Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Klimakterium adalah suatu istilah yang lebih tua, lebih umum, tetapi kurang
akurat yang menunjukkan suatu masa dimana seorang perempuan lewat dari masa
reproduksi ke transisi menopause hingga tahun-tahun pascamenopause, terjadi pada
umur rata-rata 45 65 tahun.1 Klimakterik merupakan suatu bagian dari proses
penuaan dimana pada masa ini terjadi transisi dari fase reproduktif menjadi nonreproduktif.2 Perimenopause atau klimaterik pada umumnya menunjukkan suatu
periode akhir masa reproduksi, biasanya pada usia 40-an akhir atau usia 50-an awal.
Fase perimenopause ini sekarang dikenal dengan istilah menopausal transition. Masa
transisi ini berlangsung selama 4 7 tahun dengan onset terjadi pada usia rata-rata 47
tahun.3
Rata-rata percepatan penghabisan folikel dan penurunan fertilitas dimulai pada
umur 37 38 tahun. Menopause terjadi pada umur rata-rata 50 51 tahun, jumlah
folikel yang tersisa turun di bawah ambang kritis sekitar 1.000 tanpa memandang
umur perempuan yang bersangkutan.1 Transisi menopause terjadi karena penurunan
dari produksi estrogen folikel ovarium secara alami.4
Pramenopause adalah suatu masa menjelang menopause yang terjadi pada umur
rata-rata 40 50 tahun. Ketika perempuan mencapai umur 40-an, anovulasi menjadi
lebih menonjol, panjang siklus haid meningkat. Durasi fase folikuler adalah penentu
utama panjang siklus. Perubahan siklus haid sebelum menopause ditandai oleh
peningkatan kadar hormon penstimulasi folikel (FSH) dan penurunan kadar inhibin,
tetapi dengan kadar hormon luteinisasi (LH) yang normal dan kadar estradiol yang
sedikit meninggi.1
B. Perubahan Hormonal
Perimenopause adalah suatu masa peralihan menopause yang terjadi beberapa
tahun sebelum menopause, yang meliputi perubahan dari siklus-siklus ovulatorik
menjadi anovulatorik, dengan tanda ketidakteraturan siklus haid. Kadar estradiol
2

tidak turun secara bertahap pada tahun-tahun sebelum menopause, tetapi tetap berada
pada kisaran normal, meskipun sedikit meningkat hingga sekitar 1 tahun sebelum
pertumbuhan dan perkembangan folikel berhenti. Penurunan sekresi inhibin oleh
folikel-folikel ovarium dimulai sekitar umur 35 tahun dan menjadi lebih cepat setelah
umur 40 tahun. Penurunan inhibin memungkinkan peningkatan FSH yang
mencerminkan berkurangnya reaktivitas dan kemampuan folikel karena ovarium
menua. Tahun-tahun perimenopause adalah suatu periode dimana kadar FSH
pascamenopause lebih dari 20 IU/L, meskipun tetap terjadi perdarahan haid,
sedangkan kadar LH masih tetap berada dalam kisaran normal. Kadang-kadang masih
terjadi pembentukan folikel dan korpus luteum sehingga masih mungkin terjadi
kehamilan.1,2,4 Fase perimenopause ditandai dengan dimulai adanya siklus menstruasi
yang tidak teratur dan memanjang hingga 1 tahun setelah menstruasi berhenti secara
permanen.3
Menopausal transition dibagi menjadi fase awal dan fase akhir oleh Soules and
others at the Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW).3

Gambar 1. Fase Klimakterium3

Pada fase awal transisi menopause (stage-2), siklus menstruasi masih teratur,
tetapi interval antara siklus dapat berubah 7 hari atau lebih, panjang siklus menjadi
lebih pendek. Dibandingkan dengan wanita yang lebih muda, kadar FSH meningkat
dan kadar estrogen serum dapat meningkat pada fase folikular awal. Siklus ovulasi
normal dapat diselingi dengan siklus anovulasi selama masa transisi ini, dan konsepsi
masih dapat terjadi. Pada fase akhir transisi menopause (stage-1) ditandai dengan dua
atau lebih menstruasi terlewati dan sedikitnya satu interval antar menstruasi selama
60 hari atau lebih yang berkaitan dengan periode anovulasi yang memanjang.3
C. Perubahan Fisiologik
Pada wanita yang sedang mengalami masa transisi menopause terjadi beberapa
perubahan fisiologik, yaitu:3
1. Perubahan aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium
Pada masa transisi menopause awal (stage-2), kadar FSH akan sedikit meningkat
dan mengakibatkan peningkatan respon folikel ovarium dengan kadar estrogen
yang lebih tinggi. Terjadi peningkatan kadar estrogen di serum yang dihasilkan
dari peningkatan jumlah folikel yang terstimulasi akibat peningkatan kadar FSH.
Pada keadaan ini, jumlah folikel di ovarium akan berkurang secara cepat, hingga
pada masa transisi menopause akhir persediaan folikel di ovarium akan habis.
Perubahan ini, termasuk peningkatan kadar FSH, menggambarkan penurunan
kualitas dan kemampuan folikel yang menua untuk mensekresikan inhibin. 2,4
Habisnya jumlah folikel menyebabkan episode anovulasi menjadi lebih sering
terjadi. Pada saat menopause terjadi kegagalan ovarium sehingga pelepasan
hormon steroid ovarium akan berhenti, dan terjadi pelepasan GnRH maksimal
sebagai feedback negatif. Akhirnya, kadar FSH dan LH di sirkulasi meningkat 4
kali lipat lebih tinggi daripada masa reproduksi.
2. Perubahan ovarium
Penurunan jumlah folikel ovarium secara drastis dimulai pada akhir usia 30-an
dan awal usial 40-an dan berlanjut sampai titik dimana ovarium menopause
hampir tanpa folikel. Proses atresia dari folikel nondominan, sebagian besar

tergantung dari siklus menstruasi yang berperan dalam hilangnya aktivitas


ovarium dan menopause.
3. Perubahan endometrium
Selama masa transisi menopause awal, endometrium masih menggambarkan
siklus ovulatorik. Pada masa transisi menopause akhir, biasanya terjadi siklus
anovulatorik dan endometrium akan menggambarkan efek estrogen ketika tidak
dihambat oleh progesterone. Oleh karena itu, perubahan proliferatif atau
gangguan perubahan proliferatif sering ditemukan pada pemeriksaan patologi
dari sampel biopsi endometrium. Setelah menopause, endometrium menjadi
atrofi karena kurangnya stimulasi estrogen.

Gambar 2. Perubahan proliferatif pada endometrium3


D. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaannya
Secara endokrinologi, klimakterik ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan
meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Menurunnya kadar estrogen mengakibatkan
gangguan keseimbangan hormonal yang dapat berupa gangguan siklus haid,
gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik, dan metabolik.

Beratnya gangguan tersebut pada setiap perempuan berbeda-beda bergantung pada


hal-hal berikut:1
1. Penurunan aktivitas ovarium yang mengurangi jumlah hormon steroid seks
ovarium. Keadaan ini menimbulkan gejala-gejala klimakterium dini (gejolak
panas, keringat banyak, dan vaginitis atrofikans) dan gejala-gejala lanjut akibat
perubahan metabolik yang berpengaruh pada organ sasaran (osteoporosis)
2. Sosio budaya menentukan dan memberikan penampilan yang berbeda dari
keluhan klimakterik
3. Psikologik yang mendasari kepribadian perempuan klimakterik itu, juga akan
memberikan penampilan yang berbeda dalam keluhan klimakterik.
Pada masa klimakterik dapat muncul berbagai macam gejala yang disebut
dengan climacteric symptomps atau climacteric syndrome, yaitu:2
1. Gejala autonomik distonia
a. Gejala vasomotor : perasaan panas (facial hot flushes dan hot flushes),
berkeringat, dan sensitif terhadap dingin
b. Gangguan tidur
c. Lainnya : palpitasi, sakit kepala, pusing, dan tinitus
2. Gangguan mental
Depresi, mental labil, hipobulia, ansietas dan hypomnesia
3. Gejala lainnya
a. Gejala lokomotor : shoulder stiffness, athralgia, low back pain, dan myalgia
b. Gejala gastrointestinal : nyeri perut, anoreksia, mual, muntah, dan diare
c. Lainnya : kelelahan, gejala pada kulit seperti ekzema dan pruritis, mulut
kering.
Gejala-gejala yang berhubungan dengan fase transisi menopause, yaitu:3
1. Perubahan pola menstruasi
Perubahan pola menstruasi yang khas pada fase transisi menopause yaitu siklus
menstruasi yang memendek 2 7 hari. Namun, perubahan siklus menstruasi yang
memanjang juga dapat terjadi. Selain itu, terjadi perdarahan yang tidak teratur
(berat, ringan, bebercak). Gangguan pola haid yang terjadi berhubungan dengan
penurunan folikel ovarium, termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas,
penurunan keluarnya darah atau justru hipermenore, frekuensi haid yang tak
teratur dan kemudian diakhiri dengan amenore.1
2. Gejala vasomotor

Gejala vasomotor yang terjadi seperti hot flushes, berkeringat di malam hari, dan
mengalami gangguan tidur.3 Hot flush ditandai dengan kemerahan yang timbul
mendadak pada kulit seluruh kepala, leher, dan dada yang diikuti dengan
perasaan panas pada tubuh dan berkeringat. Gejala hot flush dapat menyebabkan
gangguan tidur dan iritabilitas.5 Instabilitas vasomotor berupa hot flush beberapa
derajat dan berkeringat dipandang sebagai ciri khas klimakterium yang dialami
oleh sebagian besar perempuan pascamenopause, berupa dimulainya kulit kepala,
leher, dan dada kemerahan secara mendadak disertai perasaan panas yang hebat
dan kadang-kadang diakhiri dengan berkeringat banyak. Lamanya bervariasi dari
beberapa detik hingga beberapa menit bahkan satu jam walaupun jarang.
Frekuensinya dapat jarang, sehingga berulang setiap beberapa menit. Lebih
sering dan berat di malam hari (menyebabkan sering terbangun dari tidur) atau
saat stres. Di cuaca dingin lebih jarang, lebih ringan dan lamanya lebih pendek
dibandingkan di lingkungan yang lebih hangat.1
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kemungkinan
terjadinya gejala vasomotor (hot flush) yaitu:3
a. Surgical menopause, berhubungan dengan 90% hot flush yang terjadi selama
tahun pertama setelah dilakukannya ooforektomi, dan gejala dapat lebih
buruk dan berat dibandingkan yang terjadi pada menopause alami.
b. Hot flush lebih sering ditemukan pada wanita Afrika-Amerika dibandingkan
dengan wanita berkulit putih, tetapi wanita berkulit putih lebih sering
mengalami gejala ini dibandingkan wanita Asia.
c. Faktor risiko lainnya seperti menopause yang lebih awal, kadar estradior di
sirkulasi yang rendah, kurang beraktivitas, merokok dan menggunakan
selective estrogen receptor modulators (SERMs).
Patofisiologi dari gejala vasomotor masih belum jelas diketahui. Gangguan
fungsi dari pusat pengatur suhu di hipotalamus kemungkinan terbesar penyebab
dari munculnya gejala vasomotor. Estrogen memegang peranan penting dalam
terjadinya hot-flushes, meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara kadar
estrogen dengan terjadinya hot-flushes. Hipotesis ini didukung dengan fakta

bahwa wanita dengan disgenesis gonad (Turner syndrome) yang memiliki kadar
estrogen yang kurang dari kadar normal tidak mengalami gejala hot-flushes
kecuali

pernah

terpapar

estrogen

dan

kemudian

menghentikan

terapi

estrogennya.3

Gambar 3. Peran Estrogen pada Gejala Hot Flush3


Selain estrogen, terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya hot-flush
yaitu karena adanya perubahan jumlah neurotransmitter. Perubahan konsentrasi
neurotransmitter seperti norepinefrin dan serotonin, dapat menyebabkan zona
termoregulasi yang sempit dan menurunkan nilai ambang seseorang untuk
berkeringat sehingga sedikit perubahan suhu inti tubuh sudah dapat memicu
untuk terjadinya mekanisme penghilang panas.3
Pemberian estrogen merupakan terapi paling efektif untuk menangani gejala hot
flush dan dapat diberikan secara oral, transdermal atau melalui vagina. Dosis
8

terapi pengganti hormon untuk tatalaksana gejala vasomotor dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.5

Gambar 4. Terapi Pengganti Hormon (HRT)5


3. Gangguan psikologis dan mental

10

Gangguan psikologis dan mental dapat berupa sindrom premenstruasi yang


memburuk, depresi, iritabilitas, perubahan mood, kehilangan konsentrasi, ingatan
yang buruk. Gangguan tidur merupakan keluhan yang sering dialami wanita yang
disertai dengan gejala hot flush. Wanita dapat terbangun beberapakali dari tidur
pada malam hari dan tubuh basah oleh keringat. Gangguan tidur ini dapat
menimbulkan gejala kelelahan, gejala-gejala depresi, gangguan kognitif dan
gangguan fungsi dalam beraktivitas sehari-hari. Wanita dengan masa transisi
menopause diedukasi untuk menghindari terjadinya kelelahan yaitu dengan:3
a. Tidur yang cukup pada malam hari
b. Melakukan latihan secara teratur untuk menurunkan stres
c. Menghindari bekerja dalam waktu yang lama dan mengatur jadwal pribadi
secara teratur
d. Manajemen stres terhadap lingkungan dengan liburan, mengganti pekerjaan,
atau dengan melakukan pendekatan pada teman-teman atau anggota keluarga
e.
f.
g.
h.

untuk membantu menyelesaikan masalah yang menyebabkan stres.


Mengurangi konsumsi alkohol, obat-obatan, dan nikotin
Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang
Minum air putih dalam jumlah yang cukup (8 10 gelas) setiap hari
Mempertimbangkan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis untuk

pengobatan menopause.
4. Penyakit kardiovaskular
Sebelum menopause, wanita memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular lebih
rendah dibandingkan dengan pria pada usia yang sama. Perlindungan dari
penyakit kardiovaskular pada wanita premenopause karena kadar high-density
lipoprotein (HDL) yang lebih besar karena efek dari estrogen. Setelah
menopause, efek perlindungan ini menghilang sehingga wanita berusia 70 tahun
memiliki risiko yang sama dengan pria pada usia yang sama. Risiko dari penyakit
kardiovaskular meningkat pada wanita ketika memasuki masa menopause dan
kadar estrogen menurun.3 Perubahan hormonal pada menopause berhubungan
dengan peningkatan yang cepat dari kadar low-density lipoprotein (LDL).4
5. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal dimana kekuatan tulang yang
berkaitan dengan densitas mineral tulang berkurang sehingga meningkatkan
11

risiko untuk terjadinya fraktur.3 Osteoporosis merupakan kondisi dimana terjadi


penurunan massa tulang dan penurunan mikroarsitektural tulang yang akan
mengakibatkan fraktur tulang. Defisiensi estrogen menyebabkan peningkatan
proses remodeling tulang dengan peningkatan proses resorpsi yang lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan proses pembentukan tulang. Tulang belakang,
pinggul, dan pergelangan tangan merupakan bagian tulang yang sering
mengalami fraktur akibat osteoporosis.5 Osteoporosis primer mengarah ke suatu
keadaan dimana tulang kehilangan kekuatan yang disebabkan karena proses
penuaan dan adanya defisiensi estrogen pada masa menopause. Kadar estrogen
yang menurun pada saat menopause akan mengakibatkan efek regulasi estrogen
dalam proses resorpsi tulang menghilang sehingga terjadi peningkatan proses
resorpsi tulang yang tidak seimbang dengan proses pembentukan tulang. Proses
resorpsi tulang yang paling cepat terjadi pada awal postmenopause. Proses
penuaan dan hilangnya estrogen akan meningkatkan aktivitas osteoklas secara
signifikan. Pada wanita menopause, defisiensi estrogen mengakibatkan efek PTH
terhadap tulang lebih besar, berapapun kadar PTH yang ada akan menyebabkan
lebih banyak kalsium yang diambil dari tulang. Penegakan diagnosis
osteoporosis yaitu dengan pemeriksaan bone mineral density (BMD).3
Identifikasi dan modifikasi faktor risiko dari osteoporosis merupakan langkah
awal dari tatalaksana dari osteoporosis. Faktor risiko tersebut antara lain:5

12

Gambar 5. Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis5


Faktor risiko untuk terjadinya osteoporosis dibedakan menjadi faktor risiko
mayor dan minor, yaitu:3
a. Faktor risiko mayor
Usia > 65 tahun
Fraktur kompresi pada tulang belakang (vertebra)
Fragility fracture pada usia > 40 tahun
Terdapat riwayat patah tulang karena osteoporosis pada anggota
keluarga
Penggunaan terapi glukokortikoid sistemik selama > 3 bulan
Sindrom malabsorpsi
Hiperparatiroidisme primer
Kecenderungan untuk jatuh
Terdapat gambaran osteopenia pada pemeriksaan radiografi
Hipogonadisme
Menopause yang awal (pada usia < 45 tahun)
b. Faktor risiko minor
Menderita rheumatoid atritis
Terdapat riwayat hipertiroid klinis sebelumnya
Mendapat pengobatan antikonvulsan kronis
13

Intake kalsium yang rendah


Perokok
Banyak mengonsumsi alkohol
Banyak mengonsumsi kafein
Berat badan < 57 kg
Penurunan berat badan > 10% pada usia 25 tahun
Mendapat pengobatan heparin kronis
Program untuk mengetahui seseorang mengalami osteoporosis dan tingkat
keparahannya yaitu dengan melakukan pengukuran BMD pada semua wanita
menopause yang berusia 65 tahun, memiliki satu atau lebih faktor risiko
osteoporosis, atau menderita patah tulang. Pencegahan terjadinya osteoporosis
yaitu dengan melakukan weight-bearing exercise dan konsumsi kalsium sejak
remaja. Suplementasi kalsium pada masa prepubertas dan pubertas pada anak
perempuan memperbaiki kepadatan tulang. 3
Terapi yang dapat diberikan untuk penderita osteoporosis yaitu:5
a. Alendronate sodium (Fosamax)
Merupakan bifosfonat yang disetujui untuk digunakan pada pencegahan dan
tatalaksana dari osteoporosis. Bifosfonat merupakan golongan obat analog
pirofosfat inorganik dan merupakan penghambat dari resorpsi tulang. U. S.
Food and Drug Admiinistration (FDA) telah menyetujui pemberian
alendronate 5 mg perhari untuk mencegah osteoporosis dan 10 mg perhari
atau 70 mg perminggu untuk terapi osteoporosis. Terapi oral alendronate
tidak hanya mencegah hilangnya massa tulang tetapi juga meningkatkan
massa tulang secara rogresif pada tulang belakang (vertebra), pinggul, dan
seluruh tubuh. Obat ini juga menurunkan risiko fraktur vertebra, deformitas
vertebra, berkurangnya tinggi badan wanita postmenopause dengan
osteoporosis.
b. Risedronate sodium (Actonel)
Obat ini juga merupakan golongan bifosfonat yang diterima oleh FDA untuk
indikasi yang sama dengan alendronate. Dosis yang dianjurkan adalah 5 mg
perhari atau 35 mg perminggu untuk pencegahan dan tatalaksana dari
osteoporosis.

14

c. Ibandronate (Boniva)
Ibandronate merupakan bifosfonat yang baru, dimana obat ini diberikan
setiap bulan. Obat ini efektif untuk menurunkan perombakan tulang pada
wanita post menopause.
d. Raloxifene hydrocloride
Raloxifene hydrocloride merupakan modulator selektif reseptor estrogen.
Obat ini memiliki efek seperti estrogen pada tulang dan sistem
kardiovaskular dan efek antiestrogen pada payudara dan uterus. Dosis yang
dianjurkan adalah 60 mg perhari.
e. Kalsitonin
Kalsitonin merupakan suatu hormon peptida yang menghambat resorpsi
tulang dengan menurunkan aktivitas osteoklas. Miacalcin 200 IU perhari
digunakan secara efektif untuk tatalaksana osteoporosis postmenopause.
Kalsitonin juga dapat diberikan melalui subkutan atau intramuskular dengan
dosis 100 IU perhari.
f. Hormon paratiroid
Hormon paratiroid sintetis, teriparatide dapat meningkatkan densitas mineral
tulang dengan menstimulasi aktivasi osteoblas
g. Terapi pengganti hormon (HRT)
Pemberian hormone replacement therapy (HRT) menunjukkan peningktan
BMD dari tulang belakang dan pinggul dan menurunkan risiko fraktur pada
vertebra dan tulang pinggul pada wanita dengan osteoporosis dan yang tidak
menderita osteopenia ataupun osteoporosis. FDA telah menyetujui dosis
rendah estrogen transdermal dengan 0,014 mg estradiol digunakan sebagai
pencegahan dari osteoporosis. Terapi kombinasi HRT dan bifosfonat
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam meningkatkan densitas tulang
daripada yang mendapatkan terapi tunggal.

15

Gambar 6. National Osteoporosis Foundation Guidelines for Prevention and


Treatment of Osteoporosis5
6. Gangguan Genitourinaria
Disfungsi seksual yang dapat muncul antara lain vagina yang kering, libido
menurun, dispareuni.3 Vagina kehilangan kolagen, jaringan adiposa dan
kemampuan untuk mempertahankan air karena kadar estrogen yang berkurang.
Ketika dinding vagina mengerut, rugae akan mendatar dan menghilang. Atrofi
pada vagina, vulva dan introitus dapat menyebabkan dispareuni dan pruritus.
Atrofi genitourinaria seperti atrofi epitel vagina, pembentukan karunkulakarunkula uretra, atrofi vulva dan introitus, vagina atrofi, atrofi kulit dapat
menyebabkan gejala-gejala yang mempengaruhi kualitas hidup. Uretritis dengan
disuria, inkotinensia urgensi dan meningkatnya frekuensi berkemih merupakan
gejala lanjutan dari penipisan mukosa uretra dan kandung kemih.1
7. Gejala somatik

16

Gejala somatik yang dapat timbul pada fase transisi ini antara lain seperti sakit
kepala, pusing, palpitasi, nyeri pada payudara, nyeri sendi dan nyeri punggung.3
E. Diagnosis
Diagnosis seorang wanita mengalami transisi menopause yaitu dengan membuat
dokumentasi gejala-gejala yang sesuai dengan usia dan melakukan pemeriksaan fisik
secara hati-hati. Wanita yang berusia 50 tahun dengan menstruasi yang tidak teratur,
terdapat gejala hot flush, mukosa vagina kering dapat dikatakan sedang mengalami
transisi menopause. Pemeriksaan kadar FSH atau estradiol dapat dilakukan untuk
membuktikan telah terjadinya kegagalan ovarium, tetapi pada kelompok transisi
menopause kadar FSH dapat normal. Jika kegagalan ovarium terjadi pada usia < 40
tahun menandakan suatu keadaan yang patologis.3
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan pada pasien yang datang
memeriksakan diri untuk melihat adanya perubahan yang berhubungan dengan proses
penuaan dan transisi menopause.3
1. Konstitusional
Pengukuran terhadap tinggi badan, berat badan, dan BMI dimana hasil
pengukuran dapat digunakan untuk menyarankan pasien agar melakukan latihan
fisik, penurunan berat atau penambahan berat badan. Penurunan tinggi badan
dapat berhubungan dengan osteoporosis dan fraktur kompresi tulang belakang,
oleh karena itu pengukuran tinggi badan sebaiknya dilakukan setiap tahun.
Pengukuran tekanan darah efektif untuk skrining hipertensi dimana hipertensi
sering terjadi pada populasi ini.
2. Kognitif
Penurunan fungsi kognitif jarang terjadi pada wanita selama transisi menopause,
tetapi biasanya keluhan sering lupa yang dialami masih merupakan bagian dari
suatu proses penuaan yang normal. Jika pada pasien terdapat kemunduran
kognitif, maka dapat disarankan untuk memeriksakan dirinya ke dokter ahli saraf
(neurologis).
3. Psikososial

17

Evaluasi fungsi psikososial dilakukan dengan menanyakan secara langsung


mengenai gejala depresi, cemas, fungsi seksual, atau dengan menggunakan
kuesioner untuk menentukan masalah psikososial yang ada.
4. Dermatologik
Perubahan kulit berhubungan dengan defisiensi estrogen yang meliputi kulit
menjadi lebih tipis dan berkerut.
5. Payudara
Selama masa transisi menopause, kadar estrogen menurun dan jaringan kelenjar
payudara secara bertahap digantikan oleh jaringan lemak. Payudara dan aksila
secara teliti dilihat dan dipalpasi.
6. Pemeriksaan pelvis
Pada pemeriksaan vulva dapat ditemukan jaringan ikat yang berkurang sehingga
labia mayora tampak menyusut. Labia minora dapat menghilang, dan sering
ditemukan introitus yang menyempit. Pada pemeriksaan vagina ditemukan
penyempitan kanal vagina dan epitel vagina yang menipis. Atrofi vagina
memberikan gambaran rugae yang menghilang dan pucat, serta mukosa vagina
yang kering. Vagina yang mengalami atrofi ditandai dengan pH > 5,0 dan adanya
perubahan indeks maturasi dinding vagina dimana sel basal lebih dominan
ditemukan.
Diagnosis banding untuk gejala-gejala menopause yaitu:3
1. Hot flush, gejala vasomotor
Hipertiroid
Pheochromocytoma
Demam
Gejala psikologis dan cemas
2. Mukosa vagina kering, dispareunia
Vaginosis bakterial
Infeksi jamur
Kelainan pelvis
Lubrikasi vagina yang buruk
Marital discord
3. Osteoporosis primer
Osteomalasia
Hiperparatiroid primer dan sekunder
Hipertiroid
18

Penggunaan terapi kortikoid yang berlebihan


Peningkatan ekskresi kalsium
4. Perdarahan uterus abnormal
Anovulasi
Keganasan endometrium
Ca Cervix
Endometrial hiperplasia
Endometrial polyps
Uterine leiomyoma
Urogenital atrpohy
Terapi hormon
F. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada wanita perimenopause
antara lain:3
1. Kadar gonadotropin
Kadar FSH > 40 mIU/ml dapat menunjukkan suatu kegagalan ovarium yang
berhubungan dengan menopause.
2. Kadar estrogen
Kadar estrogen dapat normal, meningkat, atau rendah tergantung dari stadium
transisi menopause. Pada saat sudah terjadi menopause, kadar estrogen menjadi
sangat rendah atau bahkan tidak terdeteksi
3. Indeks pematangan estrogen (Estrogen Maturation Index)
Spesimen untuk memeriksa maturation index (MI) diambil ketika melakukan
pemeriksaan vagina dengan menggunakan spekulum saat pemeriksaan Pap smear
juga dilakukan. Laporan indeks maturasi dibaca dari kiri ke kanan yang
mengarahkan ke persentase dari sel parabasal, intermediet, dan sel skuamousa
superfisial pada apusan. Pergeseran indeks maturasi ke arah kiri mengindikasikan
peningkatan dari sel parabasal atau sel intermediet yang menunjukkan kadar
estrogen yang rendah. Sedangkan pergeseran indeks maturasi ke arah kanan
menunjukkan peningkatan dari sel superfisial atau sel intermediet yang
berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi.
G. Manajemen Perimenopause

19

Pada saat perimenopause terjadi perubahan hormonal, keluhan perdarahan


ireguler sering dialami selama masa perimenopause. Jika periode perdarahan muncul
lebih dari setiap 21 hari, berlangsung lebih dari 8 hari, sangat berat, atau muncul
setelah 6 bulan amenorea, terutama jika perdarahan muncul dengan pola tidak
beraturan maka evaluasi endometrium harus dilakukan untuk mendeteksi adanya
kecurigaan neoplasma.5
Pil kontrasepsi oral (OCPs) dapat digunakan untuk wanita dalam masa
perimenopause. Keuntungan dari terapi ini yaitu untuk meredakan gejala vasomotor,
menurunkan risiko terjadinya kanker endometrium dan ovarium, membuat menstruasi
menjadi teratur, dan meningkatkan densitas tulang. OCPs dapat diberikan hingga
mencapai onset menopause. Wanita perimenopause sebaiknya diberikan kalsium dan
suplementasi vitamin D, menjaga diet yang sehat, melakukan latihan fisik yang
teratur, dan menghindari merokok.5 Latihan fisik yang dapat dilakukan, yaitu
(Abercrombie, et al., 2013):6
1. Weight-bearing exercise untuk kekuatan tulang, seperti berjalan kaki, menari dan
lompat tali
2. Aerobic exercise selama 30 menit paling sedikit 5 hari dalam seminggu, untuk
menurunkan risiko penyakit jantung, kanker, obesitas, dan depresi.
3. Flexibility training, seperti yoga untuk menurunkan risiko jatuh.
4. Strength training, untuk memperbaiki massa otot.

20

Anda mungkin juga menyukai