamin B
tiamin.

Pada medium minimal, koloni campuran antara strain A dan B dapat hidup, sedangkan
medium yang berisi strain A atau B saja tidak terbentuk koloni. Hal tersebut mnunjukkan bahwa
koloni yang hidup tersebut mampu menyintesis sendiri nutrisi yang kurang atau tidak tersedia..
hal ini juga berarti terjadinya pertukaran genetic yang bukan termasuk mutasi, karena mustahil
sel dengan dua atau tiga gen mutan mengalami mutasi serentak pada semua tapak gen mutannya.
Hal inilah yang dinyatakan sebagai rekombinasi, yang pada eksperimen ini menyebabkan
sebagian sel auxotroph berubah menjadi prototroph meski lajunya sangat rendah, yaitu sekitar
1/106 sel.
Di dalam sel bakteri F faktor dapat berintegrasi dengan kromosom inang atau bebas tidak
berintegrasi.
Bakteri F+ F- dan Hfr
Suatu sel donor yang mengandung faktor F otonom tidak terintegrasi disebut sebagai F + ,
sebaliknya sel yang tidak mengandung F disebut sel F - (sel resipien). Sel F+ mempunyai
kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi serta akhirnya melakukan transfer
genetik, sedangkan sel F- tidak memiliki kemampuan tersebut. Dewasa ini selain sel F+ dan sel F, sudah umum diketahui adanya sel Hfr. Pada tahun 1950 Cavalilina S. member perlakuan
dengan mustard nitrogen terhadap suatu strain F+ E. colli. Dari perlakuan tersebut diperoleh
strain bakteri donor yang mempunyai laju atau frekuensi rekombinasi yang tinggi. Pada tahun
1955 W. Hayes mengisolasi strain lain juga
memperlihatkan kaju atau frekuensi yang serupa.
Strain yang memiliki laju atau frekuensi tinggi
tersebut

disebut

Hfr

(High

Frequency

recombination).
Dari pengkajian lebih lanjut terungkap
bahwa strain Hfr terbentuk melalui suatu pndah
silang

tunggal

yang

berdampak

pada

terintegrasinya faktor F seperti pada gambar 13.4.

Dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom inang, faktor F tidak bereplikasi secara
bebas, tetapi justru bereplikasi bersama bagian-bagian kromosom inang yang lain. Oleh karena
itu gen-gen faktor F yang terintegrasi itu masih fungsional, maka sel-sel Hfr juga dapat
berkonjugasi dengan sel-sel F-. disamping laju atau frekuensi yang sangat tingi ada strain bakteri
hfr, perbedaan lain antara strain Hfr dan strain F adalah bahwa setelah rekombinasi sel F hampir
tidak pernah berubah menjadi sel F + ataupun sel Hfr. Di lain pihak setelah konjugasi
menyebabkan terjadinya rekombinasi antara sel F- dan sel F+
Transfer materi genetic selama proses konjugasi bersangkut dengan replikasi yang
didahului oleh terputusnya salah satu unting DNA faktor F. Bahwa transfer materi genetic itu
dimulai dengan faktor F pada suatu celah yang terbentuk oleh enzim endonuklease. Celah itu
terbentuk pada suatu tapak spesifik. Lalu ujung 5 dari unting DNA yang terpotong ditrandfer
melalui tabung konjugasi ke dalam sel resipien. Bagan transfer materi genetic selama proses
konjugasi yang terjadi bersamaan dengan replikasi lingkaran berputar ditunjukkan pada gambar
13.5

Gambar 13.5. Mekanisme transfer materi genetic selama


proses konjugasi.

Faktor F1
Terlepasnya faktor F dan kromosom terkadang berlangsung tidak teliti atau tidak tepat
dengan ukurannya pada saat terintegrasi. Sehingga bahwa faktor F yang terlepas itu dapat
mengandung sebagian kromosom inang, yang letaknya berdekatan dengan faktor F di saat
berlangsungnya integrasi. Faktor itulah yang menyebabkan terbentuknya faktor F 1 (F prime)
yang mengandung sebagaian kromosom bakteri.
Sebagai contoh adalah pada E. coli, kromosom dari E. coli telah diinsersi oleh faktor F
pada tapak yang langsung berbatasan dengan lac+. Daerah lac+ mengandung gen-gen yang
dibutuhkan untuk metabolisme pembongkaran lactose. Jika pada proses pemisahan faktor F
kromosom bakteri itu melipat dan melengkung keluar tidak tepat, maka gen-gen di daerah lac+
yang berdekatan letaknya dapat ikut tercakup dalam lengkungan ini. Peristiwa ini disebut dengan
faktor F1 yang penamaannya sesuai dengan faktor gen yang dibawa misalnya F1(lac).
Gen-gen lain yang dimiliki sel resipien itu tetap berupa satu salinan. Fenomena transfer
gen-gen kromosom (bukan gen-gen pada plasmid, episom, faktor F dan sebagainya) dari suatu
sel bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F sebagaimana yang telah dikemukakan itu
lazim disebut sex duction. Pada sumber lain sex duction disebut juga sebagai F duction.
Percobaan konjugasi yang Terputus dari E.Wollman dan F. Jacob
Diakhir tahun 1950 E. Wollman dan F. Jacob mempelajari proses transfer gen melalui
konjugasi antara strain E.coli Hfr H dan F-. Salah satu strain Hfr H yang digunakan adalah: Strs
thr+ leu+ azir tonr lac+gal+, sedangkan alternatif genotip strain F adalah Strr thr leu azis tons lac
gal. Gen thr dan leu masing-masing bertanggung jawab terhadap sintesis asam amino threonin
dan leusin. Pasangan alela azis/ azir, tons/ tonr, strs/ strr masing-masing mengontrol sensitivitas
atau resistensi terhadap sodium azida, fag T1, serta antibiotik streptomisin. Pasangan alela lac+/
lac, gal+/gal masing-masing bertanggung jawab terhadap pemanfaatan laktose dan galaktose
sebagai sumber karbon.
Sel-sel yang telah terpisah diletakkan pada medium yang mengandung antibiotik
streptomisin, tetapi tidak mengandung asam amino threonin dan leusin. Pada medium semacam
ini sel-sel dari strain induk baik Hfr H maupun F- tidak dapat tumbuh, yang dapat tumbuh

hanyalah sel rekombinan. Dalam hal ini sel-sel strain induk Hfr H akan mati terbunuh oleh
antibiotik streptomisin, sedangkan sel-sel strain induk F - tidak dapat hidup karena tidak ada asam
amino threonin dan leusin di dalam medium pertumbuhan yang dirancang bersifat selektif seperti
tersebut. Hasil percobaan menunjukkan bahwa, jika sel-sel yang berkonjugasi dipisahkan
(melalui pengadukan dengan blender) pada waktu 8 menit pertama setelah pencampuran sel-sel
Hfr H dan F-, belum ada ekspresi rekombinan, yang berarti bahwa belum ada gen penanda yang
ditransfer masuk ke sel resipien. Gen-gen thr dan leu adalah yang pertama kali ditransfer
memasuki sel resipien, yaitu sekitar 81/2 menit setelah percampuran sel Hfr H dan F-. Pengkajian
selanjutnya terhadap konjugasi terputus yang menggunakan strain-strain induk Hfr maupun F
yang lain memperlihatkan urutan transfer yang serupa.
Pemetaan Kromosom E.coli atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi Terputus
Transfer kromosom Hfr ke dalam sel F berlangsung dalam pola linier. Sehingga transfer
sebuah kromosom lengkap dari suatu sel Hfr ke satu sel F berlangsung dalam waktu 90-100
menit, tergantung macam strain yang digunakan sebagai strain Hfr maupun F. Interval waktu
kemudian dapat digunakan sebagai suatu ukuran jarak genetik.
Pada percobaan konjugasi terputus lain yang menggunakan strain induk Hfr maupun Fyang lain terdapat satu perbedaan hasil. Meskipun gen ditransfer secara linier, gen mana yang
masuk ke sel resipien lebih dahulu dan mana yang kemudian, tampaknya berbeda-beda sesuai
dengan strain Hfr yang digunakan. Laju masuknya gen dan peta genetik untuk tiap strain berbeda
sehingga ditemukan satu pola yang jelas. Perbedaan antara tiap strain berkenaan dengan titik
awal serta arah masuknya gen dilihat dari titik awal tersebut.

Gambar 13.10 (A) Urutan transfer gen pada empat strain Hfr yang menunjukkan bahwa
kromosom E. coli tergolong sirkuler. (B) Titik awal transfer gen atau O pada tiap
strain. Trnsfer gen dapat berlangsung dalam 2 arah tergantung kepada macam
strain. O ditentukkan oleh titik integrasi ke dalam kromosom faktor F, sedangkan
arah transfer ditentukkan oleh orientasi faktor F di saat berintegrasi.
Wollan mengajukan postulat bahwa Gambar 13. 10 disebabkan oleh wujud E. coli yang
bersifat sirkuler. Gen-gen yang terletak dekt dengan tapak O pertama kali ditransfer, dan faktor
F ditransfer paling akhir (tahap 4), konjugasijarang terjadi dalam waktu yang lama sehingga
seluruh kromosom ditransfer (tahap 5). Ini sebabnya setiap kali sel Hfr berkonjugasi dengan sel
F-, sel resipien tetap tergolong sel F-.
Gambar 13.11 : konversi sel F+ menjadi Hfr melaui integrasi
faktor F ke dalam kromosom inang. Titik integrasi menentukan
tapak awal transfer (O). Selama konjugasi faktor F yang
terintegrasi pada kromoso inang terpotong oleh suatu enzim
yang berakibat transfer kromosom bermula pada titik itu.
Konjugasi biasanya terputus/ terhenti sebelu seluruh kromosom
ditransfer. Pada gambar hanya gen A dan gen B yang ditransfer

Pemetaan Kromosom E.coli atas dasar Percobaan Konjugasi yang Tidak Terputus
Cara pemetaan kromosom pada E.coli memanfaatkan percobaan konjugasi yang terputusputus. Sebenarnya percobaan konjugasi yang tidak terputus, dapat juga digunakan untuk
melakukan pemetaan kromosom E.coli. Misalnya pada persilangan E.coli antara strain Hfr dan
Strain F-. Pada percobaan sebelumnya diupayakan untuk terputus, namun kali ini konjugasi
dibiarkan berlangsung selama 1-2 jam tanpa terputus.
Frekuensi penanda-penanda rekombinan lain (azi+ ton+ lac+ gal+) masing-masingnya
adalah 90 %, 80 %, 40 %, dan 25 %. Frekuensi penanda-penanda rekombinan itu semakin
berkurang setiap kali jaraknya dari penanda patokan thr + leu+ makin jauh, hal ini bersangkut paut
dengan dua sebab utama yang akan dikemukakan lebih lanjut. Sekalipun pemetaan kromosom E.

coli dapat dilakukan dengan bantuan percobaan konjugasi yang tidak terputus, tetapi pemetaan
kromosom yang memanfaatkan percobaan konjugasi sebenarnya terputus lebih sederhana dan
langsung. Oleh karena itu jika suatu mutan baru hendak diidentifikasi, biasa memanfaatkan
percobaan konjugasi terputus untuk menaksir lokasinya, lokasi mutan sesungguhnya biasanya
ditentukan melalui pemetaan yang memanfaatkan transduksi.

BAB XIV
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI
Sekitar tahun 1974 beberapa tim penelitian membuktikan bahwa rekombinasi genetik
juga terjadi pada fag bakteri. Kajian penelitian tersebut berdasarkan penemuan banyak mutan fag
yang dapat divisualisasikan atau yang dapat diuji.
Rekombinasi intergenik dan pemetaan fag bakteri

Rekombinasi genetik pada fag bakteri ditemukan selama percobaan infeksi campuran yang

menyebabkan rekombinasi bersifat intergenik.


Contoh : Fag induk yang digunakan yaitu h+r (rentang inang wildtype dan, lysis cepat) dan
hr+ (rentang inang lebar, lysis normal) jumlah fag yang diintroduksi cukup untuk
menginfeksi tiap bakteri masing-masing lima bauh setelah bakteri semua lysis, turunan

Gambar
Percobaan
rekombinasi
fag bakteri
T2 memanfaatkan
simultan
h+r dan h
Gambar 14.1
14.2 Bagan
plak yang
dihasilkan
pada percobaan
rekombinasi
fag bakteriinfeksi
T2 yang
memanfaatkan
i
fag dari bakteri di tiap persilangan kemudian dibiakan dalam cawan petri yang
mengandung E.coli strain B dan B/2 ditemukan strain hr+ dan hr, di samping genotipgenotip induk.

Data hasil percobaan tersebut ditunjukan pada tabel 14.1 yang kemudian dihitung persetase
rekombinannya dengan rumus:
++(hr)
r
+
plak total

x 100
h
Frekuensi rekombinan=

Nilai frekuensi rekombinasi itu merefleksikan jarak antar gen


Pertukaran genetik yng menyebabkan berlangsungnya rekombinasi intergenik yang terjadi
pada fag bakteri T2 yang sebagian datanya ditunjukkan pada tabel 14.1 tampaknya bersifat
resiprok. Data selengkapnya hasil percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan
infeksi simultan yang dilakukan Harshey dan Rotman ditunjukkan pada tabel 14.2 (gen
penanda r terdiri dari 3 mutan) E. Coli dengan gen penanda h dan r
Adanya kelompok pautan tertentu dan atas dasar percobaan-percobaan yang telah

dilakukan, Hershey dan Rotman menemukan bahwa, frekuensi rekombinan yang kecil banyak
gen yang terangkai bersama (berdekatan) sebagai satu kelompok, selalu menunjukkan jarak
kelompok pautan yang sama sebesar 30%.
Dalam hubungan ini Hershey mengajukan hipotesis yang menyatakan bahwa ada tiga
kelompok pautan pada fag T2; dinyatakan pula bahwa proses penggabungan (kombinasi) secara
bebas (independent assortment) antara kelompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuensi
rekombinasi sebesar 30%, dan bukan sebesar 50% sebagaimana yang biasanya diharapkan pada
makhluk hidup yang lebih tinggi.
Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi simultan sudah dilakukan dengan
menggunakan sejumlah besar gen mutan berbagai fag bakteri, tidak hanya terbatas pada fag T2.
Dalam hubungan ini dilakukan juga percobaan rekombinasi fag bakteri yang memanfaatkan
infeksi simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. Hasil percobaan yang memanfaatkan
infeksi simultan tiga strain itu bahkan digunakan untuk pemetaan gen fag. Hershey dan Chase
sudah melakukan upaya itu, dengan menggunakan tiga strain fag T2 (Strickberger, 1985 dalam
Corebima, 2000).
Kejadian rekombinasi hanya dapat terjadi karena ada pertukaran genetik antara ketiga
strain; pertukaran genetik berlangsung dengan cara: 1) terjadi dua rekombinasi berturutan dalam
sel yang sama; rekombinasi pertama berlangsung antara kromosom dua strain, sedangkan
rekombinasi kcdua berlangsung antara strain rekombinan yang telah terbentuk dan strain ketiga;

2) terjadi "perkawinan serempak" antara ketiga kromosom dari ketiga strain pada suatu waktu
yang sama. Di antara kedua alternatif cara itu, manakah yang sesungguhnya terjadi belum
diketahui.
Kejadian yang menyebabkan rekombinasi pada fag, juga berdampak terhadap nilai
interferensi genetik, yang bersangkut paut dengan perhitungan frekuensi rekombinasi pada
daerah kromosom fag yang berdekatan. Pada kebanyakan makhluk hidup, nilai interferensi
genetik positif (akibat nilai koefisien koinsidensi kurang dari 1) yang berarti bahwa peristiwa
pindah silang pada suatu daerah kromosom akan menghambat pindah silang pada suatu daerah
kromosom di dekatnya. Sebagai contoh misalnya pada persilangan abc >< abc, jika interfensi
genetik positif berarti bahwa pindah silang yang berarti bahwa pindah silang yang terjadi pada
daerah kromosom antara ab akan menghambat pindah silang yang terjadi antara bc. Pada
kondisi semacam itu nilai frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang ganda) yang
diobservasi lebih rendah dibanding nilai harapan.
Pada banyak persilangan antara fag, dan lain pihak nilai, interverensi genetic justru
negative, akibat nilai koovisien koinsidensi lebih besar dari 1. Hal itu berarti bahwa pindah
silang pada suatu daerah kromosom akan meningkatkatkan kejadian pindah silang kromosom di
dekatnya. Pada kondisi semacam ini nilai frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang
ganda) yang diobservasi lebih tinggi dibandingkan nilai harapan. Hasil suatu persilangan tiga gen
(factor) antara strain-strain fag yang dilakukan oleh Kaizer
Penjelasan tentang nilai interferensi genetic negative pada fag bersangkutan paut dengan
dua keunikan reproduksi kromosom fag. Namun, peningkatan frekuensi rekombinan ganda pada
fag seperti yang telah dikemukakan nampaknya tidak pernah terjadi karena ada peningkatan
pertukaran genetik simultan yang riil pada dua interval kromosom berdekatan. Lebih lanjut,
peristiwa ini disebut dengan low negative interference karena mempunyai efek yang relative
kecil.
Berkenaan dengan peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag, sebbenarnya ada
fenomenalain yang disebut sebagai interferensi negatif tinggi atau high negative interference.
Pada fenomena ini frekuensi rekombinasi ganda dapat meningkatkan mencapai nilai yang 30 kali
lebih tinggi daripada frekuensi harapan.
Rekombinasi Intragenik

Dewasa ini rekombinasi intragenik ternyata juga ditemukan pada fag. Rekombinasi
intragenik pada fag ini dilaporkan pada fag T4, yang merupakan buah karya kesohor dari Seymor
Benzer. Dalam hal ini Benzer berhasil melaksanakan percobaan yang mengungkap keberadaan
rekombinan-rekombinan genetik yang sangat jarang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung
dalam gen, bukan antar gen sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya. Benzer juga berhasil
menunjukkan bahwa peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-fag bakteri
selama infeksi simultan terhadap E.coli.
Hasil akhir dari kerja Benzer adalah terungkapnya peta rinci dari lokus r//. Karena
informasi yang terungkap sangat rinci, maka kerja Benzer disebut sebagai analisis struktur halus
dari gen. Upaya pertama yang dilakukan benzer adalah melakukan isolasi atas sejumlah besar
mutan didalam lokus r// fag T4. ternyata mutan dalam lokus r// ini menghasilkan plak-plak yang
berlainan jika dibiakkan pada cawan yang mengandung E.coli strain B.
Kunci analisis Benzer terletak pada kenyataan bahwa mutan-mutan r// tidak dapat
melakukan lisis secara berhasil terhadap suatu strain E.coli yang lain, yaitu K12 () yang telah
mengalami lisogenasi oleh fag, meskipun mutan-mutan itu mampu menginfeksi dan melalukan
lisis terhadap E.coli B. Fag strain wild-type mampu melakukan lisis terhadaop kedua strain
E.coli tersebut, strain B dan K12 ().
Upaya lain jug dilakukan Benzer untuk menghitung jumlah total turunan mutan maupun
jumlah total rekombinan wild-type. Dalam hubungan ini Benzer memanfaatkan teknik
pengenceran serial, dan dengan teknik Benzer mampu menentukan mutan r// yang dihasilkan
pada E.coli B maupun jumlah total rekombinan wild-type yang melakukan lisis terhadap E.coli
K12 (). Percobaan tersebut terbukti dari kenyataan bahwa Benzer mampu menemukan satu fag
rekombinan wild-type yang tercampur diantara sekitar 100 juta fag turunan mutan.
Uji lain yang dilakukan Benzer yaitu uji komplementasi. Karena selama melakukan kontrol
terhada percobaannya terutama di saat E. coli strain K12 () secara simultan diinfeksi oleh
pasangan strain mutan yang berbeda, Benzer menemukan bahwa E. Coli K12 juga mengalami
lisis. Seharusnya hanya strain rll wild-type yang dapat mengalami lisis.

Dalam uji komplementasi Benzer berpendapat bahwa selama infeksi secara bersamaan,
tiap strain mutan itu memberikan sesuatu yang tidak dimiliki oleh strain lainnya dan jika hal itu
terjadi maka fungsi atau kemampuan strain wild-type akan pulih.
Percobaan untuk mengungkapkan rekombinasi intragenik dilakukan sendiri-sendiri. Dalam
hubungan silih berganti digunakan sua mutan. Dua mutan itu diupayakan melakukan infeksi
simultan terhadap E.coli B dalam kultur cair. Melalui prosedur tersebut dapat dihitung jumlah
plak rekombinan wild type dalam rangka menentukan jumlah fag rekombinan yang tergolong
wild type; total jumlah turunan fag juga dapat ditentukan berdasarkan jumlah plak.

Frekuensi rekombinan (dalam persen) setara dengan jarak antara dua mutan(pada cistron
yang sama). Perlu dikali 2 karena tiap rekombinan menghasilkan dua produk yang resiprok
hanya 1 yang dideteksi wild type.
Ada banyak permasalahan lain yang muncul saat percobaan rekombinasi intragenik pada
cistron A maupun B lokus rll fag t4. Rekombinasi intragenik yang tidak menghasilkan wild type
dikarenakan terdapat mutan dalam daerah cistron A dan B karena delesi. Rekombinasi wild type
hanya terjadi antar mutan yang mengalami mutasi titik. Mutan yang mengalami mutasi titik pada
daerah cistron yang mengalami delesi maka tidak akan pernah muncul rekombinan wild type. Uji
delesi dilakukan untuk memastikan mutan berlatar mutasi titik atau delesi

Benzer mengungkap gambaran peta genetik kedua cistron(A dan B). Benzer menganalisis
2000 mutan pada cistron A dan B dan 307 diantaranya berhasil dipetakan. Pada gambar dibawah
ini terlihat bahwa ada tapak tapak yang mengalami banyak mutasi sehingga punya banyak
mutan. Tapak semacam itu dinamakan titik panas atau hotspot. Dilain pihak ada pula tapak yang
tidak mengalami mutasi sama sekali.

Pertanyaan:
1. Bagaimana akibat jika factor F dari kromosom inang berlangsung tidak tepat sesuai
dengan ukurannya pada saat terintegrasi?
Jawab: saat factor F dari kromosom inang berlangsung tidak tepat sesuai dengan
ukurannya pada saat terintegrasi maka akan mengakibatkan factor F yang terlepas itu
dapat mengandung sebagaian kecil kromosom inang, yang letaknya berdekatan dengan
factor F di saat berlangsungnya integrasi.
2. Bagaimanakah proses transfer materi genetic pada proses konjugasi?
Jawab: Transfer materi genetic selama proses konjugasi bersangkut dengan replikasi
yang didahului oleh terputusnya salah satu unting DNA faktor F. Bahwa transfer materi
genetic itu dimulai dengan faktor F pada suatu celah yang terbentuk oleh enzim
endonuklease. Celah itu terbentuk pada suatu tapak spesifik. Lalu ujung 5 dari unting
DNA yang terpotong ditransfer melalui tabung konjugasi ke dalam sel resipien.

Anda mungkin juga menyukai