PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ujian sering menjadi hal yang sangat menakutkan ketika seseorang akan
menghadapinya serta menjadi salah satu momok di dalam benak para pelajar maupun
mahasiswa yang belum merasa siap dalam situasi yang dihadapinya. Terutama pada
kalangan mahasiswa keperawatan yang akan menghadapi ujian pratikum pasti akan
mengalami kecemasan. Karena ujian laboratorium yang memerlukan suatu
keterampilan dengan penilaian standar yang tinggi dan bersifat kompetisi akan
meningkatkan kecemasan serta mengganggu individu untuk fokus terhadap hal-hal
yang perlu dilakukan ketika ujian pratikum (Zeidner dan Matthews, 2012).
Kecemasan ujian (test anxiety) memunculkan ketakutan dan kekhawatiran terhadap
situasi yang mengevaluasi keterampilan terutama berkaitan dengan bidang akademik
(Brown, 2011).
Menurut penelitian Esswi yang dilakukan 13 November 2013 yang diberikan
kuisioner menjelaskan saat menghadapi ujian pratikum terdapat 70% mahasiswa
keperawatan Universitas King Saudi di Riyadh
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Karya Husada Kediri, Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan tingkat 2 didapatkan kecemasan sebelum mengikuti ujian laboratorium
sebanyak 78 % dengan rincian 20 % mahasiswa, 48 % mahasiswa mengalami
kecemasan sedang, dan 10 % mengalami kecemasan berat mahasiswa mengalami
kecemasan dengan berbagai alasan yang mendasari.
Kecemasan menjadi salah satu hal tersebut dapat menghambat tujuan belajar yang
ingin dicapai oleh mahasiswa. Sedangkan kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya
anxiety berasal dari bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci
yang berarti mencekik. Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar
dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri (Grainger, (1999) dalam
Supriyantini, (2010). Kecemasan menghadapi ujian dipicu oleh kondisi pikiran,
perasaan dan perilaku yang tidak terkendali. Respon kognitif yang tidak terkendali
menyebabkan pikiran menjadi tegang, respon afektif yang tidak terkendali
mengakibatkan timbulnya perasaan akan terjadinya hal buruk, dan perilaku motorik
yang tidak terkendali menyebabkan mahasiswa menjadi gugup dan gemetar saat
menghadapi ujian. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi gangguan pada
diri mahasiswa yang akan menghadapi ujian (Carpenito 2000, dalam Himawari 2010).
Ada banyak strategi yang diajukan para ahli untuk menangani kecemasan menghadapi
ujian antara lain : Pelatihan Autogenik yaitu mengulang sebuah pernyataan positif
terhadap diri sendiri, Pendekatan Prilaku Positif yaitu membandingkan antara
pendekatan prilaku kognitif dan manajemen stres konveksional dalam menurunkan
gejala, Pernafasan Dalam dan Santai berfungsi untuk mempengaruhi proses
autonomik dan respon nyeri, meditasi bermanfaat sebagai proses psikologis yang
menurunkan aktifitas metabolik untuk menselaraskan fisik dan mental, mentoring
yang berfungsi sebagai penambah pengetahuan dari teman sebaya taupun senior,
Aroma Terapi yang mempengaruhi penciuman yang akan membuat rileks psikologis,
Humor yang membuat suasana menjadi tenang, Relaksasi Otot berfungsi merelaksai
fisik untuk menenangkan psikologis, Psikoterapi Islam dengan dzikir membuat
pikiran menjadi tenang, dan Terapi Air (Hidroterapi) yaitu dengan cara berwudhu
yang merangsang titik-titik akupresur dalam setiap anggota tubuh yang terkena
perlakukan berwudhu (Purfeerst, 2011).
Wudhu sebagai alternatif yang sangat mudah dan sering dilakukan umat muslim yang
akan menjalani ibadah wajib setiap harinya mengandung manfaat besar untuk
mengatasi kecemasan mahasiswa yang sebelum mengikuti ujian. Menurut syara,
wudhu adalah membersihkan anggota tubuh tertentu melalui suatu rangkaian aktifitas
yang dimulai dengan niat, berkumur, mebersihkan kedua lubang hidung, membasuh
wajah, kedua tangan, mebasahi rambut bagian depan atau juga belakang, membasuh
kuping, serta juga membasuh kedua kaki (Al-Zuhaili, dalam Hidayatullah 2014).
Dengan melakukan wudhu, tubuh merasa mendapatkan relaksasi dan penyegaran
secara langsung akibat guyuran air segar yang diterima tubuh. Karena terdapat terapiterapi seperti akupresur dan hidroterapi di dalam aktifitas berwudhu (Sagiran, 2007).
Sehingga pada anggota badan yang terkena perlakuan wudhu terdapat ratusan titik
akupunktur yang bersifat reseptor terhadap stimulus berupa basuhan, gosokan,
usapan, dan tekanan / urutan dengan menggunakan air akan menghasilkan terapi
akupresur dan hidroterapi yang dapat mengurangi mengurangi kekejangan menjadi
rileks saraf-saraf dan otot ( Sukunata, 2011).
Intervensi berwudhu ini dapat diterapkan dengan model adaptasi Callista Roy, model
ini menyebutkan bahwa proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adapatasi adalah
mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem
kognator. Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya
terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi. Dari keempat efektor cara adaptasi, ada salah satu efektor yang
mendukung penelitian ini yaitu fungsi fisiologis. Fungsi fisiologis menurut Calista
Roy
terdiri
dari
proteksi/perlindungan,
oksigensasi,
the
nutrisi,
eliminasi,
sense/perasaan,
cairan
aktivitas
dan
dan
elektrolit,
istirahat,
fungsi
Tujuan
Mengaplikasikan Intervensi Anxiety Reduction dengan Berwudhu terhadap Tingkat
Kecemasan Mahasiswa Sebelum Mengikuti Ujian pratikum Melalui Pendekatan Teori
Model Callista Roy.
1.3.1
Tujuan Khusus