Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu yang mempelajari bumi secara menyeluruh, mencakup asal mula


terbentuknya, komposisi, struktur, sifat-sifat fisik, sejarahnya (termasuk
perkembangan kehidupan) dan proses-proses pembentukannya disebut Geologi.
Ilmu ini tak hanya mempelajari apa saja yang ada di dalam bumi, melainkan juga
fenomena alam yang ada di permukaan bumi.
Materi dasar pembentukan bumi adalah batuan. Batuan adalah kumpulan dari
mineral yang terbentuk dari kristal-kristal. Jadi untuk dapat mempelajari ilmu,
harus menguasai Imu tentang kristal. Kristal adalah suatu padatan atom, molekul,
atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar
secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami
proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang
semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal
yang sama, tapi secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara bersamaan
sehingga menghasilkan padatan polikristalin.
Struktur kristal yang terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia
cairannya sendiri ketika terjadi pemadatan, dan tekanan di sekitar objek
terbentuknya proses struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi. Kristalisasi
adalah salah satu teknik pemisahan campuran dimana dalam suatu sistem
dilakukan transfer massa zat terlarut dari larutan untuk membentuk padatan
berupa kristal. Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin,
dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Ini
terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat
mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin disebut bahan amorf atau
seperti gelas. Proses pembentukan ini tidak melepaskan kalor lebur jenis, karena
alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan
padatan. Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk
kristal ini bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk
menentukan strukturnya dan keadaan terciptanya kristal tersebut.

Sistem Kristal Isometrik 1


1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1. Dapat melakukan penggambaran sistem Kristal isometrik.
2. Mengetahui bentuk – bentuk sistem Kristal isometrik.
3. Mengetahui cara penggambaran sistem Kristal isometrik.

1.3 Alat dan Bahan


A. Alat
Peralatan yang di gunakan pada saat praktikum sebagai berikut :
1. Pensil mekanik
2. Pensil warna
3. Busur
4. Alat tulis
5. Clipboard
6. Penggaris lengkap
7. Spidol warna
8. Penghapus

B. Bahan
Bahan yang di gunakan pada saat praktikum sebagai berikut :
1. Kertas HVS A4
2. Modul
3. LKS A4

1.4 Prosedur Kerja


Adapun langkah-langkah menggambar sistem kristal isometrik yaitu:
1. Ditentukan perbandingan yang akan digunakan pada sumbu a:b:c =1:3:3 =
3:9:9 dan sudut sebesar 30⸰
2. Dibuat garis horizontal ( sumbu b ) sepanjang 9 cm.
3. Dibuat garis vertikal ( sumbu c ) sepanjang 9 cm pada titik tengah sumbu b

Sistem Kristal Isometrik 2


4. Dibuat garis diagonal ( sumbu a ) sepanjang 3 cm pada perpotongan
sumbu b dan c dengan sudut 30⸰
5. Dibuat garis horizontal di bagian atas dan bawah sumbu c yang sama
panjang sumbu b
6. Dibuat garis diagonal di setiap ujung dan perpotongan garis yang sama
panjang dengan sumbu a dengan sudut 30⸰

Sistem Kristal Isometrik 3


BAB II
DASAR TEORI

Sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a=b=c,


yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c
Dan juga memiliki sudut kristalografi α=β=γ=90⸰. Hal ini berarti, pada sistem ini,
semua sudut kristalnya ( α, β dan γ) tegak lurus satu sama lain (90⸰), Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem isometrik
memiliki perbandingan sumbu a: b:c= 1: 3: 3. Dan sudut antar sumbunya a+ b
=30⸰. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu at memiliki nilai 30 terhadap
sumbu b-. Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas Tetaoidal, Gyroida, Diploida,
Hextetrahedral, Hexoctahedral. Beberapa contoh mineral dengan system kristal
Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Flack, 2003).
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal
menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan
(refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial
bila bidang tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).
Bidang simetri aksial ini dibedakan menjad dua, yaitu bidang simetri vertikal,
yang melalui sumbu vertikal dan bidang simetri horizontal, yang berada tegak
lurus terhadap sumbu c. Bidang simetri menengah adalah bidang yang hanya
melalui satu sumbu kristal diletakkan pada bidang berdiagonal itu (Pellant, 1992).
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri
dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem yaitu: Isometrik, Tetragonal,
Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin, dan Triklin. Dari tujuh sistem
kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini
berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem
isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem
Orthorhombik memiliki tiga kelas, sistem Hexagonal memiliki tujuh kelas dan
sistem Trigonal memiliki lima kelas, selanjutnya sistemm Monoklin memiliki tiga
kelas dan sistem Triklin memiliki dua kelas (Sapiie, B.dkk, 2018).

Sistem Kristal Isometrik 4


Sistem kristal isometrik adalah sistem kristal yang paling simetri dalam
ruang tiga dimensi. Sistem ini tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang
sama panjang dan sama sudut potong satu sama lain, sistem ini berbeda dengan
sistem lain dari berbagai sudut pandang biasanya dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada tiga dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal isometrik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a-b c, yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi a-B-y-90' Hal ini berarti,pada sistem ini, semua sudut kristalnya (a, ẞ
dan y ) tegak lurus satu sama lain (90°). (Aroyo, 2006).
Segi delapan menunjukkan tiga rotasi lipat lebih baik daripada kubus
dengan wajah segitiga yang yang tegak lurus terhadap tiga sumbu lipat. Keempat
rotasi kali liput meskipun tidak mudah untuk melihat pada segi delapan itu, tapi
Sistem Kristal Isometrik penampang persegi dapat dilihat jika dilihat menuruni
poin dari segi delapan itu. Bentuk-bentuk lain dari kelas hexoctahedral semua
menunjukkan elemen simetri ini termasuk 6 dua sumbu lipatan dan 9 pesawat
cermin. Hextetrahedral Kelas tidak memiliki 3 sederhana empat sumbu rotasi kali
lipat karena mereka adalah empat sumbu rotoinversion kali lipat. Empat sumbu
rotoinversion kali lipat membutuhkan wajah, berputar 90 derajat (seperempat dari
rotasi) dan kemudian membalikkan itu (atas ke bawah & kanan ke kiri) melalui
kristal ke sisi lain. Kemudian berputar lagi 90 derajat dan membalikkan lagi
melalui kristal. Operasi lain rotoinversion dan akhirnya lain (empat orang) dan
wajah kembali, persis di manu itu dimulai. Kristal kemudian tampak seolah-olah
hanya memiliki dua sumbu lipatan bukannya empat kali lipat sumbu yang
sebenarnya memiliki. Kelas hextetrahedral menghasilkan tetrahedron yang sangat
simetris dan turunannya dari formulir ini. Tiga sumbu lipat sangat mudah untuk
melihat di kelas ini saat mereka berjalan melalui dasar segitiga dan keluar tiga
piramida atas berwajah. Tentu saja tidak ada dasar atau piramida dalam sistem
isometric istilah ini digunakan hanya sebagai panduan visual untuk bentuk
tetrahedron. Oleh sebab itu tetrahedronn termasuk dalam isometrik (Lang, 2009).

Sistem Kristal Isometrik 5


3.2 Pembahasan
Setelah melakukan praktikum kristalografi dan mineralogi, praktikan dapat
mengetahui pengertian sistem kristal isometrik serta menggambarkannya. Dalam
praktikum tersebut menggunakan kelas sistem kelas isometrik. Dalam praktikum
yang sudah dilakukan yakni menggambar hexotahedral yang mempunyai sumbu a
-b-c, sudut a-B-y-90°.
Untuk menentukan kelas isometrik dapat menggunakan dua ketentuan
yaitu menurut "Herman maungin dan Schoenflis". Pada bagian yang pertama
yaitu, kelas simetri menurut Herman Manguin. Bagian I, menerangkan nilai
sumbu utama,mungkin bernilai 2, 4 atau 4. Bagian II, menerangkan sumbu
tambahan pada arah (III), apakah sumbu tersebut berniali 3 atau 3. Bagian III,
menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau tidak bernilai, yang memiliki
arah (110) atau arah lainnya terletak tepat diantara dua buah sumbu utama. Pada
bagian kedua yaitu kelas simetri menurut Scoenflish. Bagian I, menerangkan nilai
sumbu c, apakah bernilai 2 dan 4. Jika bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O
(oktahedral), jika bernilai 2 dinotasikan dengan huruf T (tetrahedral). Bagian II,
menerangkan kandungan bidang simetri bila mempunyai Bidang simetri
horizontal, bidang simetri horizontal,dan bidang simetri vertikal.
Pada penggambaran Pada pratikum kali ini yang berjudul Sistem Kristal
Isometrik dan Tetragonal dengan menggunakan proyeksi orthogonal. Sistem yang
pertama adalah sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a: b: c=1:3:3.
Pada saat pratikum pratikan menggunakan perbandingan 3 kali perbesaran karena
di aplikasikan pada kertas LKS, sehingga memiliki perbandingan a: b: c=3:9: 9.
Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 3 cm, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 9 cm, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 9 cm. Dan sudut
antar sumbunya a / b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a memiliki
nilai 30 terhadap sumbu b. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = bc, yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi a = ẞ= y = 90'. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalnya ( a, ẞ dan y ) tegak lurus satu sama lain(90"). Bidang simetri
horizontal, bidang simetri horizontal,dan bidang simetri vertikal.

Sistem Kristal Isometrik 6


Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk menjelaskan
nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang
simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi
patokan dalam penggambarannya. Adapun cara penentuan dan jumlah unsur
simetri yaitu: Pertama, pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya,
lakukan pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Kedua, pengamatan
dapat dilakukan dengan cara mengatur kristal dengan poros pada sumbu
utamanya, kemudian perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada
tentukan jumlah serta nilainya. Dan untuk menentukan nilainya sama dengan pada
sumbu utama yaitu: Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan
sumbu simetri yang ada pada kristal, amati bentuk kristal terhadap susunan
persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titil pusat kristal, dan
jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang ada.
Gyroidal Kelas memiliki semua sumbu dari kelas hexoctahedral tetapi
tidak ada pesawat cermin. Kelas ini menghasilkan bentuk yang unik yang disebut
gyroid tersebut. Ini memiliki 24 wajah yang berbentuk pentagons terdistorsi.
Kurangnya pesawat cermin jelas terlihat pada gyroid tersebut. Kelas ini seperti
kelas-kelas lain dapat memiliki bentuk yang tampaknya simetri tinggi seperti
kubus. Tapi lukisan di wajah kristal atau faktor-faktor lain seperti striations dapat
digunakan untuk mengungkapkan simetri sejati kristal. Segi delapan menunjukkan
tiga rotasi lipat lebih baik daripada kubus dengan wajah segitiga yang yang tegak
lurus terhadap tiga sumbu lipat. Keempat rotasi kali lipat meskipun tidak mudah
untuk melihat pada segi delapan itu, tapi penampang persegi dapat dilihat jika
dilihat menuruni poin dari segi delapan itu.
Ada dua macam cara simbolisasi yang sering digunakan, yaitu simbolisasi
Herman Maugin dan Schoenfish yang menyatakan Kolom I Nilai sumbu c dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus (disebut dengan mirror,dalam
simbolisasi di tuliskan "m" jika ada) sumbu tersebut dan Kolom II Nilai sumbu
yang terletak antara tiga sumbu atau sumbu yang menembus bidang (111) dan ada
tidaknya mirror. Sedangkan, Kolom III Nilai sumbu yang terletak antara dua
sumbu pada Kristal atau sumbu yang menembus bidang (110) serta ada tidaknya
mirror.

Sistem Kristal Isometrik 7


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan (menjawab dari tujuan yang kalian buat)
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Sistem Isometrik adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang
tiga dimensi yang tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang sama
panjang dan sama sudut potong satu sama lain. Sistem Tetragonal sama
dengan sistem Isometrik, karena sistem kristal ini mempunyai tiga sumbu
kristal yang masing-masing saling tegak lurus.
2. . Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat
kristal, dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu
putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama.
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah
kristal. Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah
kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya.
3. Sistem kristal isometrik digambarkan dengan perbandingan sumbu 3:9:9
atas dasar parameter dan parameter rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal
dalam bentuk proyeksi orthogonal.

4.2 Saran
Setelah dilakukan nya praktikum ini masih dikendala dengan maket
sistem kristal yang sedang di bahas, diharapkan untuk kedepannya maketnya
di sediakan lebih banyak agar praktikan lebih paham dalam melaksanakan
praktikum.

Sistem Kristal Isometrik 8


DAFTAR PUSTAKA
Aroyo, Mois I. 2006. Historical Introduction. International Tables for
Crystallography : Spinger.
Barmawi, 2012. Kristalografi dan Mineralogi Kuarsa, Volume 5, halaman 1.
Flack, Howard D.2003. Chiral and Achiral Chrystak Structures. Helvetika
Chimica Acta 86 (4) : 905-921.
Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London : Dorling Kindersley.
Sapiee B,.dkk. 2009. Geologi Dasar . Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Sistem Kristal Isometrik 9

Anda mungkin juga menyukai