Anda di halaman 1dari 2

PENGANTAR PENGAJIAN RIYADH SHOLIHIN

PENGANTAR ILMU HADITS


Al Quran dan al Hadits telah disepakati tidak bisa terpisahkan sebagai rujukan utama
setiap ulama dalam mengambil suatu hukum yang diamalkan oleh kaum muslimin diseluruh
dunia. Dari berbagai isi kandungan al hadits, kita bisa mengetahui berbagai fungsi penting
al hadits dalam menafsirkan, menjelaskan dan melengkapi aspek detail yang tidak dijangkau
al Quran. Ini mungkin terjadi, mengingat kesempurnaan al Quran bukanlah pada detailnya
yang menerangkan semua ilmu, melainkan pada aspek dan dimensi yang dibutuhkan
manusia untuk dibimbing dalam tugasnya sebagai kholifatullah di muka bumi. Al Quran
menerangkan sesuatu dengan gayanya sendiri dengan ringkas, padat dan tepat sasaran,
dan al hadits menjelaskan, menafsirkan dan menambahkan rinciannya. Bahkan dalam suatu
kasus, kita tidak akan bisa memahami suatu ayat dalam alQuran melainkan dengan
penerangan dan penjelasan al Hadits.
Mengingat pentingnya al hadits terhadap al Quran, maka akan kita temukan begitu
banyak alim ulama yang mengambil bagian dalam melestarikan serta menjaganya, baik itu
dengan menghafal, mengumpulkan serta mencatatnya. Nama-nama serta buah karya
mereka dari generasi ke generasi telah tercatat dengan baik pada buku-buku sejarah dan
biografi. Mereka pun memberikan arahan serta targhib pada umat untuk mengambil bagian
dalam usaha tersebut.
Usaha menjaga al hadits bukanlah hal yang mudah, terlebih usaha dalam menjaga
kemurniannya dari hal-hal yang bukan al Hadits. Jika para sahabat Nabi dalam pengambilan
al haditsnya bisa hanya dengan duduk di majelis Rosulullah saw. atau bertanya pada
sahabat lain yang menyertai Beliau, ulama generasi setelah sahabat, khususnya pada abad
ke-2 Hijrah, harus melakukan perjalanan jauh jika diperlukan untuk mendengar satu atau
dua buah hadits dari para sahabat maupun tabiin karena penyebaran dakwah mereka di
berbagai negeri islam. Bahkan perjalanan seperti ini pernah dilakukan sahabat Ibnu Abbas
untuk mendengar al hadits dari sahabat lainnya.
Untuk menjaga kemurniaanya dari hadits-hadits dusta dan palsu yang telah
menyebar bahkan di era sahabat itu sendiri, sahabat Nabi melakukan kritik dan penelitian
apabila mereka menerima hadits dari orang yang tidak terkenal kejujurannya yang belum
pernah mereka dengar, baik terhadap redaksi [matan] maupun asal-usul [sanad] al hadits
tersebut. Abu Bakar dalam satu kasus menyuruh orang yang menyampaikan hadits padanya
untuk menghadirkan 2 saksi atas pengakuannya yang telah mendengar hadits tersebut.
Untuk selanjutnya ulama penghafal hadits selalu mengkritik dan memberikan nilai pada
sebuah hadits dilihat dari siapa dan dari siapa mereka mendapatkannya. Lalu mereka pun
memberikan kriteria dan standar tertentu sebagai penilaian bagi orang[rowi/perowi] yang
menyampaikan hadits yang berakibat pada nilai dan derajat hadits yang mereka bawa. Jika
sebuah hadits disampaikan oleh seorang ulama penghafal hadits yang sangat terkenal
kejujuran dan kuatnya hafalan atau baiknya catatan, dan dia juga memang menerimanya
dari seorang ulama hadits yang terkenal jujur dan kuat hafalannya juga, maka dinilai hadits
yang dia bawa sebagai hadits yang valid [sahih] yang dipercaya dan diyakini memang
berasal dari Rosulullah saw. Jika sebuah hadits diterima dari orang yang terkenal jujur dan
kuat hafalan atau baik catatannya, namun ternyata ia menerimanya dari orang yang kurang
dikenal kejujurannya, lemah hafalannya, kurang baik catatannya, maka dinilai hadits

tersebut sebagai hadits yang kurang valid [kurang sahih/dhoif[lemah kekuatannya untuk
dijadikan sandaran dalam amal agama].
Al hadits adalah berita yang disandarkan pada ucapan, perbuatan dan persetujuan
Nabi Muhammad saw. Para sahabat yang melihat dan mendengar langsung perbuatan dan
ucapan Beliau menyampaikan apa yang dialaminya tersebut pada murid-muridnya yang
disebut tabiin dengan caranya masing-masing. Demikian juga para tabiin, mereka
menyampaikan apa yang diberitakan sahabat pada muridnya tabiuttabiiin. Penyampaian
berita ini terulang dari guru pada muridnya hingga pada para pencatat dan pengumpul
hadits yang mana karangannya dapat kita baca hingga saat ini, seperti shohih al Bukhori,
Shohih Muslim, Sunan at Tirmidzi, dll.
Berbeda dengan al Quran yang disampaikan dari guru pada muridnya secara
mutawatir dan dijaga lafazh-lafazhnya, al Hadits disampaikan tidaklah selalu demikian. Al
hadits mungkin saja disampaikan hanya pada beberapa orang atau bahkan satu orang, al
hadits mungkin saja disampaikan dengan lafazh yang berbeda karena beberapa sebab atau
bahkan hanya maknanya saja yang sama.

Anda mungkin juga menyukai