Anda di halaman 1dari 125

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

BAB I
KRISTAL DAN KRISTALOGRAFI

1.1
1.

Tujuan Praktikum
Agar praktikan mengetuhui pengertian kristalografi dan mineralogi
serta unsur-unsur yang terdapat pada suatu kristal dan mineral.

2.

Agar praktikan mengetahui cara pendeskripsian kristal dan mineral,


serta memproyeksikan kristal dan mineral tersebut kedalam bentuk dua
dimensi dengan proyeksi stereografi.

3.

Agar praktikan mengetahui korelasi hasil deskripsi kristal dengan


perawakan mineral.

1.2

Landasan Teori

1.2.1

Pengertian Kristal dan Kristalografi


Kristal adalah suatu benda padat homogen yang berbentuk polyhedral

teratur, yang dibatasi oleh bidang licin tidak kasar sebagai ekspresi dari bangun
atau struktur dalamnya. Kristal dapat terbentuk dialam (mineral) atau di
laboratorium. Kristal mempunyai bentuk yang agak setangkup (simetris) pada
banyak sisinya dibatasi oleh bidang datar, sehingga memberi bentuk tersendiri
kepada mineral yang bersangkutan. Benda padat yang terdiri dari atom-atom
yang tersusun rapi dikatakan mempunyai struktur kristalin.
Kristalografi adalah disiplin ilmu dalam bidang geologi, kimia dan fisika
yang mempelajari bentuk luar kristal serta cara penggambarannya.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


1

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

1.2.2
1.

Unsur Simetri Kristalografi


Zona dan Sumbu Zona
Sumbu zona

zona

zona

Zona
Sumbu zona

Gambar 1.1
Zona dan Sumbu Zona

Zona merupakan daerah bidang-bidang yang terletak sedemikian rupa


sehingga garis potongnya saling sejajar satu sama lain.
Sumbu zona merupakan garis nyata serta sejajar dengan garis potong dari
bidang yang terletak dalam satu zona.
2.

Pusat atau Inti simetri ( I )


Adalah titik yang dimiliki setiap kristal (hablur) jika setiap garis yang ditarik
dari setiap titik pada permukaan hablur, selalu melalui pusat hablur.

Gambar 1.2
Inti Simetri (I)

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.

Translasi
Merupakan aturan dari simetri yang merupakan arah yang mengalami
pengulangan motif dalam ruang. Pergeseran secara periodik dari suatu motif
asli sehingga menghasilkan motif-motif turunan menurut arah dan jarak
tertentu (t) sehingga hasilnya adalah sekumpulan motif dengan tatanan yang
teratur dan mempunyai kesan simetri.

Gambar 1.3
Translasi

4.

Rotasi
Merupakan perulangan yang terjadi akibat dari perputaran secara periodik
dengan besaran sudut tertentu dan tetap pada satu sumbu putar.

360

Jumlah dari simetri rotasi ditentukan oleh suatu bilangan (n) yang dimulai dari
1 s/d tak terhingga. Nilai n ditentukan oleh perbandingan antara 3600 dengan
banyaknya sudut pengulangan yang terdapat dalam pengoperasian kristal,
dengan catatan motif harus kembali ke posisi awal.
Dikarenakan keterdesakan geometri maka rotasi dari kristal hanya terbatas
dengan n = 1,2,3,4 dan 6, dengan notasi seperti gambar berikut :
1-fold

4-fold

2-fold

3-fold

6-fold

Gambar 1.4
Sumbu Lipat
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

5.

Pencerminan (m)
Merupakan bidang hayal yang memisahkan dua bidang yang mempunyai
bentuk muka yang sama dalam ukuran dan bentuknya pada arah yang
berlawanan atau pengulangan motif dalam hablur

Gambar 1.5
Pencerminan

6.

Inversi (i)
Merupakan proses perulangan yang terbentuk dari garis imaginer akan tetapi
posisi benda akan terlihat berlawanan dalam bentuk asli (kebalikan dari
pencerminan), atau suatu operasi simetri yang dihasilkan dengan jalan
menghubungkan titik-titik dari salah satu bidang kristal melalui titik pusatnya
(titik inversi) sehingga dihasilkan titik-titik turunan dimana letak titik yang
direpetisikan berseberangan dengan titik-titik turunannya terhadap pusat
inversinya pada jarak yang sama.

Gambar 1.6
Inversi

1.2.3

Pembagian Kelas Kristal


Ada 32 kombinasi pengoperasian kristal yang diperkenalkan oleh

Hermann-Mauguin. Dari 32 kombinasi tersebut kristal dikelompokkan menjadi 7


sistem, yaitu :

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

1.

Kelompok Sistem Triklin


Sistem sumbu triklin mempunyai 3 buah sumbu hablur yang mempunyai ciri
ciri pengenalan sebagai berikut :
a. Tidak saling tegak lurus
b. Satuan ukur sumbu a # b # c, serta
c. Sumbu a dan sumbu b terletak pada bidang miring.

Gambar 1.7
Sumbu Kristalografi dan Gambar Stereogram
Kelas 1 pada Posisi Umum

Mineral-mineral terpenting dalam sistem ini antara lain : albit, kyanit, rhodonit,
axinite, dll.
2.

Kelompok Sistem Monoklin


Sistem sumbu monoklin mempunyai 3 buah sumbu yang mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :

a.

Sumbu a miring ke depan ( > 90o), artinya sumbu a tidak


tegak lurus dengan sumbu c.

b.

Satuan ukur a b c

c.

Sumbu a dan sumbu b terletak pada bidang miring.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Azurite
Gambar 1.8
Sumbu Kristalografi pada Sistim Monoklin

Mineral-mineral terpenting dalam sistem ini antara lain : biotite, hornblende,


azurit, monazit, gipsum, orthoclas, augite, arsenopirit, lazulit, dll.
3.

Kelompok Sistem Orthorombik


Sistem sumbu ortorombik yang terdiri dari 3 buah sumbu yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
a.

Mempunyai 3 sumbu hablur yang saling tegak lurus

b.

Satuan ukur sumbu a b c

c.

Sumbu a dan sumbu b terletak pada bidang horizontal


dan sumbu c tegak lurus bidang horizontal

Topaz
Gambar 1.9
Sumbu Kristalografi pada Sistim Ortorombik

Mineral-mineral terpenting dalam sistem ini antara lain : barite, brookite,


sulfur, topaz, marcasit, andalusit, anglesit, chrysoberyl, dll.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

4.

Kelompok Sistem Tetragonal


Sumbu dalam sistem tetragonal terdapat 3 sumbu yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a.

Mempunyai 3 sumbu yang saling tegak lurus.

b.

Satuan ukur ( panjang sumbu ) sumbu a = sumbu b


sumbu c.

c.

Sumbu a dan sumbu b terletak pada bidang horizontal


dan sumbu c

tegak lurus dengan bidang horizontal. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 9. Sumbu c lebih panjang dari pada sumbu a
dan b, sedangkan sumbu a panjangnya sama dengan sumbu b.
Mineral-mineral terpenting dalam sistem ini antara lain : zirkon, kasiterit, rutil,
kalkopirit, wulfenit dll.

Gambar 1.10
Kristal Sistem Tetragonal

5.

Kelompok Sistem Trigonal dan Heksagonal


Sistem sumbu trigonal dan heksagonal pada dasarnya memiliki 4 buah
sumbu hablur, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.

Kedudukan sumbu c tegak lurus bidang horizontal atau


bidang [ a,b,d ],
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

b.

Sudut antara sumbu a, sumbu b, dan sumbu c = 120 ,

c.

Satuan ukur sumbu a = b = d c .

Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam sistem kelas trigonal dan
heksagonal yaitu :
a.

Trigonal : Bentonite, Kuarsa, Amethyst, dll.

b.

Heksagonal : Greennockite, Corondum, Aquamarine,


Hematite, dll.

Aquamarine

Amethyst

Gambar 1.11
Letak Sumbu-sumbu pada Sistem Kristal Trigonal dan Heksagonal

6.

Kelompok Sistem Isometrik


Sistem isometrik ini merupakan sistem yang paling sederhana, tetapi agak
sulit didalam penggambarannya disebabkan oleh bidang-bidangnya yang
dapat berjumlah banyak. Syarat-syarat sistem isometrik adalah sebagai
berikut :
a.

Mempunyai 3 sumbu (sumbu a, b, dan c) yang


saling tegak lurus atau setiap sumbu membentuk sudut 90 o dengan
sumbu yang lain.

b.

satuan ukur (panjang sumbu) yang sama


panjang : sumbu a = sumbu b = sumbu c.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

c.

sumbu a dan sumbu b terletak pada bidang


horizontal dan sumbu c tegak lurus dengan bidang horizontal.
Galena

Gambar 1.12
Letak Sumbu-sumbu pada Sistem Kristal Isometrik

Mineral-mineral terpenting dalam sistem ini antara lain : pyrit, halit, magnetit,
galena, flourit, cuprite, dll.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

10

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Tabel 1.1
Sistem Kristal

SISTEM
TRIKLIN
MONOKLIN
(1)
ORTHOROMBIK
(111)

TETRAGONAL
(1 2 2)

TRIGONAL
(13)

SI

Triklin pedial

Triklin Pinakoidal

Monoklin Spenoidal

Monoklin domatik

Monoklin prismatic

2/m

Orthorombik despenoidal

222

Orthorombik pyramidal

2mm

1
Orthorombik dipiramidal

2/m 2/m 2/m

Tetragonal Dispenoidal

Tetragonal Piramidal

Tetragonal Dipiramidal

4/m

Tetragonal Trapezohedral
Tetragonal Skalenohedral

1.3

1
1
1

32

4
1
3

3m

- 3 2/m

1
1

6 = 3/m

Hexagonal Piramidal

Hexagonal Dipiramidal

6/m

1
1

Ditrigonal Dipiramidal
Dihexagonal Piramidal

6mm

Dihexagonal Dipiramidal

6/m 2/m 2/m

23

Dyploidal

- 2/m 3

Gyroidal

432

Hex-Tetra-Hedral

43m

Hex-Octa-Hedral

4/m 3 2/m

-62m

Trigonal Dipiramidal

622

Trigonal Piramidal

Hexagonal Trapezohedral

42m

4/m 2/m 2/m

Tetartoidal

ISOMETRIK
(346)

Ditetragonal Dipiramidal

Ditrigonal Piramidal

4mm

Trigonal Trapezohedral

422

Ditetragonal Piramidal

Trigonal Skalenohedral

HEXAGONAL
(133)

SUMBU LIPAT

KELAS

Proyeksi Kristal (Stereografi)


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

11

Merupakan bentuk penggambaran kristal dari bentuk 3-D menjadi 2-D


dengan prinsip penggambaran kembali setiap bidang menjadi titik, tentunya
dengan cara menentukan titik tersebut.
1.3.1

Cara Pengerjaan
Cara pengerjaan ini berlaku untuk seluruh pendiskripsian kristal dan

proyeksi kristal yaitu dengan mengenal dan menghitung jumlah unsur-unsur


kristalografinya.
1. Penentuan sistem dan kelas dari kristal
a.

Cari sumbu utama

b. Cari sumbu lipatnya dari sumbu-sumbu utamanya


c. Tentukan unsur cermin (ada tidaknya dan berapa jumlahnya).
d. Perhatikan hubungan sumbu lipat dengan posisi cermin (saling tegak
lurus atau tidak).
e. Tentukan unsur inversi (ada atau tidak)
f.

Tentukan sistem (nama, kelas)

g. Cek ulang identifikasi kristal dengan cara cepat


2. Proyeksi Stereografi Kristal
a. Bagi lingkaran dengan jumlah sumbu utamanya (lingkaran) dan sumbu
lipatnya (garis)
b. Masukkan tanda sumbu utama di pusat lingkaran
c. Lihat unsur cermin (sumbu utama dan lipat yang mengalami pencerminan
diberi garis tidak putus-putus lagi)
d. Lihat unsur invers (beri tanda lingkaran kecil pada notasi sumbu
utamanya)
e. Masuk 1 proyeksi bidang ke lingkaran.
f.

Translasikan titik sesuai sudut pada sumbu utama, titik jadi titik (bila ada
inversi titik jadi lingkaran) Kemudian translasikan terhadap sumbu lipat.

g. Lihat pencerminan

Pada sumbu utama (lingkaran) titik menjadi lingkaran

Pada sumbu lipat (garis) Titik jadi titik

h.

Pengecekan jumlah dari sistem kelasnya

Contoh :
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

12

Menentukan sistem kristal berikut :


a.

Kristal mempunyai sumbu utama : tulis 4 (berarti tetragonal)

b.

Sumbu lipat kristal ada 4 sumbu lipat 2 : tulis 4 2 2

c.

Tidak ada cermin

d.

Tidak ada invers

e.

Maka namanya : tetragonal trapezohedral

Gambar 1.13
Kristal

Menentukan proyeksi stereografis :


a.

Buat lingkaran dengan sumbu utama dan sumbu lipat

b.

Tidak terdapat unsur cermin ataupun invers baik pada sumbu utama
maupun sumbu lipat

c.

Masukkan titik bidang proyeksi kemudian translasikan

d.

Hasil akhirnya seperti proyeksi berikut :


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

13

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

14

BAB II
MINERAL DAN MINERALOGI

2.1

Pengertian Mineral
Mineral ialah suatu benda padat anorganik yang terbentuk secara

alamiah dengan komposisi kimia yang khas dan biasanya mempunyai struktur
kristal yang jelas, yang kadang-kadang dapat menjelma dalam bentuk geometris
tertentu.
Mineral-mineral

akan

memperlihatkan

bentuk-bentuk

kristal

yang

sempurna, apabila waktu pertumbuhannya tidak terdapat gangguan apapun.


Namun, di alam keadaan demikian lebih merupakan keistimewaan dari keadaan
yang

lazim,

terlebih

apabila

terdapat

kumpulan-kumpulan

kristal

yang

berhimpitan. Dengan demikian, misalnya suatu jenis kristal yang membangun


bentuk kubus sempurna dalam keadaan bebas, mungkin memperlihatkan
bangunan yang mirip dengan kubus. Bentuk ini tetap mempunyai ketentuanketentuan seperti kubus, namun menyimpang dari bentuk kubus sempurna,
karena ketidaksamaan pertumbuhan bidang-bidangnya.
Bentuk-bentuk kristal yang sempurna jarang ditemukan, sehingga dalam
praktikum mineral kurang dipergunakan pemerian bentuk-bentuk tersebut.
Sebagai gantinya dipakai pengertian perawakan kristal, yang berarti bentuk khas
kristal, ditentukan oleh bidang-bidang yang membangunnya termasuk bentuk
dan ukuran relatif bidang-bidang itu. Dengan kata lain, bangunan suatu jenis
kristal yang benar-benar terlihat, bukan bentuk sempurna yang seharusnya
dimiliki oleh kristal itu.
Perawakan mineral atau kristal bukan merupakan ciri mineral yang tetap,
karena bentuknya itu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan waktu
pembentukannya sedangkan keadaan-keadaan itu dapat sangat berubah-ubah.
Walaupun demikian, telah dapat diketahui bahwa perawakan kristal tertentu
seringkali terlihat pada jenis-jenis mineral tertentu pula, sehingga perawakan
kristal itu masih juga merupakan suatu ciri yang dapat dipergunakan dalam
usaha-usaha penentuan jenis mineral. Misalnya mineral-mineral mika selalu

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


14

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

15

memperlihatkan perawakan mendaun (Foliated) dan mineral-mineral amfibol,


seperti termolit mempunyai perawakan meniang (Columnar).
Untuk penentuan perawakan kristal banyak dipakai istilah-istilah khusus,
baik untuk memberikan suatu kristal sendiri maupun untuk kumpulan sejumlah
kristal-kristal atau mineral aggregate.

2.2 Pembentukan Mineral


Untuk dapat mendalami endapan mineral bahan galian perlu diketahui
terlebih dahulu mengenai bagaimana cara terbentuknya. Magma adalah sumber
permulaan dari adanya semua endapan mineral bahan galian. Selama magma
mulai menjadi beku dan dingin yang disertai oleh diferensiasi magma
terbentuklah dua komponen yaitu pada komponen padat terdiri dari mineralmineral pembentuk batuan yang tersusun dari senyawa-senyawa silikat kalium,
natrium, kalsium, magnesium, alumina, besi. Komponen cair yang mengandung
unsur-unsur kimia pembentuk endapan bahan galian kemudian akan dapat
membentuk

endapan

mineral

metasomatisme-kontak.

Menjelang

akhir

pembekuan, cairan magma dapat membentuk endapan pegmatit.


Cairan yang masih tersisa terdiri dari cairan dan gas-gas inilah yang akan
membentuk hampir semua endapan mineral epigenetik. Gas-gas pada
pendinginan lebih lanjut akan berkondensasi dan dengan air tanah dan juga air
lainnya menjadi larutan hidrotermal yang kemudian akan menghasilkan endapan
hidrotermal. Endapan mineral beserta batuan yang sudah terbentuk langsung
dari kegiatan magma bila tersingkap ke permukaan bumi akan menghadapi
proses pelapukan. Proses pelapukan ini akan menghasilkan dua macam
endapan mineral ; pertama, endapan karena proses kimia, dan kedua, endapan
karena proses fisika.
Hasil endapan mineral bahan galian baik yang berasal dari proses
pembekuan maupun dari proses pelapukan, kemudian akan dapat berubah
menjadi endapan mineral baru karena proses metamorfosa.
Pengendapan mineral dari larutan ataupun uap sangat tergantung pada
suhu dan tekanan. Terutama suhu adalah lebih efektif dibandingkan dengan
pengaruh perubahan tekanan. Proses pembentukan bahan galian logam maupun
bukan logam di alam melalui berbagai macam cara, antara lain sebagai berikut :

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2.2.1

16

Akibat Kristalisasi Magma


Magma dapat diartikan sebagai cairan silikat pijar yang mengandung

berbagai macam unsur kimia, baik unsur logam, semi logam bukan logam
ataupun unsur-unsur pembentuk gas (volatil). Magma terdapat pada lingkungan
suhu dan tekanan tinggi, dan diperkirakan terdapat pada kedalaman 40 kilometer
atau lebih dibawah permukaan bumi.
Magma bersifat mobile dan salah satu mobilitas yang dikenal berupa
intrusi yang menuju permukaan bumi dan masuk kedalam retakan-retakan
batuan yang ada di kulit bumi. Dalam perjalanan ini, intrusi magma akan
mengalami penurunan suhu ataupun tekanan, yang mengakibatkan terjadinya
kristalisasi mineral-mineral silikat sesuai dengan urutan Deret Bowen. Akibat
kristalisasi terbentuklah mineral-mineral silikat dan sisa cairan magma.

Gambar 2.1
Pohon Mineral
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

17

Akhirnya unsur-unsur tersebut akan membentuk endapan mineral bahan


galian hasil langsung dari magma. Dalam gambar Grout tersebut tertera
hubungan yang erat antara batuan yang terbentuk dengan endapan mineral.
Lingkaran-lingkaran penuh menunjukkan asosiasi utama, unsur-unsur yang
menggantung dari dahan kebawah adalah hasil konsentrasi magma dan yang
jatuh kebawah adalah hasil dari kegiatan pelapukan.

Gambar 2.2
Magma Settling Psedotrifikasi (Segregasi)

Pada

umumnya

magma

dianggap

merupakan

sumber

langsung

pengendapan mineral hipogen (primer). Melalui tahap kristalisasi dan diferensiasi


sebelum akhir pembekuan, unsur-unsur yang masih ketinggalan dalam sisa
cairan magma tersebut akan membentuk kemudian oksida-oksida magmatik dan
endapan-endapan sulfida. Sebelum akhir pembekuan cairan tersebut dapat
terkumpul pada suatu tempat untuk menjadi pegmatit. Mendekati akhir
pembekuan sisa cairan yang sudah tidak kental lagi dan sebagian besar
mengandung air dan gas-gas serta logam-logam yang terlarut di dalamnya
disebut cairan hidrotermal yang kemudian akan mengendapkan mineral-mineral
hidrotermal.
Endapan galian yang terbentuk bersama-sama dengan batuan di
sekelilingnya disebut sebagai endapan bahan galian singenetik dan endapan
yang terbentuk sesudah terjadinya batuan disebut sebagai epigenetik.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

18

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Gambar 2.3
Endapan Kromit

2.2.2

Sublimasi
Merupakan

proses

pengendapan

langsung

dari

uap

atau

gas.

Pembentukan mineral bahan galian ini merupakan proses yang kecil bila
dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Letak prinsip proses tersebut pada
penurunan suhu maupun tekanan. Terjadinya endapan ini disebabkan karena
bereaksinya dua atau lebih gas-gas. Sebagai contoh sehari-hari adalah hasil
kegiatan gunung berapi, yaitu belerang yang terdapat di sekitar kawah atau di
fumarola.
2.2.3

Metasomatisme Kontak
Intrusi magma yang telah menjadi padat mempunyai sisa magma berupa

cairan maupun gas-gas yang bersuhu tinggi, dan bila bersentuhan dengan
dinding

celah-celah

batuan

lainnya

dapat

mengadakan

reaksi

yang

menghasilkan mineral-mineral baru.


Disini terletak perbedaannya dengan metamorfosa sentuh, dimana hanya
suhu yang mempunyai peranan yang kebanyakan hanya akan mengakibatkan
pengaruh pemanggangan saja (backing effect), sedangkan pada metasomatisme
kontak di samping suhu, terdapat penambahan tekanan pada sisa cairan magma
yang dapat mengadakan reaksi dan menghasilkan mineral baru.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

19

Gambar 2.4
Proses Metasomatisme Kontak

Metasomatisme kontak banyak menghasilkan endapan mineral bahan


galian. Letak tubuh bahan galian jenis ini biasanya berdekatan dengan kontak
intrusi, bentuknya tidak teratur dan setempat-setempat. Berukuran antara 30
hingga 100 meter dengan cadangan yang tidak banyak beberapa ribu ton pada
umumnya dan sangat sedikit yang mempunyai cadangan sampai jutaan ton.
Asosiasi mineral khas adalah mineral pengotor dalam suhu tinggi andranit,
hedembergit, tremolit, aktinolit, grossularit, wollastonit, epidot, vesuvianit, diopsit,
forsterit, anorhtit, albit, flourit, khlorit mika dan mika. Biasanya mengandung
kwarsa dan karbonat-karbonat ; bijih yang terdapat terdiri dari oksida-oksida,
unsur-unsur logam, sulfida-sulfida, arsenida-arsenida. Oksida terbanyak yang
dijumpai adalah magnetit, kemudian hematit jenis specularit, korondum, grafit,
emas, dan platina sebagai unsur yang dijumpai, hanya emas dan platina yang
jarang dijumpai.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

20

Gambar 2.5
Hubungan Antar Endapan Metasomatik

2.2.4

Proses Hidrotermal
Hasil akhir dari pembekuan magma yang mengadakan intrusi adalah

cairan sisa magma yang mungkin juga mengandung konsentrasi logam-logam


yang terdapat di dalam magma dan tidak ikut dalam pengkristalan sebelumnya.
Cairan ini disebut cairan hidrotermal yang membawa logam-logam ketempat
yang baru dianggap sebagai asal dari endapan-endapan epigenetik. Tetapi Park
(1964) menganggap bahwa cairan hidrotermal tidak perlu harus berasal dari
magma dan menurutnya istilah hidrotermal bukan berarti genetik. Semua cairan
yang terutama terdiri dari air panas yang terbentuk di alam dimasukkan ke dalam
cairan hidrotermal.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

21

Gambar 2.6
Proses Hidrotermal

Kemudian istilah ini diperluas lagi dan dibagi-bagi menjadi hipotermal bagi
cairan yang berada di tempat yang dalam dengan suhu berkisar antara 300 0 C
hingga 5000 C; mesotermal bagi yang terdapat pada tepat yang tidak begitu
dalam dengan suhu lebih rendah berkisar antara 1500 C hingga 3000 C; dan
epitermal pada tempat yang dangkal dengan suhu berkisar antara 50 0 C hingga
1500 C. Bila cairan berupa gas maka termasuk pneumatolitik. Sebagian besar
mineral dan logam-logam yang berguna berasal dari endapan-endapan
hidrotermal, sebagai contoh sebagian dari bijih emas dan perak, tembaga, timbal
dan seng, air raksa, antimon dan molibden dan logam-logam serta mineral
lainnya. Daerah tambang besar di dunia menambang dari hasil endapan
hidrotermal lebih banyak, bila dibandingkan dengan endapan yang berasal dari
proses lainnya.
Beberapa faktor yang diperlukan bagi terbentuknya endapan hidrotermal
adalah:
1.

Cairan bermineral yang mampu melarutkan dan mengangkut hasil


larutan mineral.

2.

Celah-celah di dalam batuan yang dapat dilalui cairan tersebut.

3.

Tempat-tempat yang menguntungkan bagi terjadinya pengendapan


mineral.

4.

Reaksi kimia yang mampu mengendapkan mineral.


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

22

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

5.

Cukup

terkumpulnya

endapan

mineral

hingga

memungkinkan

penambangan.
Terutama mengenai reaksi kimia yang diperlukan antara lain pH cairan,
mudah atau tidaknya bereaksi dengan dinding celah-celah yang dilalui oleh
cairan serta macam-macam ion yang terlarut didalamnya. Pada umumnya
dinding celah yang mudah bereaksi terdiri dari batugamping. Kemudian faktor
suhu dan tekanan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap jenis
pengendapan yang akan terjadi.
2.2.5

Sedimentasi
Proses sedimentasi perlu dibedakan dengan proses penguapan karena

adanya berbedaan mekanismenya. Pada proses sedimentasi, pengendapan


mineral ini terjadi akibat proses kimia, organik dan fisik. Sedangkan pada proses
penguapan atau proses evaporasi, endapan terjadi karena zat-zat yang terlarut
dalam air akan tertinggal sebagai bahan padat, akibat teruapnya air. Kedua
proses tersebut menghasilkan endapan mineral yang penting.
Endapan bahan galian akibat proses sedimentasi yang penting antara lain
adalah endapan besi, mangan, tembaga, uranium vanadium, fosfat, belerang,
karbonat-karbonat, lempung, serpih minyak, bentonit, diatomit, batubara dan
lainnya.
Untuk mendapatkan endapan sedimen diperlukan beberapa persyaratan
yaitu :
1.

Cukup tersedia sumber sedimen

2.

Pengumpulan material-material proses pelarutan ataupun lainnya.

3.

Cara pengangkutan material-material dari sumbernya ke tempat


pengumpulan bila diperlukan.

4.

Cara

pengendapan

material-material

tersebut

pada

cekungan

pengendapan.
Batuan beku pada umumnya merupakan sumber endapan mineral bahan
galian setelah melalui proses pelapukan kimia maupun fisika. Batuan sedimen
dan metamorfosa dalam keadaan tertentu juga dapat merupakan sumber asal
material.
Proses pelarutan oleh air merupakan salah satu hasil kegiatan proses
pelapukan kimia yang sangat berperan dalam pengangkutan besi, mangan,
tembaga, fosfat, karbonat-karbonat dan beberapa logam lainnya. Air akan lebih
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

23

aktif melarutkan sesuatu bila mengandung asam karbonat asam H2CO3, organik
dan asam humus, atau asam sulfat.
Air hujan yang banyak mengandung asam karbonat H2CO3, sangat efektif
melarutkan besi, mangan, fosfor dan alkali tanah. Asam organik dan asam
humus mempunyai pengaruh yang sama. Asam-asam tersebut banyak
dihasilkan oleh proses pembusukan bahan organik. Air yang mengandung asam
sulfat banyak dijumpai didaerah yang banyak mengandung mineral pirit,
mempunyai sifat melarutkan yang kuat pula. Kecuali batubara, bahan pembentuk
endapan bahan galian diangkut dari sumbernya oleh air permukaan, dan air
bawah permukaan tanah.
Pengendapan akan terjadi bila lingkungan berubah, umpamanya keadaan
cairan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia atau bila terjadi
perubahan suhu dan tekanan. Proses kimia seperti oksidasi, reduksi, hidrolisa,
mempunyai peranan penting disini. Disamping itu dalam keadaan tertentu proses
biokimia, yaitu proses karena kegiatan bakteri atau ganggang, sangat berperan
juga dalam pengendapan besi, mangan, belerang.
Jadi kondisi dimana pengendapan itu terjadi akan menentukan komposisi
mineral yang diendapkan, demikian pula kemurniannya, penyebarannya,
maupun dimensi tubuh endapan serta stratigrafinya.
Cara pengendapan ini tergantung dari pada sifat cairan pelarutnya dan
tempat pengendapannya, seperti di rawa-rawa, didaratan, didanau, ataukah
dilautan. Endapan besi dan mangan dapat terjadi baik didalam air tawar,
dilautan, di rawa-rawa, maupun di laguna. Sedang fosfat-fosfat dan belerang
hanya diendapkan dalam lingkungan lautan.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

24

Gambar 2.7
Zona Pengendapan Mineral

2.2.6

Penguapan atau Evaporasi


Penguapan merupakan proses yang penting, karena menghasilkan

banyak endapan-endapan mineral bukan logam. Proses ini hanya efektif di


daerah yang beriklim kering dan panas. Pada umumnya berlaku ketentuan,
bahwa garam-garam yang daya larutnya terkecil akan diendapkan terlebih
dahulu dan yang terakhir diendapkan adalah jenis garam yang paling mudah
larut.
Endapan evaporat berasal baik dari perairan danau maupun lautan yang
tidak terbuka. Kandungan unsur-unsur kimia di dalam air laut terdapat dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 2.1
Komposisi Rata-rata Garam Laut Menurut (Dittmara Bateman,1960)

CI
Na
SO4

55,29 %
30,59 %
7,69 %

Mg
Ca
K

3,72 %
1,19 %
1,10 %

CO3
Br
Lain-lain

0,207 %
0,188 %
sisanya

Unsur-unsur lain yang terdapat adalah ; emas, perak, logam dasar,


mangan, alumina, nikel, kobalt, radium, fluor, fosfor, iodium, arsen, litium,
rubidium, caesium, barium, dan strontium. Kecuali fosfor, besi dan iodium, lainlain dalam bentuk endapan yang berarti belum pernah diketemukan.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

25

Kondisi untuk terjadinya pengendapan adalah terisolirnya lautan di sekitar


pantai yang bebas dari laut terbuka dengan melalui proses penguapan yang
melampaui jumlah penambahan air laut baru.
Pengendapan yang terbentuk karena proses evaporasi dapat dipisahkan
menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pertamayang diendapkan dari air laut,
kelompok kedua diendapkan dari danau, dan kelompok ketiga diendapkan dari
air tanah.
2.2.7

Konsentrasi Mekanik dan Residual


Endapan bahan galian yang dihasilkan oleh konsentrasi mekanik dan

residuil itu disebabkan oleh pengaruh pelapukan. Pelapukan merupakan proses


disintegrasi, kimia dan biokimia. Pada daerah beriklim kering, proses disintegrasi
atau penghancuran secara mekanik lebih dominan sebaliknya didaerah tropik
dan subtropik proses dekomposisi atau proses penghancuran secara kimia lebih
dominan. Peranan proses biokimia menonjol pada lingkungan dimana banyak
kehidupan.

Gambar 2.8
Proses Residual

Batuan dan mineral-mineral yang tidak dapat bertahan dalam lingkungan


pelapukan akan mengalami dekomposisi, bagian-bagian yang tidak larut akan
bertinggal dan bagian yang larut akan terbawa bersama air. Larutan akan
mengalami pengendapan ditempat lain bila keadaan mengijinkan, dan terbentuk
mineral baru yang dapat mempunyai arti sebagai bahan galian. Mineral-mineral
yang resisten seperti kwarsa, emas, intan, platina akan terpisah dari batuan dan
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

26

kemudian mengalami pengkayakan residuil di permukaan tanah atau di dasar


perairan dengan melalui proses konsentrasi mekanis menjadi deposit placer .
Pengaruh pelapukan ini mencapai kedalaman satu meter atau kurang,
dan dalam keadaan istimewa dapat mencapai kedalaman lebih dari ratusan
meter.
2.2.8

Oksidasi dan Pengkayaan Supergen


Bila suatu endapan bahan galian tersingkap oleh kegiatan erosi segera

akan terkena pengaruh pelapukan. Terutama endapan yang mengandung


mineral sulfida, mineral tersebut akan mengalami oksidasi dan pelarutan oleh air.
Larutan yang berasal dari mineral banyak mengandung asam sulfat H2SO4 dan
kemudian bertindak sebagai pelarut aktif terhadap mineral-mineral lainnya.
Dengan kata lain bijih akan teroksidir dan banyak bagian mineral bijih tersebut
yang tercuci bersama air yang merembes ke bawah, yaitu bersama dengan air
perkolasi hingga mencapai air tanah atau sampai pada batas kedalaman yang
tidak dapat dijangkau oleh pengaruh oksidasi.

Gambar 2.9
Proses Pengkayaan Supergen

Bagian yang teroksidir disebut sebagai zona oksidasi. Larutan yang


merembes kebawah bila telah mencapai air tanah akan mengendapkan
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

27

kandungan logamnya sebagai mineral sulfida sekunder dan daerah ini disebut
sebagai daerah pengkayaan sulfida supergen atau daerah pendayaan sekunder.
Bagian deposit bijih di sebelah bawah yang tidak terkena pengaruh oksidasi dan
masih utuh disebut sebagai zona primer atau zona hipogen.
Susunan zonal tersebut adalah karakteristik bagi endapan mineral bijih
yang banyak mengalami proses pelapukan dalam jangka waktu yang lama.
Proses pengkayaan supergen ini banyak menghasilkan endapan bijih tembaga
dalam jumlah yang cukup banyak untuk dapat ditambang.
Proses yang terjadi dapat dipisahkan menjadi tiga tahapan, yaitu mulai
dari permukaan tanah: pertama, terjadinya oksidasi dan pelapukan di zona
oksidasi; kedua terjadinya

pengendapan di zona oksidasi dan ketiga,

terbentuknya pengendapan sulfida supergen.


2.2.9

Akibat Metamorfisme
Metamorfosa menyebabkan mineral-mineral yang terkumpul berubah dan

membentuk

endapan

mineral-mineral

baru.

Faktor-faktor

utama

yang

menyebabkan metamorfisme adalah perubahan suhu, tekanan, dan pengaruh


air. Mineral non logam yang bernilai sebagai endapan bahan galian dibentuk dari
batuan dengan cara rekristalisasi dan rekombinasi mineral-mineral pembentuk
batuan.

Gambar 2.10
Proses Metamorfisme

Berbeda dengan batuan yang mengalami metamorfosa. Dimana struktur,


tekstur serta komposisi mineralnya akan berubah; pada endapan bahan galian
tidak demikian halnya hanyalah teksturnya saja yang mengalami perubahan.
Contoh

pada

mineral-mineral

galenit

di

Coeur

Alen,

Idaho

yang

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

28

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

memperlihatkan struktur foliasi. Demikian pula pada kalkopirit, bornit, kovelit, dan
stibnit, sehingga struktur dan tekstur semula menjadi kabur.
Endapan bahan galian yang terbentuk dengan cara proses metamorfisme
adalah ; asbes, grafit, talk, batu sabun, andalusit silimanit - kyanit, dumortierit,
garnet dan kemungkinan beberapa macam amril (emeryl).

2.3

Perawakan Kristal dalam Mineral


Tiap jenis mineral mempunyai bentuk tertentu, yang merupakan

perujudan dari bangun dalam atom beserta gaya-gaya antar atom mineral itu.
Bentuk-bentuk krisatal itu diberikan dengan menggolongkannya kedalam sistemsistem dan kelas kristalografi, misalnya bentuk kubus dari sesuatu mineral/kristal
digolongkan kedalam sistem isometri dan kelas heksoktahedron, sedangkan
bidang-bidang kubus itu diperikan dengan angka-angka Miller tiap bidang itu.
Mineral-mineral

akan

memperlihatkan

bentuk-bentuk

kristal

yang

sempurna, apabila waktu pertumbuhannya tidak terdapat gangguan apapun.


Namun, di alam keadaan demikian bebasnya lebih merupakan keistimewaan dari
keadaan yang lazim, terlebih-lebih apabila terdapat kumpulan-kumpulan kristal
yang berhimpitan. Dengan demikian, misalnya suatu jenis kristal yang
membangun bentuk kubus sempurna dalam keadaan bebas, mungkin sekali
memperlihatkan bangunan yang mirip dengan kubus. Bentuk ini tetap
mempunyai ketentuan - ketentuan setangkup kubus, namun menyimpang dari
bentuk kubus sempurna, karena tidak ketidaksamaan pertumbuhan bidangbidangnya.
Bentuk-bentuk kristal yang sempurna jarang diketemukan, sehingga
dalam praktikum mineral kurang dipergunakan pemerian bentuk-bentuk tersebut.
Sebagai gantinya dipakai pengertian perawakan kristal, yang berarti bentuk khas
kristal, ditentukan oleh bidang-bidang yang membangunnya termasuk bentuk
dan ukuran relatif bidang-bidang itu. Dengan kata lain, bangunan suatu jenis
kristal yang benar-benar terlihat, bukan bentuk sempurna yang seharusnya
dimiliki oleh kristal itu.
Perawakan mineral atau kristal bukan merupakan ciri mineral yang tetap,
karena bentuknya itu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan waktu
pembentukannya sedangkan keadaan-keadaan itu dapat sangat berubah-ubah.
Walaupun demikian, telah dapat diketahui bahwa perawakan kristal tertentu
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

29

seringkali terlihat pada jenis-jenis mineral tertentu pula, sehingga perawakan


kristal itu masih juga merupakan suatu ciri yang dapat dipergunakan dalam
usaha-usaha penentuan jenis mineral. Misalnya mineral-mineral

mika selalu

memperlihatkan perwakan mendaun (Foliated) dan mineral-mineral amfibol,


seperti termolit mempunyai perawakan meniang (Columnar).
Untuk penentuan perawakan kristal banyak dipakai istilah-istilah khusus,
baik untuk memberikan suatu kristal sendiri maupun untuk kumpulan sejumlah
kristal-kristal atau mineral aggregate.
Istilah-istilah Pemerian Perawakan Kristal-kristal
1. Merambut (capiary)

bentuk kristal menyerupai rambut

2. Membenang (filliform)

bentuk kristal menyerupai benang

3. Menjarum (acicular)

bentuk kristal menyerupai jarum

4. Membilah (bladed)

bentuk kristal panjang dan tipis, menyerupai

bilah kayu
5. Memapan (tabular)

bentuk kristal pipih menyerupai bentuk buku

6. Melapis (lamellar)

bentuk kristal memapan, namun terlihat

perlapisan.
7. Mendaun (foliated)

bentuk kristal terdiri dari helaian-helaian yang

mudah dipisah-pisahkan.
8. Memika (micaceous)

bentuk kristal terdiri dari lapisan-lapisan yang

menyerupai mika
9. Membulu (plumose)

bentuk kristal menyerupai tumpukan bulu-bulu

(bulu ayam misalnya)


10. Mondok (staout, stubby) :

bentuk kristal pendek lagi gemuk, biasanya

terlihat pada kristal-kristal yang yang sumbu Cnya lebih pendekdari sumbu-sumbu lainya.
11. Membata (blocky)

perawakan kristal yang menyerupai bentuk bata

12. Meniang (columnar)

perawakan kristal yang serupa dengan bentuk

tiang.
Istilah-istilah Pemerian Kristal-kristal Berkelompok dan Kumpulankumpulan Mineral
1. Meniang (columnar) :

kelompok terdiri dari kristal-kristal serupa tiang.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

30

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2. Membilah (bladed)

kelompok terdiri dari kristal-kristal serupa bilahbilah kayu.

3. Menyerat (fibraous)

kelompok

menyerupai

kumpulan

serat-serat,

terdiri dari kristal-kristal perawakan merambut


ataupun membenang.
4. Menjaring (rectangulated) :

kelompok terdiri dari kristal-kristal menjarum,


tersusun menyerupai jaring-jaring.

5. Memencar (divergent):

kelompok

terdiri

dari

kristal-kristal

tersusun

kristal-kristal

tersusun

menyerupai kipas.
6. Menjari (radiated)

kelompok

terdiri

dari

menyerupai jari-jari
7. Membintang (stellated)

8. Mendendrit (denditric):

bentuk kristal menyerupai pohon atau lumut.

9. Membulat-bulat(colloform) :

bentuk kristal menyerupai bintang.

kelompok

terdiri

berhimpitan,

tersusun

dari

kristal-kristal

sedemikian

rupa

sehingga memperlihatkan permukaan yang


membulat-bulat.
Untuk Memerikan Besarnya Bentuk Bulat-bulat Permukaan Dipakai
Istilah-istilah :
1. Mementeng (botryoidal)

serupa buah-buah menteng.

2. Mengginjal (reniform) :

serupa ginjal

3. Mendada (mamillary) :

serupa buah dada (breast like).

4. Membola (globular)

serupa bola.

5. Membutir (granular)

kelompok terdiri dari kristal-kristal berbentuk butir.

6. Memisolit (pisolitic)

kelompok terdiri dari mineral-mineral berbutir


sebesar kacang tanah.
Tabel 2.2
Perawakan Kristal

No
.
1

Perawakan Kristal
Capiary (Merambut)
Cuprite

Picture

No.
5

Perawakan Kristal

Picture

Tabular (Memapan)
Barite

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Bysolite

Bladed (Membilah)
Kyanite
Kavalerit

No
.
9

Hyperstene

Filliform
(Membenang)
Silver

Acicular (Menjarum)
Natrolite
Glaucophane

Perawakan Kristal
Plumose (Membulu)
Wurtzite
boulangerite

31

Picture

Lamellar (Melapis)
Muscovite

Foliated (Mendaun)
Mika
Chlorite
talc

Micaceous
(Memika)
Muscovite
Chrisotile

No.
13

Perawakan Kristal

Picture

Stellated
(Membintang)

Pirofilit

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

10

Stubby (mondok)

Zircon

11

Blocky (Membata)

Microcline

Calcite

15

12

Columnar (Meniang)

Tourmaline

Pirolusite

Wollastonite

16

2.4

14

32

Dendritic
(Mendendrit)
Native Copper

Botroydal
Barite
Hematite
Sphalerite

Reniform
Hematite

Klasifikasi dalam Mineralogi


Klassifikasi mineralogi ini diambil dari buku BERRY. L.G. dan MASON. B,

1959, mineralogy, W.H.Freeman Co.


Sampai sekarang telah diketahui lebih dari 2300 macam mineral. Jumlah
ini bertambah tiap-tiap tahun dengan kecepatan 25 mineral pertahun. Untuk
mempelajari ilmu mineralogi secara sistematis, maka diperlukan semacam
kalsifikasi. Berbagai klasifikasi telah dicoba, ada yang berdasarkan sifat-sifat
fisiknya. Yang sampai sekarang tetap bertahan adalah kalsifikasi yang
berdasarkan sifat-sifat kimia mineral. Klasifikasi ini yang mula-mula dikemukakan
oleh BERZELIUS :
I.

Native elements.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

II.

Sulphides (termasuk sulphosalt)

III.

Oxides dan hydroxices.

IV.

Halides.

V.

Carbonates, nitrates, borates, iodates.

VI.

Sulphates, chromates, molybdates, tungstates.

VII.

Phosphate, arsenates, vanadates.

VIII.

Silicates.

33

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

34

Tabel 2.3
Klasifikasi Mineral Golongan I, II dan III

I . NATIVE ELEMENT
Metals
Gold Group
Gold, Au
Silfer, Ag
Copper, Cu
Plattnum Group
Plattinum, Pt
Palladium, Pd
Platiniridium, (Pt, Ir)
Iron Group
Iron, Fe
Niekel-Iron (Ni-Fe)

A2x Type

II . S U L P H I D E S
: Argentite Group
: Argentite, Ag2S
Chalcocite Group
: Chacocite, Cu2S

A3X2 Type : Bornite, Cu5FeS4


AX Type

: Galena Group
Sphalerite Group
Chalcopyrite Group
Wurtzite Group
Niccolite Group

Semi Metals and Nonmetals


ArsenicGroup
Arsenic, As
Antimony, Sb
Bismuth, Bi
Stibnite Group
Sulphur Group
Sulphur, S
AX2 Type : Pyrite Group
Carbon Group
Diamond, C
Graphite, C

III . OXIDES dan HYDROXIDES


A. Oxides
:
A2X Type : Cuprite, Cu2O

Cobaltite Group
Marcasite Group
Arsenopyrite Group
Molybdenite, MoS2
Krennerite Group

AX Type
: Galena PbS
: Sphalerite (Zn,Fe) S
: Chalcopyrite, CuFeS2
: Wurtzite, ZnS
: Pyrrhotite, Fe1-xS
Niccolite, NiAs
Breithauptite, NiSB
Millerite, NiS
Pentlandite, (Fe,Ni)9S8
Covellite, CuS
Cinnabar, HgS
Realgar, AsS
Orpiment, As2S3

AB2X4 Type : Spinel Group


Spinel, MgAl2O4
Magnetite, Fe3O4
Franklinite, (Zn,Mn,Fe)
(Fe,Mn)2O4
Chromite,(Mg,Fe)Cr2O4
Hausmannite, MnMn2O4
Chrysoberry, BeAl2O4
A2X3 Type

: Hematite Group:
Corundum, Al2O3
Hematite, Fe2O3
Ilminite, FeTiO3
Braunite,(Mn,Si)2O3
Pyroclore-mincrolite series
NaCaNb2O6F-(Na,Ca)2Ta2
O6(O,OH,F)
Psilomelane,(BaH2O)2Mn5

AX2 Type

: Rutile Group
Rutile, TiO2
Cassiterite, SnO2
Pyroluite, MnO2

: Stibnite, Sb2S3
Bismuthinite, Bi2S3
: Pyrite, FeS2
Sperrylite, PtAs2
: Cobaltite, CoAsS
: Marcasite, FeS2
: Arsenopyrite, FeAs S
: Krennerite, (Au,Ag)Te2

: Periclase Group
Periclase, MgC
Zinzite Group :
Zinzite, ZnO

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


34

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

35

Calaverite, AuTe2
Sylvanite, (Au,Ag)Te2
AX3 Type

: Skutterudite Series

Platterite, PbO2
Anatase, TiO2
Brookite, TiO2
ollumbite tantalite,
Fe,Mn)(Nb,Ta)2O6
Uraninite Group :
Uraninite, UO2
Tharianite, TnO2

: Skutterudite, (Co,Ni)As3
Smaltite, (Co,Ni)As3-x
Chlcanthite, (Ni,Co) As3-

A3BX3 Type : Ruby Silver Group

: Pyragyrite, Ag3SbS3
Proustite, Ag3AsS3
Tetraheorit Series :Tetrahedrite, (Cu,Fe)12S b4S13
:Tennantite,
(Cu,Fe)12As4S13
A3BX4 Type : Enargite, Cu3AsA4
A2BX3 Type : Bournonite, PbCuSbS3
ABX2 Type : Boulangerite, Pb5Sb4S11

B. Hydroxides :
Brucite, Mg(OH)2
Lepidoeroecite Group
Lepidoeroecite, FeO(OH)
Bochmite, AlO (OH)
Bauxite, Al2O3 nH2O
Manganite, MnO(OH)
Geothite Group :
Diaspore, HalO2
Gouthite, HFeO2
Limonite, Fe2O3 nH2O

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


35

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

36

Tabel 2.4
Klasifikasi Mineral Golongan IV, V, VI, VII, VII

IV. H A L I D E S
Halite, NaCl
Sylvite, KCl
Pluorite, CaF2
Cryolite, Na2AlF6
Carnallite KMgCl3.6H2O

V. CARBONATE, NITRATES, BORATES


A. Carbonates
Calcite, CaCO3
Magnesite, MgCO3
Siderite, FeCO3
Rhodochrosite, MnCO3
Smithsonite, ZnCO3
Symmetry, 3 2/m
Dolomite, CaMg(CO3)2
Ankerite, CaFe (CO)2
Kutanahorite, CaMn(CO3)2
Symmetry : 3
Argonite, CaCO3
Whiterite, BaCO3
Strontianite, SrCO3
Cerrusite, PbCO3
Symmetry : 2/m 2/m 2/m
B. Nitrates
Soda-Niter, NaNO3
C. Borates
Borax, Na2B4O5(OH)4 8H2O
Karnerite, Na2B4O7.4H2O
Colamanite,
CaB3O4(OH)3.H2OcaB3O4(OH)3.H2O

VI. SULPHATES, CHROMATES, MOLYBDATES,


TUNGSTATES
Anhydrous Sulphates
Type AXO4
Xenotime, YPO4
Monazite, (Ce, La,Y,Th) PO4
Hydrated Normal Phosphates
Type A3(XO4)2.8H2O
Vivianite, Fe3(PO4) 8H2O
Erythrite, CO3(AsO4)2 .8H2O
Hydrous Phosphates with Hydroxyl or
Hologen
Type AB(XO4)Zq
Amblygonite Series : (Li,Na)Al
(PO4) (F,OH)
Type A(XO4)3 Zq
Apatite group
Apatite Series : Ca5(PO4)3 (F,Cl,OH)
Pyromorphite eries :
Pyromophite, Pb5(PO4)3 Cl
Vanadinite Pb5(PO4)3Cl
Hydrates phosphates
Containing Hydroxyl
Turcuois, CuAl6(PO4)4(OH)8 .4H2O
Uranyl Phosphates
Torbernite, Cu(UO2)2(PO4)2. 8-12H2O
Autinite, Ca(UO2)2(PO4)2. 10-12H2O
Vanadium Oxysalts
Carnotite, K2(UO2)2(VO4)2. 3H2O
Tyuyamunite, Ca(UO2)2(VO4)2.Nh2O

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


36

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

37

VII . PHOSPHATE, ARSENATES,


VANADATES.

Phospates

Arsenates

Vanadates

Torbenite : [Cu(UO2)2PO4)2.8-12H2O]
Autunite : [Ca(UO2)2(PO4)2.10-12H2O]
Lazulite : [(MgFe)Al2(PO4)2(OH)2]
Turquoise : [CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O]
Vivianite : [Fe+2(PO4)2.8H2O]
Wavellite : [Al3(PO4)2(OH,F)3.5H2O]
Apatite : [Ca5(PO4)3(F,Cl,OH)]

Mimetite : [Pb5(AsO4)3Cl]
Adamite : [Zn2AsO4(OH)]
Erythrite : [CO3(AsO4)2.8H2O]

Vanadinite : [Pb5(VO4)3Cl]
Descloizite : [PbZn(VO4)(OH)]
Carnotite : [K2(UO2)2V2O8.3H2O].

SubccassTektosilicates
Silica Group : Quartz ( SiO2 )
Trigonal
: Tridymite ( SiO2 )
Hexagonal : Cristobalite ( SiO2 )
Isometric
: Opal ( SiO2 .nH2O )

VIII . S I L I C A T E S
Scaplolite series :
Feldspathoid Group :
Leucite
KALSi2O6
Nepheline
NaAlSiO4
Sodalie
Na8(AlSiO4)5Cl2
Cancrinite
Na8(AlSiO4)6(HCO3)2

Amorphous :
Feldspar Group : WZ4O8
Sanidine (KALSi3O8)
Monoklinic :
Orthoclase :
KALSi3O8
Monoklinic
Microcline :
KALSi3O8
Triklinic

Zeolite Group :
Heulandite
Stilbite
Laumonite
Chabazite
Analcime
Natrolite

Plagioclase Series :
Albite
Ab100An0Ab90An10
Oligoclase
Ab90An0Ab90An30
Andesine
Ab70An30Ab50An50
Lambradorite Ab30An50Ab30An70
Bytownite
Ab10An70Ab10An90
Anorthite
Ab10An90Ab90An100

Subclass Phyllosilicates
Kaolinite
Al4Si4O10(OH)8
Serpentine
Mg6Si4O10(OH)8
Pyrophyllite
Al2Si4O10(OH)2
Talc
Mg3Si4O10(OH)2
Monmorillonite Al2Si4O10(OH)2 xH2O
Vermiculite
Mg3Si4O10(OH)2 x H2O

WmZrO2r.SH2O
CaAl2Si7O18.6H2O
CaAl2Si7O18.7H2O
CaAl2Si4O12.4H2O
CaAl2Si4O12.6H2O
NaAl2Si7O6.H2O
NaAl2Si3O10.2H2O

Lepidolite
Glauconite

Kli2Al(Si4O10) (OH)2
K(Fe,Mg,Al)2(Si4O10)(OH)2

Chlorite series:
(Mg,Fe,Al)6(Al,Si)4O10(OH)8
Apophyllite Kca4(Si4O10)2F.8H2O
Subclass Inosilicate
Amphibole Group : (W,X,Y)7-8Z8O22(OH)2
Cummingtonite Series (Mg,Fe)7Si8O22(OH)2
Orthorombic
Tremolite-actinolite series Ca2Mg,Fe)
5Si8O22(OH)2
Hornblenda Series : NaCa2(Mg,Fe,Al)5Si,Al)
8O22(OH)2
Alkali-amphibole series : Na2(Mg,Fe,Al)
5Si8O22(OH)2
Pyroxena Group : (W,X,Y)2 Z2O6
Enstatite-hyper sthene series (Mg.Fe)SiO3
Diopside-hedenbergite series Ca (Mg.Fe)
Si2O6
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

37

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Subclass Cyclosilicate
Axinite (Ca,Mn,Fe)2Al2(B)3(Si4)12(OH)
Beryl
Be2Al2Si6O16
Cardierite
(Mg,Fe)2Al4Si5O18
Tourmaline
Na(Mg,Fe)3Al6
(BO3)3(SiO18(OH)4
Subclass Sorosilicates
Lawsonite CaAl2Si2O7(OH)2.H2O
Hemimarphirite Zn4Si7(OH)2.H2O
Idocrase, Ca10Mg2Al4(Si2O7)2 (SiO4)5
(OH)4
Epidote Group : W2(X,Y)3Z3O12(OH)
Zoisite, Ca2Al3Si3O12 (OH)
Clinozoisite, Ca2Al3Si3O12 (OH)
Epidote, Ca2(Si,Fe)3 Si3O12 (OH)
Allanite, (Ca,R)2 (Al,Fe,Mg)3 Si8O12 (OH)

38

Mika Group : W(X,Y)2-3(Z4O10) (OH)2


Muscopite
KAl2(AlSi3O10) (OH)2
Phlogopite
KMg3(AlSi3O10) (OH)2
Biotite
K(Mg,Fe)3(AlSi3O10) (OH)2
Subclass Nososilicates
Olivine Series : (Mg,Fe)2 SiO4
Willemite
: Zn2 SiO4
Alumminium Silicates Group :
Andalusite, Al2SiO5
Silimanite, Al2SiO5
Kyanite, Al2SiO5
Strauroulite, Al4FeSi2O10 (OH)2
Topaz, Al2SiO4 (OH,F)2
Garnet Group : X3Y2 (ZO4)3
Almandite, Fe3Al2 (SiO4)3
Pyrope, Mg3Al2 (SiO4)3
Spessartite, Mn3Al2 (SiO4)3
Andradite, Ca3Fe2 (SiO4)3
Uvarovite, Ca3Cr2 (SiO4)3
Zircon, ZrZiO4
Tharite, ThSiO4
Sphene, CaTiSi5
Datolite, Ca(OH) BSiO4

Augite
Ca (Mg.Fe Al)(Al,Si)2O6
Aegirine NaFeSi2O6
Jadeite
NaAlSi2O6
Spodumene LiAlSi2O6
Pyroxenoid Group :
Wollastomite
CaSiO3
Pectelite
Ca2NaHSi3O9
Rhodonite
MnSiO3
Silicates Of Unknow Struktur
Prehnite, Ca2Al3O10 (OH)2
Chrysocolla CuSiO3.2H2O
Dumertierit (Al, Fe)7BSi3O18

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


38
40

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

39

Contoh Mineral dalam Klasifikasi Mineralogi


Golongan I (Native Elements)

Nama

: Native Gold (Au)

Warna

: Kuning-emas

Kilap

: Logam

Sistem Kristal

: Isometrik

Pecahan

: Bergerigi

Belahan

:-

Gores

: Kuning Keemasan

Kekerasan

: 2.5 3

Specific Gravity

: 19.3 +

Berasosiasi dengan mineral : Kwarsa,


pyrite, dan golongan sulfides lainnya.

Golongan II (Sulphides)

Nama

: Chalcopyrite
(CuFeS2)

Warna

: Kuning Pucat

Kilap

: Logam

Sistem Kristal

: Tetragonal

Pecahan

: Konkoidal dan britle

Belahan

: Buruk

Gores

: Hitam Kehijauan

Kekerasan

: 3.5 4

Specific Gravity

: 4.28

Berasosiasi dengan mineral : Kwarsa,


Pyrite, Dolomit, Kalsit, Fluorite.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

40

Golongan III (Oxides dan Hydroxides)


a. Oxides

Nama

: Magnetite (Fe3O4)

Warna

: Hitam Logam

Kilap

: Logam

Sistem Kristal

: Isometric

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Oktahedral

Gores

: Hitam

Kekerasan

: 5.5 6.5

Specific Gravity

: 5.1 +

Berasosiasi dengan mineral : Talk,


Pyrite, Klorit, Hematite.

b. Hydroxides

Nama

: Manganite MnO(OH)

Warna

: Hitam baja Keabuan

Kilap

: Logam

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Tak rata

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Hitam kemerahan

Kekerasan

:4

Specific Gravity

: 4.3

Berasosiasi dengan mineral : Kalsit,


Garnet, Limonit

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

41

Golongan IV (Halides)

Nama

: Fluorite (CaF2)

Warna

: Bercorak variasi

Kilap

: Seperti Kaca

Sistem Kristal

: Isometrik

Pecahan

: Britle

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Putih

Kekerasan

:4

Specific Gravity

: 3.1 +

Berasosiasi dengan mineral : Kalsit,


Galena, Pyrite, Kalkopirite, Kwarsa,
Apatite, Barite.

Golongan V (Carbonate, Nitrates, Borates)


a. Carbonates

Nama

: Azurite
Cu3(CO3)2(OH)2

Warna

: Biru Pekat

Kilap

: Seperti Kaca

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Britle dan Konkoidal

Belahan

: Baik

Gores

: Biru terang

Kekerasan

: 3.5 - 4

Specific Gravity

: 3.7 +

Berasosiasi dengan mineral : Malakhit,

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

42

Limonite, Kwarsa, Kalsite.

b. Nitrates

Nama

Warna

: Putih atau Keabuan

Kilap

: Kaca

Sistem Kristal

: Orthorombik

Pecahan

: Tak rata

Belahan

: Baik

Gores

: Putih

Kekerasan

:2

Specific Gravity

: 2.1

Berasosiasi dengan mineral : Kalsite,

: Nitrat (KNO3)

Dolomit

c. Borates

Nama

: Borax
(Na2B4O7 -10H2O)

Warna

: Putih Bersih

Kilap

: Kaca

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Putih

Kekerasan

: 2 2.5

Specific Gravity

: 1.7

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

43

Berasosiasi dengan mineral :


Kalsite,Halite.

Golongan VI (Sulphates, Chromates, Molybdates, Tungstates)


a. Sulphates

Nama

: Barium Sulfate
BaSO4

Warna

: Bervariasi

Kilap

: Kaca

Sistem Kristal : Orthorombik

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Putih

Kekerasan

: 3 3.5

Specific Gravity : 4.5

Berasosiasi dengan mineral :Kalsite,

Kalkopyrite, Kwarsa, Kalsite, Sulfur,


Fluorite.
b. Chromates

Nama

: Crocoite PbCrO4

Warna

: Orange
kemerahan

Kilap

: minyak

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Merata

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Gores

: Putih

Kekerasan

: 2.5 - 3

Specific Gravity

: 6.0 +

Berasosiasi dengan Mineral :

44

Wulfenite,Cerrusite, Limonite.

c. Molybdates
Nama

: Wulfenite
(PbMoO4)

Warna

: Kuning

Kemerahan

Kilap

: Kaca

Sistem Kristal

: Tetragonal

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Putih

Kekerasan

:3

Specific Gravity

: 6.8

Berasosiasi dengan Mineral :


Limonite,Galena, Vanadinite.

d. Tungstates

Nama

Wolframite
(Fe,Mn)WO4

Warna

: Hitam Keabuan
atau kecoklatan

Kilap

: Damar

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

45

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Tak Merata

Belahan

: Sangat Baik

Gores

: Coklat
Kehitaman

Kekerasan

: 4 4.5

Specific Gravity

: 7 7.5

Berasosiasi dengan mineral


:Kwarsa,Hematite, Tourmalines,
Mika, Kasiterite, Pyrite.

Golongan VII (Phospates, Arsenates, Vanadates)


a.

Phospates

Nama

: Apatit

Ca5(PO4)3(OH,F,Cl), Calcium
(Fluoro, Chloro, Hydroxyl)
Phosphate

Warna

: Bervariasi

Kilap

: Kaca

Sistem Kristal

: Hexagonal

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Tak beraturan

Gores

: Putih

Kekerasan

:5

Specific Gravity

: 3.1 3.2

Berasosiasi dengan mineral :


Hornblenda, Mika, Kalsite.

b.

Arsenates

Nama

: Olivenite
Cu2AsO4(OH)

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

46

Warna

: Hitam Kehijauan

Kilap

: Damar

Sistem Kristal

:Orthorombik

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Buruk

Gores

Kehijauan

Kekerasan

:3

Specific Gravity

: 3.9 4.4 +

Berasosiasi dengan mineral


:Malakhite, Libethenite, Clinoclase,
Limonite, Agardite.

c.

Vanadates

Nama

: Vanadinite
Pb5(VO4)3Cl

Warna

: oranye
kemerahan

Kilap

: Damar

Sistem Kristal

: Hexagonal

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

:-

Gores

: Putih

Kekerasan

:3

Specific Gravity

: 6.6 +

Berasosiasi dengan mineral


:Wulfenite, Limonite, Barite, Galena.

Golongan VIII (Silicates)

Nama

: Allanite

(Ca, Ce, La,Y)2(Al,Fe)3(SiO4)3(OH)

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Warna

47

: Hitam

Kecoklatan

Kilap

: Minyak

Sistem Kristal

: Monoklin

Pecahan

: Konkoidal

Belahan

: Buruk

Gores

: Hitam

Kekerasan

: 5.5

Specific Gravity

: 3.0 4.2

Berasosiasi dengan mineral


:Kwarsa, Feldspar, Biotite, Monazite.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2.5

48

Mineral Seri Bowen


Dalam penggolongannya mineral pembentuk batuan disusun berdasarkan

kandungan unsur kimianya, temperatur pembentukannya dan warnanya, oleh


sebab itu Bowen menggolongkan mineral menjadi mineral SERIE BOWEN.

Gambar 2.11
Seri Bowen

Berikut ini beberapa mineral seri bowen beserta ciri khasnya:


1.

Kwarsa, SiO2

Tak berwarna, putih, abu-abu, merah jambu, hijau dan biru

Berat jenis = 2,65 2.7

Kekerasan = 7

Cleavage : Irregular/tak ada ; Fracture : Concoidal ;


Tenacity : Britle

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

49

Pada batuan beku asam-sangat asam, bat. Sedimen, bat.


Metamorf

Perawakan dan sistem Hexagonal, membutir Irregular,


kompak, Luster : Vitreous

Foto 2.1
Mineral Kwarsa

2.

Plagioklas, (Na, Ca) (Al, Si4) O8

Putih, abu-abu, coklat

Berat jenis = 2,6 2,8

Kekerasan = 6

Cleavage : Sempurna dan baik (pada dua arah)

Assosiasi pada batuan beku asam, intermedier, ultra basa

Perawakan dan sistem : Triklin prismatik, pipih, masif


membutir

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

50

Foto 2.2
Mineral Plagioklas

3.

Olivin, (Mg, Fe)2SiO4

Hijau zaitun

Kekerasan = 6,5

Cleavage : Tak sempurna, Fracture : Concoidal

Transparansi : Transclucent

Perawakan dan sistem : Ortorombik, masif membutir

Foto 2.3
Mineral Olivin

4.

Piroksen, (Mg,Fe)SiO3

Coklat, Hitam

Berat jenis = 3,4


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

51

Kekerasan = 6

Cleavage : Baik ( 90 ), Fracture : agak buram

Perawakan dan sistem : Prismatik pendek menyerat agak buram

Foto 2.4
Mineral Piroksen

5.

Hornblenda / Amphibole, NaCa2 (Mg, Fe Al)5 (Al, Si)8 O22 (OH)2

Hijau, Coklat, Hitam

Berat jenis = 3 3,4

Kekerasan = 6

Cleavagge : Belahan sempurna ( 56 dan 124 )

Assosiasi pada batuan beku dan metamorf

Perawakan dan sistem : Monoklin prismatik panjang, menyerat dan


membutir

Foto 2.5
Mineral Hornblenda

6.

Ortoklas, K Al Si3 O8

Putih, Merah jambu, Hijau

Berat jenis = 2,5


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

52

Kekerasan = 6

Cleavage : Pipih memanjang

Assosiasi pada batuan beku yang kaya akan kalium, Luster : Buram
Perawakan dan sistem : Monoklin prismatic

Foto 2.6
Mineral Ortoklas

7. Biotit

Hijau, Coklat, Hitam

Berat jenis = 2,9 3,4

Kekerasan = 2,5

Cleavagge : Belahan sempurna

Assosiasi pada batuan beku asam

Perawakan dan sistem : Monoklin, biasanya dalam kristal-kristal pipih


yang beraturan

Foto 2.7
Mineral Biotit
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

53

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2.6

Deskripsi Mineral

2.6.1

Ketahanan

54

Ketahanan mineral terhadap pematahan, penggerusan, pembengkokan


atau pengirisan. Istiah berikut untuk menyatakan ketahanan :
1. Britle

Suatu mineral yang pecah menjadi bubuk.

2. Maleable :

Suatu mineral yang dapat ditempa.

3. Sektil

Suatu mineral yang dapat diiris tipis-tipis.

4. Daktil

Suatu mineral yang dapat dibentuk seperti kawat.

5. Fleksible :

Suatu mineral yang dapat dibengkokan tetapi tidak dapat

kembali kebentuk semula jika tekakan dihilangkan.


6. Elastisitas :

Suatu mineral yang dapat dibengkokan dan akan kembali

kebentuk semula jika tekakan dihilangkan.


2.6.2

Belahan
Suatu

mineral

memiliki

belahan

jika

mineral

tersebut

memiliki

kecenderungan untuk pecah melalui bidang tersebut. Belahan dapat sempurna


seperti pada mika, atau kurang jelas pada beryl dan apatit. Pada beberapa
mineral, bahkan tidak ada.

Gambar 2.12
Bidang Belahan Mineral

2.6.3

Pecahan.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

55

Pecahan adalah cara suatu mineral pecah jika tidak mengikuti bidang
belahnya. Beberapa macam pecahan adalah :

1.

Konkoidal : Pecahnya rata seperti mengikuti bentuk suatu cangkang


kerang. Biasanya didapatkan pada gelas dan kuarsa.

2.

Menyerat.

3.

Bergerigi dengan ujung yang tajam.

4.

Tak beraturan.

Gambar 2.13
Bentuk Pecahan Mineral

2.6.4

Kekerasan
Kekerasan adalah merupakan ketahanan suatu permukaan mineral

terhadap gaya gores. Kekerasan tergantung pada struktur kristal, makin kuat
energi ikatan antar atom semakin keras mineral tersebut. Derajat kekerasan
dinyatakan dengan perbandingan antara mineral satu dengan yang lain dalam
hal kemampuan menggores.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

56

Tabel 2.5
Skala Kekerasan Mohs

Nilai
Kekerasan

Nama Mineral

Unsur Mineral

1
2

Talk (Talc)
Gips (Gypsum)

H2Mg3(SiO4)3
CaSO2.2H2O

Kalsit (Calcite)

CaCO3

Fluorit (Fluorspar)

CaF2

Apatit (Apatite)

Ca5(PO4)3F

Felspar (Feldspar)

K(AlSi3O8)

Kwarsa (Quartz)

SiO2

Topaz

Al2SiO4(F,OH)2

Korundum (Corundum)

Al2O3

10

Intan (Diamond)

Setiap skala Mohs yang lebih tinggi dapat menggores mineral-mineral


dengan skala Mohs yang lebih rendah. Berdasarkan penentuan kwalitatif dari
kekerasan ternyata interval-interval pada skala mohs hampir bersamaan, kecuali
interval antara 9 dan 10.
Untuk pengukuran kekerasan ini dapat digunakan alat-alat yang
sederhana, seperti kuku jari dapat menggores mineral yang memiliki H < 2,5
sedangkan paku dapat menggores mineral yang memiliki H > 2,5, dan pisau
mengores mineral yang memiliki H > 5,5; mineral dengan H = 1 mempunyai
tekstur lemak bila diraba, H = 2 dapat digores dengan kuku, H = 3 dapat digores
dengan paku, H = 4 dapat digores; H = 5 agar sukar digores dan H = 6 ke atas
tidak dapat digores dengan memakai pisau, bahkan dapat mengores kaca.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

57

Gambar 2.14
Uji Kekerasan Mineral

2.6.5

Massa Jenis
Masa Jenis atau berat jenis relatif adalah angka yang menyatakan rasio

antara berat suatu zat dengan berat air pada suhu 4 oC yang memiliki volume
yang sama.
2.6.6

Kilap
Kilap merupakan pencerminan dari permukaan suatu mineral yang

memantulkan cahaya. Terdapat dua macam kilap yaitu :


1.

Kilap logam
Yang dicirikan :mineral agak opak sampai terang, sehingga memberikan
warna gores hitam atau gelap. Contoh mineralnya : galena, pirit, kalkopirit dll.
Pyrit

Hematit

Gambar 2.15
Mineral Kilap Logam

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2.

58

Kilap Non Logam.


Kilap bukan logam biasanya terlihat pada mineral-mineral yang mempunyai
warna-warna muda (light coloured), dan dapat meluluskan cahaya pada
bagian-bagian yang tipis dari mineral itu. Gores dari mineral itu biasanya tak
berwarna, atau berwarna muda.
Kilap bukan logam selanjutnya dapat dibeda-bedakan lagi sebagai berikut
a. Kilap intan (adamantine luster), kilap sangat cemerlang, biasanya pada
mineral yang memiliki indek bias tinggi. Contoh : serusit, anglesit.
Ruby

Zircon

Gambar 2.16
Mineral Kilap Intan

b. Kilap kaca (vitreous luster), kilap seperti pada pecahan kaca atau gelas,
contoh pada kuarsa, turmalin, dll.

Kalsit
Gambar 2.17
Mineral Kilap Kaca

c. Kilap damar (resineous luster), kilap seperti damar, misalnya pada sfalerit,
belerang dll

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

59

Damar
Gambar 2.18
Mineral Kilap Damar

d. Kilap lemak (greasy luster), kilap seperti lemak, seakan-akan terlapis oleh
lemak, misalnya pada nefelin dan batubara.

Chrysocolla

Batu Bara

Gambar 2.19
Mineral Kilap Lemak

e. Kilap mutiara (pearly luster), kilap seperti mutiara, biasanya terlihat pada
bidang-bidang belah dasar mineral (misalnya pada bidang belah dasar
mineral apofilin).Contohnya pada talk dll.

Barite

Talc

Gambar 2.20
Mineral Kilap Mutiara

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

f.

60

Kilap sutera (silky luster), kilap seperti sutera akibat pantulan sinar dari
serabut halus, biasanya terlihat pada mineral-mineral menyerat, misalnya
pada Gipsum, Malakhit, Serpentin.

Gypsum

Actinolite

Gambar 2.21
Mineral Kilap Sutera

g. Kilap tanah (early luster) atau kilap guram (dull), biasanya terlihat pada
mineral-mineral yang kempal (compact).

Chrysocolla
Gambar 2.22
Mineral Kilap Tanah

h. Kilap lilin (waxy luster). Kenampakkan kilap mineral seperti lilin yang
khas. Contohnya adalah serpentine dan cerargyrite.
Variscite

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

61

Gambar 2.23
Mineral Kilap Lilin

Dari tiap jenis kilap tersebut di atas dapat pula dibebankan intensitasnya,
dalam hal ini dipakai istilah-istilah sangat baik, baik atau tidak baik.
Pada umumnya, praktikan yang baru mempelajari mineral-mineral dapat
membedakan dengan mudah kedua kelompok jenis kilap yaitu kilap logam dan
kilap bukan logam. Namun, biasanya tidak dapat terlihat perbedaan-perbedaan
yang antara jenis-jenis kilap lainnya, padahal justru perbedaan-perbedaan itulah
sangat penting untuk usaha-usaha penentuan jenis sesuatu mineral. Maka
dianjurkan untuk menguasai benar-benar pengertian mengenai jenis-jenis kilap
sehingga dengan mudah dapat melihatnya pada mineral-mineral yang diteliti.
2.6.7

Warna
Warna merupakan sifat dasar mineral yang berhubungan dengan salah

satu unsur pembentuknya dan konstan.


2.6.8

Gores.
Gores (streak) adalah warna dari serbuk mineral. Ini akan terlihat dengan

menggoreskan mineral pada lempeng kasar (porselen) dan mengamati warna


goresan yang tertinggal.

Gambar 2.24
Goresan Mineral

2.6.9

Kemagnetan
Mineral yang tertarik magnet dikenal dengan feromagnetik, mineral yang

menolak magnet disebut diamagnetik.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

62

Selain sifat-sifat yang telah diterangkan di atas, masih ada beberapa sifat
seperti density, luminescence, sifat magnet, sifat listrik, sifat permukaan, radio
aktivity,tencity, elasticity dan lain-lain yang tidak dibahas dalam praktikum ini

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

63

Urutan Pendeskripsian Mineral


No

No.Mineral

Warna

Kilap

Kekerasan

Pecahan

Belahan

Ketahanan

Gores

Komposisi

Nama Mineral

Golongan

FOTO

SKETSA

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

64

BAB III
BATUAN BEKU

3.1

Genesa Batuan Beku


Batuan beku adalah batuan yang terbentuk akibat proses pendinginan

magma yaitu dengan turunnya temperatur di bawah temperatur magma sekitar


850 oC .
Dari hasil pembekuan tersebut, dimulai dari pembekuan lambat yang
akan menghasilkan tekstur pada batuan yang sangat kasar, diikuti dengan
pembekuan sedang yang menghasilkan tekstur kasar (tidak sekasar pembekuan
lambat), dan kemudian pembekuan cepat yang menghasilkan tekstur halus pada
batuan, serta proses pembekuan sangat cepat yang menghasilkan tekstur gelas
(amorf).
Magma adalah suatu larutan silikat pijar dengan temperatur berkisar
antara 1200 0C-1600 0C komposisi mineral yang beragam dan bertekanan tinggi,
mempunyai sifat mobilitas yang terus mengalir menuju permukaan bumi. Karena
perbedaan proses pendinginan magma tersebut, maka terbentuk berbagai jenis
batuan beku dari asam sampai dengan ultra basa.

Gambar 3.1
Lokasi Keterdapatan Batuan Beku

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


62

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

65

Gambar 3.2
Bentuk Tubuh Batuan Beku
Tabel 3.1
Pembagian Magma dan Komposisi Batuan Beku

SiO2 ( %)

<45

45 -52

52-57

57-63

Komposisi
atau
Persamaan
Kimia

Ultrabasa

Basa

basa ke
intermediate

intermediate

intermediate ke
asam atau
asam
silikat

Tipe Magma

ultramafic

Mafic

intermediate

intermediate ke
felsic
felsic

Nama Batuan
komatiite
Extrusive

Basalt

Nama Batuan
peridotite Gabbro
Intrusive

mafic ke
intermediate
basaltic
andesite
diorit

63-68

>68

andesite

dacite

rhyolite

diorit atau
quartz diorit

granodiorit

granite

Temperatur
Cairan
Kandungan
Mineral Mafic
Kandungan
Air
Mg/Fe
Ca/Na atau
Ca/K
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

66

Catatan :

1.

Tipe Magma merujuk pada warna dimana seiring dengan


meningkatnya kandungan SiO2 maka jenis batuan akan semakin asam
atau berwarna terang dan sebaliknya.

2.

Jenis batuan Asam dan basa, ketika menggunakan dalam konteks


ini, TIDAK

ADA hubungan dengan pH, melainkan berdasarkan

komposisi mineral yang terdapat pada Seri Bowen.


3.

Tabel ini tidak memuat keseluruhan jenis Batuan beku, tabel ini
merupakan petunjuk umum untuk menolong kita menentukan

nama

batuan dengan kandungan SiO2%.


Beberapa faktor yang mempengaruhi genesa atau keterjadian batuan

beku :
1.

Differensiasi Magma
Proses pembekuan mineral batuan beku pada bagian bawah dari tubuh
batuan beku yang terbentuk tampak disusun oleh mineral-mineral berukuran
kasar dan menunjukkan bentuk butir yang sempurna, disebabkan oleh
mineral-mineral yang terbentuk lebih awal dan semakin ke atas menjadi
halus, kejadian demikian ini (Gravity Setling) akan memperlihatkan struktur
perlapisan semu (Pseudostratification).Magma induk bersifat :
a.

Basal Olivin

: Basa Ultrabasa

b.

Basal Toleitik

: Basa Menengah

c.

Granit Granodiorit : Asam

2.

Asimilasi Magma
Proses pembauran / pencampuran magma induk dengan batuan samping
yang diterobosnya, dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a.

Batuan samping yang diterobosnya mudah hancur.

b.

Temperatur pembentukan batuan samping lebih kecil dari magma


induknya.

c.

Jika temperatur peleburan batuan samping lebih besar dari batuan


induknya, akan mengakibatkan terjadinya xenolit (batuan asing).

Xenolit yaitu fragmen asing yang terdapat di dalam batuan beku


akibat adanya efek pembakaran pada batuan yang diterobosnya.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.

67

Fraksinasi Magma
Yaitu proses pembauran dari sebagian magma yang terjadi selama proses
penghabluran berjalan sehingga dapat menghasilkan batuan beku yang
berbeda dari satu magma induk yang sama.

Gambar 3.3
Faktor Yang Mempengaruhi Genesa

3.2

Mineral Penyusun Batuan Beku


Mineral pembentuk batuan beku dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,

yaitu :
1.

Mineral Utama
Mineral Utama adalah mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma,
biasanya hadir dalam jumlah yang cukup banyak dan menentukan nama atau
sifat batuan.Contoh : kwarsa, plagioklas, ortoklas, olivin, piroksen, amfibol,
mika dan felspatoid.

2.

Mineral Tambahan
Mineral tambahan yaitu merupakan mineral hasil kristalisasi magma, tetapi
kehadirannya relatif sedikit (kurang dari 5%) dan tidak menentukan
nama/sifat batuan. Umumnya berbentuk mineral berat.Contoh : apatit, zirkon,
magnetit, hematit, rutil, dll

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

68

Gambar 3.4
Komposisi Mineral Utama pada Batuan Beku

3.

Mineral Sekunder
Mineral sekunder adalah mineral yang merupakan hasil ubahan dari mineralmineral primer, proses ubahan tersebut antara lain karena pelapukan,
sirkulasi larutan sisa magma karena metamorfosis.Contoh : klorit, kalsit,
serisit, kaolin, epidot, dll

3.3

Klasifikasi Batuan Beku


Klasifikasi batuan beku dapat dikelompokkan menurut beberapa unsur,

baik berdasarkan genesanya maupun komposisi fisiknya.


3.3.1

Klasifikasi Berdasarkan Genesa


Menurut genesanya, batuan beku dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1.

Batuan Beku Intrusif


Yaitu batuan beku yang terbentuk di bawah permukaan bumi, batuan jenis ini
biasanya membentuk kristal yang sempurna dan tekstur kristal kasar:granit,
granodiorit, syenit, diorit dan gabro. Kelompok ini sering disebut juga sebagai
batuan Plutonik.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2.

69

Batuan Beku Ekstrusif


Yaitu batuan beku yang terbentuk (membeku) di luar permukaan bumi,
batuan jenis ini umumnya bertekstur dan struktur yang halus dan berjejak
jejak pada permukaannya, seperti : basalt, andesit, diorit dan lain-lain.

3.3.2

Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisik


Menurut sifat fisiknya, batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 4

macam batuan beku, yaitu :


Tabel 3.2
Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Besar Butir, Mineral Dominan dan
Kandungan Kuarsa

TEKSTUR
KASAR

ASAM

INTERMEDIER

GRANIT
GRANODIORIT

SYENIT

ADAMELIT
RYOLIT

DIORIT

BASA

ULTRABASA

GABRO

MONZONIT
DASIT

TRACHIT

ANDESIT

BASALT

PERIDOTIT

HALUS
RYODASIT

TRACHIT ANDESIT

DUNIT (100%
OLIVIN)
ANORTIT(100%
ANORTIT
PIROXENIT
(100%PIROXEN)
HARZBUGIT
(100%
HORNBLENDA)

DIABAS

GELAS/
AMORF
MINERAL
DOMINAN

OBSIDIAN

BIOTIT

HORNBLENDA

PIROXEN

PLAGIOKLAS ASAM

PLAG. INTER

PLAG.BASA

PIROXEN

K. FELSD. = PLAG.
K. FELSDPAR >>
QUARTZ

35% - 10%

PLAGIOKLAS
10% - 2.5%

2.5% - 0%

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.4

Tekstur dan Struktur Batuan Beku

3.4.1

Tekstur Batuan Beku

70

Tekstur adalah sifat butiran (mineral) dan hubungan antar butir dalam
batuan. Tekstur pada batuan beku terbagi menjadi beberapa bagian dimana
bagian-bagian

tersebut

mempunyai

unsur-unsur

penyusun

yang

dapat

menunjukkan ciri dan sifat tertentu.


Tekstur batuan beku meliputi :
1.

Derajat

Kristalisasi,yaitu

perbandingan

antara

batuan yang kristalin dan nonkristalin (Amorf). Macam-macam kristalinitas


batuan adalah :
a.

Holokristalin; terdiri dari kristal seluruhnya

b.

Hypokristalin; terdiri dari kristal dan amorf

c.

Holohyalin; seluruhnya terdiri dari amorf (non kristalin).

Gambar 3.5
Derajat Kristalin Batuan Beku

2.

Besar Butir (kristal)


a.

Phaneric, butiran yang dapat dilihat secara mata telanjang. Terbagi


menjadi 3 macam, yaitu :

Kasar

: butir yang berukuran > 5 mm

Sedang

: butir yang berukuran 3 5 mm

Halus

: butir yang berukuran 1 3 mm

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

71

Gambar 3.6
Tekstur Batuan Beku

b. Afanitik (Aphanitic), butiran yang tidak terlihat secara jelas. Di mana


mempunyai ukuran butir < 1 mm (fine grain / Halus).
c. Mikrokristalin, butirannya sangat kecil hanya dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop.
d. Kriptokristalin,

ukuran

butirnya

lebih

halus

dibandingkan

dengan

mikrokristalin.
e. Amorf, butiran penyusunnya berupa gelas halus menyeluruh.
Ukuran besar butir berhubungan dengan cepat lambatnya pembekuan.
Umumnya batuan lelehan (extrusif) membeku cepat (berbutir sangat halus);
sedangkan lava termasuk batuan beku ekstrusif yang mengalir di permukaan,
oleh sebab itu lava menunjukkan struktur lubang-lubang gas (struktur
vesikuler) pada permukaan bagian luarnya. Jika lubang-lubang gas tersebut
terisi oleh mineral lain disebut sebagai struktur amigdaloid. Apabila
pembekuan tersebut berjalan sangat cepat, maka akan terbentuk gelas
(amorf), misalnya obsidian. Ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat,
sehingga larutan mineral tidak sempat menghablur.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.

72

Bentuk Kristal
Tidak semua batuan membentuk kristal yang sempurna. Pengamatan di
bawah mikroskop dapat membedakan bentukbentuk sebagai berikut :
a. Euhedral

: Bentuk kristal yang sempurna

b. Subhedral

: Sebagian sisi-sisi kristal tidak baik

c. Anhedral

: Bentuk sisi-sisi kristal tak baik

Bentuk-bentuk ini juga dipengaruhi oleh pengubahan (alterasi) menjadi


mineral lain.

Gambar 3.7
Bentuk Kristal

4.

Hubungan Antar Butir


Yang dimaksud butiran di sini adalah bentuk-bentuk kristal dari mineral
pembentuk batuan beku. Hubungan butir pada batuan beku dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu :
a. Equigranular : Butiran yang mempunyai ukuran yang seragam
b. Inequigranular : Butiran yang mempunyai ukuran tidak seragam

Gambar 3.8
a. Equigranular ; b. Inequigranular

Pada ukuran butir yang tidak seragam, dikenal tekstur-tekstur :


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

73

a. Porfiritik (Porphyritic)
Yaitu tekstur yang memperlihatkan adanya butiran yang besar (fenokris),
berada di dalam masa dasar (matrix) yang lebih halus.
b. Vitrofirik
Yaitu tekstur yang hampir sama dengan Porfiritik, tetapi masa dasarnya
berupa gelas (amorf)
5.

Kemas /Fabric
Yaitu suatu keseragaman bentuk butir dari pada hubungan butir, kemas/fabric
ini hanya dapat digunakan untuk batuan yang bertekstur equigranular
(butirannya relatif berukuran sama). Macam-macam kemas adalah :
a. Panidiomophic Granular yaitu kalau seluruhnya terdiri dari kristal-kristal

yang subhedral (dominan).


b. Hypiodiomorfic Granular yaitu terdiri dari kristal-kristal yang euhedral

(dominan).
c.

Allotriomorfic Granular yaitu terdiri dari kristal-kristal yang anhedral


(dominan).

Tekstur khusus pada batuan beku dikenal beberapa istilah yaitu :


a. Pumice yaitu tekstur batuan beku yang tersusun oleh vesikuler yang
sangat intensif
b. Skoria yaitu tekstrur batuan beku sebagai pengembangan dari tekstur
vesikuler intensif dengan serat yang sangat kasar.
c. Sferolitik yaitu tesktur dari tubuh batuan yang berbentuk sferik dari
mineral-mineral sferik.
d. Grafit yaitu tekstur yang terbentuk dari intergrowth antara kuarsa dan
granit.

Gambar 3.9
Tekstur Khusus Batuan Beku

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

74

Berdasarkan tekstur maka dapat kita bisa membuat diagram penentuan


deskripsi batuan beku
3.4.2

Struktur Batuan Beku


Struktur adalah gambaran bentuk arsitektur dan hubungan dari keadaan

tekstur di dalam batuan. Pada batuan beku dikenal beberapa struktur batuan
yang khas, tidak ditemui pada batuan lain, seperti :
1. Struktur Vesikuler

Yaitu struktur batuan beku yang berupa pori-pori batuan bekas keluarnya gas
pada saat proses pendinginan magma.

Foto 3.10
Basalt Vesikuler
2. Struktur Amigdaloidal

Yaitu struktur batuan beku yang hampir sama dengan vesikuler tetapi poripori batuan diisi oleh mineral sekunder.

Foto 3.11
Basalt Amigdaloidal
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

75

3. Struktur kekar

a. Sheeting Joint yaitu struktur kekar di mana pengkekarannya searah


dengan arah aliran lava hasil erupsi gunungapi.

Foto 3.12
Sheeting Joint

b. Columnar Joint yaitu struktur kekar yang berupa kolom-kolom atau tiangtiang tegak hipabisal berupa sill.

Foto 3.13
Columnar Joint
4. Pseudostratification (Perlapisan Semu)

Yaitu struktur batuan beku akibat proses gravity settling mineral yang
terbentuk lebih awal lebih besar dan cenderung berada pada bagian bawah
dari batuan beku.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

76

5. Pillow Structure

Yaitu struktur batuan beku pada lava yang terbentuk di bawah permukaan
laut.

Foto 3.14
Pillow Structure

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.5

77

Deskripsi Batuan Beku


Dalam langkah pendeskripsian batuan beku, untuk dapat menetukan

jenis dari pada batuan beku tersebut kita harus memperhatikan beberapa hal,
seperti :
Contoh Deskripsi batuan beku
1. Nomor

Batuan

: LG/BB/001/2016

2. Warna Batuan

: Hitam

3. Tekstur Batuan

4. Derajat Kristalisasi

: Holohyalin

5. Kemas

:-

6. Hubungan Antar Butir

: Equigranular

7. Granularitas

: Apanitik

8. Tekstur Khusus

:-

9. Struktur

: Massive

10. Genesa

: Ekstrusif

11. Komposisi Mineral

: Piroksen dan Plagioklas

12. Jenis Batuan

: Beku Basa

13. Nama Batuan

: Basalt

14. Foto Sampel Batuan

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

78

Gambar 3.3
Flow Chart Identifikasi Batuan Beku BerdasarkanTekstur dan Warna

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

79

Gambar 3.4
Flow Chart Identifikasi Batuan Beku Phaneritic Berdasarkan Komposisi Mineral

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

80

BAB IV
BATUAN SEDIMEN

4.1

Genesa Batuan Sedimen


Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk dari bahan yang pernah

lepas dan bahan terlarut hasil dari proses mekanis dan kimia dari batuan yang
telah ada sebelumnya.
Proses yang terlibat disini mencakup penghancuran batuan oleh
pelapukan dan erosi atau hasil keduanya, dan pengangkutan hasil tersebut ke
tempat dimana diendapkan. Endapan tersebut kemudian terubah oleh proses
kompaksi, sementasi menjadi batuan yang padat.
4.1.1

Proses Yang Mempengaruhi Pembentukan Batuan Sedimen


Dalam proses pembentukan batuan sedimen di alam dapat dipengaruhi

oleh beberapa hal, antara lain :


1. Proses Pelapukan
Proses yang mempengaruhi pembentukan batuan sedimen dari segi kimiawi
dan mekanik.
a.

Segi Kimiawi

Proses pelarutan, proses penghancuran oleh reaksi kimia dengan air.

Proses dehidrasi yaitu Proses pelepasan molekul air pada mineral,


seperti penghilangan air dari limonit (dehidrasi) menghasilkan
hematit.

Proses karbonisasi yaitu proses pembentukan mineral karbonat yang


kaya akan kandungan kalsium.

b.

Segi Mekanik

Pemecahan / pemisahan bahan-bahan batuan asal akibat tingkat


perbedaan suhu yang cukup tinggi antara 0-50 C.

Proses pelapukan ini dikontrol oleh radiasi matahari dengan curah


hujan yang sangat rendah.

2. Proses Pengangkutan
Seberapa

jauh

bahan-bahan

atau

material-material

ditransportasikan,

tercermin dari bentuk dan ukuran butir serta kehadiran mineral-mineral yang
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

78

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

81

stabil, tak stabil dan campuran keduanya. Komposisi mineral yang menyusun
batuan sedimen yaitu:
a. Mineral tak stabil menunjukkan bahwa material sedimentasi sangat dekat
dari sumbernya (batuan asal).
b. Jika tersusun oleh campuran mineral stabil dan mineral tak stabil,
berindikasi bahwa material yang terangkut belum terlalu jauh dari
sumbernya.
c. Didominasi mineral stabil, mengindikasikan bahwa bahan-bahan tersebut
terangkutsebelum diendapkan / transportasi cukup jauh.
3. Proses Pengendapan
Beberapa hal yang terdapat dalam proses pengendapan yaitu antara lain:
a. Proses pemadatan oleh gaya gravitasi
b. Proses pembatuan akibat penekanan yang kontinu, kadar air yang ada di
dalam bahan tersebut keluar dari batuan sehingga terbentuk rongga pori
kecil.
c. Proses diagenesa yang diikuti penghabluran kembali sebagian material
asal (Allogenik) menjadi mineral baru (Autigenik), jika berlangsung
kontinu terbentuk batuan sedimen dan batuan malihan.
Beberapa tempat pengendapan batuan sedimen, yaitu :
a. Lingkungan Laut / Marine, ada 3 tempat pengendapan yaitu ;

Laut Dalam

Laut Dangkal

Laut Transisi (Pantai)

b. Lingkungan Darat

Danau

Sungai

Rawa (Swamp)

Gurun

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

82

Gambar 4.1
Lingkungan Pengendapan (Sedimentary Deposits Environment)

4.2

Mineral Penyusun Batuan Sedimen


Mineral penyusun batuan sedimen hampir sama dengan mineral-mineral

penyusun batuan beku. Hal ini disebabkan oleh karena tidak semua mineral yang
terdapat pada batuan beku terubah susunan kimianya, sehingga mineral itu tetap
bertahan sampai terselesaikannya kegiatan pengendapan (sedimentasi) pada
batuan. Mineral-mineral yang bertahan dan baru itu adalah sebagai berikut :
1.

Mineral Kuarsa
Merupakan

mineral

penting

dalam

batuan

sedimen,

kadang-kadang

membentuk 90 % dalam batupasir (batupasir kuarsa). Juga penting dalam


batulanau (silt) dan serpih (shale). Kuarsa dapat terjadi dari mineral detritus,
tetapi juga dapat terbentuk oleh mineral autigen.
2.

Mineral Felspar
Merupakan mineral penting dalam batuan beku, tetapi kurang jumlahnya jika
dibandingkan dengan kuarsa dalam batuan sedimen. Banyak terdapat dalam
batuan sedimen sebagai komponen detritus (dalam batupasir); sebagai
mineral autigen dalam silt dan serpih, sedikit dalam gamping.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

3.

83

Mineral Mika
Mineral mika (biotit dan muskovit), terdapat dalam batuan sedimen sebagai
klastika atau autigen. Biotit karena kurang stabil dari muskovit, maka jarang
diketemukan dalam batuan sedimen, umumnya lapuk menjadi klorit kadangkadang menjadi glaukonit.

4.

Mineral Berat
Terdapat dalam jumlah kecil dalam batuan asalnya (zircon, garnet, topaz,
rutil, magnetit, dan lain-lain). Mineral-mineral ini sebagian dapat tahan
terhadap penghancuran pelapukan, abrasi atau proses pelarutan.

5.

Mineral Lempung
Merupakan silikat alumina Hidrated, berbutir halus (kurang dari 0,005 mm).
Dapat terbentuk sebagai lempung residu oleh dekomposisi mineral asal,
tetapi juga ditransportasikan dan diendapkan sebagai sedimen.

6.

Oksida besi dan alumina


Merupakan hasil pelapukan dari limonite (merupakan hasil pengerasan gel
berbentuk amorf, isotrop dan bentuk ginjal, bitroidal atau bentuk colloform
yang lain), hematite dan magnetite (terdapat dalam berbagai bentuk, kompak,
columnar atau seperti tanah), bauxite (pizolites, kongkresi, amorf), serta
gibstit (berlembar halus, kongkresi sering terdapat dalam tubuh tanah atau
laterit sebagai hasil pelapukan daerah tropis).

7.

Mineral-mineral Karbonat
Mineral yang lazim sebagai endapan langsung adalah karbonat, di antaranya
kalsit, dan dolomit. Kalsit dalam batugamping dapat berbentuk sebagai
fragmen atau sebagai semen. Dolomit agak sukar dibedakan dengan kalsit,
yang merupakan Replacement dari kalsit.

8.

Mineral Silika
Dapat berbentuk kuarsa, kalsedon atau opal. Kuarsa yang diendapkan
secara kimia dalam batuan sedimen adalah kuarsa yang bertemperatur
rendah. Kalsedon dominan dalam rijang, berbentuk serabut dengan susunan
atom dari kuarsa. Opal mula-mula merupakan silika amorf.

9.

Mineral Silikat
Hanya sedikit yang terbentuk karena pengendapan, kebanyakan terdapat
dalam batuan sedimen sebagai residu atau hasil pelapukan. Kedua-duanya
ditransportasikan dan diendapkan secara mekanis. Silikat juga terbentuk
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

84

dalam batuan sedimen setelah pengendapan, misalnya felspar autigen, mika


dan klorit.
10 Lain-lain, mineral-mineral lain yang mungkin terdapat dalam sedimen adalah
fosfat, sulfida dan halida. Mineral fosfat yang lazim adalah bersifat amorf,
masif, oolitis, koloform, atau replacment dari kerang, tulang dan sebagainya.
Tabel 4.1
Mineral Dominan yang Terdapat Batuan Sedimen

Mika

Felsfar

Felsfar

4.3

Penggolongan Batuan Sedimen

4.3.1

Berdasarkan Proses Pembentukannya.

Fragmen

Fragmen

Secara umum batuan sedimen dibagi atas 2 jenis batuan, yaitu:

Calsit

1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik yaitu batuan yang berasal dari proses alamiah, yang
disebabkan oleh proses-proses seperti :
a.

Proses Pelapukan, berdasarkan sifatnya terbagi menjadi 2 yaitu :


Pelapukan Mekanis
Pelapukan Kimiawi

b.

Proses Pengangkutan

c.

Proses Pengendapan

Batubara
Sisa Tumbuhan

Gamping Berfosil

Gamping Lithografic

Dolomit

Batugaram
Halit

Dolomit

Gipsum
Gipsum

Butiran
Menyudut

Chert

Greywacke

Butiran
Membundar

Breksi

Lanau

Lempung

Bioklastik

Kasar Dari Pasir >4mm

Komposisi Mineral

Kuarsa

Nonklastik

Konglomerat

Abu-abu
atau
Hijau
Pasir Kuarsa

Agak
Halus

Arkose

Halus

Lempung

Halus dari pasir Ukuran Pasir 1/16 <1/16mm


4 mm

Nama Batuan

Tekstur

Klastik

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

85

2. Batuan Sedimen Nonklastik

Yaitu batuan sedimen yang terbentuk oleh proses-proses penghabluran dari


suatu larutan yang jenuh akan kandungan kimia tertentu akibat suatu hasil
penguapan, proses penggantian serta endapan biokimia. Proses yang
mengontrol :
a. Adanya reaksi-reaksi kimiawi yang berlangsung
b. Penghabluran dari larutan jenuh, misal kadar garam tinggi pada suatu
danau.
c. Oleh proses biokimia yang disebabkan oleh aktivitas organisme yang ada
pengendapan / pembentukan batuan sedimen organik.
4.3.2

Penggolongan Batuan Sedimen Berdasarkan Genesanya

Detritus Halus

Detritus Kasar

Lanau Serpih
Napal Lempung

Sedimen Mekanis

Oolit

Breksi
Konglomerat
Batupasir

Bioklastik
Karbonat

Gamping Kristalin

Gamping Terumbu

Sedimen Kimiawi

Golongan Evaporit
Halit
Gypsum
Anhidrit

Sedimen Organik

Golongan Silika
Rijang
Diatomae
Oker

Golongan Batubara
Gambut
Lignit
Antrasit

Gambar 4.2
Klasifikasi Batuan Sedimen

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

86

Tabel 4.2
Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Ukuran Butirnya Menurut Wenworth,
Bentuk Butir, serta Tingkat Diagenesanya

Diameter
mm

Bongkah

64

Berangkal

Kerakal

Kerikil

1/256

Gravel

256

1
0.5
0.25
0.125
0.0625
0.00395

Ukuran butiran dan nama Tipe sedimen


batuan
klastik

Partikel

Pasir sangat kasar


Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Pasir sangat halus
Lanau

Rudesius
(Rudit)

Psefitik
(Psefit)

Konglomerat atau
Breksi

Arenasius
(Arenit)

Psammitik
(Psammit)

Batupasir

Batulanau
Argillasius
(Argillit atau Pelitik (Pelit)
latit)

Lempung

4.4

Tekstur dan Struktur Batuan Sedimen

4.4.1

Tekstur Batuan Sedimen

Batulempung

Pada batuan sedimen tekstur yang dapat dipelajari terutama pada batuan
sedimen detritus adalah :
1.

Besar Butir (Grain Size)


Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen) batuan. Skala pembatas
yang dipakai adalah Skala WentWorth.

2.

Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah tingkat keseragaman besar butir. Istilah yang dipakai
adalah :

3.

a. Terpilah Baik

: Besar butirnya sama

b. Terpilah Buruk

: Besar butirnya tidak sama


Kebulatan (Roundness)

Kebulatan adalah tingkat kelengkungan dari setiap butiran / fragmen batuan.


Istilah yang dipakai adalah :
a. Membundar Baik (Well Rounded)
b. Membundar (Rounded)
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

87

c. Membundar tanggung (Sub Rounded)


d. Menyudut tanggung (Sub Angular)
e. Menyudut (Angular)
4.

Kemas (Fabric)
Kemas adalah sifat hubungan antar butir, kesatuannya di dalam satu masa
dasar atau di antara semennya. Istilah yang digunakan yaitu :
a. Terbuka : yaitu digunakan untuk butiran yang tidak saling bersentuhan.
b. Tertutup : yaitu digunakan untuk butiran yang saling bersentuhan.

Gambar 4.3
Tekstur Batuan Sedimen

5.

Porositas
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

88

Porositas adalah tingkat kesarangan batuan terhadap fluida. Ada 3 jenis


porositas:
a. Porositas Baik (Good)

Daya serapnya lambat dan sanggup


menyarangkan fluida

b. Porositas Sedang (Fair)

Daya serapnya biasa saja

c. Porositas Buruk (Poor)

Daya

serapnya

jelek

dan

sedikit

menyarangkan fluida
6.

Kekompakan
Yaitu menunjukkan sifat fisik dari batuan. Khususnya pada batuan sedimen
akan membantu di dalam deskripsi. Beberapa hal seperti istilah yang dikenal
sehubungan dengan kekompakan batuan antara lain:
a. Padat

: Apabila tidak terdapat rekahan-rekahan atau bubukbubuk pasir bila kita memegangnya.

b. Lunak

: Apabila

dipegang

tertinggal

serbuk-serbuknya

di

tangan.
c. Mudah hancur : Apabila pada permukaan batuannya terdapat rekahanrekahan hasil pengambilan dari batuan asalnya.
7.

Semen dan Masa Dasar


a.

Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Semen terbentuk pada


saat pembentukan batuan, dapat berupa; silika, karbonat, oksida besi
atau mineral lempung.

b.

Masa Dasar (Matrik) adalah masa di mana butiran / fragmen berada


dalam satu kesatuan. Masa dasar terbentuk bersama fragmen pada saat
sedimentasi, dapat berupa bahan semen atau butiran yang lebih halus.

4.4.2

Struktur Batuan Sedimen


Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer, yaitu struktur yang

terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Beberapa


struktur sedimentasi hanya teramati pada satu atau beberapa satuan perlapisan :
1.

Perlapisan
Perlapisan dapat ditunjukan oleh perbedaan besar butir atau warna dari
bahan penyusunya. Perlapisan beragam dari sangat tipis (laminasi) sampai
tebal.

2.

Perlapisan Bersusun (Graded Bedding)


Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

89

Merupakan susunan perlapisan dari butir yang kasar berangsur menjadi


halus pada satu satuan perlapisan. Struktur ini dapat dipakai sebagai
petunjuk, umumnya butir yang kasar merupakan bagian bawah (bottom) dari
lapisan dan yang halus bagian atas (top).
3.

Perlapisan Silang Siur (Cross Bedding)


Merupakan bentuk lapisan yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan
berikutnya yang berlainan sudutnya. Lapisan ini terutama terdapat pada
batupasir.

4.

Gelembur gelombang (Current Ripple)


Bentuk perlapisan bergelombang, seperti berkerut dalam satu lapisan.

No.

Struktur Batuan
Sedimen

No.

Struktur Batuan
Sedimen

Perlapisan

Cross Bedding

Graded Bedding

Current Ripple

Picture

Picture

Foto 4.1
Struktur Batuan Sedimen

4.5

Deskripsi Batuan Sedimen

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

90

Dalam mempelajari batuan sedimen yang paling mudah yaitu dengan


cara mendeskripsi batuan tersebut, pendeskripsian dilihat dari tekstur dan
struktur batuan sedimen yang terlihat oleh mata secara langsung.
Contoh Deskripsi Batuan Sedimen :

1. No. Batuan

: LG/BS/075/2016

2. Warna Batuan

: Kuning Kemerah-merahan

3. Tekstur

Ukuran Butir

:-

Bentuk Butir

:-

Porositas

: Baik

Pemilahan

: Buruk

Kekompakkan

: Padat

Kemas

: Tertutup

Semen

: Karbonat

Matrik

:-

Sifat Butir

: Kristalin

Reaksi Hcl

: Bereaksi

4. Struktur Batuan

: Jejak

5. Jenis Batuan

: Sedimen Nonklastik

6. Genesa Batuan

: Kimiawi

7. Nama Batuan

: Batugamping

8. Sketsa Gambar Batuan 3 D

3 Cm

6 Cm

1 Cm

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

91

Gambar 4.4
Chart Dasar untuk Batuan Sedimen

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

92

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

BAB V
BATUAN METAMORF

Metamorfosa adalah suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan


tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya. Proses metamorfosa merupakan
suatu proses isokimia dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia.
Temperatur terjadinya berkisar antara 200

800

C. Proses

metamorfosa berjalan tanpa melalui fasa cair. Akibat metamorfosa batuan keluar
dari keseimbangan lama dan memasuki keseimbangan yang baru. Dalam
metamorfosa yang berubah adalah tekstur dan asosiasi mineral, sedangkan
yang tetap adalah komposisi kimia padat (tanpa melalui fasa cair). Tekstur
batuan metamorf selalu merefleksikan sejarah pembentukannya. Ditinjau dari
perubahan P & T, dikenal ; (a) progressive metamorphisme adalah perubahan
dari P & T rendah ke P & T tinggi, dan (b) Retrogressive metamorphisme adalah
perubahan dari P & T tinggi ke P & T rendah.
Kondisi fisik yang mengontrol proses metamorfosa / rekristalisasi dan
tekstur mineral :
1.

Tekanan : tekanan terbagi menjadi 2, yakni tekanan hidrostatis dan


tekanan searah (Stress). Berdasarkan dua hal ini maka dikenal 2 kelompok
mineral, yaitu :

Stress mineral

yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap

tekanan, contoh : staurolit dan kianit.

Anti Stress mineral

yaitu

mineral-mineral

yang

tidak

sering dijumpai pada batuan yang mengalami stress, contoh : olivin dan
andalusit.
2. Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif dari
pada perubahan tekanan dalam hal pengaruh bagi perubahan mineralogi.

5.1 Genesa Batuan Metamorf


Batuan metamorf terjadi disebabkan oleh perubahan temperatur (T),
tekanan (P) atau perubahan kedua faktor tersebut (P & T) akibat adanya gaya
geologi sehingga terjadi perubahan susunan mineral, perubahan kristal,
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung
90

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

93

perubahan tekstur dan struktur batuan dari batuan asal (Batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf) menjadi batuan pada kondisi yang baru.
Dengan kata lain, batuan metamorf merupakan batuan hasil ubahan dari
batuan yang sebelumnya sudah terbentuk dipermukaan bumi, mengalami radiasi
dari suhu dan tekanan yang sangat tinggi.

Gambar 5.1
Keterjadian Batuan Metamorf

5.2 Mineral Penyusun Batuan Metamorf


Mineral penyusun pada batuan metamorf mempunyai komposisi hampir
sama dengan komposisi pada batuan asalnya (mineral batuan beku dan batuan
sedimen), mineral-mineral tersebut, seperti :
1.
2.
3.
4.

Kuarsa
Albit
Ortoklas
Biotit
Selain mineral-mineral

5.
6.
7.

Hornblenda
Kalsit
Dolomit

tersebut di atas, pada batuan metamorf ditemukan

juga mineral-mineral khusus yang hanya dimiliki oleh batuan metamorf, seperti :
1.
2.
3.
4.
5.

Silimanit ( Regional )
Kyanit ( Regional )
Andalusit ( Regional )
Garnet ( Thermal )
Staurolit ( Regional )

7. Clhorite ( Kimiawi )
8. Talk ( Regional )
9. Korundum ( Thermal )
10. Grafit ( Regional dan Thermal )
11. Wollastonit ( Thermal dan Kimiawi )

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

94

6. Epidot ( Kimiawi )

Gambar 5.2
Mineral Khas Batuan Metamorf

5.3 Klasifikasi Batuan Metamorfosa


Secara umum batuan metamorf diklasifikasikan menjadi 2 jenis,yaitu :
1. Metamorf Lokal, ada 2 macam :
a.

Kontak Thermal dengan temperatur tinggi yang dipengaruhi oleh


faktor-faktor sebagai berikut :

Komposisi magma

Batuan samping yang intrusi

b.

Masif sebagai penghantar panas

Retakan merupakan difusi panas yang sangat mudah terjadi


Sifat kimia batuan yang diintrusi terhadap panas
Kataklastik

Penggerusan secara mekanik disebabkan oleh faktor penekanan secara


kompresional baik tegak atau mendatar.
2.

Metamorf Regional, ada 2 macam :

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

a.

Metamorf

Dinamo

Thermal

95

dengan

temperatur dan tekanan yang tinggi dimana berkaitan dengan faktorfaktor :

Aktivitas orogenesa atau proses pembentukan pegunungan


lipatan dan proses gunung api.

Gambar 5.3
Metamorfisme Borrovian

b.

Metamorf Beban yang dipengaruhi oleh


proses pembebanan dari suatu massa sedimentasi yang sangat tebal
pada suatu cekungan yang sangat luas (cekungan geosinklin).
Batuan metamorf berdasarkan perubahan sifat fisik dapat diklasifikasikan

menjadi 3 macam, yaitu :

1. Batuan Metamorf Thermal yaitu batuan yang mengalami metamorfosis


disebabkan oleh pengaruh temperatur ( T ) yang lebih dominan daripada
tekanan ( P ) dengan temperatur antara 400C 800C. Contoh : Hornfels.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

96

Gambar 5.4
Metamorfisme Kontak

2. Metamorf Dynamo yaitu batuan yang mengalami metamorfosis disebabkan


oleh pengaruh tekanan ( P ) yang lebih dominan daripada temperatur ( T ).
Contoh : gneiss.

3. Batuan Metamorf regional yaitu batuan mengalami metamorfpsis disebabkan


oleh pengaruh tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) dimana kedua-duanya
sangat dominan terhadap kejadian batuan tersebut. Contoh : Batu sekis
mika.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

97

Tabel 5.1
Klasifikasi Batuan Metamorf Menurut La Hee

A. Struktur Paralel ( yang sering nampak nyata )


Mineral Penyusun
1. Silikat dan Kwarsa

Contoh Batuan Metamorf


Gneiss
Schist (mika,shlorit,hornblenda,talk,dll).
Slate
Phyllite
2. Hematit dan Kwarsa
Itabarit
3. Carbonat
Marmer
Dolomit
4. Carbon
Gravit
B. Struktur Masif (kadang-kadang nampak sedikit paralel)
Mineral Penyusun
Contoh Batuan Metamorf
1. Kwarsa dan silikat
Kwarsit
Hornfels
Serpentin
Sorpentin
Soap stone
Dll, hasil dari metamorfhose
2. Carbonat
Marmer
Dolomit
3. Magnetit, Kwarsa, dll
Batuan Magnetit

5.4 Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf


5.4.1

Tekstur Batuan Metamorf


Didalam membahas mengenai tekstur pada batuan metamorf dikenal

berbagai macam istilah, yaitu :


1.

Lepidoblastik
Memeperlihatkan orientasi yang dibentuk oleh kesejajaran mineral-mineral
pipih, seperti : mika dan klorit.

2.

Nematoblastik
Memperlihatkan orientasi yang dibentuk oleh kesejajaran mineral-mineral
tabular, prismatik, meniang dan lain-lain, seperti : Sillimanit Piroksen, Amfibol
dan lain-lain.

3.

Granoblastik
Memperlihatkan susunan yang terdiri dari mineral berbutir dengan dimensi
yang sama (Equidimentional).

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

98

Tabel 5.2
Ciri-ciri Batuan Metamorf Menurut Emmons, Cs
FOLIASI BANDED (BERJALUR) ATAU DAPAT
DIBELAH

NAMA BATUAN

A. Berkristal Kasar / Besar


1. Mengandung Feldsfar
2. Mengandung Karbonat
3. Mengandung Mika, Hornblenda, Talk Chlorit
(terdapat granit, Staurolit, Kyanit dan Andalusit
4. Graphitik
5. Silikat dan Karbonat

Gneis (Granit Gneis)


Marmer
Schist
Graphitik Sekis, Graphit
Banded Contact Rock (Batuan Kontak
Berjalur)

B. Padat atau Amorf


1. Dengan bidang yang plat (datar)
2. Carbonaceous
3. Berwarna Gelap dan dapat dibelah
NON FOLIASI, MASIF, HOMOGEN, TAK DAPAT
DIBELAH

Slate, Phyllite
Antrasit, Grafit Graphitic Slate
Graywacke, Graywackeslate
NAMA BATUAN

A. Berbutir Kasar
1. Bagian besar silikat yang mengandung air,
biasanya (greenish)
2. Siliceous, berasal dari butiran - butiran pasir
yang lebih kurang dapat dilihat
3. Calcareous atau dolomite
4. Campuran batuan kalsit, dolomite
5. Hornblendic
6. Kwarsa dan mika
7. Campuran silika, carbonat dan oro
B. Padat
1. Silikat greenish yang mengandung air
2. Silliceous
3. Calcareous atau dolomite
4. Carbonaceous
5. Sercitic
6. Macam-macam mineral, berbutir seperti lebih
kurang nampak seperti vitreous yang tidak
terbakar

Serpentin, Soapstone atau steatite


(talkcose), greenstone (chloritic) Prophylite
(hydrotermal)
Kwarsit
Marmer
Ophycalcite, Verb Antique
Amphybolite
Greisen
Tactite, batuan kontak marmer (yang tidak
murni)
Serpentin, soapstone steatite, greenstone
Kwarsit, Novaculite, graywacke
Kapur kristalin, marmer berbutir halus
Antrasit,bahan bakar yang alamiah (jarang)
Batuan sericit
Hornfelsic

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

99

Gambar 5.5
Tekstur Batuan Metamorf

Dari 3 bentuk umum tekstur yang ada pada batuan metamorf, dapat
dikelompokkan menjadi 2 tekstur, yaitu :
1. Heteroblastik
Suatu tekstur batuan metamorf yang memperlihatkan lebih dari satu macam
bentuk tekstur metamorf.
2. Homeoblastik
Suatu tekstur batuan metamorf yang memperlihatkan satu macam bentuk
tekstur metamorf.
5.4.2

Tekstur Khusus
Pada batuan metamorf tidak hanya tekstur umum yang ada, tetapi

memiliki tekstur khusus pada batuannya :


1. Porfiroblastik
Tekstur yang mempunyai bentuk yang hampir sama dengan tekstur porfiritik
pada batuan beku. Memperlihatkan adanya butir kristal yang besar
(Porfiroblast) di dalam masa dasar yang terdiri dari kristal kristal yang lebih
halus.

2. Blastoporfiritik
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

100

Hampir sama dengan porfiroblastik dengan perbedaan terletak pada


kejadiannya. Blastoporfiritik berarti merupakan tekstur sisa dari batuan
sebelumnya.
3. Idioblast
Suatu tekstur khusus untuk batuan yang mempunyai butiran kristal euhedral
yang terbentuk karena proses metamorfosa.
4. Xenoblast
Suatu tekstur khusus untuk batuan yang mempunyai butiran kristal anhedral
yang terbentuk karena proses metamorfosa.
5. Sub-Idioblast
Suatu tekstur khusus untuk batuan yang mempunyai butiran kristal subhedral
yang terbentuk karena proses metamorfosa.
5.4.3 Struktur Batuan Metamorf
Struktur pada batuan metamorf secara umum dibagi menjadi 2 macam
struktur, yaitu :

1. Foliasi

: Yaitu struktur paralel yang timbul oleh mineral-mineral pipih


sebagai akibat proses dari metamorfisme. Foliasi ini bisa
diperlihatkan

oleh

mineral-mineral

prismatik

yang

menunjukkan orientasi tertentu.

Gambar 5.6
Struktur Foliasi

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

2. NonFoliasi : yaitu

struktur

equidimensional,

yang

dibentuk

oleh

mineral

101

yang

terdiri dari butiran-butiran (granular) yang

dapat dijumpai pada batuan metamorf hornfels dihasilkan oleh


metamorfosa thermal.

Gambar 5.7
Struktur Non Foliasi

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

102

5.5 Contoh Pendeskripsian Batuan Metamorf


1. Nomor Batuan

: LG/BM/67/LG/2016

2. Warna Batuan

: Hitam kecoklatan agak merah

3. Tekstur Batuan

: Homeoblastik (Lepidoblastik)

4. Struktur Batuan

: NonFoliasi

5. Komposisi

: Ortoklas, Plagioklas, Kuarsa dan Muskovit

6. Proses Metamorfisme

: Metamorf Thermal

7. Nama Batuan

: Batu Tanduk

8. Sketsa Gambar

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

103

Gambar 5.8
Identifikasi untuk Struktur Metamorf Granular
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

104

Gambar 5.9
Identifikasi untuk Struktur Metamorf Foliasi
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

105

BAB VI
BATUAN PIROKLASTIK

Batuan Piroklastik yaitu batuan yang terbentuk dari hasil ledakan


gunungapi akibat adanya gaya energi geothermal dari dalam bumi. Batuan
piroklastik ini belum mengalami proses pengangkutan oleh medium apapun, jadi
batuan ini membeku di atas udara pada saat terjadinya letusan pada gunungapi
yang masih aktif.
Lain halnya dengan batuan epiklastik, yaitu batuan yang sudah
mengalami

pengangkutan

(transportasi)

yang

mengakibatkan

terjadinya

pengikisan pada batuan oleh medium (air dan angin) yang membawanya. Batuan
epiklastik ini biasanya terdapat pada tempat-tempat yang rendah seperti lembahlembah, sungai-sungai, danau-danau ataupun laut.

6.1 Genesa Batuan Piroklastik


Proses pembentukan batuan piroklastik diawali dengan meletusnya
gunungapi, mengeluarkan magma dari dalam bumi diakibatkan dari energi yang
sangat besar yaitu gaya endogen dari pusat bumi. Magma yang dikeluarkan oleh
gunung itu terhempas ke udara, sehingga magma tersebut membeku dan
membentuk gumpalan yang mengeras (yang kemudian disebut batu). Gumpalan
tersebut memiliki struktur dan tekstur yang tertentu pula. Sedangkan batu-batu
tadi yang telah mengalami proses pengangkutan (transportasi) oleh angin dan
air, maka batuan tersebut disebut dengan batuan epiklastik.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


103

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

106

Gambar 6.1
Genesa Batuan Piroklastik

Batuan epiklastik ini banyak terdapat di daerah-daerah yang rendah,


disebabkan oleh medium yang membawanya ke tempat-tempat yang rendah di
sekitar gunung tersebut. Tempat-tempat rendah itu seperti di sungai, danau, laut
dan lembah-lembah pegunungan.
Mekanisme pengendapan pada batuan piroklastik yaitu ada 2 macam
mekanisme pengendapan, yaitu :
1.

Fall Deposit
Endapan piroklastik yang dibentuk oleh jatuhan material halus yang terbawa
oleh angin.

2.

Flow Deposit
Endapan piroklastik yang diangkut oleh media air di mana terjadi
pencampuran dari segala macam ukuran butiran.
Ciri-ciri batuan piroklastik dan batuan epiklastik, yaitu :
a.

Batuan Piroklastik

Tekstur

Menyudut sampai menyudut tanggung

Tingkat keseragaman butir penyusun sama

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

b.

Komposisi

Material stabil dan tidak stabil

Murni disusun oleh bahan-bahan dari letusan gunungapi

Batuan Epiklastik

Tekstur

Bentuk butir membulat sampai membulat tanggung

Ukuran butir bervariasi

6.2

107

Komposisi

Bahan-bahan relatif stabil

Hasil pengangkutan dengan material sedimen lainnya.

Mineral Penyusun Batuan Piroklastik


Mineral penyusun batuan piroklastik ini adalah sama persis dengan

mineral-mineral pembentuk batuan beku. Ini disebabkan karena zat asal dari
kedua batuan ini adalah sama yaitu magma. Yang membedakan antara batuan
beku dan batuan piroklastik adalah butirannya, kalau pada batuan beku
merupakan campuran dari beberapa butir, sedangkan batuan piroklastik itu
adalah merupakan satu kesatuan butiran. Jadi, batuan piroklastik itu adalah
merupakan butirannya itu juga.
Beberapa mineral penyusun batuan piroklastik dapat dikelompokkan
menjadi 3, yaitu :
1.

Mineral Sialis

Mineral Kuarsa

Mineral Felspar (Na, Ca & K Felspar)

Felspatoid (Jika kondisi larutan magma kurang jenuh)

2.

Mineral Femis (Mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe Mg silikat


dan terkadang disusul dengan Ca silikat)

Piroxen

Olivin

3.

Melilit

Mineral tambahan

Hornblenda

Hipersten

Biotit
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

108

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

6.3

109

Klasifikasi Batuan Piroklastik


Pengklasifikasian terhadap batuan piroklastik ini dibagi menjadi beberapa

macam berdasarkan ukuran butir, menurut Wentworth dan Fisher, yaitu :


Tabel 6.1
Klasifikasi Batuan Piroklastik Menurut Fisher dan Wenworth

Ukuran Butir
256 mm
mm

Block/Bomb

Block/Bomb

64 mm

32 mm

Lapili

Lapili

Debu / Tufa

2 mm

Debu

Wenworth

Fisher

Gambar 6.2
Klasifikasi Batuan Piroklastik Berdasarkan Kombinasi Ukuran Butirannya serta
Bentuk Butirannya

6.4

Tekstur dan Struktur Batuan Piroklastik

6.4.1

Tekstur Batuan Piroklastik


Tekstur pada batuan piroklastik terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan untuk pendeskripsiannya, antara lain :


1.

Ukuran Butir
Adalah ukuran dari batuan piroklastik itu sendiri, terbagi menjadi beberapa
macam, yaitu :

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

110

Block (untuk yang berbentuk menyudut) dan Bomb (untuk yang berbentuk
membulat) berukuran lebih besar dari 32 mm.

Lapili yaitu untuk ukuran butiran dari 4 mm 32 mm diameternya

Debu yaitu batuan yang lebih kecil dari 4 mm

2.

Bentuk butir
Adalah bentuk dan keadaan batuan tersebut, ada beberapa macam yaitu

Membulat sempurna, sangat bulat seperti bola.

Membulat, hampir seperti bola

Menyudut, yaitu memiliki sudut-sudut pada permukaannya.

3.

Kompaksi
Adalah tingkat kekerasan pada batuan piroklastik, ada 2 macam kompaksi
yang dikenal dalam piroklastik, yaitu :
Kompak, permukaannya kuat, keras dan padat.
Mudah hancur, bila dipegang meninggalkan serbuk pada tangan.
Tekstur yang umum bisa dijumpai pada tufa adalah :

Pumiceous(Pumisan)
Yaitu hasil erupsi / letusan padat yang sangat vesikuler, porositas sangat
tinggi dan bersifat gelasan.

Sindered Tufa
Yaitu proses pengendapan tufa oleh penyatuan bahan-bahan tufa akibat
panas dari aliran lava.

Weldered Tufa
Tufa yang selama proses pengendapan pada bagian dalam dari bahanbahan tufa yang sangat tebal dan masih dalam kondisi panas yang
mengakibatkan terjadinya fusi ke seluruh material lepas yang membentuk
suatu aliran menyerupai aliran lava.

6.4.2

Struktur Batuan Piroklastik


Pada batuan piroklastik yang berbutir kasar maupun halus kita bisa

didapatkan struktur-struktur yang seringkali terdapat pada batuan sedimen,


seperti perlapisan. Batuan piroklastik yang berbutir halus (tufa) seringkali
memperlihatkan tekstur seperti batuan beku lelehan (Afanitik dan Piroklastik).
Penamaan batuan piroklastik berdasarkan pada butirnya, dikenal 4 jenis yaitu :
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

1.

111

Aglomerat
Ukuran butir lebih besar 32 mm (Bomb)

2.

Breksi Volkanik
Ukuran butir lebih besar 32 mm (Block)

3.

Tufa Lapili
Ukuran butir antara 4 32 mm

4.

Tufa
Ukuran butir sangat halus (abu/debu)

Aglomerat
Adalah batuan piroklastik yang mirip dengan konglomerat (batuan sedimen) di
dalam tekstur. Perbedaannya terletak pada komposisi, di mana aglomerat terdiri
dari fragmen-fragmen volkanik (lava dan piroklastik di antaranya gelas).
Breksi Volkanik
Seperti halnya aglomerat, breksi volkanik juga dibentuk oleh material gunungapi
(vulkanik).
Tufa (Tuff)
Batuan piroklastik yang berukuran halus adalah tufa (tuff). Batuan ini terdiri dari
material fragmen kristal / mineral. Berdasarkan pada komponen terbanyak
fragmen kristal / mineral yang dikandung, tufa dapat dibedakan atas 3 golongan
sebagai berikut :

Tufa Vitric

Tufa Kristal : Banyak fragmen kristal

Tufa Lithik

: Banyak fragmen gelas

: Banyak fragmen batuan

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

6.5

Deskripsi Batuan Piroklastik

1.

No. Batuan

: LG/BP/05/2016

2.

Warna Batuan

: Abu-abu

3.

Tekstur

4.

Ukuran Butir

: Block

5.

Bentuk Butir

: Menyudut

6.

Kompaksi

: Kompak

7.

Struktur Batuan

:-

8.

Genesa Batuan

: Fall Depossive

9.

Jenis Batuan

: Piroklastik

10.

Nama Batuan

: Block

11.

Sketsa Gambar Batuan

112

12 cm

1 cm
8 cm

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

113

BAB VII
DESKRIPSI CORE

7.1

Tujuan Praktikum

Praktikan dapat mendeskripsikan core berdasarkan tekstur dan struktur

batuan hasil pengeboran.


Praktikan dapat menghitung tebal lapisan sebenarnya, Rock Quality
Designation (RQD) dan Core Recovery (CR) pada sampel core.

7.2
7.2.1

Landasan Teori
Pendahuluan
Core (inti bor) merupakan sampel atau contoh batuan yang diambil dari

bawah permukaan melalui proses pengeboran dengan metode tertentu. Dalam


metode pengeboran, teknik pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu (1) cutting, (2) coring dan (3) kombinasi cutting-coring (touch coring). Pada
No 3, coring umumnya dilakukan dari kedalaman tertentu yang prospektif oleh
perusahaan tambang untuk keperluan lebih lanjut. Data core merupakan data
yang paling baik untuk mengetahui kondisi bawah permukaan, tapi karena
panjangnya terbatas dan biayanya mahal, maka dituntut untuk mengambil data
yang ada secara maksimal.
Deskrispi sampel inti dapat dikelompokkan deskripsi kualitatif dan
kuantitatif. Data yang harus dideskripsi tergantung kepada penekanan dan
keperluannya. Deskripsi Kualitatif, misalnya untuk keperluan geoteknik, selain
deskripsi lithologi penekanan dilakukan terhadap pengamatan karakterisasi
bidang diskontinu (jenis diskontinuitas, bukaan, jenis isian dan tebal, koefisien
kekasaran kekar, kondisi kekar dan lain-lain). Sedangkan pada sampel inti bor
batubara meliputi selain deskrisi standar penekanan penting adalah warna, kilap,
gores, kekerasan, pecahan, ketahanan terhadap pukulan, kondisi cleat dan lainlain. Demikian juga dengan bor inti untuk eksplorasi mineral maupun migas,
masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.
Deskripsi Kuantitatif di antaranya adalah CR (core cecovery), RQD (Rock
Quality Designation), porositas, permeabilitas, Sand-Shale Ratio dan lain-lain.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

114

Foto 7.1
Pengambilan Core

Teknik pengambilan sampe inti dibagi menjadi 2, yaitu :


Conventional core, yaitu Core yang diambil bersamaan dengan proses

pengeboran.
Sidewall core, yaitu Core yang diambil pada saat melakukan wireline
logging.

Alasan utama dilakukannya pengambilan data Core di lapangan adalah untuk


mengetahui kondisi batuan di bawah permukaan. Adapun tujuan pengambilan
data core secara primer adalah untuk mendapatkan data berupa :

Jenis batuan dan mineral;


Batas formasi antar batuan;
Kemiringan batuan;
Struktur batuan.

Sedangkan data sekunder, yaitu:

7.2.2

Korelasi data dan menentukan batas dan arah sebaran batuan;


Core Recovery (CR);
Rock Quality Designation (RQD);
Pemetaan bawah permukaan zona prospek.
Penanganan Core

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

115

Penanganan core adalah semua proses yang dilakukan setelah core


sampai di permukaan. Penanganan meliputi :
1) Pemotongan
Setelah sampai di permukaan core dikeluarkan dari barrel dan dipotong
setiap 3 ft (1 meter) dengan menggunakan core cutter. Tujuan pemotongan
ini agar dapat dimasukkan ke dalam core box sehingga memudahkan dalam
pengangkutan ke laboratorium. Penempatan di dalam core box bersusun topbottom dan ditandai dengan informasi kedalaman sampel.
2) Pembungkusan
Perlakuan khusus terhadap sampel dilakukan jika potongan inti bor tersebut
akan dilakukan analisis laboratorium lebih lanjut, misalnya untuk mengetahui
kandungan fluida (air, minyak dan gas), porositas efektif dan lain-lain. Tujuan
dari pembungkusan adalah agas isi core tidak mengalami perubahan fluida
serta terjadi kerusakan selama proses pengangkutan. Perlindungan potongan
sampel inti bor dapat dilakukan dengan:
a. Lilin : core dilapisi plastik tipis kemudian dibungkus dengan kertas
almunium foil dan diberi label diikat dengan tali dan dicelupkan dalam lilin;
b. Pipa PVC : dilakukan dengan memasukkan core kedalam pipa PVC dan
kedua ujungnya ditutup rapat;
c. Fibere Glass : fiber glass sudah terpasang pada core barrel sehingga
saat di permukaan sudah berada dalam pipa fiber glass. Kemudian core
dipotong dan diinjeksikan resin dengan maksud untuk menjaga core agar
tidak mengalami goncangan selama transportasi dan ujunya ditutup rapat.
3) Pemberian Label
Tujuan pemberian label ini agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi.
Pelabelannya antara lain nama sumur, kedalaman, lapangan, nomor core,
tanda panah top dan bottom.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

116

Foto 7.2
Pembungkusan dan Pemberian Label Hasil Core

7.2.3

Pendeskripsian Core

Deskripsi sampel batuan berupa data hasil coring harus berisi :


1. Faktor Drilling
Run (mulai pengeboran baru)
Depth (kedalaman batuan tersebut)
Loss core, yaitu batuan inti bor yang hilang dari pengeboran, di dalam
core box inti bor yang tidak terambil harus diisi dengan kolom/batang
pengganti agar tidak bergeser dan sampel cutting pengganti harus

diambil;
Core Recovery (CR) = Besar (%) coring terambil dalam 1 pipa bor.
Progress pengeboran selalu meningkat dalam hitungan meter, namun
dalam pengambilan tersebut belum tentu sepanjang pipa akan terisi

core dengan penuh.


Rock Quality Designation (RQD) = Besar (%) coring yang tidak
terpatahkan ataupun terpatahkan namun patahan 10 Cm.
Hal yang perlu diperhatikan adalah patahan yang diperhitungkan
tersebut haruslah patahan alami dan bukan terpotong karena sebabsebab mekanis seperti terpotong selama proses pengeboran maupun
penempatan di dalam core box. Teknik perhitungan CR dan RQD
adalah seperti berikut :

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

117

Gambar 7.1
Ilustrasi Perhitungan Core Recovery (CR) dan Rock Quality Designation (RQD)

2. Field Material Description


Material Description
Deskripsi batuan disini dibagi menjadi 2 macam, untuk batubara dan
batuan biasa. Deskripsi batuan dan batubara dapat dilihat pada tabel.

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

118

Tabel 7.1
Deskripsi Hasil Pengeboran Metode Full Coring (Bor Inti) Untuk Batuan
Item
1. Color (Warna)

Identifikasi
Bagian tubuhnya di pecah, lihat bagian dalamnya.

2. Strength

Batuan di gores/dipecah/dipukul.

3. Mechanical State

Batuan sebelum dipecah apakah batuan itu sudah lunak (soapy), dapat diremas
(friable), mudah rapuh (brittle) dsb.

4. Lithological
qualifer

Amati batuan, selai litologi yang dominant.


Note :
Slightly (agak), Mottled (berbintik), Trace of (ada jejaknya), Speckled (berbecak),
Occasionally (kadang kadang), Ball (agak seperti bola/bulat), Moderately
(sedang/medium), Nodule (nodul), Some (beberapa), String (seperti alur,
goresan kecil agak tebal), Many (banyak), Laminae (lapisan sangat tipis <1 cm),
Intensely (intensif), Band (lapisan tipis seperti > 1 cm), Locally (setempat
setempat), In place (setempat), Bedded (lapisan tipis hingga tebal 1 cm hingga >
1 cm)
Hanya untuk sandstone atau batuan kasar.

5. Grainsize,
Roundness, and
Sorting
6. Permeability
7. Mineral

8. Structure/tectonic
sediment

9. Weathering
(Pelapukan)

Hanya untuk sandstone atau batuan kasar.


Amati apakah ada : resin, pyrite, pyriticm sulphur, dll.
Sebutkan :
Trace of (ada jejaknya) In place (setempat) Mottled, nodule (lihat dipoint 4
diatas)
Amati apakah ada strukturnya bukan pecahan karena pemboran. Lakukan
pengukuran :
Dip (kemiringan)
Spacinnya (jumlah per run)
Index fracture-nya (IF) per run

Lihat warnanya, kekuatannya.

Klasifikasi
Grey, Dark grey, Light grey, Blackish grey, Greenish grey, Brownish grey, Light brown, Brown, Dark brown,
Medium grey, dll.
UCS
Extremely Low (<0.7 MPA)
High
(24 70 MPA)
Very Low
(0.7 2.4 MPA)
Very High
(70 240 MPA)
Low
(2.4 7 MPA)
Extremely High (>240 MPA)
Medium
(7 24 MPA)
Sedimen di batubara berkisar Extremely Low Medium 1 bar 1kg/cm2 0.1 MPA
Soapy (lunak, lengket seperti sabun)
Fragmented Core (pecah-pecah kecil)
Friable (dapat diremas)
Broken Core (patah-patah)
Brittle (rapuh/hancur)
Solid Core (tidak ada pecahan, masih ada lapisan)
Fissile (rapuh berlembar/seperti terfoliasi)
Massive (tidak ada pecahan dan tidak ada lapisan)
Sub-fissile (agak rapuh berlembar)
Carbonaceous
Contoh :
- Silty, clayey, sandy
Carbonaceous sebagai matrik :
Sideritic
Carbonaceous claystone
- Gravelly
- Resinous
Carbonaceous sebagai element
- Pyritic
Carbonaceous speckled
- Fosiliferous
- Ferrous
- Dll
Grainsize : very fine, fine, medium, coarse, very coarse.
Roundness : angular, rounded, sub-angular, sub-rounded
Sorting : poorly sorted, well sorted, uniform
Slightly permeable, moderately permeable, effectively permeable, very permeable.
Quartz
Pyrite mineral
Marcasite
Feldspar
Pryritic sulphur
Resin dll
Structure/ bidang discontinutas :
- joint
- cleat
- bedding
- foliation
- infilling seam
- decomposed seam
- fracture
- shear
- fault
- lamination
- contact

- Completely Weathered (CW)


- Highly Weathered (HW)
- Moderately Weathered (MW)

Struktur sediment
- burrow
- wood structure
- Parallel lamination
- wavy lamination/bedding
- coarsening upward
- fining upward
- hummocky cross lamination
- flaser (lensa sandstone tipis dalam claystone)
- linsen (lensa claystone tipis dalam sandstone)
- cross lamonation/bedding
- Slightly Weathered (SW)
- Fresh (FR)
- Undifferentiated Weathered (UW)

- lenses
- bioturbation
- erosional
- lenticular
- bioturbation
- ripple mark
- graded bedding
- truncated
- load cast

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


115

119

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

Tabel 7.2
Deskripsi Hasil Pengeboran Metode Full Coring (Bor Inti) Untuk Batubara
Item
1. Color (Warna)
2. Luster (Kilap)

Identifikasi
Bagian tubuhnya di pecah
Pendeskripan ini hanya menggunakan kilap kusam (dull) dan terang (bright)

3. Streak (Gores)
4. Brightness (Derajat
Kecerahannnya)
5. Strength
6. Mechanical State

Batubara di gores pisau lihat warna goresannya.


Deskripsi ini relative, lihat bagian dalamnyam sebutkan range-nya

7. Mineral/Pengotor
lain

10. Structure
tectonic/sediment

Amati apakah ada : resin, pyrite, pyriticm sulphur, dll.


Sebutkan : Trace of (ada jejaknya), In place (setempat),Mottled, nodule (lihat
dipoint dibawah)
Batubara di gores dan di pecah, dilihat bagian dalamnya. Sebutkan bentuk
impuritiesnya :
Mottled (berbintik)
Nodule
Specided (berbercak)
String (seperti alur, goresan kecil agak tebal)
Ball (agak seperti bola/bulat)
Laminac (lapisan sangat tipis <1cm)
Nodule
Band (lapisan tipis seperti 0.5 50 mm)
Bedded (lapisan tipis hingga tebal 0.5 cm hingga >1m)
Batubara di pecah bagian tubuhnya, bukan bentuk pecahan pada joint atau
clentnya.
Amati apakah ada strukturnya bukan pecahan karena pemboran. (lihat deskripsi
batuan).

11. Contact

Amati kontak dengan bagian roof dan floor.

12. Contact shape


dengan lapisan atap
(Roof) dan lantainya
(Floor)

Amati pada bagiannya kontak roof dan floor.

8. Parting/impurities
(pengotor)

9. Bentuk Pecahan

Batubara digores/dipecah/dipukul
Batuan sebelum dipecah apakah batuan itu sudah lunak (soapy), dapat diremas
(friable), mudah rapuh (brittle) dsb.

Klasifikasi
Black, Blackish Brown, Brownish Black, Brown, dll.
Bright (hitam terang tanpa kusam)
Dull with minor bright (kusam-sedikit terang)
Mainly Bright (umumnya terang, sedikit kusam)
Mainly Dull (umumnya kusam)
Bright with dull band (terang dengan kusam)
Dull (kusam tanpa terang sedikitpun)
Bright and dull onterbanded (terang dan kusang selang-seling)
Mainly dull with numerous bright band (umumnya kusam dengan beberapa lapisan terang)
Brown streak, Black streak, Brownish black streak, dll.
Bright 80%, Bright 70%, Bright 60%, Bright 50%, Bright 40%, Bright 30%, Dll.
Very Weak, Weak, Firm, Very Firm, Moderately Hard, Hard
Soapy (lunak, lengket seperti sabun)
Friable (dapat diremas)
Brittle (rapuh/hancur)
Fissile (rapuh berlembar/seperti terfoliasi)
lapisan)
Massive (tidak ada pecahan dan tidak ada lapisan)
Pyrite, Pryritic sulphur, Marcasite, Resin dll

Sub-fissile (agak rapuh berlembar)


Fragmented Core (pecah-pecah kecil)
Broken Core (patah-patah)
Solid Core (tidak ada pecahan, masih ada

Parting/impurities bisa berupa :


Claystone, Carb Stone, Shale, Carb shale, Coaly shale, Sandstone, Siltstone, Carb silty claystone, Sideritic,
Ankeritic

Conchoidal fractured, Sub-conchoidal fractured, Blocky fractured, Sub-blocky fracture


- cleat
- joint
- bedding, parallel lamination
- laminae, cross lamination
- bioturbation, flaser, linsen dll.
- graduate (bergradasi)
- sharp (tajam)
- planar (datar)
- undulating (bergelombang)
- irregular (tak beraturan)
- curve (curva lengkung)
- stepped (menangga)

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


116

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

120

Tabel 7.3
Deskripsi Hasil Pengeboran Open Hole (Cutting) Untuk Batuan
Item
2. Grain size (ukuran butir)

Identifikasi
Lihat langsung dari pecahan batuan
(cutting)
Hanya untuk sandstone.

3. Bentuk Butir

Hanya untuk sandstone.

4. Lithological qualifier & minerals

Amati cutting, selain litologi yang


dominant.
Note: bisa dikatakan
Slightly (agak)
Trace of (ada jejaknya)
Occasionally (kadang-kadang)

5. Weathering (Pelapukan)

Deskripsi relatif dari cutting, minimal


mengetahui batas lapukan yang dicirikan
dengan perubahan warna.

6. Additional Description (Drilling Penetration


Rate)

Amati penetration rate dari pemboran


(cantumkan jenis bitnya : PCD bit, Wing
bit, atau Diamond bit)

1. Color (Warna)

Klasifikasi
Grey, dark grey, light grey, blackish grey, greenish grey, brownish grey, light brown, brown, dark brown, dll.
- very fine grained
- fine grained
- medium grained
- coarse grained
- very coarse grained
- rounded
- sub-rounded
- sub angular
- very coarse grained
- carbonaceous
- silty, clayey, sandy
- sideritic
- gravelly
- resinous
- pyritic
- quartz
- Dll.
- Completely Weathered (CW)
- Highly Weathered (HW)
- Moderately Weathered (MW)
- Slightly Weathered (SW)
- Fresh (FR)
- Undifferentiated Weathered (UW)
- Very low penetration
- Low penetration
- Medium penetration
- High penetration

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


117

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

121

Tabel 7.4
Deskripsi Hasil Pengeboran Open Hole (Cutting) Untuk Batubara
1. Warna

Item

Identifikasi
Lihat langsung dari Pecahan batuan

2. Kilap (Luster)

Cutting dilihat dari bagian dalamnya

3. Derajat Kecerahan (Brightness)

Deskripsi ini relatif dilihat dari bagian


dalamnya, Sebutkan rangenya

4. Mineral/Pengotor lainnya

Amati penetrasi pemboran saat mengenai


batubara, amati apakah ada :
pyrite,resin,dll

5. Additional Description

Amati penetration rate dari pemboran


(cantumkan jenis bitnya : PCD bit,wing bit
atau diamond bit)

Klasifikasi
Black
Blackish Brown
Brownish Black
Brown,dll
Mainly Bright-trace dull (ratio 9:1)
Mainly Bright-numerous dull (ratio 7:3)
Bright-dull (ratio 6:4)
Mainly Dull-Trace bright (ratio 9:1)
Mainly Dull-Numerous bright (ratio 7:3)
Dull-Bright (6:4)
Bright 80%
Bright 70%
Bright 60%
Bright 50%
Bright 40%
Bright 30%,dll
Pyrite
Pyritic Sulphur
Marcasite
Resin,dll
Very Low Penetration
Low Penetration
Medium Penetration
High Penetration

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


118

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

122

Tabel 7.5
Deskripsi Hasil Pengeboran Open Hole (Cutting) Untuk Cohesive Soil
Item
1. Nama
2. Colour
3. Consistence (Konsentrasi)

Identifikasi
Lihat ukuran butir dominan dan Ukuran
penyertanya
Ditekan dengan tangan
Dipukul palu

4. Moiture (Kondisi Kelengasan)

Dirasakan dengan tangan

5. Odor (bau)
6. Plasticity

Umumnya tanah yang mengandung


material organic berbau khas
Tanah di bentuk/dibulatkan dengan tangan

7. Weathering

Lihat bagian dalam dan luar

8. Additional description
Origin
Mineral
Qualifier
Structure

Klasifikasi
Silt, clatet silt, silty clay, sandy clay etc
Brown, light brown, dark brown, grayish brown, blacklish brown etc
Very soft (sangat lunak)
Soft (lunak)
Firm (teguh)
Stiff (keras)
Very Stiff (sangat keras)
Dry (kering)
Wet (basah)
Damp/ moisture (lembab)
Slightly odor
Strongly odor
Low plasticity
Medium plasticity
High plasticity
Non- plasticity
Residual soil (RS)
Completely weathered (CW)
Highly Weathered (HW)
Carbonaceous
Organic Matter
Kuarsa
Plant remnant
Origin : Siltstone, Sandstone, etc
Silty, sandy, gravely, nodule, ferrous, nodule etc

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


119

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

123

Tabel 7.6
Deskripsi Hasil Pengeboran Open Hole (Cutting) Untuk Non Cohesive Soil
Item
1. Nama
2. Colour
3. Compactness (Kekompakan)

Identifikasi
lihat ukuran partikel yang dominan
dan penyertanya
Amati bagian luar dan dalam
Dikorek dengan tangan , Dipukul
dengan palu

4. Texture (angularity/roundness)
5. Moiture (Kondisi Kelengasan)

Diamati butirannya
Rasakan dengan tangan

6. Cementation (Sementasi)

Ditekan dengan jari

7. Gradation (Gradasi)

Lihat keseragaman antar butirnya

8. Addictional Description
origin
mineral
qualifier
structure
9. Weathering

Lihat bagian dalam dan luar

Klasifikasi
Sand, Gravel,Pebble,Clayey Sand, Gravelly Sand
Brown, Light Brown , Dark Brown, Grayish Brown, Blackish Brown, etc
Very Loose (Sangat Lepas)
Loose (Lepas)
Medium Danse (Agak Padat)
Danse (Padat)
Very Danse (Sangat Padat)
Subrounded , Angular, Sub Angular
Dry (Kering)
Wet (Basah)
Damp/Moisture (Lembab)
Weak Cemented
Moderately Cemented
Well Cemented
Well Graded
Poor Graded
Carbonaceous
Organic Matters
Quartz
Plant Remnant
Origin : SandStone, Conglomerate, Breccia , Agglomerate, etc
Silty, Sandy, Gravely, Nodule, Ferrous nodule, etc
Residual Soil (RS)
Completely Weathered (CW)
Highly Weathered (HW)

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung


120

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

124

Code
Strength = Kekuatan (Skala Mosh)
Geological Strength Index = Besar kekuatan batuan (biasa digunakan

tabel GSI Hoek & Marinos 1985)


3. Defect Information
Depth
Defect Description
Setelah itu diteliti apakah Coring itu Solid (utuh) atau terdapat Defect
(retakan) pada coring tersebut.
a. Type
Tipe dari retakan pada batuan umum dibedakan menjadi 3 tipe. Yaitu :
Joint (J) : Tipe retakan ini terjadi bila retakan terbentuk pada
batuan/lapisan yang sama.

Bedding (B): Tipe retakan ini terjadi bila retakan terbentuk pada
batuan/lapisan yang berbeda. Bisa pula dikatakan batas lapisan.

Fault (F) : Tipe retakan ini merupakan retakan yang terbentuk pada
bidang suatu struktur geologi, misalkan Slicken side sesar.

Cleat (C) : Tipe retakan ini khusus berada di batubara saja.

b. Jenis
Jenis dari retakan tersebut dilihat dari ujung retakan coring dan dibedakan
menjadi :
Plannar (P) : Jika retakan lurus/menerus tanpa ada belokan.

Wavy (W) : Jika retakan bergelombang.

Step (S) : Jika retakan sangat kasar dan berbentuk seperti tangga.

c. Ukuran
Ukuran butir pada ujung retakan, dibedakan menjadi 3 yaitu :
Smooth (S)
: Halus/butiran kecil.
Rough (R )
: Kasar.
Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Diktat Penuntun Praktikum Kristalografi, Mineralogi, dan Petrologi

125

Very Rough (VR) : Kasar dan berbeda-beda ukuran.


d. Open
Open biasanya diisi dengan materi pengisi retakan. Misal :
Berisi batubara : Open = Infill by coal
Berisi semen kalsit/karbonat : Open = Infill by kalsit/carbonaceous
mudstone.
Berisi semen silika/kuarsa : Open = Infill by Quartz/Silica
e. Inklinasi (I)
Merupakan sudut terkecil dari retakan wavy atau stepped
f. Core Axis
Merupakan sudut retakan coring dari garis khayal coring
g. Apperture
Apperture adalah besar retakan dan dinyatakan dalam satuan millimeter.
Frequency = Banyaknya defect
h. Sampling
Sample Details
Remarks

Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung

Anda mungkin juga menyukai