Anda di halaman 1dari 68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Instrumen Penelitian

Pengujian instrument yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji

validitas dan reliabilitas.

4.1.1 Uji Validitas

Perhitungan validitas menggunakan SPSS versi 20.0, dengan melihat

correted item total correlation, keputusannya apabila rhitung > rtabel maka pertanyaan

tersebut valid, begitupun sebaliknya apabila rhitung < rtabel (df=n-2; 100-2=98; α=0,05) =0,1966

maka pernyataan tersebut tidak valid.

Tabel 4.1
Uji Validitas Variabel Literasi Media
Item rhitung rtabel Keterangan
1 0,570 0,1966 Valid
2 0,445 0,1966 Valid
3 0,321 0,1966 Valid
4 0,581 0,1966 Valid
5 0,588 0,1966 Valid
6 0,214 0,1966 Valid
7 0,221 0,1966 Valid
8 0,251 0,1966 Valid
9 0,287 0,1966 Valid
10 0,289 0,1966 Valid
11 0,304 0,1966 Valid
12 0,604 0,1966 Valid
13 0,232 0,1966 Valid
14 0,494 0,1966 Valid
15 0,490 0,1966 Valid
Sumber : kuesioner diolah , 2019

72
73

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa nilai rhitung item-item pertanyaan

pada variabel literasi media menunjukan hasil yang sudah valid, karena rhitung > rtabel.

Maka pertanyaan pada angket yang digunakan telah sah dan memenuhi syarat

validitas serta memiliki kecermatan dan ketepatan suatu instrument (angket) dalam

melakukan fungsi ukurnya.

4.1.2 Uji Reliabilitas

Pada penelitian ini digunakan metode pengukuran reliabilitas Alpha

Cronbach, dengan kriteria besarnya koefisien reliabilitas minimal harus dipenuhi

oleh suatu alat ukur adalah 0,60 yang berarti bahwa secara keseluruhan alat ukur

telah memiliki konsistensi yang dapat diandalkan. Dari hasil pengolahan data

diketahui bahwa nilai reliabilitasnya:

Tabel 4.2
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha Batas Keterangan
Cronbach Minimum
Literasi Media 0,719 0,60 Reliabel
Sumber : kuesioner diolah, 2019

Nilai reliabilitas memberikan indikasi bahwa keandalan kuisioner yang

digunakan pada variabel penelitian sebagai alat pengukur termasuk pada kategori

reliabel karena nilainya lebih besar dari 0,6. Maka instrumen penelitian yang

digunakan memiliki konsistensi data dalam waktu yang berbeda. Instrumen yang

reliable adalah instrumen yang beberapa kali untuk mengukur objek yang sama

akan menghasilkan data yang sama/konsisten.


74

4.2 Analisis Deskriptif Variabel Literasi Media

Analisis deskriptif data hasil tanggapan responden dapat digunakan untuk

memperkaya pembahasan, melalui analisis deskriptif data tanggapan responden

dapat diketahui bagaimana kondisi setiap indikator variabel yang sedang diteliti.

Agar lebih mudah dalam menginterpretasikan variabel yang sedang diteliti,

dilakukan kategorisasi terhadap tanggapan responden berdasarkan persentase skor

responden.

Pada variabel literasi media terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu: mengakses,

memahami dan mengevaluasi. Dimensi tersebut digunakan untuk mengukur tingkat

literasi media yang dalam pengambilan datanya menggunakan kuesioner yang

terdiri dari 15 item pertanyaan. Adapun untuk keperluan analisis distribusi jawaban

responden disajikan dalam bentuk tabel frekuensi untuk tiap pertanyaan.

Selanjutnya analisis data kuantitatif yang menggunakan metode analisis deskriptif

dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi dari tiap-tiap tanggapan responden

untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penilaian masuk

dalam kategori sesuai dengan masing-masing pertanyaan.

Untuk mengetahui gambaran mengenai variabel penelitian tersebut maka

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menentukan data terbesar dan data terkecil

a) Data terbesar merupakan perkalian antara jawaban tertinggi dari

skala pengukuran (5) dengan banyaknya sampel penelitian (100),

maka 5 x 100 = 500


75

b) Data terkecil merupakan perkalian antara jawaban terendah dari

skala pengukuran (1) dengan banyaknya sampel penelitian (100),

maka 1 x 100 = 100

2. Menentukan jangakuan (R)

R = data terbesar-data terkecil

R = 500 - 100 = 400

3. Membuat panjang interval kelas (int)

400
Int   80
5

4. Membuat tabel rentang klasifikasi

Untuk memudahkan penilaian dari jawaban responden maka dibuat kriteria

penilaian berdasarkan skor rata-rata sebagai berikut:

Tabel 4.3
Rentang Klasifikasi Variabel Penelitian
Lebar Interval % Skor Kategori
100 – 180 0% - 20% Sangat buruk
181 – 260 20% - 40% Buruk
261 – 340 40% - 60% Cukup Baik
341 – 420 60% - 80% Baik
421 – 500 80% - 100% Sangat baik

4.2.1 Dimensi Mengakses Media Sosial

Berikut hasil tanggapan responden mengenai dimensi mengakses media

sosial disajikan pada tabel sebagai berikut:


76

4.2.1.1 Kemampuan mengakses menggunakan media sosial

Tabel 4.4
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Mengakses Menggunakan Media
Saya sudah terbiasa menggunakan media sosial baik Instagram, Facebook,
Twitter, You Tube dll
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 1 0 2 7 3 13 50
SMA Negeri 12 0 1 1 7 1 10 38
SMA Negeri 16 0 0 2 5 2 15 61
SMA Negeri 21 0 0 2 5 2 9 36
SMA Negeri 23 1 1 0 6 3 11 42
SMA Negeri 24 0 0 1 4 5 10 44
SMA Negeri 25 0 0 0 2 11 13 63
SMA Negeri 26 0 0 3 3 2 8 31
SMA Negeri 27 0 1 1 2 7 11 48
2 4 11 45 38 100 413
Kategori Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 25 yaitu sebanyak 63 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab sangat

setuju yaitu 11 orang dan 2 orang menjawab setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 31 paling banyak siswa menjawab

ragu-ragu dan setuju sebanyak 3 orang dan 2 orang lagi menjawab sangat setuju.

Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

menggunakan media sosial menghasilkan total skor sebesar 413 dan dikategorikan

baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur sudah

memiliki kemampuan yang baik dalam menggunakan media sosial seperti

Instagram, Facebook, Twitter, dll.


77

Kemampuan siswa yang baik dalam menggunakan media sosial

digunakannya sebagai sistem pertemanan dan pertukaran informasi yang sangat

mudah dilakukan. Pengguna media sosial secara mudah bisa mengakses media

sosial menggunakan jaringan internet dengan biaya yang kecil dan dilakukan

sendiri dengan mudah. Kemampuan siswa dalam mengakses media sosial tentunya

tidak luput dari technical skill seseorang dalam menggunakan media sosial.

Kemampuan tersebut diperolehnya melalui keinginan dalam dirinya sendiri untuk

mahir menggunakan media sosial. Selain itu kemudahan dalam menggunakan

media sosial siswa sekolah SD hingga SMP saat ini telah mahir membuka dan

menggunakan media sosial. Karena adanya keingintahuan yang besar dari mereka

untuk menggunakan media sosial. Pengguna media sosial dikalangan remaja

memberikan pengaruh langsung baik positif maupun negatif. Para pengguna media

sosial tersebut seharusnya lebih bijak dalam menggunakan media sosial, jangan

sampai mahir menggunakan media sosial tetapi justru mengganggu proses belajar

mereka.

Kemampuan mengakses menggunakan


media sosial

SB 38%

B 45%

CB 11%

TB 4%

STB 2%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 4.1 Grafik Kemampuan Mengakses Menggunakan Media Sosial


78

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 45% siswa

kelas XI sudah memiliki kemampuan yang baik dalam menggunakan media sosial.

Sedangkan hanya 2% dari siswa tersebut yang sangat tidak baik dalam

menggunakan media sosial. Menurut Europian Commission untuk mengukur

tingkat literasi media digunakan istilah individual competence yang didefinisikan

sebagai kemampuan seorang individu dalam mengakses dan menggunakan media

(practical use) serta kemampuan kognitif. Dalam individual competence tersebut

terbagi menjadi dua kategori yaitu personal competence dan social competence

yang salah satu bagiannya yaitu technical skill yaitu kemampuan mengakses media

dan secara efektif menggunakan perangkat media (European Commission, 2009).

Meski menggunakan media sosial terbilang mudah, namun sebagai siswa

sekolah yang menggunakan media sosial sudah seharusnya bijak dalam

menggunakan media sosial, bahkan tidak jarang dari siswa yang kecanduan atau

berlebihan dalam menggunakan media sosial, justru mengabaikan kewajiban

utamannya sebagai pelajar. Kemampuan siswa yang sudah mahir menggunakan

media sosial tentunya harus diimbangi dengan pengetahuan mengenai literasi media

agar dapat membentengi mereka dalam menangkal berita-berita bohong yang

beredar.
79

4.2.1.2 Frekuensi penggunaan media sosial

Tabel 4.5
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Frekuensi Penggunaan Media Sosial
Dalam sehari saya bisa mengakses media sosial hingga lebih dari 5 kali
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 2 3 6 2 13 47
SMA Negeri 12 0 1 4 4 1 10 35
SMA Negeri 16 0 4 4 6 1 15 49
SMA Negeri 21 0 2 1 4 2 9 33
SMA Negeri 23 0 1 2 6 2 11 42
SMA Negeri 24 0 0 4 6 0 10 36
SMA Negeri 25 0 0 6 6 1 13 47
SMA Negeri 26 0 0 5 3 0 8 27
SMA Negeri 27 0 1 7 3 0 11 35
0 11 36 44 9 100 351
Kategori Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 49 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 6 orang dan 1 orang menjawab sangat setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 27 paling banyak siswa menjawab

ragu-ragu sebanyak 5 orang dan 3 orang lagi menjawab setuju. Secara keseluruhan

tanggapan responden mengenai sub indikator frekuensi penggunaan media sosial

menghasilkan total skor sebesar 351 dan dikategorikan baik. Artinya rata-rata siswa

kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur setuju bahwa mereka rata-rata dalam

sehari menggunakan media sosial sebanyak lebih dari 5 kali.

Menggunkaan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab berarti

membatasi penggunaannya supaya tidak menganggu aktivitas belajar siswa.

Sebagai penguna media sosial harus pandai-pandai menyaring informasi agar


80

terhindar dari resiko gangguan mental seperti kecemasan dan depresi. Belum

adanya ketentuan yang pasti mengatur berapa kali seseorang diperbolehkan

mengakses media sosial tergantung dari dirinnya sendiri dalam mengatur

penggunaan media sosial tersebut. Kunci dari penggunaan media sosial yang wajar

adalah keseimbangan jangan sampai jadi menganggu produktivitas dan kegiatan

siswa dalam belajar.

Frekuensi Penggunaan Media Sosial


SS 9%
S 44%
CS 36%
J 11%
SJ 0%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 4.2 Grafik Frekuensi Penggunaan Media Sosial

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 44% siswa

kelas XI sering menggunakan media sosial dalam sehari bisa lebih dari 5 kali

mengakses media sosial. Sedangkan hanya 11% dari siswa tersebut yang jarang

mengakses media sosial hingga lebih dari 5 kali dalaam sehari. Menurut Ardianto

dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa, tingkat penggunaan media dapat

dilihat dari frekuensi dan durasi dari penggunaan media tersebut (Elvinaro, 2004).

Frekuensi, merupakan banyaknya pengulangan perilaku. Melihat konten yang ada

di media sosial bisa saja berlangsung dalam frekuensi yang berbeda-beda, bisa

setiap hari, seminggu sekali atau pun sebulan sekali, tergantung dari masing-masing

individu (Kriyantono, 2009).


81

Mudahnya akses internet saat ini membuat banyak kalangan seolah tidak

pernah lepas dari kehidupan dunia maya. Mayoritas siswa mengakses internet

selama satu hingga tiga jam per hari yang digunakan untuk kepentingan komunikasi

via media sosial. Kemudahan akses yang diberikan internet membuat

penggunannya dapat menerima segala bentuk informasi baik positif maupun

negatif. Dari grafik diatas terlihat siswa sering menggunakan media sosial hingga 5

kali dalam sehari, hal tersebut mengindikasikan adanya kecanduan media sosial

pada siswa tersebut. Kemenarikan konten yang tersaji di media sosial membuat

mereka betah berjam-jam dalam menggunakan media sosial, keberagaman konten

media sosial menjadi daya tarik siswa dalam mengakses media sosial. Maka

sangatlah tidak heran apabila dalam sehari mereka dapat mengakses media sosial

tersebut hingga berkali-kali.

4.2.1.3 Kemampuan mendapatkan akses internet

Tabel 4.6
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Mendapatkan Akses Internet
Kecepatan mengakes media sosial saya dapatkan dari provider yang saya
gunakan membantu mengakses media sosial
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 2 6 3 2 13 44
SMA Negeri 12 1 2 5 1 1 10 29
SMA Negeri 16 3 1 8 2 1 15 42
SMA Negeri 21 0 2 4 2 1 9 29
SMA Negeri 23 2 2 5 1 1 11 30
SMA Negeri 24 1 2 3 4 0 10 30
SMA Negeri 25 0 1 1 7 4 13 53
SMA Negeri 26 0 1 5 1 1 8 26
SMA Negeri 27 2 0 1 8 0 11 37
9 13 38 29 11 100 320
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019
82

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 25 yaitu sebanyak 53 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 7 orang dan 1 orang menjawab tidak setuju dan ragu-ragu. Sedangkan sekolah

dengan skor aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 26 paling banyak siswa

menjawab ragu-ragu sebanyak 5 orang dan 1 orang menjawab tidak setuju. Secara

keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

mendapatkan akses internet menghasilkan total skor sebesar 320 dan dikategorikan

cukup baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur

merasa sudah cukup baik dalam memperoleh akses internet dari provider SIM card

yang digunakannya.

Kemudahan mendapatkan akses internet tentunya tidak terlepas dari

perkembangan teknologi telekomunikasi seperti provider penyedia jasa

telekomunikasi. Masing-masing provider tersebut menawarkan akses internet yang

berkecepatan tinggi dengan harga yang murah. Hal tersebut membuat masyarakat

merasa difasilitasi dengan adanya akses internet tersebut. Hanya bermodalkan paket

internet maka seseorang dapat mengakses media sosial melalui gadgetnya. Selain

itu tersediannya spot-spot wi-fi semakin memudahkan mereka dalam menjangkau

dunia maya.
83

Kemampuan Mendapat Akses Internet

SB 11%

B 29%

CB 38%

TB 13%

STB 9%

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%

Gambar 4.3 Grafik Kemampuan Mendapat Akses Internet

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 38% siswa

kelas XI sudah cukup baik dalam mendapatkan akses internet dari provider yang

digunakannya. Sedangkan hanya 9% dari siswa tersebut merasa kecepatan untuk

mengakses media sosial melalui provider dinilai sangat tidak baik. Saat teknologi

internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan

pesat. Kini untuk mengakses instagram misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan

kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya

orang bisa mengakes media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar

terhdap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia.

Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media

massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita (Nasrullah, 2017).


84

4.2.1.4 Durasi dalam mengakses media sosial

Tabel 4.7
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Durasi Dalam Mengakses Media Sosial
Dalam sehari saya bisa menghabiskan waktu hingga 2 jam untuk
mengakses media sosial
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 0 1 8 4 13 55
SMA Negeri 12 0 1 0 7 2 10 40
SMA Negeri 16 0 0 0 9 6 15 66
SMA Negeri 21 1 1 0 4 3 9 34
SMA Negeri 23 0 0 0 8 3 11 47
SMA Negeri 24 1 0 1 4 4 10 40
SMA Negeri 25 0 1 1 1 10 13 59
SMA Negeri 26 1 0 0 2 5 8 34
SMA Negeri 27 0 0 0 1 10 11 54
3 3 3 44 47 100 429
Kategori Sangat
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 66 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 9 orang dan 6 orang menjawab sangat setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 21 dan SMAN 26 dengan skor 34 paling banyak

siswa menjawab sangat setuju sebanyak 5 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak

setuju. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator durasi

dalam mengakses media sosial menghasilkan total skor sebesar 429 dan

dikategorikan sangat baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah

Bandung Timur merasa bisa menghabiskan waktunya hingga 2 jam untuk

mengakses media sosial.


85

Remaja dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengakses media

sosial seperti Facebook, Path, Twitter, Instagram dan media sosial lainnya. Remaja

tentunya menggunakan media elektronik dalam mengakses media sosial. Media

elektronik dalam penggunaannya bersifat tidak terbatas, artinya seseorang bebas

menggunakan media sosial tersebut kapan saja. Oleh karena itu, waktu yang

seharusnya digunakan untuk aktivitas lain, misalnya tidur, seringkali dihabiskan

untuk menggunakan media elektronik. Seiring berkembangnya, kemunculan

jejaring sosial ini menjadi gaya hidup dan fenomena di kalangan remaja. Remaja

sibuk memainkan gadget untuk membuka media sosial dirumah, pada saat jam

sekolah, bahkan di angkutan umum maupun tempat umum sehingga tidak

memperhatikan keadaan sekitar dan dirinya.

Durasi Dalam Mengakses Media Sosial

SB 47%

B 44%

CB 3%

TB 3%

STB 3%

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Gambar 4.4 Grafik Durasi Dalam Mengakses Media Sosial

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 47% siswa

kelas XI sudah sangat baik dalam durasi menggunakan media sosial. Sedangkan

hanya 3% dari siswa tersebut merasa durasi penggunaan media sosial dalam

seharinya tidak sampai 2 jam. Media sosial memang sangatlah penting bagi
86

kehidupan manusia apalagi diera sekarang, manusia cenderung memerlukan

informasi yang tepat dan akurat untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan

menggunakan media sosial yang semakin lama semakin bisa menjadikan kepuasan

tersendiri untuk setiap penggunanya, kadang mereka melupakan satu hal yaitu lama

waktu atau durasi yang mereka pergunakan untuk mengakses media sosial tersebut

(Dosi, 2013).

Seorang psikoterapis dari California School of Professional Psychology,

Philip Cushman menganjurkan supaya kita membatasi penggunaan media sosial

setengah jam hingga satu jam per hari. Para ahli sendiri belum menentukan lama

tepatnyaseseorang boleh menggunakan media sosial dalam sehari. Pasalnya setiap

orang memiliki kondisi psikologis dan reaksi emosional yang berbeda-beda

terhadap isi media sosial.

4.2.1.5 Kemampuan menumpulkan informasi melalui media sosial

Tabel 4.8
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Mengumpulkan Informasi Melalui Media Sosial
Informasi terbaru selalu saya dapatkan dari media sosial yang saya
gunakan
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 1 3 8 1 13 48
SMA Negeri 12 0 0 3 5 2 10 39
SMA Negeri 16 0 0 5 6 4 15 59
SMA Negeri 21 1 1 0 7 0 9 31
SMA Negeri 23 0 0 3 8 0 11 41
SMA Negeri 24 0 1 5 2 2 10 35
SMA Negeri 25 0 0 3 7 3 13 52
SMA Negeri 26 1 1 0 4 2 8 29
SMA Negeri 27 0 0 1 8 2 11 45
2 4 23 55 16 100 379
Kategori Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019
87

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 59 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 6 orang dan 4 orang menjawab sangat setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 29 paling banyak siswa menjawab

setuju sebanyak 4 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju. Secara

keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

mengumpulkan informasi menghasilkan total skor sebesar 379 dan dikategorikan

sangat baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur

merasa sudah baik dalam kemampuan mengumpulkan informasi yang diperolehnya

melalui media sosial.

Seseorang pasti memiliki berbagai motivasi dalam menggunakan media

sosial. Sekedar untuk berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencari tahu

perkembangan sesuatu, untuk berbagi informasi maupun untuk mengikuti salah

satu yang menjadi trend saat ini yaitu menggunakan media sosial sebagai bentuk

eksistensi diri. Orang-orang yang hanya ingin menggunakan media sosial sebagai

sarana menjaga silaturahmi biasanya akan memilih media sosial yang bersifat

private saja seperti Line, Whatsapp, Path, Telegram, Blackberry Messenger atau

yang lainnya. Meskipun masuk ke media yang terbuka seperti Facebook dan

Twitter maka mereka hanya akan menjadi penonton dan pembaca yang baik dan

melihat perkembangan terbaru yang ada di media sosial. Sedangkan bagi orang-

orang yang ingin diakui eksistensinya oleh masyarakat luas melalui media sosial

biasanya akan menggunakan media sosial yang bersifat terbuka seperti Instagram,
88

Facebook, Line, atau Twitter. Karena disinilah tempat kita bisa secara bebas dan

terbuka dalam berinteraksi. Sehingga banyaknya update status serta postingan yang

kita miliki adalah salah satu bentuk jika kita ingin dikenal secara luas. Kita dikenal

sebagai apa dan siapa itu kita yang memutuskan, karena apa yang kita posting

melalui media sosial akan menjadi gambaran diri kita bagaimana kita

memposisikan diri dimata masyarakat luas.

Kemampuan Mengumpulkan Informasi

SB 16%

B 55%

CB 23%

TB 4%

STB 2%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Gambar 4.5 Grafik Kemampuan Mengumpulkan Informasi

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 55% siswa

kelas XI sudah baik dalam kemmapuan mengumpulkan informasi lewat media

sosial. Sedangkan hanya 2% dari siswa tersebut kemampuannya masih kurang

dalam mengumpulkan informasi lewat media sosial yang digunakan. Masyarakat

sebelumnya mengenal teknologi internet hanya digunakan untuk berkirim pesan

elektronik melalui email dan chatting, untuk mencari informasi melalui browsing

dan googling, namun saat ini seiring dengan perkembangannya, internet mampu
89

melahirkan suatu jaringan baru yang biasa dikenal dengan sebutan media sosial.

Sebagaimana yang diketahui, media sosial merupakan salah satu media online

dimana para penggunanya dapat ikut serta dalam mencari informasi,

berkomunikasi, dan menjaring pertemanan, dengan segala fasilitas dan aplikasi

yang dimilikinya seperti Blog, Facebook, dan Twitter. Kehadiran media sosial telah

membawa pengaruh tersendiri terhadap kegiatan yang dilakukan oleh manusia saat

ini (Setyani, 2013)

Berdasarkan hasil penilaian tanggapan responden mengenai dimensi

mengakses media sosial, dapat dilihat rekapitulasi pada tabel berikut:

Tabel 4.9
Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Mengakses Media Sosial
No Sub Indikator Skor Skor Ideal Persentase Kriteria
Aktual
1 Kemampuan mengunakan
media 413 500 82,6% Baik

2 Frekuensi penggunaan
media 351 500 70,2% Baik

3 Kemampuan mendapatkan
akses internet 320 500 64% Cukup

4 Durasi dalam mengakses


media 429 500 85,8% Baik

5 Kemampuan
mengumpulkan informasi 379 500 75,8% Baik

Rata-Rata 378,4 500 75,7% Baik


Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui hasil tanggapan responden mengenai

dimensi mengakses sudah baik. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas
90

XI dalam mengakses media sosial dalam variabel literasi media dapat dilihat pada

garis kontinum sebagai berikut:

Sangat Tidak Sangat


Tidak Baik Baik Cukup Baik Baik

100 180 260 340 420 500

378,4 (75,7%)

Gambar 4.6
Garis Kontinum Dimensi Mengakses

Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukan secara keseluruhan rata-rata

mengenai dimensi mengakses media sosial menghasilkan skor sebesar 378,4 dan

dapat dikategorikan baik. Artinya kemampuan dari siswa kelas XI yang ada di

SMAN Bandung Timur sudah baik dalam kemampuan mereka mengakses media

sosial baik Instagram, Facobook, Twitter, YouTube dll. Banyak dari siswa kelas XI

tersebut dalam sehari bisa menggunakan media sosial hingga 5 kali dengan durasi

yang cukup lama sekirar 1 hingga 2 jam dalam seharinya. Media sosial memiliki

banyak manfaat, salah satunya sebagai media penyebaran informasi. Namun

diperlukan filtrasi yang baik bagi siswa dalam menyerap atau membaca informasi

yang berkembang melalui media sosial, jangan sampai mereka terjebak dengan

informasi berita-berita bohong yang beredar di media sosial yang sifatnya

menyesatkan dan paling parah hingga timbul radikalisme.


91

4.2.2 Dimensi Memahami Berita Hoax

Berikut hasil tanggapan responden mengenai dimensi memahami berita

Hoax disajikan pada tabel sebagai berikut:

4.2.2.1 Kemampuan memilih konten dalam media sosial

Tabel 4.10
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Memilih Konten Dalam Media Sosial

Saya selalu memilih-milih konten berita atau informasi yang saya baca
melalui media sosial apakah termasuk berita benar atau berita Hoax
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 1 7 3 2 0 13 32
SMA Negeri 12 2 5 2 2 1 10 22
SMA Negeri 16 0 11 2 2 0 15 36
SMA Negeri 21 1 3 5 0 0 9 22
SMA Negeri 23 2 6 3 0 0 11 23
SMA Negeri 24 2 5 3 0 0 10 21
SMA Negeri 25 1 8 2 2 0 13 31
SMA Negeri 26 2 3 1 2 0 8 19
SMA Negeri 27 2 3 2 3 1 11 31
13 51 23 12 1 100 237
Kategori Tidak
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 36 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab tidak

setuju yaitu 11 orang dan 2 orang menjawab ragu-ragu dan setuju. Sedangkan

sekolah dengan skor aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 19 paling

banyak siswa menjawab tidak setuju sebanyak 3 orang dan 1 orang menjawab ragu-

ragu. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan


92

memilih konten media sosial menghasilkan total skor sebesar 237 dan

dikategorikan tidak baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah

Bandung Timur merasa kurang baik dalam menseleksi isi konten yang ada di dalam

media sosial.

Derasnya arus informasi dalam media sosial terkadang membuat siswa tidak

dapat memilah-milah antara berita bohong dan berita benar. Disadari ataupun tidak,

terpaan media yang sangat intens terhadap khalayak dapat memberikan pengaruh

terhadap persepsi khalayak terhadap suatu hal, pola piker maupun dalam

pengambilan keputusan. Seperti yang digambarkan pada Hypodermic Needle

Theory (Nurudin, 2013:165) yang menyatakan bahwa apa yang disajikan media

massa, secara langsung memberi rangsangan atau berdampak kuat pada diri

audience, teori ini mengaggap bahwa audience memiliki ciri khusus yang seragam

dan dimotivasi oleh faktor biologis dan lingkungan serta mempunyai sedikit

kontrol. Meskipun saat ini berkembang beberapa teori yang lebih baru yaitu teori

uses and gratification yang menyatakan bahwa, dalam menggunakan media,

khalayak akan memilih tayangan-tayangan atau informasi yang mereka butuhkan

maupun sukai sehingga khalayak cenderung untuk menyeleksi tayangan-tayangan

atau informasi yang akan menerpa mereka.


93

Kemampuan memilih konten media

SB 1.0%

B 12.0%

CB 23.0%

TB 51.0%

STB 13.0%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0%

Gambar 4.7 Grafik Kemampuan Memilih Konten Media Sosial

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 51% siswa

kelas XI tidak baik dalam memilih konten yang ada di media sosial. Sedangkan

hanya 1% dari siswa tersebut sudah memiliki kemampuan yang baik dalam memilih

konten media sosial. Sifat media sosial yang online, seseorang dapat mengakses

informasi apa saja kapan dan dimanapun. Fungsi media selain dapat berdampak

positif, tetapi dapat pula berdampak negatif. Apabila dikaitkan dengan media

jejaring sosial, maka terdapat juga beberapa pengaruh negatif dari penggunaan

jejaring sosial tersebut, seperti banyaknya berita-berita yang tidak dapat

dipertanggung jawabkan atau biasa disebut hoax yang beredar di media tersebut.

Terpaan media yang berisi konten yang bersifat negatif terhadap masyarakat dapat

menimbulkan pengaruh yang kurang baik terhadap pembentukan persepsi

khalayak, maupun dari cara mereka bertindak atau dalam pengambilan keputusan.

Maka diperlukan kejelian yang baik dalam memilih konten yang ada di media sosial

agar tidak terjebak dengan berita Hoax yang beredar. Peran filter pada media baru
94

tetap dibutuhkan dan cenderung untuk lebih ditingkatkan, berupa kemampuan

khalayak dalam memilah dan kritis terhadap konten media, karena tuntutan konten

media pada media baru yang sangat berbeda dari media massa konvensional (Sri

Hadijah, 2010).

4.2.2.2 Kemampuan menginterpretasikan konten dalam media sosial

Tabel 4.11
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Menginterpretasikan Konten Media
Setelah saya membaca konten berita atau informasi, saya dapat
menginterpretasikannya dengan baik melalui tidak disebarkannya
kembali berita Hoax tersebut melalui media sosial
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 0 6 7 0 13 46
SMA Negeri 12 0 0 3 6 1 10 38
SMA Negeri 16 0 1 2 9 3 15 59
SMA Negeri 21 1 0 2 3 3 9 34
SMA Negeri 23 1 1 4 3 2 11 37
SMA Negeri 24 0 0 4 3 3 10 39
SMA Negeri 25 1 1 2 8 1 13 46
SMA Negeri 26 1 0 3 2 2 8 28
SMA Negeri 27 0 0 1 9 1 11 44
4 3 27 50 16 100 371
Kategori Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 59 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 9 orang dan 1 orang menjawab tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 28 paling banyak siswa menjawab

ragu-ragu sebanyak 3 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju. Secara

keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

menginterpretasikan konten media sosial menghasilkan total skor sebesar 371 dan
95

dikategorikan baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung

Timur merasa sudah memiliki kemampuan yang baik dalam menginterpretasikan

konten yang ada dimedia sosial apakah berita Hoax atau berita benar dengan

membaca informasi dengan jelas dan tidak menyebarkannya kembali lewat media

sosialnya. Kesadaran khalayak untuk tidak menyebarkan kembali berita bohong

agar tidak semakin menyebar merupakan salah satu bentuk kesadaran khalayak

akan dampak negatif berita bohong tersebut. Terpaan media yang berisi konten

yang bersifat negatif terhadap masyarakat dapat menimbulkan pengaruh yang

kurang baik terhadap pembentukan persepsi khalayak, maupun dari cara mereka

bertindak atau dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut senada dengan

Hypodermic neddle teory lebih jauh dapat berdampak pada kondisi psikologis

khalayak seperti sikap stereotype terhadap agama, suku dan kelompok tertentu yang

dapat menimbulkan terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Kemampuan Menginterpretasikan Konten Media

SB 16.0%

B 50.0%

CB 27.0%

TB 3.0%

STB 4.0%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0%

Gambar 4.8 Grafik Kemampuan Menginterpretasikan Konten


Media Sosial
96

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 51% siswa

kelas XI tidak baik dalam memilih konten yang ada di media sosial. Sedangkan

hanya 1% dari siswa tersebut sudah memiliki kemampuan yang baik dalam memilih

konten media sosial. Media baru yang lebih interaktif, penyebaran informasi yang

lebih cepat, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sifat media baru yang

desentralized dimana khalayak tidak hanya pasif dalam menerima pesan dari media,

akan tetapi bebas utuk membagikan informasi kepada siapapun terutama di media

sosial, dan berkembangnya citizen jurnalism mengakibatkan mengalirnya informasi

tidak terbendung. Sumber dan isi pesannya pun tidak dapat terkontrol dengan baik

seperti pada tayangan atau pesan-pesan pada media massa konvensional, seperti

televisi, radio, maupun surat kabar. Kondisi media seperti itu berpotensi terhadap

beredarnya berita yang mengandung kebohongan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan atau sering disebut hoax yang tentunya dapat

mendatangkan pengaruh negatif bagi kehidupan masyarakat seperti fitnah,

perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa sampai kepada perpecahan

keharmonisan hubungan antar umat beragama.


97

4.2.2.3 Kemampuan membangun struktur pengetahuan literasi media melalui

proses filtrasi.

Tabel 4.12
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Membangun Struktur Pengetahuan Literasi Media Melalui Proses
Filtrasi
Saya dapat mengidentifikasi berita Hoax dengan mengenali judul yang
provokatif, mencermati alamat situs, memeriksa fakta, mencermati foto dll
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 2 3 3 5 0 13 37
SMA Negeri 12 1 7 2 0 0 10 21
SMA Negeri 16 2 8 5 0 0 15 33
SMA Negeri 21 3 3 2 1 0 9 19
SMA Negeri 23 2 5 3 1 0 11 25
SMA Negeri 24 1 8 1 0 0 10 20
SMA Negeri 25 2 6 4 1 0 13 30
SMA Negeri 26 1 0 3 4 0 8 26
SMA Negeri 27 2 1 6 2 0 11 30
16 41 29 14 0 100 241
Kategori Tidak
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 10 yaitu sebanyak 37 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 5 orang dan 2 orang menjawab sangat tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan

skor aktual terendah adalah SMAN 21 dengan skor 19 paling banyak siswa

menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju sebanyak 3 orang dan 1 orang

menjawab setuju. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator

kemampuan membangun struktur pengetahuan literasi media melalui proses filtrasi

menghasilkan total skor sebesar 241 dan dikategorikan tidak baik. Artinya rata-rata

siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur masih kurang memiliki


98

kemampuan yang baik dalam mengidentifikasi berita Hoax yang beredar di media

sosial dengan tidak dilakukannya pengecekan kebenaran berita Hoax tersebut.

Kemampuan khalayak dalam menciptakan filtrasi terhadap terpaan media dapat

dilakukan melalui kemampuannya dalam mengenali judul konten yang dibacannya,

mencari fakta dengan membandingkan kebenaran isi berita tersebut dan

mencermati alamat situs tersebut.

Perkembangan media massa ini mengakibatkan konten media semakin

banyak sehingga sensor atau kontrol negara terhadap isi media semakin sulit

dilakukan (Buckingham, 2001). Oleh karena itu, konsumen media massa

memerlukan alternatif lain agar dapat terlindungi dari efek-efek negatif media

massa. Literasi media merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak media

sehingga menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia yang disebut dunia

sesak-media (media-saturated) (Iriantara, 2009). Selain itu, literasi media juga

diperlukan untuk mempersiapkan warga masyarakat bersentuhan atau diterpa

(exposure) media massa (Buckingham, 2001).

Kemampuan Membangun Struktur


Pengetahuan Literasi Media Melalui Proses
Filtrasi

SB 0.0%

B 14.0%

CB 29.0%

TB 41.0%

STB 16.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0%

Gambar 4.9 Grafik Kemampuan Membangun Struktur Pengetahuan


Literasi Media Melalui Proses Filtrasi
99

Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 41% siswa

kelas XI tidak baik dalam kemmapuannya membangun struktur pengetahuan

melalui proses filtrasi. Sedangkan 14% dari siswa tersebut sudah memiliki

kemampuan yang baik untuk memfiltrasi dirinya dari berita Hoax tersebut. Struktur

pengetahuan merupakan seperangkat informasi yang terorganisir dalam pikiran

kita. Dalam literasi media kita membutuhkan struktur informasi yang kuat akan

efek media, isi media, industri media, dunia nyata, dan diri kita sendiri sementara

skill adalah alat yang kita gunakan untuk meningkatkan kemampuan literasi media

kita.

4.2.2.4 Kemampuan memahami regulasi media sosial

Tabel 4.13
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Memahami Regulasi Media Sosial
Saya memahami tentang regulasi atau peraturan yang ada di dalam media
sosial dalam rangka membatasi penyebaran berita Hoax
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 3 7 2 1 13 40
SMA Negeri 12 0 2 6 1 1 10 31
SMA Negeri 16 1 2 6 3 3 15 50
SMA Negeri 21 0 4 3 2 0 9 25
SMA Negeri 23 0 2 4 5 0 11 36
SMA Negeri 24 1 3 5 1 0 10 26
SMA Negeri 25 0 2 7 3 1 13 42
SMA Negeri 26 0 1 4 2 1 8 27
SMA Negeri 27 0 1 1 3 6 11 47
2 20 43 22 13 100 324
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah
100

SMAN 16 yaitu sebanyak 50 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab ragu-ragu

yaitu 6 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan

skor aktual terendah adalah SMAN 24 dengan skor 26 paling banyak siswa

menjawab ragu-ragu sebanyak 5 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju.

Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

memahami regulasi media sosial menghasilkan total skor sebesar 324 dan

dikategorikan cukup baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah

Bandung Timur sudah cukup baik dalam memahami regulasi yang ada di dalam

media sosial yang dipergunakannya. Pemahaman yang baik dari khalayak terhadap

regulasi yang ada didalam media sosial perlu ketahui oleh khalayak agar ketika

menggunakan media sosial dapat lebih bertanggung jawab dan selektif dalam

memilih konten dalam media sosialnya. Peredaran konten melalui media sosial

tidak diatur oleh pemerintah namun khalayaknya sendirilah yang berperan sebagai

regulator tersebut. Maka perlunya pengetahuan khalayak terhadap regulasi yang

berlaku dalam media sosial.

Izin pendirian maupun konten media massa konvensional semuanya diatur

dan diawasi oleh pemerintah agar supaya semua tayangan maupun isi pesan yang

disampaikan kepada khalayak dapat difilter dengan baik oleh pemerintah. Media

baru cenderung di luar kontrol negara, karena konten medianya dapat dinikmati

siapa pun yang ada di dunia tanpa batasan negara. Pada media baru derasnya arus

informasi yang ada di media ini menjadikan pengawasan terhadap informasi yang

beredar pada media ini sulit dikontrol secara ketat oleh pemerintah, karena seperti

yang kita ketahui, selain menerima informasi, pengguna media baru juga dapat
101

berperan sebagai pengirim informasi. Hal ini di dukung oleh tren jurnalistik yang

mengarah kepada citizen jurnalism yang memungkinkan siapa saja dapat

membagikan informasinya ke media sosial. Media baru adalah media yang

memproduksi konsep demokratisasi dimana khalayak bebas untuk mendapatkan

informasi dan mengakses informasi apapun tanpa dibatasi oleh aturan. Informasi

yang diberikan kepada khalayak pun beraneka ragam sehingga yang menjadi peran

penting dalam memfilter setiap informasi yang menerpa khalayak adalah masing-

masing individu, sehingga memang diperlukan pengetahuan baik pada taraf

kognitif, afektif maupun behavioral, akan pentingnya memilah informasi dan kritis

terhadap konten media yang menerpa kita dengan kemampuan literasi media

Kemampuan Memahami Regulasi Media Sosial

SB 13.0%

B 22.0%

CB 43.0%

TB 20.0%

STB 2.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% 50.0%

Gambar 4.10 Grafik Kemampuan Memahami Regulasi Media Sosial


Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 43% siswa

kelas XI cukup baik dalam kemampuannya memahami regulasi di dlaam media

sosial. Sedangkan 2% dari siswa tersebut masih sangat kurang dalam memahami

regulasi yang berlaku dalam media sosial. Regulasi media adalah aturan-aturan dan
102

kebijakan yang berkaitan dengan yang mengatur hubungan dan operasional media

massa. Regulasi sangat penting bagi keteraturan dan keseimbangan hubungan

media dengan pemerintah, masyarakat, sesama industri media dan global Media.

Walaupun media sosial sudah diperketat dengan peraturannya, namun masih

banyak pihak yang menyalahgunakan media sosial. Mungkin banyak yang tidak

mengetahui peraturan perundang-undangan ITE atau bahkan mereka mengetahui

adanya peraturan perundang-undangan ITE tetapi tetap saja mengabaikannya dan

menganggapnya sebagai hal sepele. Sebagai pengguna media sosial harus mentaati

peraturan yang berlaku di media sosial. Juga tetap harus menjalankan aturan atau

norma yang berlau di masyarakat.

4.2.2.5 Kemampuan pemahaman dalam melihat, membaca dan mendengar

produk media yang tersaji.

Tabel 4.14
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Pemahaman Dalam Melihat, Membaca dan Mendengarkan Produk
Media yang Tersaji
Saya memiliki kemampuan yang baik dalam membedakan fakta atau opini
publik
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 3 5 5 0 13 41
SMA Negeri 12 1 3 4 2 0 10 27
SMA Negeri 16 0 5 7 2 1 15 44
SMA Negeri 21 0 2 4 3 0 9 28
SMA Negeri 23 1 3 3 3 1 11 33
SMA Negeri 24 0 3 6 1 0 10 28
SMA Negeri 25 1 0 5 6 1 13 45
SMA Negeri 26 2 1 2 3 0 8 22
SMA Negeri 27 0 1 2 7 1 11 41
5 21 38 32 4 100 309
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019
103

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 25 yaitu sebanyak 45 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 6 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan

skor aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 22 paling banyak siswa

menjawab setuju sebanyak 3 orang dan 1 orang menjawab tidak setuju. Secara

keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan pemahaman

dalam melihat, membaca dan mendengarkan produk yang tersaji menghasilkan

total skor sebesar 309 dan dikategorikan cukup baik. Artinya rata-rata siswa kelas

XI SMAN di wilayah Bandung Timur sudah cukup baik dalam kemampuannya

memahami berita Hoax dengan membaca, melihat dan mendengar melalui media

sosialnya. Untuk dapat memiliki literasi media yang baik, seorang khalayak harus

dibekali dengan kemampuannya dalam membaca, melihat dan memahami isi pesan

yang tersaji dalam konten media sosialnya, karena tujuan dari literasi media itu

sendiri adalah mendidik khalayak agar mampu menggunakan media secara kritis

dan cerdas. Seorang yang melek media kemudian menjadi seseorang yang mampu

untuk membaca, memahami, mengevaluasi, menyeleksi dan mengkritik isi dari

pesan-pesan media.

Keadaan khalayak yang saat ini aktif mencari informasi dari media akan

tetapi masih sedikit yang sadar tentang bagaimana dampak dari media itu terhadap

mereka, sehingga mereka tidak dapat memilah-milah tayangan atau pesan yang

menerpa mereka. Selain itu konten media dapat memberikan tuntunan terhadap

tindakan khalayak baik secara ekplisit maupun secara implisit, ditambah lagi setiap
104

khalayak memiliki tingkatan dalam pengolahan kognitif sehingga masing-masing

khalayak akan berbeda pada pada cara bagaimana menggunakan media dan apa

yang mereka dapatkan dari media.

Kemampuan pemahaman dalam melihat,


membaca dan mendengarkan produk media
yang tersaji

SB 4.0%

B 32.0%

CB 38.0%

TB 21.0%

STB 5.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0%

Gambar 4.11 Grafik Kemampuan Pemahaman Dalam Membaca dan


Mendengarkan Produk Media yang Terjadi
Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 38% siswa

kelas XI cukup baik dalam memahami isi berita Hoax yang beredar di media sosial

melalui membaca dan mendengarkan. Sedangkan 4% dari siswa tersebut sudah

sangat baik dalam kemampuannya mengenali berita Hoax di media sosial. Hal yang

mendasari pemikiran pentingnya literasi media menurut Baran dan Davis

(Tamburaka, 2013:4) adalah keadaan khalayak yang saat ini aktif mencari informasi

dari media akan tetapi masih sedikit yang sadar tentang bagaimana dampak dari

media itu terhadap mereka, sehingga mereka tidak dapat memilah-milah tayangan

atau pesan yang menerpa mereka. Selain itu konten media dapat memberikan

tuntunan terhadap tindakan khalayak baik secara ekplisit maupun secara implisit,
105

ditambah lagi setiap khalayak memiliki tingkatan dalam pengolahan kognitif

sehingga masing-masing khalayak akan berbeda pada pada cara bagaimana

menggunakan media dan apa yang mereka dapatkan dari media.

Berdasarkan hasil penilaian tanggapan responden mengenai dimensi

memahami berita Hoax, dapat dilihat rekapitulasi pada tabel berikut:

Tabel 4.15
Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Memahami Berita Hoax
No Sub Indikator Skor Skor Ideal Persentase Kriteria
Aktual
1 Kemampuan memilih
konten media 237 500 47,4% Tidak Baik

2 Kemampuan
menginterpretasikan 371 500 74,2% Baik
konten media

3 Kemampuan membangun
struktur pengetahuan
literasi media melalui 241 500 48,2% Tidak Baik
proses filtrasi

4 Kemampuan memahami Cukup


regulasi media 324 500 64,8%
Baik
5 Kemampuan pemahaman
dalam melihat, membaca Cukup
dan mendengarkan produk 309 500 61,8%
Baik
media yang tersaji

Rata-Rata 296,4 500 59,3% Cukup


Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui hasil tanggapan responden

mengenai dimensi memahami berita Hoax sudah cukup baik. Untuk mengetahui

tingkat kemampuan siswa kelas XI dalam memahami berita Hoax dalam variabel

literasi media dapat dilihat pada garis kontinum sebagai berikut:


106

Sangat Tidak Sangat


Tidak Baik Baik Cukup Baik Baik

100 180 260 340 420 500

296,4 (59,3%)

Gambar 4.12
Garis Kontinum Dimensi Memahami Berita Hoax

Berdasarkan tabel 4.15 diatas menunjukan secara keseluruhan rata-rata

mengenai dimensi memahami berita Hoax menghasilkan skor sebesar 296,4 dan

dapat dikategorikan cukup baik. Artinya kemampuan dari siswa kelas XI yang ada

di SMAN Bandung Timur dalam memahami berita Hoax yang berkembang melalui

media sosial cukup baik, literasi media seorang siswa tidak hanya dilihat dari

kemampuan mereka dalam mengakses atau menggunakan media sosial yang baik,

akan tetapi diperlukan kemampuan yang baik dalam mengenali berita-berita Hoax

yang ada di konten media sosialnya. Dari hasil tersebut dapat terlihat siswa

cenderung tidak memiliki kemampuan yang baik dalam memilih konten dalam

media sosial padahal dari banyaknya konten yang tersaji tersebut ada saja konten

negatif, ditemukan pula siswa tidak memiliki struktur pengetahuan yang baik dalam

menggunakan media sosial. Padahal menurut Potter dalam Poerwaningtias dkk,

2013) menekankan bahwa literasi media dibangun dari personal locus, struktur

pengetahuan dan skill. Selain itu kemampuan siswa yang masih kurang juga dapat

dilihat pengetahuan mereka mengenai regulasi yang berlaku di media sosial.

Mereka cenderung menggunakan media sosial sebagai hiburan semata namun

pemahaman mengenai regulasi yang berlaku masih kurang, atau bahkan mereka
107

sebenarnya sudah mengetahui regulasi tersebut namun masih tidak menganggap hal

tersebut penting.

4.2.3 Dimensi Mengevaluasi Berita Hoax

Berikut hasil tanggapan responden mengenai dimensi mengevaluasi berita

Hoax disajikan pada tabel sebagai berikut:

4.2.3.1 Kemampuan mencari kebenaran informasi

Tabel 4.16
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Mencari Kebenaran Informasi
Ketika saya membaca berita Hoax saya mencari kebenaran informasi
tersebut
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 2 8 2 1 13 41
SMA Negeri 12 0 1 9 0 0 10 29
SMA Negeri 16 1 3 5 3 3 15 49
SMA Negeri 21 0 2 4 3 0 9 28
SMA Negeri 23 2 2 3 4 0 11 31
SMA Negeri 24 1 2 5 1 1 10 29
SMA Negeri 25 0 1 8 2 2 13 44
SMA Negeri 26 1 1 2 4 0 8 25
SMA Negeri 27 0 2 2 5 2 11 40
5 16 46 24 9 100 316
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 49 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab ragu-ragu

yaitu 5 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan

skor aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 25 paling banyak siswa

menjawab setuju sebanyak 4 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju dan
108

tidak setuju. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator

kemampuan mencari kebenaran berita Hoax menghasilkan total skor sebesar 316

dan dikategorikan cukup baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah

Bandung Timur sudah cukup baik dalam kemampuannya mencari kebenaran berita

Hoax yang beredar di media sosial. Namun persoalannya adalah adanya kebiasaan

sebagian besar masyarakat yang ingin cepat berbagi informasi. Masyarakat

Indonesia memang memiliki karakteristik ‘suka bercerita’ sehingga sifat ini juga

terbawa dalam cara mereka berkomunikasi dengan menggunakan media sosial.

Sering terjadi bahwa para pengguna media sosial ini membagikan sebuah informasi

yang mereka dapatkan tanpa melakukan pengecekan terhadap kebenarannya.

Mereka kadang bahkan tidak tau dari mana sumber berita atau siapa orang yang

pertama-tama yang membuat berita tersebut. Banyak yang langsung percaya dan

secara tergesa-gesa membagikan berita atau informasi tersebut kepada pengguna

lainnya. Pengguna lain yang mendapat informasi ini juga acapkali juga memiliki

kecenderungan yang sama dengan pengguna sebelumnya, tanpa menelisik lebih

jauh tentang informasi dan berita yang ia terima, langsung membagikan kembali

informasi yang didapatnya itu. Demikian terus berlanjut sehingga berita yang

sebenarnya belum sempat divalidasi kebenarannya itu malah telah menjadi viral

dan dipercaya oleh masyarakat.


109

Kemampuan mencari kebenaran informasi

SB 9.0%

B 24.0%

CB 46.0%

TB 16.0%

STB 5.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% 50.0%

Gambar 4.13 Grafik Kemampuan Mencari Kebenaran Informasi


Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 46% siswa

kelas XI cukup baik dalam mencari kebenaran informasi berita Hoax yang beredar

di media sosial. Sedangkan 5% dari siswa tersebut sangat tidak baik

kemampuannya untuk mencari kebenaran informasi tersebut. Pengguna media

sosial dituntut agar lebih cerdas saat menangkap sebuah informasi, apabila ingin

menyebarkan kembali informasi tersebut alangkah bijaknya melakukan kroscek

terlebih dahulu atas kebenaran informasi yang berkembang di media sosial. Ketika

Hoax sudah terlanjur viral, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menahan diri

untuk tidak langsung membagikannya sebelum memastikan kebenarannya.

Bersikap bijakterhadap aneka berita dengan mencari berita yang sama dari sumber

lain. Sebuah berita harus berimbang dan tidak berat sebelah agar dapat

diperbandingkan isinya. Pengecekan berkali-kali dengan menggali informasi

sedalam-dalamnya dari berbagai sumber akan sangat bermanfaat untuk menilai

apakah berita tersebut adalah Hoax atau bukan.


110

4.2.3.2 Manfaat yang dirasakan dalam penggunaan media sosial

Tabel 4.17
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Manfaat yang Dirasakan Dalam Penggunaan Media Sosial
Saya dapat memperoleh manfaat dari penggunaan media sosial secara
bijak
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 3 5 5 0 0 13 28
SMA Negeri 12 1 3 6 0 0 10 25
SMA Negeri 16 2 7 6 0 0 15 34
SMA Negeri 21 1 5 3 0 0 9 20
SMA Negeri 23 3 5 3 0 0 11 22
SMA Negeri 24 0 5 5 0 0 10 25
SMA Negeri 25 1 8 3 0 1 13 31
SMA Negeri 26 1 0 7 0 0 8 22
SMA Negeri 27 0 1 9 0 1 11 34
12 39 47 0 2 100 241
Kategori Tidak
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.17 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 dan SMAN 27 yaitu sebanyak 34 dengan jawaban terbanyak siswa

menjawab ragu-ragu yaitu 9 orang dan 2 orang menjawab sangat tidak setuju.

Sedangkan sekolah dengan skor aktual terendah adalah SMAN 21 dengan skor 20

paling banyak siswa menjawab tidak setuju sebanyak 5 orang dan 1 orang

menjawab sangat tidak setuju. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai

sub indikator manfaat yang dirasakan dalam penggunaan media sosial

menghasilkan total skor sebesar 214 dan dikategorikan tidak baik. Artinya rata-rata

siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur merasa tidak adanya atau

kurangnya manfaat yang dirasakan siswa dari penggunaan media sosial.


111

Perkembangan internet selain memberikan dampak positif bagi kehidupan

manusia juga memiliki dampak negatif. Beberapa dampak negatif yang dapat

dirasakan tersebut diantarannya terganggunya konsentrasi siswa dalam belajar,

mengurangi semangat siswa untuk membaca buku, siswa lebih sibuk dengan media

sosialnya, siswa akan kurang berinteraksi dengan orang yang ada di dekatnya

sehingga menimbulkan kesulitan untuk berkomunikasi ketika tata muka, para siswa

akan cara gampang untuk mendapatkan sesuatu secara instan dan yang paling parah

akan membuat para siswa menjadi orang yang kecanduan untuk menggunakan

media sosial.

Manfaat yang dirasakan dalam penggunaan media

SB 2.0%

B 0.0%

CB 47.0%

TB 39.0%

STB 12.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% 50.0%

Gambar 4.14 Grafik Manfaat Yang Dirasakan Dalam Penggunaan


Media Sosial
Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 47% siswa

kelas XI cukup baik dalam merasakan manfaat penggunaan media sosial.

Sedangkan 2% dari siswa tersebut manfaat yang dirasakannya sangat baik dalam

penggunaan media sosial. Menurut Nasrullah (2015) media sosial adalah medium

di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun


112

berinteraksi, bekerjasama, berbagi, berko- munikasi dengan pengguna lain, dan

membentuk ikatan sosial secara virtual. Kehadiran fitur share, like, hashtag,

trending topic, di media sosial tidak dapat dipungkiri telah sangat berpengaruh

dalam membaca minat dan konsumsi informasi khalayak. Melalui fitur-fitur

tersebut, berita dan informasi dapat dibagikan secara viral: tersebar luas dan terjadi

dalam waktu singkat layaknya wabah penyakit yang disebarkan oleh virus.

Keberadaan media sosial tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari ternyata

memiliki sisi positif dan sisi negatif. Sisi positif media sosial bisa digunakan

sebagai tempat promosi, ajang memperbanyak teman, tempat penyebaran informasi

dan sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan sosial. Sedangkan sisi

negatif dari media sosial itu sendiri adalah dampak adanya kecanduan, kejahatan di

dunia maya, prornografi dan perjudian.

4.2.3.3 Kemampuan mengenali penyimpangan informasi dalam konten media

Tabel 4.18
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Mengenali Penyimpangan Informasi Dalam Konten Media
Saya dapat mengevaluasi setiap penyimpangan berita yang saya peroleh
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 5 6 2 0 13 36
SMA Negeri 12 1 4 4 1 0 10 25
SMA Negeri 16 3 6 3 3 0 15 36
SMA Negeri 21 0 5 3 1 0 9 23
SMA Negeri 23 1 1 7 1 1 11 33
SMA Negeri 24 0 8 2 0 0 10 22
SMA Negeri 25 1 3 7 2 0 13 36
SMA Negeri 26 2 3 3 0 0 8 17
SMA Negeri 27 0 4 5 2 0 11 31
8 39 40 12 1 100 259
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019
113

Berdasarkan tabel 4.18 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 10, SMAN 16 dan SMAN 25. Sedangkan sekolah dengan skor aktual

terendah adalah SMAN 26 dengan skor 17 paling banyak siswa menjawab tidak

setuju dan ragu-ragu sebanyak 3 orang dan 2 orang menjawab sangat tidak setuju.

Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator kemampuan

mengenali penyimpangan informasi dalam konten media menghasilkan total skor

sebesar 259 dan dikategorikan cukup baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN

di wilayah Bandung Timur merasa sudah memiliki kemampuan yang cukup baik

untuk mengenali penyimpangan informasi yang terjadi dalam media sosial.

Medium komunikasi memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi perubahan

peradaban manusia sebagi pengguna media dengan konsep tata ruang yang berbeda

tetapi tidak dipertemukan melalui suatu alat yang bernama media sebagai wadah

mengkomunikasikan pesan. Media sosial memudahkan penggunanya untuk berbagi

informasi. Pada hakekatnya media sosial berfungsi untuk memberikan informasi,

memberikan pendidikan berdasarkan makna dan signifikansi data atau informasi,

sebagai media untuk berdiskusi dan sebagai fasilitas untuk mengemukakan

pendapat. Namun, pada kenyataannya bukan dipergunakan sesuai dengan

fungsinya melainkan acapkali disalahgunakan dengan menyebarkan berbagai isu

yang dapat menimbulkan kebencian satu sama lain serta dapat membahayakan

persatuan dan kesatuan bangsa.


114

Kemampuan mengenali penyimpangan informasi


dalam konten media

SB 1.0%

B 12.0%

CB 40.0%

TB 39.0%

STB 8.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0%

Gambar 4.15 Grafik Kemampuan Mengenali Penyimpangan


Informasi Dalam Konten Media
Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 40% siswa

kelas XI cukup baik dalam mengenali penyimpangan informasi yang ada dalam

konten media sosialnya. Sedangkan 1% dari siswa tersebut sudah sangat baik dalam

kemampuannya mengenali penyimpangan informasi yang terjadi di media sosial.

Dalam critical understanding competence dimana didalamnya terdapat

kemampuan dalam menganalisis dan memahami scara kritis isi pesan dan system

media. Komponen yang berhubungan dengan kompetensi ini adalah aspek kognitif

yaitu kemampuan untuk menganalisis pesan dan memahami makna pesan media.
115

4.2.3.4 Mampu menilai konten media dari perspektif diri sendiri

Tabel 4.19
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Mampu Menilai Konten Media Dari Perspektif Diri Sendiri
Secara pribada saya dapat menilai konten media sosial yang say abaca
apakah berita asli atau berita Hoax
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 2 5 5 1 0 13 31
SMA Negeri 12 6 3 1 0 0 10 15
SMA Negeri 16 0 2 13 0 0 15 43
SMA Negeri 21 1 2 5 1 0 9 24
SMA Negeri 23 0 6 4 0 1 11 29
SMA Negeri 24 1 6 3 0 0 10 22
SMA Negeri 25 0 7 5 1 0 13 33
SMA Negeri 26 1 4 3 0 0 8 18
SMA Negeri 27 1 1 7 1 1 11 33
12 36 46 4 2 100 248
Kategori Kurang
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.19 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 16 yaitu sebanyak 43 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab ragu-ragu

yaitu 13 orang dan 2 orang menjawab tidak setuju. Sedangkan sekolah dengan skor

aktual terendah adalah SMAN 12 dengan skor 15 paling banyak siswa menjawab

sangat tidak setuju sebanyak 6 orang dan 1 orang menjawab ragu-ragu. Secara

keseluruhan tanggapan responden mengenai sub indikator mampu menilai konten

media sosial dari perspektif diri sendiri menghasilkan total skor sebesar 248 dan

dikategorikan tidak baik. Artinya rata-rata siswa kelas XI SMAN di wilayah

Bandung Timur masih kurang memiliki kemampuan untuk menilai konten media

sosialnya dari perspektif penilaian secara pribadi.


116

Perkembangan teknologi yang luar biasa dari yang konvensional hingga

munculnya media baru membuat seseorang harus memiliki kemampuan literasi

yang baik. Mampu membedakan mana yang benar dan tidak, mampu membuat

keputusan untuk percaya dan tidak. Pengaruh media yang kuat jika tidak di bentengi

dengan skill literasi yang baik membuat masyarakat yang adalah khalayak aktif

menjadi mudah terpengaruh. Merujuk Ruggiero, Baran dan Davis (2010: 296)

dalam Rianto (2016), mengemukakan sekali pesan terdigitalisasi, manipulasi media

menjadi tidak dapat diukur, membuat individu memiliki lebih banyak kontrol

daripada terhadap media tradisional. Hal inilah yang menjadi urgensi melek literasi

harus terus dikampanyekan. Ketika melakukan literasi seseorang memerlukan

sebuah kepekaan untuk menginterpretasi makna melalui text, merefleksikan

hubungan-hubungan yang ada dalam suatu tulisan. Literasi media menjadi semakin

urgen dalam tempo sekarang ini, apalagi muncul media baru yang sifatnya sangat

interaktif. Selain itu Potter (2005) menyatakan bahwa literasi media bagaiamana

khalayak aktif untuk memberdayakan diri sendiri dalam menafsirkan pesan dan

mengantisipasinya
117

Mampu menilai konten media dari perspektif diri


sendiri

SB 2.0%

B 4.0%

CB 46.0%

TB 36.0%

STB 12.0%

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% 50.0%

Gambar 4.16 Grafik Mampu Menilai Konten Media Dari Perspektif


Diri Sendiri
Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 46% siswa

kelas XI cukup baik dalam kemampuannya menilai konten media tersebut dari

perspektif pribadi. Sedangkan 2% dari siswa tersebut sudah sangat baik untuk

memberikan penilaian atas konten yang tersaji dalam media sosial dari sudut

pandang pribadinnya. Menurut Aufdeirheide dalam Dylan Aprianto (2017) “Media

are constructed and construct reality”. Media dikonstruksi oleh lingkungannya dan

representasi media mengonstruksi realitas sehingga konten media merupakan

gambaran parsial dari realitas sesungguhnya. Khalayak yang tidak memahami

bahan apa yang ditampilkan oleh media merupakan konstruksi media terhadap

peristiwa di kehidupan nyata, khalayak yang tidak terliterasi akan mengagap bahwa

peristiwa yang ditayangkan media adalah sebuah kenyataan. Padahal tidak semua

seperti itu. Oleh karena itu diperlukan keterbukaan dari khalayak untuk memperluas
118

pengetahuannya agar kalayak memiliki alternatif pilihan cara untuk memahami

peristiwa yang ditampilkan di media.

4.2.3.5 Kemampuan berfikir kritis dan peka atas konten media

Tabel 4.20
Tanggapan Responden Mengenai Sub Indikator
Kemampuan Berfikir Kritis dan Peka Atas Konten Media
Saya memiliki kemampuan yang baik untuk berfikir kritis serta peka
dalam mengenali berita Hoax
Jawaban
Asal Sekolah STS TS RR S SS Total Skor
(1) (2) (3) (4) (5) Aktual
SMA Negeri 10 0 3 6 4 0 13 40
SMA Negeri 12 1 1 5 1 2 10 32
SMA Negeri 16 1 1 11 1 1 15 45
SMA Negeri 21 0 2 6 1 0 9 26
SMA Negeri 23 2 3 5 0 1 11 28
SMA Negeri 24 0 2 7 0 1 10 30
SMA Negeri 25 1 1 2 7 2 13 47
SMA Negeri 26 1 1 3 3 0 8 24
SMA Negeri 27 0 2 6 3 0 11 34
6 16 51 20 7 100 306
Kategori Cukup
Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.20 di atas dapat diketahui dari jumlah responden

sebanyak 100 responden tersebut, sekolah dengan nilai skor aktual tertinggi adalah

SMAN 25 yaitu sebanyak 47 dengan jawaban terbanyak siswa menjawab setuju

yaitu 7 orang dan 1 orang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju. Sedangkan

sekolah dengan skor aktual terendah adalah SMAN 26 dengan skor 24 paling

banyak siswa menjawab ragu-ragu dan setuju sebanyak 3 orang dan 1 orang

menjawab sangat tidak setuju. Secara keseluruhan tanggapan responden mengenai

sub indikator kemampuan berfikir kritis dan peka atas konten media sosial

menghasilkan total skor sebesar 306 dan dikategorikan cukup baik. Artinya rata-
119

rata siswa kelas XI SMAN di wilayah Bandung Timur sudah cukup baik dalam

kemampuannya berfikir secara kritis dan peka atas konten dalam media sosial.

Tahapan literasi media dikalangan remaja sebagai agen perubahan

diharapkan mampu menjadikan remaja bijak dan kritis menggunakan media. Untuk

memahami isi pesan media massa maka diperlukan sebuah kecakapan yaitu literasi

media. Dengan kata lain, literasi media merupakan payung untuk melindungi

masyarakat dari “guyuran” informasi media massa. Literasi media dapat dijadikan

sebagai kunci bagi terbentuknya masyarakat yang cerdas dan kritis sehingga tidak

mudak tergerus arus informasi dari media massa.

Kemampuan berfikir peka dan kritis atas konten


media

SB 7.0%

B 20.0%

CB 51.0%

TB 16.0%

STB 6.0%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0%

Gambar 4.17 Grafik Kemampuan Berfikir Kritis dan Peka Atas Konten
Media Sosial
Dari grafik diatas dapat diketahui secara keseluruhan sebanyak 51% siswa

kelas XI cukup baik dalam berfikir kritis dan peka pada penyebaran berita Hoax

melalui konten media sosial. Sedangkan 6% dari siswa tersebut sangat tidak baik

dalam kemampuan berfikir secara kritis dan peka atas konten media sosial. Literasi

media memberikan kemampuan kepada khalayak dalam menganalisis, memilah,


120

serta kritis terhadap konten media. Namun hal itu dipengaruhi oleh locus pribadi

dari setiap individu dalam menyikapi dan menginterpretsi pesan yang diterimanya.

Dalam pembahasan mengenai komunikasi massa dijelaskan bahwa komunikan

menginterpretasikan makna dari pesan yang diterimanya tergantung dari latar

belakang individu tersebut dan pengalamanya dimasa lalu. Hal ini disebut sebagai

filter (Ardianto, 2004:43). Pada media baru, filter ini sangat berperan dalam

menyikapi setiap konten media yang menerpa khalayak, mengingat adanya

pergeseran konsep media massa konvensional ke media baru. Dimana pada media

baru tidak adanya peran gatekeeper dan kurangnya peran regulator dalam

mengontrol konten media pada media baru

Berdasarkan hasil penilaian tanggapan responden mengenai dimensi mengenali

berita Hoax, dapat dilihat rekapitulasi pada tabel berikut:

Tabel 4.21
Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Mengevaluasi Berita Hoax
No Sub Indikator Skor Skor Ideal Persentase Kriteria
Aktual
1 Kemampuan mencari Cukup
kebenaran informasi 316 500 63,2%
Baik
2 Manfaat yang dirasakan
dalam penggunaan media 241 500 48,2 Tidak baik

3 Kemampuan mengenali
penyimpangan informasi 259 500 51,8% Tidak baik
dalam konten media

4 Mampu menilai konten


media dari perspektif diri 248 500 49,6% Tidak Baik
sendiri

5 Kemampuan berfikir peka


dan kritis atas konten Cukup
306 500 61,2%
media Baik
121

Rata-Rata 271 500 54,8% Cukup


Baik
Sumber: kuesioner diolah, 2019

Berdasarkan tabel 4.21 dapat diketahui hasil tanggapan responden

mengenai dimensi mengevaluasi berita Hoax sudah cukup baik. Untuk mengetahui

tingkat kemampuan siswa kelas XI dalam mengevaluasi berita Hoax dalam variabel

literasi media dapat dilihat pada garis kontinum sebagai berikut:

Sangat Tidak Sangat


Tidak Baik Baik Cukup Baik Baik

100 180 260 340 420 500

274 (54,8%)

Gambar 4.18
Garis Kontinum Dimensi Mengevaluasi Berita Hoax

Berdasarkan tabel 4.21 diatas menunjukan secara keseluruhan rata-rata

mengenai dimensi mengevaluasi berita Hoax menghasilkan skor sebesar 274 dan

dapat dikategorikan cukup baik. Artinya kemampuan dari siswa kelas XI yang ada

di SMAN Bandung Timur dalam mengevaluasi berita Hoax yang berkembang

melalui media sosial cukup baik, kegiatan mengevaluasi yang dilakukan dalam

literasi media oleh siswa kelas XI dapat dilihat dari kemampuan siswa tersebut

dalam mencari kebenaran informasi yang diterimannya, kebanyakan siswa masih

enggan untuk mencari kebenaran berita hoax dan terburu-buru menyebarkannya

melalui media sosial tanpa mengetahui risiko yang ditimbulkan apabila kita tidak

mencari kebenaran berita tersebut, kebanyakan siswa kurang memahami manfaat

dari penggunaan media sosial apabila tidak dilakukan secara bijak. Media sosial
122

dianggap sebagai media memperbanyak teman dan berkomentar pada kolom

komentar tanpa didasari pengetahuan tentang literasi media yang baik serta regulasi

media yang berlaku. Banyak kasus siswa sekolah yang terjerat UU ITE karena tidak

memahami dan tidak melakukan pengecekan terhadap kebenaran informasi yang

diterimannya. Selain itu kemampuan mengevaluasi siswa juga dpaat dilakukan

dengan mengenali penyimpangan informasi yang bukan sebagai fakta tapi berita

bohong. Apabila siswa dapat lebih mengenali setiap berita bohong maka mereka

juga pada akhirnya akan memberikan penilaian sendiri dalam dirinya dengan

memberikan pandangan terhadap berita tersebut apakah asli atau bohong. Dari

pemahaman tersebut mereka akan berusaha mencari kebenaran berita dan mencoba

menahan dirinnya untuk tidak menyebarkan informasi bohong tersebut.


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian, analisis dan pemahasan yang telah dilakukan,

peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Mengakses yang digunakan bisa dimaknai sebagai kemampuan khalayak

dalam mencari, mendapatkan, dan mengumpulkan informasi. Akses

didefinisikan baik sebagai akses secara fisik maupun pada kemampuan

untuk menggunakan berbagai macam bentuk media, Akses media saat ini

bukan lagi hambatan, apalagi untuk khalayak yang tinggal di perkotaan.

Akses terhadap media dapat di temukan kapan saja dan dimana saja.

Namun itu berarti juga bahwa paham yang menghegemoni lebih mudah

dan cepat tersebar. Kemudahan akses ke media sosial menjadikan frekuensi

penggunaannya mempengaruhi dalam arti keberadaan media sosial saat ini

terlebih fasilitas wifi yang mudah didapatkan dan paket internet yang

ditawarkan provider telekomunikasi semakin mempermudah siswa dalam

mendapatkan akses internet. Subjek dalam penelitian ini adalah kategori

remaja dimana remaja sebagai sebuah segmen pasar, sebagai subkultur dan

yang memimpin jalan dalam penggunaan media baru. Diantara semuanya,

media menjadi bagian pusatnya (Osgerby, 2004). Hampir semua media

123
124

dapat diakses oleh para siswa, dari mulai media cetak hingga media online.

Waktu yang digunakan oleh para informan untuk mengakses media juga

bervariasi. Rata-rata mereka mengakses media dalam sehari menghabiskan

waktu hingga berjam-jam.

Siswa dalam hal ini Siswa SMAN di Bandung Timur merupakan

generasi milenial yang akses terhadap internet khususnya media sosial

sangat tinggi. Sebagai generasi muda diharapkan dapat mempergunakan

media dengan bijak, apalagi dengan semakin berkembangnya informasi-

informasi palsu yang dapat menyesatkan pembacanya. Selain siswa SMA

diharapkan dapat cerdas memilih informasi yang diterimanya melalui

media sosial, mereka pun harus faham bagaimana menyebarkan konten

yang ada di media sosial.

Temuan ini sesuai dengan teori kegunaan dan gratifikasi (Uses and

Gratification Theory). Teori ini menyatakan bahwa orang secara aktif

mencari media tertentu dan isi (content) tertentu untuk menghasilkan

kepuasan (atau hasil) tertentu. Dalam pengembangan teori ini dikatakan

orang aktif karena mereka mampu untuk mempelajari dan mengevaluasi

berbagai jenis seseorang akan menonton suatu acara dari sebuah lembaga

penyiaran disebabkan adanya kegunaan (use) bagi mereka dan

penghargaan (gratifikasi) dari upaya yang dilakukanya. Mereka akan

menonton berita, apabila mereka membutuhkan informasi baik daerah


125

nasional maupun mancanegara untuk mencapai tujuan tertentu. Seiring

perkembangan teknologi komunikasi kemampuan mengakses media massa

merupakan sebuah keharusan. Hal ini dikarenakan jika tidak mampu

mengakses media massa maka akan ketinggalan informasi. Remaja sebagai

agen perubahan menyadari hal ini dan dengan karakteristiknya yang serba

ingin tahu, media massa digunakan untuk selalu update informasi.

2. Kemampuan siswa menganalisis berita hoax. Menganalisis adalah

kemampuan yang dapat membantu seseorang dalam menjelaskan bentuk

pesan, struktur, segmen, dampak pesan, dan lain sebagainya. Analisis

berkaitan dengan kemampuan untuk mencari, mengubah, dan memilih

informasi disesuaikan dengan kebutuhan individu. Analisis merupakan

aspek kompetensi personal lainnya selain kemampuan mengakses.

Kemampuan analisis ini dapat terlihat dari bagaimana pemahaman kritis

pengguna media. Sedangkan disisi lain lebih melihat dan menekankan

kemampuan pemahaman dan interpretasi siswa dalam melihat, membaca

dan mendengarkan produk media yang tersaji.

Dalam hal kemampuan menganalisis isi pesan media, para siswa

menyatakan bahwa mereka terutama belum banyak menyadari efek negatif

tayangan media massa maupun konten media baru. Mereka belum

mengetahui bahwa realitas di media massa dikonstruksikan sedemikian

rupa berdasarkan ekonomi politik media massa tersebut. Untuk


126

mengidentifikasi literasi media khalayak media, ahli media Art Silverblatt

(2001) mengelompokkan 7 (tujuh) karakteristik, salah satu diantaranya

yaitu sebuah kesadaran akan dampak media pada individu dan masyarakat.

Menurut Silverblatt, jika kita mengabaikan dampak media terhadap hidup

kita, kita akan menanggung resiko terperangkap dan terbawa oleh arus

perubahan daripada mengendalikan atau memimpinnya.

Struktur pengetahuan literasi media dapat dibangun melalui proses

filterisasi. Maka untuk membangun struktur pengetahuan diperlukan

pemahaman mengenai segmentasi media, kepemilikan media dan dunia

nyata. Sisi lain pemahaman kritis untuk menganalisis media selain

diperlukan pemahaman terkait kepemilikan media, tidak kalah pentingnya

adalah pemahaman remaja tentang regulasi media. Pada level regulasi,

perjuangan dilakukan dengan melakukan upaya-upaya untuk melahirkan

perundang- undangan yang menjamin hak-hak publik ketika berhadapan

dengan media. Di Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

merupakan salah satu wujud perjuangan untuk mengembalikan frekuensi

penyiaran pada ranah publik, yang mesti dimanfaatkan sebesar-besarnya

untuk kepentingan publik. Pada level produksi, advokasi dilakukan dengan

sasaran para pekerja media. Sedangkan pada level masyarakat, digarap

upaya untuk membekali khalayak dengan kemampuan dan kesadaran

media literasi. Pemahaman regulasi media yang baik sebenarnya akan


127

mengantarkan seseorang untuk lebih peka dan kritis terhadap setiap

tindakan yang dilakukan media, apakah bertentangan, menyimpang atau

bahkan menjadikan khalayak semakin tidak tercerahkan. Untuk itu

kompetensi personal dari aspek pemahaman tentang regulasi ini menjadi

dasar ukuran tingkat kekritisan seseorang.

Hasil penyebaran angket menunjukkan bahwa pemahaman siswa kelas

XI tentang regulasi media cenderung kurang. Kondisi ini diperkuat dengan

kurangnya pemahaman terhadap regulasi isi media termasuk kurang

pahamnya mereka terhadap regulasi media online. Kondisi ini disebabkan

beberapa faktor yaitu siswa kurang aktif mencari informasi terkait regulasi

pemerintah terhadap media. Padahal dengan pemahaman regulasi yang

baik akan bermanfaat bagi dirinya dalam meningkatkan pemahaman kritis

mereka serta rambu-rambu ketika suatu saat mereka akan memproduksi

pesan.

3. Kemampuan siswa mengevaluasi berita hoax. Evaluasi adalah kemampuan

untuk menghubungkan antar pesan media yang diterima dengan

pengalaman. Mengevaluasi informasi berdasarkan parameter, seperti

kebenaran, kejujuran, dan kepentingan dari produsen pesan. Jadi, dengan

mengevaluasi menyadarkan bahwa khalayak tetap memiliki hak prerogratif

dalam memaknai pesan media untuk dirinya sendiri. Dari informasi yang

diperoleh melalui siswa kelas XI dengan menyebarkan angket jawaban


128

mereka cenderung kemampuan siswa dalam mengevaluasi berita hoax

masih kurang. Hal ini disebabkan media massa difungsikan sebagai media

hiburan dan informasi yang didapatkan tidak di kroscek dengan sumber

lain.

Kebanyakan dari siswa tersebut menerima informasi tersebut tanpa

melakukan pengecekan kebenaran dan mengecek ulang terhadap sumber

berita tersebut, maka sifat dari khalayak tersebut termasuk khalayak yang

pasif. Dimana menurut Faizal (2012: 67) bahwa khalayak terbagi 2 (dua)

yaitu khalayak pasif dan khalayak aktif. Jumlah khalayak pasif jauh lebih

besar dibandingkan yang aktif. Khalayak pasif itu seperti diam saja,

menerima mentah-mentah ketika menerima informasi dari media massa

bahkan tidak jarang tampak seperti tak berdaya.

Pandangan tersebut sesuai dengan perspektif dari beberapa kalangan

yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat merupakan khalayak

pasif. Masyarakat seolah-olah dibuat tidak berdaya ketika mengkonsumsi

(diterpa) informasi dari media sosial. Terdapat beberapa teori yang bisa

menguatkan pandangan tersebut salah satunya adalah teori masyarakat

massa (Mass Society Theory) yang diusung oleh Kornhouser (1959),

Bromson (1961), Giner (1979). (dalam Dennis Mc Quail; 1991). Dalam

teori ini disebutkan bahwa rata-rata orang merupakan korban media massa.

(Richad West and Lynn H Turner 2007).


129

5.2 Saran atau Rekomendasi

5.2.1 Saran Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran

teoritas bagi peneliti yang lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya adalah

mengembangkan lagi tentang literasi media siswa melalui pendekatan individual

competence seperti personal competence, critical understanding dan social

competence.

5.2.2 Saran Praktis

Penulis memberikan saran praktis, sebagai berikut:

1. Diharapkan sekolah-sekolah di Bandung Timur menjadikan literasi media

sebagai bahan pembelajaran siswa di sekolah, sehingga dapat

meningkatkan pengetahuan siswa dalam literasi media.

2. Diharapkan siswa kelas XI dapat meningkatkan lagi kompetensinya tidak

hanya mahir dalam mengakses media sosial, akan tetapi perlu juga

kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi berita hoax yang

tersebar di media sosial/

3. Diharapkan siswa kelas XI tersebut yang telah memahami mengenai

literasi media dapat membagikannya serta mengaplikasikan apa yang

diketahuinya mengenai lierasi media kepada masyarakat, keluarga atau

siswa lainnya sehingga khalayak dapat lebih cerdas dan bijak dalam

menggunakan media sosial.


DAFTAR PUSTAKA

Abede, Pareno Sam. 2005. Manajemen Berita antara Idealisme dan Realita.
Surabaya: Papyrus.
Angeliqa, Fitria. 2016. Habitus Remaja dalam Literasi Media Online. The 3rd
Indonesia Media Research Awards & Summit (IMRAS). Jakarta: Serikat
Perusahaan Pers.
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa
Rekatama Media.
Aufderheide, Patricia. 1992. Media Literacy. A Report of the National Leadership
Conference on Media Literacy. Queenstown Maryland: The Aspen Institute
Wye Center.
Baran, Stanley. J dan Dennis K. Davis. 2010. Teori Komunikasi Massa (Dasar,
Pergolakan, dan Masa Depan). Jakarta: Salemba Humanika.
Briggs, Asa & Peter Burke. 2006. Sejarah Sosial Media “Dari Gutenberg sampai
Internet”. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenadamedia.
Cangara, Hafied. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Charnley, Mitchel V. 1975. Reporting. New York: Holt-Reinhart & Winston
Darmawan. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djuraid, Husnun. 2009. Panduan Menulis Berita. Malang: UMM Press
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Haryadi, Sarjono dan Julianita, Winda. 2011. SPSS vs LISREL: Sebuah Pengantar,
Aplikasi untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.

130
131

Hobbs, R. dan Frost, R. 2003. Measuring The Acquisition of Media-Literacy Skills.


Reading Research Quartely 38(3): 330-355.
Iriantara, Yosal. 2009. Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Juditha, Cristiany. 2014. Tingkat Literasi Media Masyarakat di Wilayah Perbatasan
Papua. Journal Communication Spectrum. Vo.3. No.2
Latifah. 2014. Analisis Literasi Media Televisi Dalam Keluarga (Studi Kasus
Pendampingan Anak Menonton Televisi di Kelurahan Sempaja Selatan Kota
Samarinda). eJournal Ilmu Komunikasi. 2 (4).
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Cetakan 6. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nuraini, Qoute. 2017. Literasi Media di Kalangan Mahasiswa di Kota Bogor. Jurnal
Adhum. Vo.7. No.1.
Poerwaningtias, Intania dan Rianto, Puji dkk. 2013. Model-model Gerakan Literasi
Media dan Pemantauan Media di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kajian Media
dan Budaya Populer.
Purba, Rebbeka. 2013. Tingkat Literasi Media Pada Mahasiswa. Jurnal Universitas
Sumatera Utara.
Romli, M dan Asep Syamsul. 2009. Dasar-Dasar Siaran Radio. Bandung: Nuansa.
Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sulthan, Muhammad dan S. Bekti Istiyanto. 2019. Model Literasi Media Sosial Bagi
Mahasiswa. Jurnal Aspikom. Vol.3. No.6.
132

Suryatni, Luh. 2018. Komunikasi Media Sosial dan Nilai-Nilai Budaya Pancasila.
Jurnal Sistem Informasi Universitas Suryadarma. Vol.5. No.1.
Tamburaka, Apriadi. 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Tesis Dan Bisnis. Jakarta: Grafindo
Persada.
Vivian, J. 2015. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Prenadamedia Group.
LAMPIRAN

Lampiran 1: Angket Penelitian


Kepada Yth
Adik-Adik Siswa Kelas XI
Di Tempat

Sehubungan dengan penyusunan tugas akhir skripsi saya, perkenankanlah saya


meminta kesediaan adik-adik untuk mengisi angket penelitian saya dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir saya yang berjudul:
“LITERASI MEDIA SISWA DALAM MENGENALIBERITA HOAX
(STUDI DESKRIPTIF LITERASI MEDIA INSTAGRAM PADA SISWA
KELAS XI DI BANDUNG TIMUR DALAM MENGENALI BERITA HOAX)”
Saya mengharapkan adik-adik memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya
sesuai dengan keadaan adik-adik yang sebenarnya. Jawaban yang adik-adik berikan
tidak akan berpengaruh terhadap nilai sekolah. Atas bantuan dan partisipasi adik-adik
semua, saya ucapkan terima kasih.

Bandung, November 2019


Hormat Saya,

Anggi Andika Fahmi

133
134

DATA RESPONDEN

1. Nama : …………………………………….
2. Usia : ……….t h
3. Jenis kelamin : Pria Wanita
4. Nama Sekolah : ………………………………………

PEDOMAN KUESIONER
Petunjuk pengisian kuesioner:
a. Berikan tanda silang (X) pada kolom yang sesuai dengan pendapat anda.
b. Mohon dijawab tanpa pengaruh apapun dan peneliti menjamin kerahasiaan
jawaban anda.
c. Keterangan
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
RR : Ragu-Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Alternatif Jawaban
No Pernyataan SS S RR TS STS
5 4 3 2 1
Mengakses
1 Saya sudah terbiasa menggunakan media
sosial baik Instagram, Facebook, Twitter,
You Tube dll
2 Dalam sehari saya bisa mengakses media
sosial hingga lebih dari 5 kali
3 Kecepatan mengakes media sosial saya
dapatkan dari provider yang saya gunakan
membantu mengakses media sosial
4 Dalam sehari saya bisa menghabiskan
waktu hingga 2 jam untuk mengakses
media sosial
5 Informasi terbaru selalu saya dapatkan dari
media sosial yang saya gunakan
Memahami
135

6 Saya selalu memilih-milih konten berita


atau informasi yang saya baca melalui
media sosial apakah termasuk berita benar
atau berita Hoax
7 Setelah saya membaca konten berita atau
informasi, saya dapat
menginterpretasikannya dengan baik
melalui tidak disebarkannya kembali
berita Hoax tersebut melalui media sosial
8 Saya dapat mengidentifikasi berita Hoax
dengan mengenali judul yang provokatif,
mencermati alamat situs, memeriksa
fakta, mencermati foto dll
9 Saya memahami tentang regulasi atau
peraturan yang ada di dalam media sosial
dalam rangka membatasi penyebaran
berita Hoax
10 Saya memiliki kemampuan yang baik
dalam membedakan fakta atau opini
publik
Mengevaluasi
11 Ketika saya membaca berita Hoax saya
mencari kebenaran informasi tersebut
12 Saya dapat memperoleh manfaat dari
penggunaan media sosial secara bijak
13 Saya dapat mengevaluasi setiap
penyimpangan berita yang saya peroleh
14 Secara pribada saya dapat menilai konten
media sosial yang say abaca apakah berita
asli atau berita Hoax
15 Saya memiliki kemampuan yang baik
untuk berfikir kritis serta peka dalam
mengenali berita Hoax
136

Lampiran 2: Coding Book


Mengakses Memahami Mengevaluasi
No X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5

1 4 3 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2
2 4 3 4 4 4 3 2 2 2 1 2 4 1 3 2
3 5 4 3 4 4 3 3 1 2 3 2 5 2 2 2
4 5 3 1 5 5 3 2 2 3 4 4 5 3 2 3
5 4 3 3 5 3 3 3 2 3 4 2 4 2 3 2
6 5 4 5 5 4 3 1 1 2 3 2 5 3 5 3
7 1 2 3 1 1 2 2 3 3 2 3 1 2 1 2
8 4 4 4 4 4 2 2 1 3 3 2 4 2 2 2
9 2 2 2 2 3 1 2 2 1 3 3 2 2 2 1
10 4 5 3 4 4 3 3 2 3 2 3 4 4 3 3
11 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2
12 3 2 3 4 3 4 3 3 3 2 1 3 3 2 3
13 5 4 3 4 5 5 3 3 3 3 2 4 3 3 3
14 5 5 2 5 5 4 3 4 3 4 2 5 1 2 4
15 5 5 3 5 4 3 2 2 2 4 2 5 2 3 3
16 4 4 3 5 4 3 3 2 2 4 2 5 4 3 3
17 5 3 5 5 4 3 3 3 3 3 1 4 2 2 2
18 4 3 3 5 4 3 3 3 1 3 2 4 2 2 2
19 4 4 3 4 4 2 2 3 2 4 2 4 2 3 2
20 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 1 1
21 4 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3
22 4 3 3 5 4 2 3 2 2 3 2 4 1 3 3
23 5 3 3 4 5 1 2 3 2 2 2 4 2 2 3
24 4 4 3 4 4 3 2 3 3 3 2 4 4 3 4
25 5 4 3 5 4 1 2 2 3 3 2 4 4 5 2
26 5 4 3 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3
27 4 4 3 5 4 3 1 2 2 3 2 4 4 4 3
28 4 2 3 4 4 2 3 2 2 4 1 4 4 5 2
29 4 3 2 5 3 3 2 2 1 1 3 2 2 2 2
30 5 4 2 5 4 2 5 2 4 2 2 4 2 5 5
31 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3 1 3 3
32 3 3 3 5 3 3 1 2 3 1 3 3 3 3 2
33 5 3 3 5 4 4 1 2 5 3 2 4 2 4 4
34 5 2 3 3 3 5 2 2 2 3 3 3 3 2 3
137

35 5 4 3 5 5 5 3 2 3 5 2 5 1 5 5
36 4 3 3 4 4 4 2 4 3 3 1 3 3 3 4
37 4 4 1 4 3 4 2 3 3 3 3 4 3 3 3
38 4 3 3 5 3 1 2 3 3 1 3 3 3 3 3
39 4 2 2 4 4 3 2 2 2 4 2 4 2 3 3
40 5 4 2 5 3 4 1 2 2 3 1 5 1 3 2
41 4 4 4 5 4 3 3 2 3 3 4 5 3 3 3
42 3 4 1 4 4 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3
43 5 4 2 4 5 4 3 3 3 3 2 5 2 3 3
44 3 4 4 5 4 3 2 1 3 3 4 4 2 2 2
45 4 4 5 5 5 3 2 2 4 3 4 5 2 3 2
46 4 3 4 4 4 3 2 3 5 4 2 3 1 2 4
47 5 4 4 5 3 3 3 3 2 3 4 4 2 3 4
48 5 4 5 5 4 3 5 2 1 5 2 5 1 5 4
49 4 3 5 5 4 3 1 2 2 4 4 3 2 3 4
50 4 4 3 4 4 4 2 1 3 2 4 4 1 4 4
51 5 3 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3
52 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 4 4 3 5 4
53 5 3 3 4 4 4 1 2 3 3 2 4 2 4 3
54 5 5 2 5 5 5 2 1 2 5 2 5 2 5 5
55 4 4 3 5 4 4 3 2 2 4 1 5 1 4 4
56 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3
57 5 3 2 5 4 3 3 2 3 2 2 3 3 4 2
58 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 1 4 2 4 4
59 5 4 4 5 4 3 1 3 3 3 2 4 2 3 4
60 5 3 4 5 4 2 3 4 3 2 2 3 4 4 3
61 5 4 4 5 4 2 3 4 3 3 2 3 3 3 3
62 4 4 3 4 4 4 3 3 2 3 1 4 1 4 3
63 4 3 3 4 4 4 3 3 1 3 2 3 2 3 4
64 4 3 4 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3
65 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 3 4
66 2 2 1 1 2 2 1 3 2 3 2 1 1 2 1
67 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 4
68 4 4 4 4 4 2 2 3 3 2 3 3 3 5 4
69 5 4 4 4 4 3 3 1 1 5 5 5 3 5 1
70 5 4 4 5 5 3 3 3 2 3 2 4 4 4 4
71 4 2 3 4 4 4 3 1 2 4 2 4 3 4 4
72 5 4 4 5 5 5 2 2 1 4 2 4 4 4 4
138

73 5 2 5 5 1 1 2 2 2 5 1 4 3 5 3
74 5 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 4 2 4 4
75 3 3 2 2 3 3 3 2 3 4 2 3 2 3 4
76 4 4 4 5 4 2 1 3 2 3 2 4 2 4 4
77 4 4 4 4 4 2 3 3 2 3 4 4 1 4 4
78 4 4 2 4 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3
79 4 4 4 4 4 3 3 4 1 3 2 4 4 3 4
80 5 3 1 5 4 2 3 3 1 3 2 4 4 3 3
81 4 3 4 5 4 3 2 3 3 3 3 4 3 2 3
82 4 4 3 4 4 4 2 3 3 3 2 4 3 3 3
83 5 5 1 5 3 5 1 2 1 1 3 3 3 3 1
84 4 4 2 4 4 4 2 4 1 4 1 4 2 2 4
85 5 4 4 4 4 4 2 3 3 3 2 4 2 3 4
86 3 3 4 5 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3
87 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3
88 5 5 1 5 5 5 2 2 2 1 2 4 2 3 2
89 4 3 3 4 4 4 3 3 1 3 3 3 2 2 3
90 4 3 4 5 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4
91 2 2 1 5 5 5 1 2 2 5 2 5 1 3 5
92 4 4 4 5 4 4 2 3 3 4 1 4 2 3 4
93 1 3 1 1 2 2 2 3 3 3 3 1 2 2 3
94 5 5 3 4 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2
95 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3
96 3 5 5 5 5 3 3 4 3 3 2 4 1 4 3
97 5 3 5 5 5 4 3 4 2 3 1 4 2 5 4
98 5 3 5 4 4 4 2 4 3 4 4 4 2 5 4
99 5 5 5 5 5 5 2 5 4 5 4 4 1 4 4
100 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 2 4 3 4 2

Lampiran 3: Perhitungan Statistik


Uji Validitas dan Reliabilitas
Case Processing Summary

N %

Valid 100 100.0

Cases Excludeda 0 .0
Total 100 100.0
139

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items
Alpha

.719 15

Item-Total Statistics

Scale Mean if Scale Variance Corrected Item- Cronbach's


Item Deleted if Item Deleted Total Alpha if Item
Correlation Deleted

X1.1 43.3100 31.004 .570 .676


X1.2 43.9300 32.793 .445 .692
X1.3 44.2400 32.406 .321 .706
X1.4 43.1500 30.937 .581 .675
X1.5 43.6500 31.402 .588 .677
X2.1 44.2800 34.204 .214 .717
X2.2 45.0300 35.848 .121 .724
X2.3 44.8500 36.351 .051 .732
X2.4 44.9600 36.019 .087 .728
X2.5 44.3800 33.551 .289 .708
X3.1 45.0700 36.732 .004 .738
X3.2 43.7300 30.644 .604 .672
X3.3 45.0300 36.373 .032 .736
X3.4 44.2000 31.172 .494 .683
X3.5 44.3500 31.503 .490 .685

Lampiran 4: Riwayat Hidup Peneliti

Anda mungkin juga menyukai