Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mineral yang merupakan benda padatan homogen yang terdapat di alam
indonesia yang terbentuk secara anorganik dan mempunyai komposisi kimia pada
batas-batas tertentu serta mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.
Mineral dapat kita jumpai pada sekitaran bumi di negeri ini dapt berwujud
batuan,tanah,pasir yang di endapkan pada dasar sungai.
Mineral kecuali beberapa jenis memiliki sifat,bentuk tertentu dalam
keadaan padatan sebagai perwujudan dari susunan yang teratur di dalamnya.
Mineral akan di batasi oleh bidang rata dan di asumsikan sebagai bentuk yang
teratur yang teratur disebut sebagai kristal. Dimana kristal merupakan bahan padat
yang homogen memiliki pola internal susunan tiga dimensi teratur. Studi yang
khusus mempelajari sifat-sifat, bentuk-bentuk susunan dan cara-cara terjadinya
bahan padat tersebut di nmakan kristalografi. Sedangkan yang mempelajari segala
sesuatu tentang mineral di sebut mineralogi.
Di alam mineral dijumpai bermacam dengan berbagai bentuk dan variasi,
terkadang hanya terdiri dari sebuah kristal atau gugusan kristal-kristal dalam
rongga atau celah batuan, tetapi umumnya mineral dijumpai dalam kumpulan
butiran kristal yang tumbuh bersama membentuk batuan,
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:

1. Untuk mengetahui sistem Kristal tetragonal dan sistem kristal


hexagonal
2. Untuk mengetahui sumbu dan sudut sistem Kristal tetragonal dan
sistem hexagonal.
3. Untuk menentukan kelas simetri atas dasar jumlah unsur simetri
setiap kristal.

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 1


1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Alat tulis
2. Busur
3. Penggaris
4. Pensil warna
b. bahan
1. Market sistem kristal tetragonal dan hexagonal
2. Lks
1.4 Prosedur Kerja
Berikut adalah prosedur penggambaran sistem kristal dengan menggunakan
proyeksi orthogonal:
A. Sistem kristal Tetragonal
1. Tentukan titik tengah lembar kerja sementara.
2. Lipatlah kertas lks menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
kertas lks. Hal ini dilakukan agar mempermudah menggambar pada titik
tengah kertas lks.
3. Lalu diperoleh titik tengah, langkah pertama yang dilakukan yaitu
menetukan perbandingan panjang antara sumbu a, b, dan c yaitu 3 cm : 9
cm : 9 cm dan besar sudut a dan b = 300.
4. Beri tanda atau titik pada perbandingan 3 : 9 : 9 pada sumbu kristal.
5. Tarik garis sejajar pada dua titik di sumbu b dan c dengan ukuran yang
sama dengan sumbu a yang telah diberi tanda.
6. Buat garis sejajar dengan panjang sumbu b pada dua titik atau titik pada
sumbu a dan di sumbu c.
7. Buat atau tarik garis sejajar terhadap sumbu c dengan panjang sumbu c
pada dua titik pada sumbu b dan sumbu a.
8. Pada garis sejajar yang berpotongan (contohnya pada garis sejajar garis b
dengan garis sejajar a) ditarik garis yang sejajar pula dengan garis c.
Buatlah perpotongan garis yang telah dihubungkan.
9. Kemudian warnai pola yang telah dibuat sesuai dengan warna yang
disukai dengan memperhatikan bidang-bidangnya.
B. Sistem Kristal hexagonal

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 2


1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Lipatlah lks menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah kertas lks,
hal ini dilakukan agar mempermudah menggambar pada titik tengah kertas
lks.
3. Lalu diperoleh titik tengah, langkah pertama yang dilakukan yaitu
menetukan perbandingan panjang antara sumbu a, b, c dan d yaitu 6 cm : 2
cm : 12 cm dan besar sudut a dan d = 200dan 400
4. Beri tanda atau titik pada perbandingan 6 : 2 : 12 pada sumbu kristal.
5. Tarik garis sejajar pada dua titik di sumbu d ke sumbu a setelah itu tarik
garis keujung b.
6. Setelah membentuk persegi 6 tarik garis sejajar dengan sumbu yang sama
pada sumbu c.
7. Pada setiap bagian dibagi menjadi dua kemudian ditarik garis tengah ujung
sumbu c.
8. Tarik garis tersebut dengan ukuran yang sama panjang dengan sumbu c.
9. Tarik garis putus-putus dan garis tegas menja dipola tertentu.
10. Warnai sesuai dengan pola yang anda inginkan.

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 3


BAB II
DASAR TEORI
Sedangkan mineral adalah suatu zat ( fasa ) padat yang terdiri dari unsur atau
persenyawaan kimia yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik,
mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan
atom-atom secara beraturan di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal.
Selain itu kata mineral juga mempunyai banyak arti, hal ini tergantung darimana
kita meninjaunya. Mineral dalam arti farmasi lain dengan pengertian di bidang
geologi. Istilah mineral dalam arti geologi adalah zat atau benda yang terbentuk
oleh proses alam, biasanya bersifat padat serta tersusun dari komposisi kimia
tertentu dan mempunyai sifat-sifat fisik yang tertentu pula. Mineral terbentuk dari
atom-atom serta molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, dimana atom-atom
tersebut tersusun dalam suatu pola yang teratur. Keteraturan dari rangkaian atom
ini akan menjadikan mineral mempunyai sifat dalam yang teratur. Mineral
padaumumnya merupakan zat anorganik.Sistem ini juga disebut sistem kristal
regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu
kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.Dengan
perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya sehingga
sumbu-sumbu tersebut sering diberi nama a1, a2, a3 dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini menunjukkan bahwa system ini semua sudut
kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚) (Suliastri, 2012).
Kristal hexagonal ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya
lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki
perbandingan sumbu a = b = d ≠ c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ; γ = 120˚.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 2 : 6 : 12. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatit (Jamil, 2010 ).

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 4


Sistem Tetragonal sama dengan sistem Isometrik, karena sistem kristal ini
mempunyai tiga sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a1
dan a2 mempunyai satuan panjang sama, sedangkan sumbu c berlainan, dapat
lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.Pada kondisi
sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a1 = a2 ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a1 sama dengan sumbu a2 tapi tidak sama dengan
sumbu c, dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama
lain (90˚). ( Warmada, 2004 ).
Untuk memudahkan mempelajari letak dan arah bidang kristal , maka
diperlukan sumbu kristal. Sumbu kristal adalah garis – garis lurus yang melalui
pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang. Satuan panjang
ini dapat sama dan tidak sama. Dalam kristalografi satuan panjang disebut dengan
para meter. Berdasarkan jumlah parameter dan kedudukan sumbu yang satu
dengan yang lainnya, kristal dapat dibagi menjadi beberapa golongan yang disebut
kristal

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 5


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini yaitu menggambar bentuk sistem kristal Hexagonal
dengan ketentuan axial ratio a = b = d ≠ c  yang artinya panjang sumbu a sama
dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada
sumbu ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap
sumbu γ.
Dengan perbandingan sumbu Hexagonal a : b : c = 1 : 3 : 6, dan di perbesar
perbandinganya 2 kali, sehingga menjadi 2 : 6 : 12. hal ini agar dapat
mempermudah pengambarannya, Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+=
40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap
sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Ada beberapa bentuk sudut gambar kristal Hexagonal yang di bagi menjadi
4 ordo, yaitu ordo 1, 2, 3 dan 4, hal inilah yang menyebabkan beberapa gambar
kristal hexagonal terlihat berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya sama saja
berbentuk hexagonal. pada sistem ini, bidang belah kristal ada 4 bidang belah,
yang membelah bentuk 6 sisi atau hexagonal kristal menjadi 3 bagian sama,
potongan tersebut berada di tengah-tengah sisi. dan yang lainya memotong pada
sumbu B menjadi 2 potongan yang sama. Beberapa contoh mineral dengan sumbu
kristal Hexagonal ini adalah calcite, alunite, dolomite, siderite, smithsonite,
Quarst (SiO2) dan Apatite [Ca5((F,Cl,OH)PO4)3].
Sistem tetragonal memiliki perbandingan 1 : 3 : 6 artinya, pada sumbu a1
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu a2 ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
a3 juga ditarik garis dengan nilai 6. Sudut antara a1 dengan a2 = 90 o, sudut anatar
a2 dengan a3 = 90o, sedangkan sudutu a1 dengan –a2 = 30o. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a1 memiliki nilai 30o terhadap sumbu –a2. Sedangkan pada
sistem kristal hexagonal memiliki axial ratio perbandingan sumbu a1 : a2 : a3 =
1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a1 ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu a2
ditarik dengan nilai 3, dan sumbu a3 juga ditarik garis dengan nilai 6.

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 6


BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari praktikum ini antara lain:


1. Sistem Tetragonal sama dengan sistem Isometrik, karena sistem kristal ini
mempunyai tiga sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu
a1 dan a2 mempunyai satuan panjang sama, sedangkan sumbu c berlainan,
dapat lebih panjang atau lebih pendek.
2. Sistem Kristal hexagonal memiliki 4 sumbu dan masing-masing membentuk
sudut 1200 Sedangkan tetragonal hanya memiliki 3 sumbu dan memiliki sudut
900
4.2 Saran

Ssemoga kedepan nya pada praktikum yang akan datang agar lebih memaahai
tentang sumbu dan sudut sistem kristal tetragonal dan hexagonalnya agar
mempermudah dalam penggambaran tersebut.

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 7


DAFTAR PUSTAKA
Jamil, 2010, Kristalografi dan system kristal, Jakarta:Universitas Indonesia.
Justiana.S.M. ( 2009 ). Chemistry 3. Jakarta : Yudhistira.
Sulastri, S. dkk. ( 2012 ). Bilingual Science Physics For Junior  High School
gredeVII.Jakata: Erlangga.
Warmada.I.W. ( 2004 ). Agromineralogi. Yogyakarta : Fakultas Teknik UGM.

Sistem Kristal Tetragonal dan Hexagonal 8

Anda mungkin juga menyukai