Anda di halaman 1dari 41

DEPARTEMEN MEDIKAL

LAPORAN PENDAHULUAN
UNSTABEL ANGINA PECTORIS (UAP) dan
DIAGNOSTIC CORONARY ANGIOGRAPHY (DCA)

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal


Ruang 5 CVCU RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
Defi Destyaweny
NIM. 115070200111042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN MEDIKAL
LAPORAN PENDAHULUAN
UNSTABEL ANGINA PECTORIS (UAP) dan
DIAGNOSTIC CORONARY ANGIOGRAPHY (DCA)

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal


Ruang 5 CVCU RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
DEFI DESTYAWENY
NIM. 115070200111042

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari

Tanggal :

Pembimbing Akademik

Pembimbing

Lahan

UNSTABLE ANGINA PECTORIS (UAP)


DEFINISI
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak
enak di dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard yang

datangnya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu sedang melakukan


kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat. Perasaan tidak enak ini
dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang
tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau
ulu hati (Kabo dan Karim, 2008).
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma
iskemik miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan
infark miokard akut (Anwar, 2004).
Unstable angina adalah angina dengan frekuensi dan derajat
keparahan yang meningkat, dengan serangan yang lama dan hanya
menghilang

sebagian

dengan

nitrat

sublingual.riwayat

penyakit

biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis buruk, dengan


kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark miokardium
akut atau kematian mendadak (Trisnohadi, 2006).
KLASIFIKASI ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL
Yang dimasukkan ke dalam angina pektoris tak stabil yaitu:
a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana
angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per
hari.
b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya
angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih
berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat (Aulia, 2010).
Klasifikasi berdasarkan beratnya angina :
1. Angina Pertama Kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik.Baru pertama kali dialami
oleh penderita dalam periode 1 bulan terakhir,dimana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering,lebih dari 3 kali per hari.
2. Angina Progresif
Penderita sebelumnya menderita angina pectoris stabil. Angina
timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir,yaitu menjadi lebih sering,lebih berat,lebih lama,timbul
dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang
dengan cara yang biasa dilakukan.

3. Angina waktu istirahat


Angina
hal-hal

timbul
yang

tanpa

didahului

aktifitas fisik ataupun

dapat menimbulkan

peningkatan

O2 miokard. Lama angina sedikitnya

kebutuhan

15 menit.

Berdasarkan keadaan klinis:


1. Kelas A: Angina tak stabil sekunder.
2. Kelas B: Angina tak stabil primer.
3. Kelas C: Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan:
1. Tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal.
2. Timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar.
3. Masih

timbul

serangan

angina

walaupun

telah

diberikan

pengobatan yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan


antagonis kalsium.
ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
Angina yang tidak stabil terjadi ketika pecahnya mendadak dari
plak, yang menyebabkan akumulasi cepat trombosit di lokasi pecah
dan peningkatan mendadak dalam obstruksi aliran darah dalam arteri
koroner. Akibatnya, gejala angina tidak stabil terjadi tiba-tiba, sering
kali dalam tak terduga atau tidak terduga.Gejala mungkin baru, lama,
lebih berat, atau terjadi sedikit atau tidak dengan angina. Gejala
angina pektoris tidak stabil pada dasarnya timbul karena iskemik akut
yang tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan
suplai O2 miokard. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu :
1. Ruptur/hancurnya plak.
Ruptur plak ini dianggap sebagai penyebab terbanyak timbulnya
angina pectoris tidak stabil akibat terjadinya sumbatan parsial atau
total dari pembuluh darah koroner yang menyuplai oksigen ke
jantung yang sebelumnya telah mengalami sumbatan minimal.Plak
terjadi akibat penimbunan lemak dan jaringan fibrotic pada tepi
pembuluh darah.Biasanya plak hancur pada tepi yang berdekatan
dengan permukaan pembuluh darah akibat timbulnya aktivasi dan
penempelan dari thrombus untuk menutup pembuluh darah yang
rusak,sehingga

terjadi

sumbatan

pada

pembuluh

darah,bila

sumbatan total maka akan timbul serangan jantung,tetapi bila tidak

total(70%)akn menimbulkan angina pectoris tidak stabil akibat


penyempitan pembuluh darah
2. Thrombosis dan agregasi trombosit
Dimana

terjadi

akibat

interaksi

antara

plak,sel

otot

polos

jantung,makrofag,dan kolagen.Akibat adanya plak yang menempel


pada pembuluh darah,memicu menempelnya thrombosius pada
plak,mengecilnya

pembuluh

darah

dan

pembentukan

thrombus.Akibatnya,terjadi penyempitan pembuluh darah,dalam


hal ini pembuluh darah koroner jantung, sehingga supplai oksigen
berkurang dan timbullah nyeri.
3. Vasospasme atau pembuluh darah yang berkontraksi hingga
lumennya kecil.
Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peranan penting pada
angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan
dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme
yang terlokalisir seperti pada angina Prinzmetal

juga dapat

menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi


pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peranan penting dalam
terbentuknya thrombus.
4. Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap
kerusakan endotel (Buku Ajar, 2009; Kosasih, 2008). Adanya
perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos
dapat menimbulkan penyembitan pembuluh darah dengan cepat
dan keluhan iskemia. Menurut American Heart Associationn (AHA)
terdapat 3 hal yang dapat menyebabkan kerusakan dinding
pembuluh darah, yaitu peningkatan kadar kolesterol trigliserida
dalam darah, peningkatan tekanan darah, dan riwayat merokok
yang dapat mempercepat terbentuknya aterosklerosis pada arteri
koroner terutama pada aorta dan pembuluh darah arteri pada kaki.
Beberapa

keadaan

yang dapat

merupakan

penyebab angina

pektoris tidak stabil adalah:


1. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan
aliran

koroner

yang

terbatas,

maka

hipertensi

sistemik,

takiaritmia,

tirotoksikosis

dan

pemakaian

obat-

obatan

simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2 miokard


sehingga
dan

mengganggu

suplai

keseimbangan antara

O2. Penyakit

kebutuhan

paru menahun dan penyakit

sistemik seperti anemi dapat menyebabkan takikardi dan


menurunnya suplai O2 ke miokard.
2. Sklerotik arteri koroner
Sebagian

besar

mempunyai

penderita

gangguan

angina

pectoris

cadangan

aliran

tidak

stabil

koroner

yang

menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan


atau

tanpa

disertai

memperberat

trombosis

penyempitan

baru

yang

pembuluh

dapat

darah

koroner.

Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan cadangan


aliran

darah

disebabkan

koroner
oleh

ringan

atau

gangguan

aliran

normal

yang

koroner sementara

akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.


3. Agregasi trombosit
Stenosis
dan

arteri koroner

stasis

aliran

akan

darah

peningkatan

agregasi

membentuk

trombus

mempermudah

menimbulkan

turbulensi

sehingga

menyebabkan

trombosit

yang

dan

keadaan

akhirnya
ini

akan

terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.

4. Trombosis arteri koroner


Trombus
yang

akan

mudah

sklerotik

kadang-kadang
menyumbat
Trombosis

terbentuk

pada

sehingga penyempitan
terlepas
pembuluh

menjadi
darah

pembuluh

darah

bertambah
mikroemboli

yang

lebih

dan
dan
distal.

akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.

5. Pendarahan plak ateroma


Robeknya

plak

pembuluh

darah

menyebabkan

ateroma

ke

kemungkinan
terbentuknya

dalam
mendahului
trombus

lumen
dan
yang

menyebabkan penyempitan arteri koroner.


6. Spasme arteri koroner
Peningkatan
berkurangnya

kebutuhan
aliran

koroner

O2

miokard

dan

karena spasme pembuluh

darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame dapat terjadi


pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh
darah koroner. Spasme yang
kerusakan

artikel,

berulang

pendarahan

dapat

plak

menyebabkan

ateroma,agregasi

trombosit dan trombus pembuluh darah (Buku Ajar, 2009;


Kosasih, 2008).
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko angina tidak stabil adalah:
1.

Merokok
Merokok memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap serangan
jantung dibandingkan orang yang tidak pernah merokok,dan
berhenti

merokok

telah

mengurangi

kemungkinan

terjadinya

serangan jantung.Perokok aktif memiliki risiko yang lebih tinggi


terhadap serangan jantung dibandingkan bukan perokok. Nikotin
dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal
ini karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam
paru-paru dan disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan
waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang
sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa
jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan yang lebih
tinggi (Gardner, 2007).
2.

Tidak berolahraga secara teratur

3.

Memiliki hipertensi , atau tekanan darah tinggi


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140

mmHg

Peningkatan

atau

tekanan

tekanan

darah

diastolik
sistemik

sedikitnya

90

meningkatkan

mmHg.
resistensi

vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya


kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi,
maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan
rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
4.

Obesitas

Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung


untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih
dari tubuh tersebut. Berat badan yang berlebihan menyebabkan
bertambahnya

volume

darah

dan

perluasan

sistem

sirkulasi.Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan


metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
5.

Mengkonsumsi tinggi lemak jenuh dan memiliki kolesterol tinggi


Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar
kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National
Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL
sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary
Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan
kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard
(Brown, 2006).

6.

Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus


Resiko terjadinya penyakit IMA pada pasien dengan DM sebesar 2- 4
lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan
adanya

abnormalitas

metabolisme

lipid,

obesitas,

hipertensi

sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi


platelet dan peningkatan trombogenesis).
(Buku Ajar, 2009; Kosasih, 2008)
Atherosclerosis, atau pengerasan arteri, adalah kondisi di mana
simpanan lemak, atau plak, terbentuk di dalam dinding pembuluh
darah. Aterosklerosis yang melibatkan arteri mensuplai jantung dikenal
sebagai penyakit arteri koroner. Plak dapat memblokir aliran darah
melalui arteri. Jaringan yang biasanya menerima darah dari arteri ini
kemudian mulai mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen.
Ketika jantung tidak memiliki oksigen yang cukup, akan meresponnya
dengan menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dikenal
sebagai angina.Angina tidak stabil terjadi ketika penyempitan menjadi
begitu parah sehingga tidak cukup darah melintasi untuk menjaga
jantung berfungsi normal, bahkan pada saat istirahat. Kadang-kadang

arteri bisa menjadi hampir sepenuhnya diblokir. Dengan angina tidak


stabil, kekurangan oksigen ke jantung hampir membunuh jaringan
jantung (Buku Ajar, 2009; Kosasih, 2008).
MANIFESTASI KLINIS
Adapan gelaja yang klinisnya yaitu:
a. Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa
sakit,tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri,
tercekik ataurasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher,
tenggorokan, daerahantara tulang skapula, daerah rahang ataupun
lengan.
b. Sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina
hilang.
c. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun
hampir pingsan (Anwar, 2004).
Selain itu juga menurut Trisnohadi (2006), kriteria klinis dari unstable
angina antara lain:
a. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami
olehpenderita dalam periode 1 bulan terakhir.
b. Angina progresif.
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1
bulanterakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama,
timbul denganpencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak
hilang dengan cara yang biasadilakukan. Penderita sebelumnya
menderita angina pektoris stabil.
c. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang
dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama
angina sedikitnya 15 menit.
d. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.

Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau


bersamabersamatanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang
terjadi pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan
enzim serial dan pencatatanEKG.
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :

Emosi

Stress

Kerja fisik terlalu berat

Hawa terlalu panas dan lembab

Terlalu kenyang

Banyak merokok (Buku Ajar, 2009); Kosasih, 2008; Halim, 2011;


Goldman, 2007)

PATOFISIOLOGI
Terlampir
PEMERIKSAAN MEDIS
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pasien penyakit jantung, dilakukan pengamatan keadaan
umum, tangan pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan
denyut arteri, pemeriksaan tekanan vena jugularis dan pemeriksaan
jantung lengkap (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi).
Pengamatan keadaan umum
Lihat keadaan umum pasien, apakah sehat/sakit, apakah terlihat
sesak

atau

nyaman

saat

istirahat,

apakah

terdapat

sianosis

sentral/tidak. Kemudian lihat tangan pasien, apakah ada sianosis


perifer, jari tabuh, dan perdarahan splinter. Lalu cari anemia di
konjungtiva, dan periksa ulang untuk sianosis sentral.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain mengukur suhu tubuh
pasien, menghitung frekuensi nadi dan pernapasan, dan mengukur
tekanan darah pasien (Mardi, 2004).
Pemeriksaan denyut arteri
Palpasi denyut arteri radialis untuk memastikan apakah setara
dan sinkron di kedua pergelangan tangan, serta dicatat kecepatan,
irama, isi, dan karakternya. Denyut arteri karotis juga dipalpasi. Jangan

meraba kedua denyut karotis bersamaan karena dapat menyumbat


aliran darah otak sementara. Denyut arteri perifer diperiksan dengan
meraba denyut arteri femoralis, arteri poplitea, arteri tibialis posterior,
arteri dorsalis, arteri brakialis (Mardi, 2004).
Pemeriksaan tekanan vena jugularis
Dalam menilai tekanan vena jugularis, vena-vena servikalis
membentuk manometer berisi darah yang berhubungan dengan atrium
kanan dan oleh karena itu, dapat digunakan untuk mengukur tekanan
rata-rata atrium kanan. Vena jugularis interna kanan harus diinspeksi
dengan pasien berbaring pada bantal dengan sudut 45 o. kadangkadang pangkal leher perlu disorot dengan lampu. Cari pulsasinya dan
kenali pulsasi tertingginya. Dari titik pulsasi tertinggi ini, bentangkan
sebuah benda atau kartu yang berbentuk persegi secara horizontal
kemudian letakkan sebuha penggaris secara vertical pada angulus
sterni sehingga terbentuk sudut 90 yang tepat. Ukur jarak vertical
dalam satuan sentimeter di atas angulus sterni tempat benda yang
dipegang horizontal itu menyilang penggaris. Jarak yang diukur ini
adalah tekanan vena jugularis (Mardi, 2004).
Pemeriksaan jantung lengkap
Pemeriksaan jantung lengkap meliputi inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Pada sebagian besar pemeriksaan jantung, pasien
harus berbaring telentang sementara tubuh bagian atas ditinggikan
dengan menaikkan kepala ranjang atau meja periksa hingga sudut
sekitar 30o. Ada 2 macam posisi yang diperlukan: (1) posisi berbaring
miring ke kiri dan (2) posisi membungkuk ke depan. Pemeriksa berdiri
di sisi kanan pasien (Buku Ajar, 2009)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG (Elektrokardiogram)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen
ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut.
Gelombang T negatif juga menunjukkan salah satu tanda iskemia
atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST kurang dari 0,5 mm dan
gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia

dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%
mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
2. Uji latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan
menunjukkan tanda resiko tinggi perlu pemerikasaan exercise test
dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosis baik.
Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi
segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena resiko
terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang
cukup besar.
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk
diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak
adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufesiensi mitral dan
abnormalitas

gerakan

dinding

regional

jantung,

menandakan

prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga dapat membantu


menegakkan adanya iskemia miokardium.
4. Rontgen Thoraks
Rontgen toraks biasanya normal pada pasien dengan angina.
Pembesaran jantung dapat menandakan adanya disfungsi pada
organ jantung sebelumnya (Hamm, 2011).
5. Laboratorium
Pemerikasaan troponin T dan CKMB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European
Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap mionekrosis bila
troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai
2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan
troponin. CKMB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga
ditemukan di tot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut
dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal
dalam 48 jam (Buku Ajar, 2009)
Enzim-enzim

jantung

pemantauan MCI :

yang

bermanfaat

dalam

diagnosis

dan

SGOT/ AST : naik sekitar 6-8 jam setelah mulainya MCI dan
mencapai kadar normal pada hari ke-5. SGOT juga meninggi.
SGOT juga meninggi pada penyakit hati, nekrosis otot, ginjal,

otak, dan lain-lain.


LDH : Kadarnya akan naik dalam waktu 24 jam setelah
terjadinya MCI, mencapai kadar tertinggi pada hari ke-4 dan
menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari. Isoenzim
terpenting adalah HBDH (LDH 1). LDH juga dapat meninggi
pada

penyakit

parenkim

hati,

anemia

megaloblastik,

leukemia,hemolisis darah) dan lainnya.


CK/CPK : Kadar CK naik sekitar 6 jam setelah berjangkitnya MCI
dan pada kasus-kasus tanpa penyulit mencapai kadar tertinggi
dalam waktu 24 jam untuk menjadi normal kembali dalam waktu

72-96 jam.
Tes CKMB : CKMB adalah isoenzim CK yang spesifik untuk sel
otot

jantung

karena

itu

kenaikan

aktivitas

CKMB

lebih

mencerminkan kerusakan otot jantung. Kadar CKMB seperti CK


(total) mulai naik 6 jam setelah mulainya MCI, mencapai kadar
tertinggi lebih kurang 12 jam kemudian dan biasanya lebih cepat
mencapai kadar normal daripada CPK yaitu dalam waktu 12-48
jam. Sensitivitas tes CKMB sangat baik (hampir 100%) dengan
spesifitas

agak

rendah.

Untuk

meningkatkan

ketelitian

penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CKMB


terhadap CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam
pertama setalah onset penyakit maka diagnosis MCI dapat

dianggap pasti.
Troponin
Dibedakan menjadi 3 tipe yaitu C, I, dan T dimana I dan T lebih
spesifik untuk otot jantung. Troponin adalah protein spesifik
berasal dari miokard (otot jantung), kadarnya dalam darah naik
bila terjadi kerusakan pada otot jantung. Kadar troponin dalam
darah mulai naik dalam waktu 4 jam setelah permulaan MCI,
selanjutnya meningkat terus dan dapat diukur satu minggu. Tes
troponin tidak diperiksa tersendiri, sebaiknya disertai dengan
pemeriksaan laboratorium lain seperti CKMB, CK, CRP,hsCRP,
dan AST (Kosasih, 2008)

PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bedrest), diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih
merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.
Terapi medikamentosa
Obat anti iskhemia

Nitrat:

vasodilatasi

mengurangi

pembuluh

preload

dan

vena

afterload

dan

arteriol

sehingga

perifer,

mengurangi

tekanan pada dinding jantung dan mengurangi kebutuhan


oksigen, vasodilatasi pembuluh darah koroner, memperbaiki
aliran darah kolateral. Pada keadaan akut diberikan nitrogliserin
sublingual 0.5 mg dengan interval 5 menit, diberikan maksimum
3 dosis atau sampai gejala mereda , atau jika tidak membaik
diberikan isosorbid dinitrat infus intravena dengan dosis 10
mcg/menit dan dinaikkan setiap 3-5 menit sampai iskhemia
teratasi dan terjadi penurunan tekanan darah.

Penyekat beta: menurunkan dneyut jantung dan kontraksi


miokardium sehingga menurunkan kebutuhan oksigen. Data
menunjukkan

bahwa

penggunaan

penyekat

beta

dapat

memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark


miokard, dan menurunkan risiko infark sebesar 13% pada pasien
dengan angina tidak stabil. Semua pasien dengan angina tidak
stabail

harus

kontraindikasi.

diberi

penyekat

Berbagai

macam

beta

kecuali

penyekat

bila

beta

ada

seperti

propanolol, metoprolol, atenolol, menunjukkan aktivitas yang


serupa. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan asma
bronchial, PPOK, atau pasien dengan bradiaritmia.

Antagonis kalsium: diberikan pada angina refrakter terhadap


terapi penyekat beta. Verapamil dan diltiazem memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal

Obat antiagregasi trombosit

Aspirin: diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg/hari


dan dosis selanjutnya 80-325 mg/hari karena banyak studi telah

membuktikan

bahwa

aspirin

dapat

mengurangi

kematian

jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51%
sampai 72 % pada pasien dengan angina tidak stabil.

Tiklopidin: merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina


tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Studi dengan
tiklodipin

dibandingkan

placebo

pada

angina

tidak

stabil

ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal


berkurang 46.3%. dalam pemberian tiklodipin harus diperhatikan
efek

samping

dengan

granulositopenia,

adanya

klopidogrel

dimana

yang

lebih

insidennya
aman

2.4%.

pemakaian

tiklodipin mulai ditinggalkan.

Klopidogrel: dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling


sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg
per hari dan selanjutnya 75 mg/hari.

Inhibitor glikoprotein IIb/IIa: 3 macam golongan obat yang


disetujui dipakai di klinik adalah absiksimab, epitifabatid, dan
tirofiban. Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina
tidak stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI
terutama pada kasus-kasus angina tak stabil. Tirofiban dan
eptifibatid harus diberikan bersama aspirin dan heparin pada
pasien dengan iskhemia terus menerus atau pasien risiko tinggi
dan pasien yang direncanakan untuk tindakan PCI. Absiksimab
disetujui untuk pasien dengan angina tidak stabil dan NSTEMI
yang direncanakan untuk tindakan invasif dini di mana PCI
direncanakan dalam 12 jam.

Obat antitrombin

Unfractionated heparin: antipembekuan, pemberian heparin


bersama

aspirin

dapat

mengurangi

risiko

sebesar

33%

dibandingkan dengan aspirin saja. Karena adanya ikatan protein


yang lain dan perubahan bioavailabilitas yang berubah-ubah
maka

pada

pemberian

selalu

diperlukan

pemeriksaan

laboratorium untuk memastikan dosis pemberian cukup efektif.


Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) harus 1.5-2.5 kali
kontrol

dan

dilakukan

pemantauan

tiap

jam

setelah

pemberian. Pemeriksaan trombosit juga perlu untuk mendeteksi


adanya kemungkinan heparin-induced thrombocytopenia (HIT).

Low Molecular Weight Heparin: yang ada di Indonesia ialah


dalteparin,
Dalteparin

nadroparin,
sama

enoksaparin,

efektifnya

dengan

dan

fondaparinux.

heparin,

sedangkan

enoksaparin menunjukkan berkurangnya mortalitas atau infark


sebesar 20% dibandingkan pasien yang mendapat heparin.
Keuntungan pemberian LMWH karena cara pemberian mudah
yaitu

dapat

membutuhkan

disuntikkan

secara

pemeriksaan

subkutan

laboratorium,

dan

dan

tidak

kejadian

trombositopenia lebih sedikit.

Direct Thrombin Inhibitors:

hirudin dapat menurunkan angka

kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan


bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan efektivitas yang sama
dengan

efek

samping

perdarahan

kurang

dari

heparin.

Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan heparin pada


pasien dengan angina tidak stabil yang menjalani PCI. Hirudin
maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek
samping trombositopenia akibat heparin (HIT) (Mark, 2001).
Terapi non-medikamentosa
Prinsipnya bertujuan untuk memberi darah yang lebih banyak
kepada otot jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. Ada 4
dasar jenis pembedahan:
1. Ventricular aneurysmectomy : rekonstruksi terhadap kerusakan
ventrikel kiri.
2. Coronary arteriotomy : memperbaiki langsung terhadap obstruksi
arteri koroner.
3. Internal thoracic mammary : revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary

Artery

Baypass

Grafting

(CABG)

Hasilnya

cukup

memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan


angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2. Percutaneous rotational coronary angioplasty (PCRA)

3. Laser angioplasty
Revaskularisasi pembuluh koroner perlu dipertimbangkan pada
pasien

dengan

iskhemia

berat

dan

refrakter

dengan

terapi

medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left main, atau


penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai dengan

faal

ventrikel kiri yang yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG;


Coronary Artery Bypass Graft) dapat memperbaiki harapan hidup,
kualitas hidup, dan mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau 2 pembuluh darah atau bila ada
kontraindikasi pembedahan, PCI (Percutaneus Coronary Intervention)
menjadi pilihan utama. Pada angina tidak stabil, perlunya tindakan
invasif atau konvensional tergantung dari stratifikasi risiko pasien;
pada risiko tinggi perlu tindakan invasif dini.
PCI (Percutaneus Coronary Intervention)/ PTCA (Percutaneus
Trans Coronary Angiopalsty)

Merupakan tindakan non-bedah yang digunakan untuk mengembalikan


aliran darah ke arteri yang terblokir, yang
biasanya merupakan arteri koroner.

PCI jauh

lebih tidak invasif dari bedah jantung terbuka,


waktu sembuh lebih cepat dan risiko lebih
kecil. Tapi untuk individu dengan penyakit
jantung

yang

parah,

banyak

arteri

yang

tersumbat, atau masalah kesehatan lainnya


(seperti diabetes atau gagal jantung), operasi
bypass

masih

merupakan

pilihan

terbaik.

Sekarang ini, operasi bypass jauh lebih efektif

Gambar 1. Teknik PCI


Diunduh dari

dan lebih aman dari beberapa generasi yang


lalu.

Tindakan

PCI

dilakukan

dengan

memasukkan balon kecil pada kateter melalui pembuluh darah arteri


femoralis ke arteri yang tersumbat dan kemudian menggembungkan
balonnya untuk membuka arteri. Jika diperlukan, sebuah stent dapat
digunakan untuk menjaga agar arteri tetap terbuka. Stent adalah
kawat berbentuk tabung yang berlubang-lubang atau penjaga yang
ditinggalkan di dalan arteri untuk menyangga arteri menutup kembali. 8
Lihat gambar 1 (Coronary, 2006).
CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Coronary artery bypass grafting adalah prosedur bedah yang dilakukan
pada individu dengan penyakit arteri koroner yang tidak disetujui
untuk menjalani PCI/PTCA. Operasi ini dilakukan dengan mengambil
arteri atau vena dari bagian tubuh lain di cangkokkan dari aorta ke
arteri koroner, melintasi penyempitan karena aterosklerosis dan
menambah pasokan oksigen ke otot jantung sehingga mengurangi
angina. Lihat gambar 2.
Biasanya arteri mamaria interna kiri atau kanan digunakan dalam
operasi. Jika bypass tambahan dibutuhkan, vena saphena magna dari
kaki juga sering digunakan. Vena yang digunakan biasanya katupnya
telah dibuang atau dibalik sehingga katupnya tidak menutupi aliran
darah. Arteri mamaria interna kanan ataukiri biasanya dicangkokkan
pada left anterior descending coronary artery (LAD) karena patensi
jangka panjangnya jika dibandingkan dengan cangkok vena saphena

magna.
radialis

Untuk
dari

alternative,

tangan,

atau

arteri
arteri

gasrtoepiploica dari lambung dapat


digunakan untuk menggantikan vena.
Operasi ini direkomendasikan untuk
individu

dengan

riwayat

penyakit

di

beberapa

sebagai berikut:

Penyempitan

cabang arteri koroner (biasanya


pada individu dengan diabetes)

Penyempitan parah di left main


artery coronary

Blockade pada arteri koroner Gambar 2. CABG


atau

kondisi

lain

yang

Diunduh dari

kemungkinan tidak respon atau tidak respon terhadap terapi lain


seperti PCI (Coronary, 2006)

.
KOMPLIKASI
1. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang
terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini
adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang
tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20
menit

mengalami

kekurangan

oksigen.

Setelah

periode

ini,

kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan


sel tidak memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009)
2. Aritmia
Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah
jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap
aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal
jantung (Buku Ajar,2009).
3. Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien
tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.

Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal


jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang
lama (kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung
akibat cedera pada ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 1
PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk melindungi jantung dan
mencegah penyakit arteri koroner antara lain:

Tidak merokok. Merokok baik aktif maupun pasif merupakan


faktor risiko mayor untuk penyakit arteri koroner. Nikotin
membuat pembuluh darah konstriksi sehingga jantung harus
bekerja lebih keras. Karbon monoksida mengurangi oksigen
yang terikat pada sel darah dan merusak endotel pembuluh
darah.

Mengontrol

tekanan

darah.

Risiko penyakit

arteri

koroner

meningkat 2 kali setiap kenaikan 20/10 mmHg.

Mempertahankan kadar kolesterol. Jika kadar LDL di atas 160


atau HDL di bawah 40

memiliki risiko penyakit jantung lebih

tinggi.

Olahraga teratur. Olahraga membantu mencegah penyakit arteri


koroner dengan membantu meraih dan mempertahankan berat
ideal dan mengontrol diabetes, peningkatan kolersterol, dan
tekanan darah tinggi.

Pertahankan berat badan yang sehat. Obesitas meningkatkan


risiko penyakit arteri koroner, tapi dengan mengurangi berat
badan dapat mengurangi risiko tersebut.

Makan makanan yang sehat untuk jantung. Terlalu banyak lemak


jenuh dan kolesterol dapat menyebabkan peneyampitan arteri
yang berefek ke jantung. Diet tinggi garam dapat meningkatkan
tekanan darah. Ikan merupakan bagian dari makanan yang
sehat untuk jantung karena mengandung asam lemak omega 3
yang akan mencegah terjadinya bekuan darah. Makan banyak
buah dan sayur sangat dianjurkan karena banyak mengandung
antioksidan, vitamin, dan mineral yang membantu mencegah
kerusakan pada arteri koroner.

Lakukan pemeriksaan rutin berkala. Faktor risiko utama unttuk


penyakit kardiovaskular (kolesterol darah tinggi, tekanan darah
tinggi, dan diabetes ) tidak mempunyai gejala pada stadium
awal.

Kurangin stress untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular


(Dharma, 2010).

DIAGNOSTIC CORONARY ANGIOGRAPHY


DEFINISI
Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk
menggambarkan
memasukkan

keadaan

kateter

arteri

pembuluh

koroner
darah

jantung
ke

dengan

cara

tubuh

dan

dalam

menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan gambaran pembuluh


darah

koroner

pada

pencitraan

sinar-X

segera

setelah

kontras

diinjeksikan (Libby, 2007).


Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling akurat
dan sesuai standar untuk mengidentifi kasi penyempitan pembuluh
darah yang berhubungan dengan proses aterosklerosis di arteri
koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner merupakan pemeriksaan
yang paling andal untuk memberikan informasi anatomi koroner pada
pasien penyakit jantung koroner pasca pengobatan medik maupun
revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention(PCI), or
Coronary Artery Bypass Graft(CABG) (Libby, 2007).
Angiografi koroner dilakukan jika hasil pemeriksaan noninvasif
kurang

informatif

noninvasive

atau

(PDSKI,

karena

2009).

ada

Beberapa

kontraindikasi
faktor

pemeriksaan

yang

mendorong

perkembangan angiografi koroner:


1

Berkembangnya

ilmu

pengetahuan

kedokteran.
Pasien menuntut diagnosis pasti dan cepat tentang penyakit yang

3
4

dideritanya.
Dibutuhkan diagnosis pasti guna pencegahan dan terapi.
Dibutuhkan pencitraan anatomi pembuluh darah koroner sebagai
syarat PCI maupun CABG.

dan

teknologi

di

dunia

INDIKASI (Libby, 2007; Acanlon, 1999)


1.
2.
3.
4.

Pasien yang akan menjalani revaskularisasi.


Rekurensi dini gejala sedang sampai berat pasca revaskularisasi.
Evaluasi hasil pengobatan medik PJK.
Pasien yang akan menjalani operasi jantung untuk penyakit katup

jantung, penyakit jantung kongenital.


5. Pasien gagal jantung kronis dengan malfungsi sistolik ventrikel kiri.
6. Pasien dengan kontraindikasi tes noninvasif.
Indikasi dilakukan tindakan coronary angiography adalah:
1. Memiliki gejala penyakit arteri koroner meskipun telah mendapat
terapi medis yang adekuat
2. Penentuan prognosis pada pasien dengan penyakit arteri koroner
3. Nyeri dada stabil dengan perubahan iskemik bermakna pada tes
latihan
4. Pasien dengan nyeri dada tanpa etiologi yang jelas
5. Sindrom koroner tidak stabil (terutama dengan

peningkatan

Troponin T atau I).


6. Pasca infark miokard nongelombang Q
7. Pasca infark miokard gelombang Q pada pasien risiko tinggi
(ditentukan dengan tes latihan atau pemindaian perfusi miokard).
8. Pasien dengan aritmia berlanjut atau berulang
9. Gejala berulang pasca coronary artery bypass Graft (CABG) atau
percutaneus coronary intervention (PCI)
10.Pasien yang menjalani pembedahan katup jantung
11.Pasien gagal jantung dengan etiologi yang tidak jelas
12.Menentukan penyebab nyeri dada pada kardiomiopati hipertropi

Kelas I: Prosedur berguna dan efektif


Kelas IIa: Berdasar bukti pengalaman, prosedur cukup berguna dan
efektif
Kelas IIb: Berdasar bukti pengalaman, prosedur kurang berguna dan
kurang efektif
Kelas III: Prosedur kurang berguna dan kurang efektif, terkadang
merugikan.
KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk prosedur ini, tetapi terdapat
beberapa kontraindikasi relatif:
1

Panas badan tanpa sebab pasti

2
3
5
6
7
8

Infeksi
Anemia dengan hemoglobin < 8 mg/dl
Ketidakseimbangan elektrolit darah
Perdarahan aktif yang berat
Stroke
Keracunan digitalis (Libby, 2007)

6. Ventrikel iritabel yang tidak dapat dikontrol


7. Hipokalemia/intoksikasi digitalis yang tidak dapat dikoreksi
8. Hipertensi yang tidak dapat dikoreksi
9. Penyakit demam berulang
10.Gagal jantung dengan edema paru akut
11.Gangguan pembekuan: waktu protrombin > 18 detik
12.Gagal ginjal hebat/anuria
13.Alergi bahan kontras
14.Sedangkan satu-satunya yang dianggap sebagai kontraindikasi
absolut adalah apabila pasien dan keluarganya menolak untuk
dilakukan kateterisasi (Arthur, 2001; David)
KOMPLIKASI
Pada prosedur kateterisasi terdapat beberapa komplikasi, seperti
terjadinya luka pada arteri dan vena pada tempat dilakukannya
kateterisasi. Hal ini terjadi pada 0,5-1,5% pasien. Lebam disertai
perubahan warna kulit pada tempat punksi pembuluh darah terjadi
pada 1-5% pasien.Komplikasi yang paling jarang terjadi adalah infeksi
pada lokasi pemasangan kateter. Injeksi dari zat kontras dapat
menyebabkan mual dan muntah pada 3-15% pasien, rasa gatal pada
1-3% pasien, reaksi alergi pada 0,2% pasien. Pada pasien yang
mempunyai fungsi ginjal yang abnormal, injeksi zat kontras ini dapat
memperburuk kondisi penyakit tersebut. Komplikasi mayor, seperti
kematian, serangan jantung, dan stroke, yang terjadi dalam 24 jam
setelah prosedur dilakukan, ditemui pada 0,2-0,3% pasien. Kematian
dapat dikarenakan perforasi dari jantung maupun pembuluh darah,
abnormalitas irama jantung, serangan jantung, dan reaksi alergi yang
parah akibat injeksi kontras.
ZAT KONTRAS
Pada kateterisasi jantung, injeksi zat kontras dilakukan untuk
mengetahui adanya hambatan maupun penyempitan pada pembuluh

darah. Adapun zat kontras yang digunakan pada kateterisasi jantung


adalah Iohexol, Iodixanol, Diatrizoate meglumine/sodium, kombinasi
Diatrizoate

meglumine/sodium

dengan

Iohexol,

serta

kombinasi

Diatrizoate meglumine/sodium dengan Iodixanol (Kozak, 2006).


Lama

prosedur

kateterisasi

jantung

bervariasi.

Hal

ini

bergantung pada kemampuan operator dan kompleksnya kondisi


pasien yang dikateterisasi.Berdasarkan penelitian pada tahun 1997,
kateterisasi jantung kiri membutuhkan waktu rata-rata 64 menit untuk
waktu lab, termasuk 25 menit waktu prosedur.Sedangkan untuk
kateterisasi jantung kanan membutuhkan waktu rata-rata 84 menit
untuk waktu lab dan waktu prosedur sekitar 32 menit. Untuk prosedur
intervensi, dibutuhkan waktu rata-rata 117 menit, dengan waktu
prosedur sekitar 70 menit (Arthur, 2001).
Coronary angiography dilakukan dengan memasukkan kateter
melaluifemoral (Judkins) atau brachialis (Sones) kemudian di dorong ke
aorta assendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan
bantuan fluoroskopi.Pada saat ini kateter femoral lebih banyak
digunakan kateter ukuran 6 atau bahkan 5 French. Kateter tersebut
terbuat

dari

poliuretan

atau

polietilen

yang

telah

terbentuk

sebelumnya untuk memungkinkan intubasi yang lebih mudah di ostium


arteri koroner kiri dan kanan (Arthur, 2001).
Setelah diposisikan dalam ostium arteri koroner, media kontras
dimasukkan untuk mengopasifikasi arteri koroner sehingga gambar
arteri koroner dapat diperoleh dengan manuver kamera radiografi
disekitar pasien untuk mendapatkan gambar dari sudut yang berbeda.
Gambar arteri jantung kiri dan kanan dapat dilihat dari proyeksi right
anterior oblique (RAO) dan leftanterior oblique (LAO). Gambar tersebut
diperoleh dari arah kepala atau kakiuntuk memvisualisasi lessi lebih
baik.

Adapun urutan gambaran angiografi arteri koronari kiri menurut


Underhil et al adalah:
a. RAO-caudal untuk memvisualisai left main arteri coronaria (LMCA),
left anterior decending (LAD), dan proximal circumflex.
b. RAO-cranial untuk memvisualisasi bagian tengah dan distal LAD
dengan cabang-cabang diagonal.
c. LAO cranial untuk memvisualisasi bagian tengah dan distal LAD
pada proyeksi orthogonal.
d. AO-caudal untuk memvisualisasi (LMCA) dan proximal circumflex.
Lateral kiri untuk menvisualisasi LAD
Urutan yang umum

dari gambaran angiografi arteri koronaria kanan

adalah:
a. LAO untuk menvisualisasi arteri koronaria kanan.
b. RAO untuk menvisualisasi cabang posterior

desending

dan

postterolateral.
c. Right lateral untuk menvisualisasi arteri koroner bagian tengah
Derajat keparahan stenosis pembuluh darah koroner dapat
dinilai secara visual oleh operator yang berpengalaman atau dapat
digunakan

angiogafi

kuantitatif

untuk

mendapatkan

penilaian

komputer mengenai derajat keparahan lesi, dibandingkan dengan


segmen arteri normal.Derajat keparahan lesi koroner dideskripsikan
sebagai persentase stenosis dan bila stenosis lebih dari 50% biasanya
dikatakan sebagai stenosis bermakna. Penyakit jantung koroner sering
diklasifikasikan sebagai penyakit 1 pembuluh, 2 pembuluh, atau 3
pembuluh tergantung pada distribusi lesibermakna pada 3 pembuluh
darah koroner utama. Rekomendasi terapi pada pasien berdasarkan
pada luas dan tingkat keparahan penyakit jantung koroner (Lock,
1989).
TATA LAKSANA

Persiapan
Persiapan harus benar-benar diperhatikan agar prosedur ini bisa
sukses. Beberapa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium
harus dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh,
antara lain:

Elektrokardiografi
Darah lengkap
Elektrolit darah
Tes fungsi ginjal
Faktor koagulasi.

Selain pemeriksaan di atas, kondisi penyakit penyerta, seperti diabetes


melitus, CHF, insufi siensi ginjal, harus sudah dalam kondisi stabil,
kecuali untuk kasus angiografi koroner darurat. Untuk pasien yang
akan menjalani PCI setelahnya, harus diberi asam asetilsalisilat oral
162-325 mg setidaknya dua jam sebelum PCI dijadwalkan. Pasien yang
terbiasa mengonsumsi warfarin harus menghentikan sementara mulai
dua hari sebelum prosedur dilaksanakan, dapat diganti dengan
unfractionated heparin IV atau

subcutaneous low-molecular-weight

heparin (Libby, 2007).


Pemilihan arteri
Pemilihan arteri yang akan digunakan sebagai akses masuknya
kateter ke dalam tubuh pasien juga tidak kalah penting. Pemilihan
arteri ini bergantung pada beberapa faktor, seperti keahlian operator,
kondisi fi sik pasien, status antikoagulasi dan kondisi pembuluh darah
perifer. Beberapa arteri yang dapat dipilih, antara lain:

Arteri femoralis, paling banyak dipilih bila tidak ada kondisi yang

mengganggu
Arteri brakialis dan arteri radialis, arteri-arteri ini kurang populer,
tetapi dipilih apabila ada penyakit pembuluh darah perifer yang
parah dan pada pasien obesitas. Dibandingkan dengan arteri
brakialis, arteri radialis lebih sering dipilih karena kateter lebih
mudah dipasang dan dilepas (Scanlon, 1999; Pannu, 2006).

Obat yang digunakan


1

Analgesik/Sedatif
Tujuan penggunaan analgesik adalah untuk sedikit menurunkan
kesadaran sehingga membuat pasien tenang tetapi masih dapat

merespons perintah verbal dan menjaga jalan napasnya sendiri.


Diazepam 2,5-10 mg oral dan difenhidramin 25-50 mg oral adalah
obat yang dapat dipakai satu jam sebelum prosedur. Selama
prosedur dapat dipakai midazolam 0,5-2 mg IV dan fentanil 25-50
mg. Selama dalam pengaruh sedasi, pasien harus dipantau kondisi
hemodinamiknya, elektrokardiografi nya, dan oksimetrinya.
2

Antikoagulan
Antikoagulan tidak lagi diberikan pada prosedur angiografi koroner
dengan akses arteri femoralis rutin. Unfractionated heparin 20005000 unit IV diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan
akses arteri brakhialis atau radialis dan pasien dengan risiko tinggi
komplikasi tromboemboli.

Kontras
Semua kontras radiografi mengandung yodium yang secara efektif
menyerap sinar X dalam kisaran energi sistem angiografi . Kontras
radiografi ini dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu kontras
yodium osmolar tinggi dan kontras yodium osmolar rendah. Kontras
angiografi memiliki efek samping terhadap hemodinamik dan ginjal.
Pada

beberapa

pasien

dapat

terjadi

reaksi

alergi,

sehingga

kortikosteroid IV harus disiapkan setiap kali prosedur dilaksanakan.


4

Obat Angina
Selama tindakan dilakukan, angina dapat terjadi karena beberapa
faktor, seperti takikardia, agen kontras, hipertensi, mikroemboli, dll.
Nitrogliserin sublingual, intrakoroner, maupun intravena dapat
diberikan pada pasien dengan tekanan sistolik >100 mmHg (Libby,
2007).

Teknik
Setelah

seluruh

persiapan

selesai

termasuk

informed

consentdari pasien, pasien akan dibawa masuk ke dalam ruang


kateterisasi yang dilengkapi dengan alat sinar-X di dalamnya. Pasien
ditidurkan di meja khusus, dilakukan sterilisasi serta anestesi lokal
pada daerah insersi jarum. Sheath dimasukkan hingga ujung berada
dalam arteri, kemudian kateter dimasukkan dan didorong hingga
mendekati jantung dengan panduan sinar X. Ujung kateter dapat
berada di jantung, arteri koroner kanan, ataupun arteri koroner kiri

tergantung tujuan prosedur. Kontras diinjeksikan melalui kateter


sehingga menggambarkan anatomi jantung dan pembuluh darah
koroner pasien yang dapat dilihat dari serangkaian foto sinar X. Ketika
kontras diinjeksikan, pasien akan merasa sensasi panas pada lokasi
insersi jarum, merasa seakan tubuh menjadi basah, serta adanya
sensasi logam di lidah. Hal ini
wajar

dan

sepantasnya

diinformasikan

kepada

pasien

sebelum

prosedur dilaksanakan. Setelah rangkaian tindakan di atas selesai,


kateter ditarik keluar secara perlahan. Masa pemulihanPada saat
kateter telah terlepas dari tubuh, arteri tempat insersi jarum harus
ditekan cukup kuat guna menghentikan perdarahan. Untuk arteri
femoralis, tenaga medis akan menekan arteri sekitar 5-10 menit dan
pasien diminta tetap dalam keadaan terlentang hingga beberapa
waktu lalu perlahan duduk dan jalan dalam beberapa jam kemudian.
Untuk arteri brakhialis atau arteri radialis, manset bertekanan rendah
dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan dan pasien diminta
duduk tegak sebelum diperbolehkan berjalan. Rasa lelah dan nyeri
pada luka wajar dirasakan dalam beberapa hari.
Pasien pascaangiografi koroner dapat pulang dari rumah sakit
pada hari yang sama, kecuali ada kondisi lain yang mengharuskan
pasien tetap dirawat. Pasien harus istirahat total di rumah untuk
beberapa hari. Bila dirasakan keadaan fi sik pasien telah sehat, pasien
dapat beraktivitas seperti biasa, tetapi apabila kondisi memburuk,
pasien harus segera kembali ke dokter spesialis jantung untuk di
periksa ulang.
KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kematian
Infark miokardium
Stroke
Aritmia
Vaskular (termasuk perdarahan pada akses masuk kateter)
Hemodinamik
Reaksi kontras
Perforasi ruang jantung (Libby, 2007; Topo, 1993)

Beberapa orang dapat lebih berisiko komplikasi, yang dapat diklasifi


kasikan sebagai berikut5:
1. Menurut keadaan umum
Usia >70 tahun

Intoleransi glukosa yang tidak terkontrol


Penyakit paru obstruktif kronis yang berat
Insufi siensi ginjal dengan kreatinin >1,5 mg/dL
2. Menurut keadaan jantung
Penyumbatan cabang utama arteri koroner kiri atau di tiga lokasi
atau lebih
Gagal jantung kelas IV
Fraksi ejeksi ventrikel kiri <35%
3. Menurut keadaan pembuluh darah
Hipertensi tidak terkontrol
Penyakit pembuluh darah perifer berat
Stroke (Scanlon, 1999).

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, T. Bahri. Penyakit jantung koroner dan hypertensi. Medan: USU;
2004
Arthur Selzer, M.D., William L. Anderson, M.D., Harold W. March,
M.D.,Indications For Coronary Arteriography Risks Vs. Benefits.
California Medicine. The Western Journal Of Medicine. 2001
Buku

ajar

Ilmu

penyakit

dalam

jilid

II.Edisi

ke-5.Jakarta:Interna

Publishing;2009.hal.1728-34.
Coronary

artery

disease.

2006.

Diunduh

dari:

http://www.heartbt.co.za/cad.htm, 18 Oktober 2015


Corwin, J Elizabeth. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504
David Zieve, Michael A, Cardiac catheterization. Division of Cardiology,
Harborview Medical Center, University of Washington Medical
School, Seattle, Washington.. National Institutes of Health (U.S.
Department

of

Health

and

Human

Services)

available

at

www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003419.htm
Dharma, S. Pedoman praktis: sistematika interpretasi EKG. Cetakan
pertama. Jakarta: EGC; 2010.h.72-78.

E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih.Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium


klinik. Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8
Goldman,Ausillo. Cecil medicine.23rd edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier;2007. h.360-89.
Halim, S.L., Iskandar I., Edward H., Kosasih R., Sudiono, H. Patologi
klinik: kimia klinik. Edisi pertama. Jakarta: Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Ukrida; 2011.h.29-40.
Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al.
ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation, 2011.
Accessed

21

Feb

2014.

Avalaible

form:

http://www.escardio.org/guidelines-surveys/escguidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds heart disease: A
textbook

of

cardiovascular

medicine.

8th

ed.

Philadelphia:

Saunders; 2007
Lock JE, Rome JJ, Davis R, et al. Transcatheter closure of atrial septal
defects. Experimental studies. Circulation1989;79:10911099.
Mardi Santoso. Pemeriksaan Fisik Diagnosis. Jakarta : Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.hal.50-57.
Mark HS.Buku ajar

diagnostic fisik. Jakarta: Penerbit kedokteran

ECG;2001.h.179-202.
Pannu N, Wiebe N, Tonelli M. Prophylaxis strategies for contrastinduced nephropathy. JAMA. 2006;295(23):2765-79
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tata
laksana penyakit kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2009
Scanlon P, Faxon D, Audet AM, Carabello B, Dehmer GJ, Eagle KA, et al.
ACC/AHA guidelines for coronary angiography. J Am Coll Cardiol.
1999;99(17):2345-57.
Topol E, Teirstein PS. Textbook of interventional cardiology. 2nd ed. vol
1. Philadelphia: Saunders; 1993
Trisnohadi, Hanafi B. 2006. Angina Pectoris Tak Stabildalam Aru W.S,
Bambang S, Idrus A, Marcelius S.K, Siti S.S (Editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Penerbit FK UI 2006. Jakarta.

Yeghiazarians, Y. Braunstein, J. Askari, A. Stone, P. 2013. Medical


Progress: Unstable Angina Pectoris. The New England Journal Of
Medicine 342:2.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan pasien sehingga didapatkan masalah dan kebutuhan
untuk

perawatan

ibu.

Tujuan

utama

pengkajian

adalah

untuk

memberikan gambarana secara terus menerus mengenai keadaan


kesehatan pasien yang memungkinkan perawat melakukan asuhan
keperawatan. (Nursalam, 2001).
3.1.1Riwayat Kesehatan
a. Identitas pasien
identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, No.
Register,

dan

Diagnosa

medis.

Sedangkan

identitas

bagi

penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,


pekerjaan, dan hubungan dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien dengan
angina

tidak

stabil

yaitu

Nyeri

dada

substernal

atau

retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau


lengan kiri. serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki
pola, bisa terjadi lebih sering dan lebih berat, serta dapat
terjadi dengan atau tanpa aktivitas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada riwayat kesehatan sekarang keluhan yang dirasakan
oleh pasien sesuai dengan gejala-gejala pada pada pasien
dengan angina tidak stabil yaitu nyeri dada substernal atau
retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau
lengan kiri. serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki
pola, bisa terjadi lebih sering dan lebih berat, serta dapat
terjadi dengan atau tanpa aktivitas. biasanya disertai sesak
nafas,

perasaan

lelah,

kadang

muncul

palpitasi, dan dizzines.


3) Riwayat kesehatan dahulu
Pasien
mempunyai
riwayat

keringat

penyakit

dingin,

Hipertensi,

Atherosklerosis, Insufisiensi aorta, Spasmus arteri koroner,


dan Anemia berat
4) Riwayat kesehatan keluarga
keluarga pasien mempunyai penyakit hipertensi dan arteri
koroner
3.1.2Pengkajian Pola Gordon, NANDA
1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan: kaji persepsi
pasien terhadap kondisi sakit dan perilaku dalam menjaga
kesehatan.
2) Pola Nutrisi-Metabolik: kaji jumlah makanan dan rentang
waktu makan sebelum dan saat sakit.
3) Pola Eliminasi: kaji frekuensi BAB/BAK, konsistensi, dan
warna feses sebelum dan saat sakit
4) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas:
Kemampuan
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi

Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ket: 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3:
dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.
Latihan: kaji kemampuan rentang gerak pasien sebelum dan
saat sakit.
5) Pola kognitif dan Persepsi: kaji kemampuan pasien dan
keluarga dalam menerima informasi dan penjelasan dari
tenaga

kesehatan.

Kaji

pesepsi

keluarga

atau

pasien

terhadap penyakit yang dideritanya.


6) Pola Persepsi-Konsep diri: kaji persepsi klien terhadap kondisi
dan arti dirinya akibat sakit yang dialami
7) Pola Tidur dan Istirahat: kaji lama dan frekuensi istirahat
pasien pada siang dan malam hari sebelum dan saat sakit.
Catat adakah gejala penyakit yang menyebabkan gangguan
pola dan kualitas tidur pasien.
8) Pola Peran-Hubungan: kaji bagaimana pasien melakukan
hubungannya dengan orang lain disekitarnya serta apakah
pasien dapat menjalankan perannya selama sakit.
9) Pola Seksual-Reproduksi: kaji adakah istri yang menunggu
saat dirawat di rumah sakit dan ada tidaknya gangguan
hubungan seksual akibat sakit yang dialami.
10)
Pola Toleransi Stress-Koping: kaji bagaimana cara pasien
menghadapi stress yang dialami akibat penyakitnya atau
peubahan status kesehatannya.
11)
Pola Nilai-Kepercayaan: kaji peran nila dan kepercayaan
dalam memberikan penguatan pada pasien untuk sembuh.
Selain itu perlu juga dikaji persepsi klien tentang penyebab
munculnya penyakit yang sedang dialami.
3.1.3 Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala :pola hidup monoton, kelemahan,

kelelahan,

perasaan tidak
berdaya setelah latihan, nyeri

dada bila bekerja

dan terkadang saat beristirahat.


b) Tanda :dispnea saat kerja atau saat istirahat
2) Sirkulasi
a) Gejala :riwayat penyakit jantung, hipertensi, obesitas.

b) Tanda :takikardia,

distritmia,

tekanan

darah

normal,

meningkat atau menurun, bunyi jantung mungkin normal.


Saat serangan angina, bisa ditemukan adanya gallop,
murmur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi basah
basal yang kemudian menghilang
3) Makanan/cairan
a) Gejala :mual,nyeri ulu hati/epigastrium saat makan, diet
tinggi
kolesterol/lemak, garam, kafein, minuman keras.
b) Tanda : distensi gaster.
4) Integritas ego
a) Gejala :stressor kerja, keluarga, lain-lain.
b) Tanda :ketakutan, mudah marah, gelisah, cemas.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
a) Gejala :nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke
rahang,
leher, bahu, dan ekstremitas atas (lebih pada kiri
dari pada
kanan)

nyeri sehubungan dengan kerja fisik atau

emosi besar, seperti marah, olahraga pada


suhu ekstrim, atau mungkin tidak dapat
diperkirakan

dan

atau

terjadi

selama

istirahat.
Q Nyeri terasa berat, seperti tertekan, terjepit,
:
R

dan terbakar.
Nyeri dirasakan pada dada substernal atau

retrosternal dan menjalar ke leher, daerah

interskapula atau lengan kiri


Skala nyeri yang dirasakan pasien biasanya

nyeri ringan sampai sedang.


Skala nyeri

13
46
79
10
T: Nyeri

(Nyeri ringan)
(Nyeri sedang)
(Nyeri berat)
(Sangat nyeri)
biasanya kurang

dari

15

menit,

kadang-kadang lebih dari 30 menit dan


rata-rata nyeri dirasakan 4-5 menit

b) Tanda :wajah berkerut, dan meringis meletakkan pergelangan

tangan pada midsternum, memijit tangan kiri, tegangan otot,


dan gelisah. Respon otomatis contoh takikardi, perubahan
6) PernafasanTD.
a) Gejala :dispnea saat kerja dan terkadang pada saat
istirahat, riwayat merokok.
b) Tanda :meningkat pada frekuensi/irama dan gangguan
kedalaman.
Pemeriksaan fisik B6
1) B1/ Breathing (Respiratory System): kaji adanya sesak nafas,
takipnea, suara nafas ronkhi, pada pasien dengan Angina
tidak

stabil

biasanya

disertai

dyspnea

dan

adanya

penggunaan otot bantu napas.


2) B2/ Blood (Cardiovascular system): kaji adanya takikardi,
penurunan tekanan darah, dan aritmia jantung. pada pasien
dengan Angina tidak stabil biasanya terjadi palpitasi.
3) B3/

Brain

(Nervous

system):

kaji

adakah

penurunan

kesadaran. Pada umumnya sistem ini normal, tetapi biasanya


ditemukan pusing, dan adanya kelelahan.
4) B4/ Bladder (Genitourinary system): biasanya normal
5) B5/ Bowel (Gastrointestinal System): pasien dengan angina
pektoris

biasanya normal terkadang mengalami anorexia,

muntah, mual.
6) B6/ Bone (Bone-Muscle-Integument): biasanya normal, tetapi
terkadang ditemukan sianosis.

Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
pada pemeriksaan EKG 50% ditemukan normal, tetapi dapat
ditemukan depresi atau elevasi segmen ST .
2) Foto thoraks

biasanya

normal,

lebih

sering

menunjukkan

kelainan

pada

riwayatinfark miokard atau nyeri dada yang bukan berasal dari


jantung.
3.2Diagnosa Keperawatan Nanda
Diagnosa keperawatan adalah

keputusan

klinis

mengenai

seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah


kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial
(Hidayat, 2001). Diagnosa yang dapat diangkat yaitu:
a. Penurunan

curah

jantung

b/d

penurunan

kontraklititas

ventrikuler, iskemia miokard


b. Perfusi Jaringan tidak efektif b/d penurunan curah jantung
c. Nyeri akut b/d ketidakseimbangan suplai O2 ke sel miokardium,
iskemi miokardium
d. intoleransi

aktivitas

b/d

penurunan

perfusi

perifer

akibat

ketidakadekuatan antara suplai dan kebutuhan O2 ke sel


miokardium, iskemik miokard
e. cemas b/d rasa takut akan kematian / perubahan kesehatan
3.3Intervensi
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapkan
pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk
mengatasi masalah pasien (Hidayat, 2001).

No
1.

Diagnosa
Penurunan
curah
jantung
b/d
penurunan
kontraklitit
as

Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)


NOC:
1. Aktivitas Kepera
a. Pengkajian
a. Keefektifan pompa jantung
1) Kaji dan do
b. status sirkulasi
c. Perfusi jaringan perifer
sianosis, stat
d. Tanda-tanda vital
2) Kaji
toler
Setelah dilakukan asuhan selama .x
memperhatik
24 jam Penurunan curah jantung klien
dan palpitasi
3)
Regulasi hem
teratasi dengan kriteria hasil:

ventrikuler 1. Curah jantung efektif, indikator:


a) TTV dalam rentang normal
, iskemia
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)
miokard
b) Dapat mentoleransi aktivitas
c) tidak ada kelelahan
d) Tidak ada penurunan kesadaran
e) AGD dalam batas normal
2. Status sirkulasi adekuat, indikator :
a) TD sistolik dan diastolik dbn
b) Denyut jantung dbn
c) Hipotensi ortostatik tidak ada
d) Gas darah dbn
e) Status kognitif dbn
f) Warna kulit normal.

4) Evaluasi resp

b. Penyuluhan p
1) Jelaskan tuju
atau sungkup
2) Instruksikan
untuk peraw
aktivitas, pe
terapiutik.
2.
Aktivitas kola
1) konsultasikan
pemberian a
2) Berikan dan
untuk memp
afterload ses
3) Lakukan per
diperlukan
3.

2.

Perfusi
Jaringan
tidak
efektif b/d
penurunan
curah
jantung

3.

Nyeri akut
b/d
ketidaksei
mbangan
suplai O2

Aktivitas lain
1) Ubah posi
trendelenbu
pada rentan
2) Ubah posisi
aktivitas lain
3) Regulasi hem
a. Cardiac pump effectiveness
1. aktivitas kepera
b. Circulation status
a. Pengkajian
c. Tissue perfusion: cardiac perifer
1) Monitor ny
d. Vital sign status
2) Monitor st
3) Monitor pe
b. Penyuluhan
Setelah dilakukan asuhan selama ..x
pembatasan
24 jam ketidakefektifan perfusi jaringan
lemak
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
1. Tekanan sistol dan diastole sesuai
2. Aktivitas kolabo
dengan yang diharapkan
Kelola pemberia
2. Nadi perifer kuat dan simetris
nitrogliserin, vas
3. Tidak ada edem perifer
4. Tidak ada nyeri dada
5. Denyut jantung, AGD, dan fraksi 3. Aktivitas lain-lai
Tingkatkan ist
ejeksi normal.
stimulasi lingku
6. Tidak ada kelelahan ekstrim.
a. Pain Level
1. Aktivitas kepera
b. Pain control
a. pengkajian
c. Comfort level
1) kaji dan Cata
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
lamanya dan
selama.
x24
jam
Klien
dapat

ke
sel
miokardiu
m, iskemi
miokardiu
m

terkurangi nyerinya dengan criteria


hasil:
1. secara subjektif klien Melaporkan
penurunan rasa nyeri dada
2. Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
3. Mampu mengontrol nyeri.
4. Secara objektif didapatkan tanda vital
dalam batas normal, wajah rileks,
tidak
terjadi
penurunan
perfusi
perifer.

2) Anjurkan klien
3) Lakukan mana
a) Atur posisi
b) Istirahatka
c) Beri O2 de
d) Manajeme
pengunjun
e) Ajarkan te
saat nyer
f) Ajarkan te

b.
1)
2)

3)
4)

g) Lakukan m
Penyuluhan u
Instruksikan
perawat jika r
Informasikan
dapat mening
ditawarkan
Perbaiki kes
narkotik dan o
Manajemen n
nyeri, penye
antisipasi keti

2. Aktivitas Kolabo
1) Manajemen
pengendalia
berat
2) Laporkan ke

3. Aktivitas lain
1) Sesuaikan f
pengkajian n
2) Bantu
p
kenyamanan
atau kompre
3) Bantu pasie
bukan pada
4) Manajemen
Kendalikan
mempengar
ketidaknyam
pencahayaa
4.

intoleransi a. Self Care: ADLs


b. Tolransi aktivitas
aktivitas

1. Aktivitas Kepera
a. Pengkajian

b/d

c. Konservasi energi
penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama x24 jam klien bertoleransi
perfusi
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil:
perifer
1. Berpartsipasi dalam latihan fisik tanpa
disertai perubahan TD, nadi, dan RR
akibat
2. Mampu melakukan aktivitas sehari
ketidakade
hari (ADLs) secara mandiri
kuatan
Keseimbangan aktivitas dan istirahat.
antara
suplai dan
kebutuhan
O2 ke sel
miokardiu
m, iskemik
miokard

5.

cemas b/d Manajemen ansietas/cemas


rasa takut

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama x24 jam cemas dapat teratasi
kematian / dengan kriteria hasil:
perubahan 1. pasien dapat mengenali perasaannya
2. pasien
mampu
mengidentifikasi
kesehatan
akan

1) Kaji tingkat k
tempat tidu
aktivitas seca
2) Evaluasi
m
meningkatkan

3) Manajemen e
a) Tentukan p

b) Pantau res
c) Pantau as
energy yan
b. Penyuluhan un
1) Penggunaan
jika perlu ken
2) Penggunaan
3) Manajemen e
a) Ajarkan pa
perawatan
b) Ajarkan te
manajeme
2. Aktivitas kolabor
1) Berikan pe
apabila nyer
2) Kolaborasi d
dan memant
3) Rujuk pasien
guna menin
energi
4) Rujuk pasien

3. Aktivitas lain
1) Hindari menja
istirahat
2) Pantau tandasesudah aktiv
3) Manajemen en
a) Bantu pas
b) Bantu akti
1. Kaji respon ke
maupun objektif.
2. Jauhkan
sum
memungkinkan.
3. Dampingi pasien
4. Lakukan pendek
perasaan, persep
5. Lakukan pengua

penyebab/
faktor
penyebab
kecemasannya.
3. pasien mengungkapkan pengurangan
kecemasan / ketakutan secara verbal
4. pasien menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah secara positif.
5. pasien mampu mengidentifikasi
/
menggunakansumber daya secara
tepat.

verbal pada pasi


6. Nilai pemaham
penyakit.
7. Aajarkan teknik
8. Jelaskan pada
pemeriksaan dan
9. Libatkan peran
pasien.
10.
Kaji kebutuh
intervensi psikia
11.
Diskusikan d

Anda mungkin juga menyukai