Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kristalografi adalah cabang ilmu sains eksperimental yang bertujuan untuk
mengetahui susunan atom pada suatu kristal. Dahulu kristalografi merupakan
bagian dari mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan
bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat
tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya. Kata “kristalografi” diambil dari
bahasa Yunani yaitu crystallon yang berarti tetesan dingin atau beku. Sedangkan
kristal itu sendiri merupakan benda padat, homogen, biasanya anisotrop dan
tembus air serta menuruti hokum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan
bidangnya mengikuti hukum geometri. Salah satu metode untuk menentukan
struktur atom dan molekul kristal dengan mendifraksikan seberkas sinar-X ke
segala arah. Dengan mengukur sudut dan intensitas difraksi sinar-X, seorang
kristalografer dapat menghasilkan gambar tiga dimensi untuk kepadatan elektron
didalam kristal itu sendiri. Dari gambar kepadatan elektron ini dapat diketahui
posisi rata-rata atom dalam kristal, ikatan kimia yang terkandung dalam atom-
atom tersebut, entropi dan informasi lainnya.
Mineralogi di lain sisi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang
mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun bentuk
berkelompok, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik dan sifat-sifat
kimia. Mineral secara umum adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di
alam, terbentuk secara anorganik dengan memiliki komposisi kimia pada batas-
batas tertentu serta memiiki atom-atom yang tersusun secara teratur.
Batuan dapat diartikan sebagai semua bahan yang menyusun kerak bumi
dan merupakan suatu kumpulan (agrerat) mineral-mineral yang telah
menghablur.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah
1. Mengetahui apa-apa saja kelas kristal Heksagonal
2. Memahami simbol kristalografi menurut Shoenflisch
3. Mengetahui beragam contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 1


1.3 Alat dan Bahan
A.Alat
Adapun alat yang di gunakan pada saat praktikum sebagai berikut
1. Alat tulis
2. Jangka
3. Busur
4. Pensil warna
5. Spidol warna
6. Lembar sementara
7. Penggaris panjang
8. Penggaris segitiga siku-siku dan sama kaki
B. Bahan
Adapun bahan yang di gunakan pada saat praktikum sebagai berikut
1. LKS
2. Kertas HVS
3. Modul praktikum

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 2


1.4 Prosedur Kerja
A. Untuk Tetragonal
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Buat tiga sumbu utama dengan perbandingan sumbu a:b:c dengan
perbandingan 1:3:6.
3. Buat garis a-/b+=300.
4. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a- b+ dan b-.
5. Membuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan satu bagian a+,a-.
6. Menuju bagian ketiga dari sumbu b+.
7. Menuju bagian ketiga dari sumbu b-.
8. Membuat proyeksi bidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi.
9. Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+.
10. Memproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-.
B. Untuk Heksagonal
1. Membuat perbandingan panjang sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6.
2. Membuat garis a-/b+ = 30o.
3. Memberi keterangan pada garis-garisnya seperti tanda a+, a-, b+, b-.
4. Buat garis yang sejajar dengan sumbu b hingga memotong sumbu a.
5. Buat garis yang sejajar dengan sumbu a ke garis atau titik yang
memotong sumbu b pada langkah b.
6. Buat garis-garis tersebut hingga membentuk suatu bidang yang berbentuk
segi enam.
7. Hubungkan setiap titik-titik pada garis tersebut sehingga membentuk
bidang alas dan atap berbentuk segi enam pada bangun tersebut.
8. Untuk membuat kristal Hexagonal Bipyramid Orde I kita dapat
memodifikasi dari gambar Hexagonal Prisma Orde I yaitu dengan
menghubungkan titik-titik sudut dari bidang bidang segi enam pada
bagian tengah kristal ke titik pusat bidang alas dan atap.

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 3


BAB II
DASAR TEORI
Sama dengan sistem isometrik, sistem kristal ini mempunyai tiga sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai
satuan panjang yang sama, sedangkan sumbu c berlainan, baik itu lebih panjang
maupun lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang dibandingkan dengan
sumbu a dan b. Pada kondisi sebenarnya, tetragonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a=b=c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b namun tidak sama dengan sumbu c. dan juga memiliki sudut
kristalografi a=b=y=900. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalografinya (a, b dan y) tegak lurus satu sama lain (90 0). Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a:b:c = 1:3 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^b- = 300. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 300 terhadap sumbu b-.(Wayan, dkk 2004).
Monoklinik (m-) ZrO merupakan fasa ZrO 2 yang paling stabil dan dapat
ditemukan pada suhu kamar. Penelitian terkini memperlihatkan kemungkinan
aplikasi m- ZrO2 berukuran skala nano ataupun mikro dibidang elektronik,
katalis, dan lingkungan. Di dalam penelitian ini. Bahan m- ZrO2 berukuran nano
telah berhasil di sintesis dari larutan precursor ZrCI 4 diatur pH negatifnya pada
pH 9 menghasilkan gel Zr(OH)4.xH2O, selanjutnya dicampurkan dengan PEG
pada suhu 800C dibawah pengaruh ultrasonik selama dua jam, menghasilkan
endapan putih. Perbandingan mol PEG / Zr divariasikan pada nilai 0,067, 0,133,
dan 0,167. Endapan yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan alat FT-
IR, dan dikalsinasi pada suhu 9000C. Produk kalsinasi selanjutnya dianalisis
secara mineralogi dan mikrostruktur. Dalam penelitian ini, perlakuan ultrasonik
membantu proses interaksi antara precursor Zr dengan polimer PEG melalui
ikatan hidrogen selama proses sintesis zirkonia berlangsung, yang dikonfirmasi
dengan puncak spektrum FT-IR pada fasa monoklinik 94,8% dan fasa tetragonal
5,2%, dengan perbandingan mol PEG-6000/Zr. (Septawendar, dkk 2020).

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 4


Nano silika memiliki dua fasa kristal, yaitu fasa silika dan garam. Yang
dipengaruhi suhu awal pembakaran abu. Semakin tinggi suhu awal pembakaran
maka semakin meningkatnya kuantitas fasa silika yang terbentuk. Lalu sistem
kristal yang terbentuk berturut-turut kubik, trigonal, heksagonal dan tetragonal.
Sehingga diketahui berapa ukuran kristal nano silika berbanding lurus dengan
bertambahnya suhu pembakaran awal abu tersebut. (Bonardo 2021).
Pola difraksi elektron yang didapatkan melalui mikroskop elektron untuk
kristal berstruktur heksagonal seperti lapisan tipis cobalt sulit untuk dilakukan
secara manual. Oleh karna itu diperlukan komputer dengan dua buah program
yaitu program menu yang digunakan untuk menulis data yang diperlukan dalam
perhitungan. Lalu program utama dibuat untuk melakukan perhitungan terhadap
parameter kisi a dan c dengan memanfaatkan program menu sebelumnya. Data
yang digunakan adalah pola difraksi elektron cobalt dalam bentuk lapisan tipis.
Jari-jari masing-masing cincin pola difraksi diukur menggunakan jangka sorong,
lalu nilainya diinput ke program menu. Program utama lalu menghitung nilai
dari jarak antar bidang dalam kristal. Selanjutnya program utama akan
melakukan perhitungan terhadap nilai-nilai parameter kisi tiap bidang dari
sistem kristal heksagonal. Terakhir program utama akan memilih untuk semua
kemungkinan bidang dari sistem kristal heksagonal mana yang nilai parameter
kisi a dan kisi c hampir sama satu dengan yang lainnya. (Erwin, dkk 2003).
Contoh konkrit daripada proyeksi stereografis adalah untuk menampilkan
bentuk kristal yang sebelumnya tiga dimensi menjadi dua dimensi untuk
contohnya adalah kubus isometrik, ortorombik, monoklinik dan tetragonal
dipiramidal setelah kita telah mengetahui bahwa sistem kristal isometrik
memiliki empat sumbu putar yang dapat direfleksikan (cermin) serta yang
memotong ketiga sumbu sumbu utamanya (a2, a3 dan a4). Begitu juga untuk
sistem kristal ortorombik yang dimana kristal tersebut memiliki dua kali putaran
yang dapat diproyeksikan. Secara umum, salah satunya adalah sistem kristal
tetragonal yang dicirikan oleh sumbu lipatan empat yang perpendikular terhadap
bidang refleksi (cermin); empat bidang muka direfleksikan memotong bidang
reflector (cermin) untuk membentuk bidang-bidang bayangan yang identik
terhadap empat bidang muka tersebut. (Mulyaningsih, 2018)

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 5


3.2 Pembahasan
Pada pratikum kedua ini pratikan hanya diajarkan untuk menggambarkan
sistem kristal Tetragonal dan heksagonal serta penjelasan singkat tentang sistem
kristal kristal tersebut seperti letak sumbu, sudut serta bidang yang terdapat pada
sistem kristal Tetragonal dan Heksagonal, tak lupa pula pratikan diajarkan
tentang simbol kristalografi dari pendapat para ahli kristalorafi seperti Herman
Mauguin serta Schoenflish, serta diterangkan sedikit contoh-contoh daripada
mineral-mineral yang memiliki sistem kristal Tetragonal dan Heksagonal.
Sebelumnya pada pratikum kali ini pratikan menggunakan sistem kristal
Tetragonal dengan klas simetri yaitu Ditetragonal Bypiramidal, yang memiliki
tiga sumbu yaitu a=b≠c, yang memiliki artian yaitu sumbu a sama panjang
dengan ,sumbu b namun berbeda dengan sumbu c baik itu lebih panjang ataupun
lebih pendek dari kedua sumbu tadi. Untuk perbandingan sumbunya sistem
kristal Tetragonal ini memiliki perbandingan 1:3:6 yang memiliki artian yaitu
pada sumbu a ditarik nilai 1, pada sumbu b ditarik nilai 3 dan yang terakhir
sumbu c ditarik nilai 6. Lalu sistem kristal Tetragonal ini memiliki sudut antar
sumbu a+^b- sebesar 300 yang memiliki artian sumbu a+ dan sumbu b-memiliki
nilai sebesar 300. Untuk sudut kristalografinya sendiri sistem krital Tetragonal
ini memiliki sudut α=β=γ=900 yang memiliki artian yaitu sistem kristal
Tetragonal pada kesemua sudutnya tegak lurus 900 sama dengan lainnya.
Untuk jumlah unsur simetri berupa L4, 4L2, 5PC masing-masing memiliki
penjelasan berupa, pertama L4 yang memiliki artian yaitu sistem kristal ini
memiliki empat kali perputaran yang dimana memiliki satu kenampakan yang
sama di setiap perputarannya, lalu untuk 4L2 memiliki artian yaitu sistem kristal
ini memiliki empat buah bidang diagonal yang jika dibagi dua akan sama
panjang satu sama lainnya, terakhir untuk 5PC yang berarti sistem kristal ini
memiliki lima buah bidang dengan dua buah bidang diagonal dan tiga buah
bidang utama. Untuk simbol kristalografi menurut Herman Maugin sistem
kristal Tetragonal ini pada bagian pertama yaitu 4/m, lalu bagian kedua 2/m serta
bagian ketiga yaitu 2/m. lain lagi dengan Schoenflish yang menjelaskan sistem
kristal ini yaitu D4H. Untuk contoh-contoh sistem kristalnya sendiri sistem
kristal Tetragonal berupa Chalcopyrite, Crystobalite, Hausmannite dan Rutile.

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 6


Untuk sistem kristal selanjutnya adalah Heksagonal, sistem kristal
Heksagonal merupakan kristal yang berbentuk tabung segi enam. Kali ini
pratikan menggunakan sistem kristal Heksagonal dengan klas simetri
Dihexagonal Bypiramidal yang memiliki empat buah sumbu yaitu a=b=d≠c yang
memiliki artian yaitu sumbu a sama dengan sumbu b dan juga sama dengan,
sumbu d namun berbeda dengan sumbu c baik itu lebih panjang maupun lebih
pendek (walaupun umumnya lebih panjang). Sistem kristal Heksagonal memiliki
perbandingan sumbu berupa 3:1:6 yang berarti pada sumbu b ditarik nilai 3 lalu
pada sumbu d ditarik nilai 1 dan juga pada sumbu c ditarik nilai 6. Sudut antar
sumbu pada sistem kristal Heksagonal berupa a+^b- sebesar 200 dan d-^b+= 400.
Lalu untuk sudut sistem kristal Heksagonal ini terbagi dua yaitu β 1= β2= β3=900
dan juga γ1= γ2= γ3=1200 artinya sudut γ membentuk sudut tegak lurus 1200 dan
sudut β membentuk sudut 900. Lalu jumlah untuk unsur simetri sistem kristal ini
berupa L6, 6L2, 7PC yang masing-masing berarti L6 yaitu dalam enam kali
perputaran 3600 sistem kristal ini hanya memiliki satu kenampakan, lalu 6L2
yaitu memiliki enam buah bidang diagonal yang jika dibagi dua akan sama
panjang satu sama lain, terakhir untuk 7PC artinya sistem kristal ini memiliki
tujuh buah bidang dengan tiga bidang utama dan empat bidang diagonal.
Untuk simbol kristalografi sistem kristal Heksagonal menurut Herman
Mauguin yaitu 6/m, 2/m,2/m yang masing-masing memiliki arti yaitu 6/m adalah
adanya bidang simetri horizontal yang tegak lurus pada sumbu c lalu untuk 2/m
artinya ada simetri yang tegak lurus pada sumbu lateral dan yang terakhir juga
sama 2/m yaitu adanya sumbu diagonal dan bidang simetri yang tegak lurus
terhadap bidang diagonal sebelumnya. Namun menurut Schoenflish simbol
kristalografi Heksagonal yaitu D6H yang berarti sumbu tersebut memiliki nilai
dua jadi disimbolkan dengan d, lalu memiliki 6 nilai sumbu jadi disimbolkan
dengan 6 dan memiliki ke setiap bidang baik itu vertikal, horizontal dan juga
diagonal disimbolkan dengan H. sistem kristal ini memiliki tujuh buah kelas
yaitu Heksagonal Trapezohedral, Heksagonal Bypiramidal, Heksagonal
Piramidal, Diheksagonal Bypiramidal, Diheksagonal piramidal, Trigonal
Bypiramidal, Ditrigonal Bypiramidal. Untuk contoh-contoh mineral yang
memiliki sususan kristal berbnetuk Heksagonal adalah Apatite dan Titanium.

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 7


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah
1. sistem kristal ini memiliki tujuh buah kelas yaitu Heksagonal
Trapezohedral, Heksagonal Bypiramidal, Heksagonal Piramidal,
Diheksagonal Bypiramidal, Diheksagonal piramidal, Trigonal
Bypiramidal, Ditrigonal Bypiramidal.
2. menurut Schoenflish simbol kristalografi Heksagonal yaitu D6H yang
berarti sumbu tersebut memiliki nilai dua jadi disimbolkan dengan d, lalu
memiliki 6 nilai sumbu jadi disimbolkan dengan 6 dan memiliki ke setiap
bidang baik itu vertikal, horizontal dan juga diagonal disimbolkan
dengan H.
3. Chalcopyrite,Crystobalite, Hausmannite dan Rutile.
4.2 Saran
Oleh karena waktu praktikum yang singkat disarankan untuk melakukan
praktikum dengan rentang waktu yang lebih panjang.

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 8


DAFTAR PUSTAKA
Bonardo dan Siburian. 2021. Analisis struktur nano parikel silika. Medan: Jurnal
Unimed Vol 2 No.1
Erwin dan Salomo. 2003. Perhitungan parameter kisi kristal berstruktur
heksagonal. Pekanbaru: Jurnal Unri Indonesia Vol.2 No.1.
Mulyaningsih. S. 2018. Kristalografi dan Mineralogi. Yogyakarta: Akprind
Press.
Septawendar dan maryani. 2020. Sintesis bahan monoklinik zirconia. Bandung:
Jurnal Unpad Indonesia Vol. 8 No. 1.
Wardana. W. I dan Anastasia. D. 2004 Agromineralogi. Yogyakarta: UGM

Sistem Kristal Tetragonal dan Heksagonal 9

Anda mungkin juga menyukai