Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kristalografi merupakan cabang ilmu geologi yang mempelajari sifat-sifat
geometri. Dari suatu kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan
bentuk luar, struktur dalam (internal) dan sifat-sifat fisisnya. Kristalografi
merupakan sains eksperimental yang bertujuan menentukan susunan atom dalam
zat padat dahulu istilah ini digunakan untuk studi ilmiah kristal.
Kristal adalah bahan padat homogen yang biasanya bersifat anisotrop dan
tembus air dan mengikuti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang-
bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukannya dari bidangnya
tertentu serta terartur. Kristalisasi adalah sebutan untuk proses terbentuknya
kristalin. Tapi Walaupun dalam proses pendinginan sering menghasilkan bahan
kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-
kristalin.
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crustallon yang berarti tetesan
yang dingin atau beku. Menurut pendapat parah ahli yang telah digabungkan,
kristal merupakan bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air serta
mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya
memenuhi hukum geometri, jumlah dan kedudukannbidang kristalnya selalu
tertentu dan teratur.
Dalam kristalografi, terdapat tujuh sistem kristal, yang mana setiap sistem
kristal memiliki kelas masing-masing serta perbandingan sudut tertentu.
Kristalografi dalam Teknik Pertambangan berguna untuk mengetahui kandungan
dalam suatu mineral dan ataupun mengetahui zat serta bentuk dalam mineral
tersebut yang mana dapat diaplikasikan dalam dunia perkerjaan.
Kristalografi sangatlah penting dalam bidang geologi dan tambang,
terutama sebagai ahli tambang harus mengenal ilmu geologi sekaligus
mendalaminya dengan mempelajari kristalografi. Dalam kristalografi kita dapat
mengetahui kristal-kristal yang memiliki tingkat kekerasan tertentu.
Dengan mempelajari ilmu kristalografi, dapat mengetahui dimana
persebaran kristal tertentu yang ingin diketahui dan diekplorasi, dengan begitu
kita dapat mengetahui jenis mineral yang yang dilihat dari bentuk kristalnya, dan

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 1


setelah kita mengetahui jenis mineral yang ada di suatu lokasi, kita jadi tau ada
sumber bahan galian yang ada dilokasi tersebut yang nantinya akan bisa dijadikan
lahan tambang.
Seperti halnya seorang eksplolrasi tambang menemukan sebuah batu yang
didalam nya terkandung mineral azurite. Dimana yang kita ketahui azurite adalah
mineral indikator adanya bijih tembaga dibawah permukaan bumi, yang nantinya
bisa kita tambang.Kristal itu sendiri memiliki 7 sistem kristal yaitu, sistem kristal
isometrik, tetragonal, hexagonal, trigonal, orthorombic, monoklin, dan yang
terakhir triklin dari setiap sistem mineral memiliki kelas-kelas simetrinya masing-
masing dan juga mineral nya. Dan setiap sistem kristal masing-masing nya
memiliki mineral nya tersendiri contohnya seperti sistem kristal isometrik itu
mineralnya emas, pyrite, cinnabar dan lainnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1. Menggambarkan sistem kristal isometrik, tetragonal dan hexagonal secara
proyeksi orthogonal
2. Menentukan deskripsi sistem kristal isometrik, tetragonal, dan hexagonal,
meliputi kelas simetri, jumlah unsur simetri, dan contoh mineral
3. Menentukan simbol penamaan menurut herman maughin dan schloenfish.
1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Alat tulis
2. Jangka
3. Busur
4. Pensil warna
5. Spidol warna
6. Lembar sementara
7. Penggaris panjang
8. Penggaris segitiga siku-siku dan sama kaki
9. Pensil mekanik
b. Bahan

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 2


Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Lembar Kerja Sementara
2. Maket sistem kristal isometrik
3. HVS
1.4 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilaksanakan pada saat praktikum adalah :
a) Prosedur kerja sistem kristal isometrik
1. Disediakan alat dan bahan untuk praktikum yatiru alat tulis dan LKS.
2. Ditentukan jenis sistem kristal yang akan digambarkan, sistem kristal
isomentrik adalah sistem kristal yang digunakan pada praktikum kali
ini.
3. Dibuat sumbu utama dari sistem kristal isometrik dengan cara ditarik
garis dengan perbandingan 1:3:3 berupa sumbu a (diagonal), sumbu b
(horizontal) dan sumbu c (vertikal)
4. Dibuat perbandingan masing-masing kemudian diperbesar 3 kali
sehingga menjadi 3:9:9. Dengan panjang sumbu a adalah 3, sumbu b
dan c adalah 9.
5. Dibuat sudut antara sumbu a dan b sebesar 30° dengam panjang 3cm.
6. Dibuat pula sudut menyerupai sumbu a dengan panjang 3cm pada ujung
keempat garis.
7. Disatukan setiap ujung garis yang membentuk sudut dengan menarik
garis sepanjang 9cm untuk rusuk bidang samping kiri, samping kanan,
bawah, atas dan belakang.
8. Digunakan garis tegas untuk bidang samping kanan, depan dan atas.
digunakan garis putus-putus untuk garis bidang bawah, samping kiri
dan belakang.
9. Dinamakan dengan garis bantu pada garis yang ditarik sebagai
diagonal. Ditarik keluar bidang setiap sumbu bantu dan sumbu utama
untuk menentukan simbolnya.
10. Diberi warna pada gambar sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Pewarnaan berdasarkan garis atau sumbu yang telah dibentuk.
11. Ditentukan jenis proyeksi, deskripsi (sistem kristal, jumlah unsur

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 3


simetri), serta penamaan dari sitem kristal yang dibuat.
b) Prosedur kerja sistem kristal tetragonal
1. Disediakan alat dan bahan untuk praktikum yatiru alat tulis dan LKS.
2. Dilipat kertas LKS menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
pada LKS.
3. Diperoleh titik tengah, selanjutnya menentukan perbandingan panjang
antara sumbu a, sumbu b dan sumbu c yaitu 2 : 6 : 12 dan besar sudut a
dan b = 30°
4. Diberi tanda atau titik perbandingan 2 : 6 : 12 pada sumbu kristal.
5. Dibuat garis vertikal atau sumbu c sepanjang 12 cm dan garis horizontal
atau sumbu b sepanjang 6 cm.
6. Dibuat garis a-/b+ = 30°
7. Diberi keterangan pada garis-garisnya tanfa a+,a-.b+,b-
8. Dibuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-
9. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b+
10. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b-
11. Dibuat proyeksi dibidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi
12. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
13. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
14. Dibuat perpotongan garis yang telah dihubungkan.
c) Prosedur kerja sistem kristal hexagonal
1. Disediakan alat dan bahan untuk praktikum yatiru alat tulis dan LKS.
2. Dilipat kertas LKS menjadi dua bagian untuk memperoleh titik tengah
pada LKS.
3. Diiperoleh titik tengah, selanjutnya menentukan perbandingan panjang
antara sumbu a : b : c : d yaitu 1 : 3 : 6 : 1 = 2 : 6 : 12 : 2
4. Dibuat garis dengan sudut a+/b- = 20° dan b+/d- = 40°
5. Dibuat garis vertikal atau sumbu c sepanjang 12 cm dan garis horizontal
atau sumbu b sepanjang 6 cm.
6. Dibuat garis a-/b+ = 30°
7. Diberi keterangan pada garis-garisnya tanfa a+,a-.b+,b-
8. Dibuat proyeksi garis yang merupakan pencerminan 1 bagian a+, a-

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 4


9. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b+
10. Dibuat bagian ketiga dari sumbu b-
11. Dibuat proyeksi dibidang dari horizontal seperti langkah kedua tadi
12. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c+
13. Diproyeksikan bidang menuju bagian ketiga dari sumbu c-
14. Dibuat perpotongan garis yang telah dibuhungkan.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 5


BAB II
DASAR TEORI
Kristal merupakan benda padat yang terbentuk dari komposisi atom-atom,
ion-ion dan molekul-molekul dengan susunan berulang dan jarak yang teratur
dalam tiga dimensi. Keteraturan susunan tersebut terjadi karena adanya kondisi
geometris yang harus memenuhi adanya ikatan atom yang berarah dan susunan
yang rapat. Ditinjau dari struktur atom penyusunnya, benda padat dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu kristal tunggal (monocystal), polikristal (polycystal)
dan amorf (Smallman,dkk, 2000).
Sistem kristal adalah benda padat yang berbentuk polydes / polihedral atau
bidang banyak yang berbentuk tertentu dan selalu dibatasi oleh bidang datar.
Keteraturan bentuk kristal disebabkan oleh mineral – mineral tersebut tersusun
dari atom – atom maupun molekul – molekul yng teratur satu samalain. Bidang
datar yang membatasi bagian luar kristal tersebut disebut bidang muka kristal atau
disingkat dengan bidang kristal ( Graha, 1987 ).
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crustallon yang berarti tetesan
yang dingin atau beku. Menurut pendapat parah ahli yang telah digabungkan,
kristal merupakan bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air serta
mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya
memenuhi hukum geometri, jumlah dan kedudukannbidang kristalnya selalu
tertentu dan teratur.
Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang-bidang datar
dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai
bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling
berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak
dan arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam
suatu kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan lurus yang menembus kristal
melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunya satuan panjang yang
disebut sebagai parameter. Kristal tebentuk melalui dua cara yakni presipitasi
(pengendapan) dan kristalisasi. Kecepatan kristalisasi akan mempengaruhi bentuk
dan ukuran butir kristal. Semakin lama proses kristalisasi berlangsung, maka
ukuran butir kristal akan semakin besar dan sebaliknya jika semakin cepat proses

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 6


kristalisasinya maka ukuran butir kristal yang ada akan semakin kecil
(Koyama,dkk,1977).
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat semetrinya (bdang simetri
dan sumbu simetri) yang dibagi menjadi tujuh bentuk sistem kristal, yaitu
Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan
Triklin. Dari sistem kristal isometrik disebut juga sistem kristal regular atau
sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya. Pada kondisi sesungguhnya, sistem kristal isometrik
memiliki axial ratio )perbandingan sumbu a : b : c, yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c). Memiliki juga sudut
kristalografi α = β = γ = 90°. Hal ini berarti, pada sistem ini semua sudut
kristalnya tegal lurus satu sama lain (90°).
Pada sitem kristal isometrik penggambaran dengan menggunakan proyeksi
orthogonal, sistem kristal isomentrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 :
3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik
garis dengan nilai 3 dan pasa sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai tidak
mutlak dan hanya berupa perbandingan). Sudut antara a dengan b = 90°, sudut
antara b dengan c = 90°, sudut antara c dengan a = 90°, sedangkan sudut antara a
dan –b = 30°. Hal ini menjelaskan bahwa sumbu a memiliki nilai 30° terhadap
sumbu –b (John,dkk,1963).
Sistem kristal tetragonal memiliki 3 sumbu kristal yang saling tegal lurus
satu sama lain. Sumbu a dan sumbu c memiliki satuan panjang yang sama namun
untuk sumbu c berlainan yaitu dapat lebih pendek atau lebih panjang. Dan
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90°. Hal ini berarti, pada sistem ini,
semua sudut kristalografinya tegal lurus satu sama lain (Barmawi,dkk,2012).
Salah satu sistem kristal lain adalah sistem kristal hexagonal. Sitem kristal
hexagonal ini mempunyai 4 sumbu kristal yang mana sumbu c tegal lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120° terhadap satu sama lain. Sedangkan panjang c berbeda karena dapat
lebih panjang atau lebih pendek pada kondisi sebenarnya, sistem kristal hexagonal
Memeiliki perbandingan sudut a=b=d≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 7


Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal hexagonal memiliki perbadingan
sudut a = b = d ≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu c tapi tidak sama dengan sumbu dc. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90° ; γ = 120°, hail ini berarti pada sistem ini, sudut α dan β
saling tagak lurus dan membentuk sudut 120° terhadapa sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggukan proyeksi orthogonal, sesitem kristal
hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c : d = 1 : 3 : 6 : 1 yang artinya
pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, disumbu b ditarik garis dengan nilai 3,
disumbu c ditarik garis dengan nilai 6 dan pada sumbu d digaris dengan nilai 1
yang merupakan bukan patokan. Dan sudut antar sumbunya a +/b- = 20° ; b+/d- =
40°. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20° tehadap
sumbu b- dan sumbu b+ membentuk sudut 40° terhadap sumbu d-.
Sistem kristal hexagonal dibagi menjadi 7 klas yaitu Hexagonal Pyramid,
Hexagonal Bipyramid, Dihexagonal Pyramid, Dihexagonal Bipyramid, Trigonal
Bipyramid, Ditrigonal Bipyramid dan Hexagonal Trapezohedral.
Beberapa contoh mineral pada sistem kritsal hexagonal ini adalah Quartz,
Corundum, Hematite, dan Calcite (Mondadori, 2013)
Sistem kristal tetragonal memiliki 3 sumbu kristal yang saling tegal lurus
satu sama lain. Sumbu a dan sumbu c memiliki satuan panjang yang sama namun
untuk sumbu c berlainan yaitu dapat lebih pendek atau lebih panjang. Dan
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90°. Hal ini berarti, pada sistem ini,
semua sudut kristalografinya tegal lurus satu sama lain (Barmawi, 2012).
Proyeksi orthogonal digunakan untuk mendapatkan gambar tiga dimensi
dari suatu sistem kristal. Pada sistem kristal tetragonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6 yang memiliki arti pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3 dan pada sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6, serta sudut antar sumbunya a+/b- = 30° (Mandadori, 2013).

Sistem kristal tetragonal dibagi kedalm 7 klas yaitu Ditetragonal Bipyramid,


Tetragonal Trapezohedral, Ditetragonal Pyramid, Tetragonal Scakenohedral,
Tetragonal Bypiramid, Tetragonal Pyramid dan Tetragonal Bispheonid. Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal tetragonal yang diketahui adalah
Hausmannite, Chalcopyrite dan Rutile dan mineral lainna (Pellant, 1992).

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 8


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 SISTEM KRISTAL ISOMETRIK
Pada praktikum yang dilakukan pada hari senin 5 april 2022 yang
bertepatan dengan bulan suci ramadhan, yang pertama praktikan pelajari yaitu
sistem isometri dan juga menggambar Sistem Krisral Isometrik yang memiliki
kelas Hexaoctahedral yang dijelaskan oleh asisten laboratorium.

gambar 1. Sumbu dan sudut sistem kristal isometrik


Pada praktikum kali ini dijelaskan secara detail menggambar sistem kristal
isometrik. Sistem kristal ini memiliki tiga sumbu utama yang memotong titik
pusat secara vertikal, horizontal, dan diagonal dengan panjang masing-masing
berbanding 1:3:3.
Kemudian, dilakukan deskripsi mengenai jumlah unsur simetri dari sistem
kristalografi tersebut. Untuk sistem Kristal isometrik, jumlah unsur simetrinya
adalah 3L4 ,4L36, 6L2 ,9PC
bidang bagian bawah, bidang depan, bidang belakang, bidang tengah
horizontal, dan bidang tengah vertikal yang menghadap ke samping.
Lalu , contoh-contoh mineral dari sistem kristal yang digambarkan. Pada
sistem kristal isometrik contoh mineral yang digunakan adalah gold, pyrite,
galena, halite dan fluorite. yang mengandung Kristal (kristalin) dan mineral yang
tidak mengandung Kristal (Non-kristalin).
Deskripsi penamaan kelas oleh Hermann Maugin yang mana pada kelas
hexoctahedral adalah 4/m /3 2/m. simbol-simbol ini berarti terdapat 3 bagian
jenis penamaan Hermann Maugin. Deskripsi terakhir adalah penamaan kelas
berdasarkan Schoenfish, penamaan Schoenfish yang di dapat adalah Oh. Dalam
penggambaran sistem kristal tidak boleh ada kesalahan dari sudut dan panjang.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 9


3.2 SISTEM KRISTAL TETRAGONAL
Selanjutnya menggambaar sistem kristal tetragonal dengan kelas simetri
ditetragonal bipyramidal.

Gambar 2. Sumbu dan sudut sitem kristal tetragonal


Kemudian, dilakukan deskripsi mengenai jumlah unsur simetri dari sistem
kristalografi tersebut. Untuk sistem Kristal Tetragonal, jumlah unsur simetrinya
adalah L4, 4L2, 5PC. Pada L4 dinama L berarti invers, sedangkan 4 memiliki arti
bidang yang dilalui oleh ketiga sumbu utamanya yaiu depan, belakang, samping
kanan dan samping kiri. 4L2 berarti 4 sumbu intermediet dan 2 merupakan bidang
yang membelah sistem kristal. Dan 5PC yaitu bidang yang membentuk kristal dan
membaginya.
Sistem kristal tetragonal memiliki 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus
satu sama lain. Sumbu a dan sumbu c memiliki satuan panjang yang sama namun
untuk sumbu c berlainan yaitu dapat lebih pendek atau lebih panjang.
Lalu , contoh-contoh mineral dari sistem kristal teragonal adalah Pyrolucite,
Chalcopyrite, Crystabolite dan lain-lain. Selanjutnya deskripsi mengenai kelas
simetri, kelas sistem kristal tertagonal kali ini adalah kelas Ditetragonal
Bipyramid yang merupakan kelas ke 27 dengan simentri menurut Herman
4 2 2
Mauguin adalah , , .
m m m
Sedangkan menurut Schoenfish, sistem kristal tetragonal klas Ditetragonal
Bipyramid memiliki nilai Dh yang mana D (Diedrish) berarti jika sumbu c
bernilai 2. Dan h dikarenakan kristal ini memiliki bidang simentri horizontal,
bidang simetri simetri vertikal dan bidang simetri diagonal.
Dan contoh dari sistem kristal tetragonal ini ada banyak seperti pyrolucite,
chalcopyrite, crystabolite dan masih banyak lainnya yang termasuk sistem ini.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 10


3.3 SISTEM KRISTAL HEXAGONAL
Setelah menggambarkan sistem kristal tetragonal, pada praktikum ini
lanjutkan dengan menggambar sistem kristal hexagonal yang memilki klas
dihexagonal bipyramid.

Gambar 3. Sumbu dan sudut sistem kristal hexagonal


Kemudian, dilakukan deskripsi mengenai jumlah unsur simetri dari sistem
kristalografi tersebut. Untuk sistem Kristal Hexagonal, jumlah unsur simetrinya
adalah L6, 6L2, 7PC. Dimana pada L6 dimana L memiliki arti inver dan 6 berarti
bidang yang dilalui oleh ketiga sumbu utamanya. Pada , 6L2 yang mana berarti 6
sumbu intermediet, 2 merupakan bidang yang mebelah sistem kristal. Dan 7PC
yaitu dibang yang mebentuk kristal dan membarinya.
Lalu, contoh-contoh mineral dari sistem kristal teragonal adalah
Aquamarine, Nepheline, Molyddenite dan lain-lain.. Hubungan antara mineral
dengan Kristal yaitu mineral terbentuk atas susunan-susunan Kristal, dan Kristal-
kristal yang membentuk mineral memiliki sistemnya masing-masing. Hal ini
menjadi dasar adanya mineral yang mengandung Kristal (kristalin) dan mineral
yang tidak mengandung Kristal (Non-kristalin).
Selanjutnya deskripsi mengenai kelas simetri, kelas sistem kristal tertagonal
kali ini adalah kelas Ditetragonal Bipyramid yang merupakan kelas ke 27 dengan
4 2 2
simentri menurut Herman Mauguin adalah , , tersebut. Sedangkan
m m m
menurut Schoenfish, sistem kristal tetragonal klas Ditetragonal Bipyramid
memiliki nilai Dh yang mana D (Diedrish) berarti jika sumbu c bernilai 2. Dan h
dikarenakan kristal ini memiliki bidang simentri horizontal, bidang simetri simetri

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 11


vertikal dan bidang simetri diagonal. Lalu contoh mineral pada sistem kristal
hexagonal adalah
Aquamarine, nepheline, molyddenite dan masih banyak macam lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dengan lancar dan dilihat dari tujuan
dilaksanakannya praktikum ini dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Dapat menggambarkan sistem kristal isometrik, tetragonal, dan hexagonal
secara proyeksi orthogonal.
2. Dapat menentukan deskripsi sistem kristal isometrik, tetragonal, dan
hexagonal meliputi kelas simetri, jumlah unsur simetri, dan contoh
mineral.
3. Dapat mengetahui atau menentukan simbol penamaan dari herman-
maugin dan schloenfish.
4.2 Saran
Diharapkan untuk para praktikan dapat datang tepat waktu, jadi dapat
memaksimalkan waktu dalam melakukan praktikum. Dan juga agar lebih
memahami materi. Dan lebih diperhatikan aturan-aturan dalam penggambaran
sistem kristal agar lebih memahami cara penggambaran.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 12


DAFTAR PUSTAKA
Barmawi, Desi Trisnawati. 2012. Kristalografi dan Mineralogi Kuarsa. Jurnal
Ilmiah MGT. Vol.5, No. 1, Januari 2012.
Graha. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung.
John A. Kartilli, P. Marks. 1963. Geologi. Jakarta : Departemen Urusan Research
Nasional.
K.Koyama and Y.Takeuchi,Z .1977. Kristallorgraphy. Tokyo: Tokyo University.
Mondadori, Arlondo. 2013. Simons & Schuster’s Guide to Rocks and Minerals.
Jakarta : Erlangga.
Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley.
R.E. Smallman and R.J Bishop. 2000. Modern Physical Metallurgy and Materials
Engineering. New York : Hill International Book Company.

Sistem Kristal Isometrik, Tetragonal, dan Hexagonal 13

Anda mungkin juga menyukai