Anda di halaman 1dari 12

Kesadaran Bahwa ilmu olahraga merupakan satu ilmu Internasional mulai nampak

terlihat pada pertengahan abad 20,sementara itu di Indonesia olahraga mulai dikenalkan melalui
deklarasi olahraga tahun 1998.Banyak akademisi dan masyarakat awam yang masih terlihat
pesimis akan adanya ilmu keolahragaan,khususnya di negara kita Indonesia.Hal utama yang
mendasari kepesimisan itu adalah kurang mampunya para akademisi melakukan kajian dan
wacana tentang ilmu keolahragaan.Akan tetapi sebagai ilmu yang baru diakui secara luas oleh
semua golongan masyarakat,ilmu olahraga semakin berkembang dengan adanya kompleksitas
permasalahan yang ada dengan ketertarikan-ketertarikan kajian ilmiah yang mulai berkembang
untuk mengkaji ilmu keolahragaan sehingga hal tersebut membuat olahraga semakin di kenal
luas.
Filsafat,dalam hal ini memili hal penting dalam bentuk tanggun jawab untuk mempersatukan
berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara terpadu dan pada akhirnya mengakar pada tiga
ilmu dimensi olaharaga (Ontologi,epistomologi,serta aksiologi) yang kokoh dan sejajar dengan
berbagai ilmu yang lain.
Ontologi membahas tentang kajian apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain
mengkaji ilmu maupun terori yang ada.Dasar dari ilmu ontologi sendiri berhubungan dengan
materi yang menjadi penelahaan ilmiah,ciri-ciri objek itu berlaku secara universal.Ontologi
berperan dalam perbincanagan mengenai pengembangan ilmu,asumsi dasar ilmu dan
konsekuensinya dalam penerapan ilmu tersebut.Ontologi merupakan sarana ilmiah untuk
menemukan jalan permasalahan secara ilmiah (Van Peursen,1985:32).Dalam hal ini ontologi
berperan sebagai proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu.
Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha
untuk memperoleh pengetahuan. Ini terutama berkaitan dengan metode keilmuan dan sistematika
isi ilmu. Metode keilmuan merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran,
pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau
mengembangkan yang telah ada. Sedangkan sistimatisasisi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan
dasar-dasar Filosofis tubuh ilmu, di mana peta dasar dan pengembangan ilmu pokok dan ilmu
cabang dibahas di sini.
Aksiologi ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan
yang didapatnya. Bila persoalan value free dan value bound ilmu mendominasi fokus perhatian
aksiologi pada umumnya, maka dalam hal pengembangan ilmu baru seperti olahraga ini, dimensi
aksiologi dipeluas lagi sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupun ,manusia
seperti etika, estetika, religius (sisi dalam) dan juga intenelasi ilmu dengan aspek-aspek
kehidupan manusia dalam sosialitasnya (sisi luar aksiologi). keduanya merupakan aspek dari
permasalahan transfer pengetahuan.

Akar Eksistensi Olahraga


Olahraga,sebagaimana yang dikatakan oleh Richard Scat (1998:124) Seperti halnya
dengan sex,olahraga terlalu penting untuk dikacukan oleh banyaknya tema yang lain.Karena
olahraga bukan hanya tentang latihan demi kesehatan.Tidak hanya permainan untuk hiburan,atau
hanya sekedar mengahabiskan waktu luang,atau mengkombinasikan antara kegiatan sosial dan
rekreasi semata.Akan tetapi olahraga merupakan aktivitas yang memilik akar ontologi yang
mulai eksis terjadi dengan sangat alamiah,olahraga dapat diamati sejak bayi lahir sampai
terjadinya perkembangan dan pertumbuhan gerakan saat berlatih.
Olahraga adalah sangat berhubungan erat dengan perkembangan multidimesional
manusia sebagai mahluk yang sangat gemar bermain.Olahraga adalah sebuah tontonan,yang
memililiakar sejarahnya begitu panjang,sejak zaman Yunani kuno olahraga tak dapat dipisahkan
dari hal agama dan budaya masyarakat setempat,dikarenakan olahraga memiliki suatu nilai
sangat tinggi dari awalnya Arete,Agon,Panthalon dan pada masa yang modern berubah menjadi
olimpic games,di mana sejarah olahraga itu penuh dengan masa peperangan dan juga perdamaian
yang mengawalinya.Olahraga merupakan sebuah fenomena multidimensi,sama halnya manusia
yang menjadi mahluk multidimensi.
Mitos dan agama Yunani yang menampilkan saling terhubungnya suatu pandanagan
dunia dalam perkembangan intrinsik antara olahraga dan budaya dasar.Kedua hal tersebut juga
sebagai suatu refleksi kondisi terbatas dari eksistensi keduniaan,dan bukan suatu kerajaan
Traspenden dari pembebasan saat itu.Suasana keduniawian terlihat begitu jelas pada sebuah
ekspresi naratif tentang kehidupan,rentang pengalaman manusia,situasionalnya duka
cita.Manifestasi kesakralan terwujud dalam prestasi dan kekuasaan pada dunia,kecantikan
visualisasi dan daya saing mempengaruhi situasi kemanusiaan (Hatab,1998:98).
Atletik begitu berperan penting dalam masa yunani kuno.Kata atletik dalam bahasa
Yunani kuno yang memilik arti konflik atau perjuangan,di mana persaingan ditengah berbagai
keterbatasan kondisi yang dapat membangkitkan makna dan keutamaan.Apa yang membedakan
atletik dengan budaa-budaya lain di Yunani adalah atletik menampilkan keahlian-keahlian fisik
yang bersifat duniawi,keindahan tubuh,dan hal-hal khusu dalam tontonan dramatis (Hatab
1998:98). Kontes atletik, seperti yang tampak dalam lliad, menunjukkan penghargaan yang
tinggi masyarakat Yunani terhadap olahraga yang terrepresentasikan sebagai semacam ritual
agama dan terorganisir dalam mana kompetisi-kompetisi fisik ditampilkan sebagai analog
mimetic (secara menghibur) dari penjelasan agama - baik tentang nasib dan kepahlawanan - dan
sebagai penjelmaan rinci signifikansi kultural agon. Sekarang, signifikansi olahraga menurun di
dunia Yunani, justru dengan datangnya pandangan-pandanga atau pendapat filsafat sebagai
kompetitor kultural. Nilai penting dari tubuh dan aksi secara bertahap dikalahkan oleh tekanan
pada pikiran dan refleksi intelektual. Ketertarikan terhadap transendensi spiritual dan tertib alam

menggeser pengaruh mitos-mitos dan religi seperti dijelaskan di atas. Meskipun Plato dan
Aristoteles mengusung nilai penting latihan fisik dalam pendidikan, namun mereka memulai
sebuah revolusi intelektual yang meremehkan nilai penting kultural keolahragaan - "remeh"
justru karena keterkaitan erat olahraga dengan tubuh, aksi, perjuangan, kompetisi dan prestasi
kemenangan (Hatab, 1998:99).
Ekspresi Filosofis Kultural Olahraga
Friederich Nietzsche (terkenal dengan tesisnya: "Tuhan telah mati") termasuk filsuf yang
pemikiran-pemikirannya berhutang banyak pada dunia Yunani kuno yang menghargai atletatlenya seperti halnya para intelek.Nietzsche adalah seorang filsuf kontroversial yang paling
banyak dirujuk sebagai penyumbang tak langsung debat akademis tentang kaitan pemikiran
filsafat- dan lhu keolahragaan. Bahkan beberapa penulis, seperti Richard Schacht, menyebut
"filsafat olahraga Nietzscheian" sebagaistilah penting dalam bahasan ihijmya, Nietzsche and
Sport, meskipun istilah ini masih perlu dicurigai sebagai terlalu maju dan ahistoris, oleh karena
pemikir lain seperti Lawrence J. Hatab (tqgg: Zg) menyatakan bahwa Nietzsche sedikit sekali
atau bahkan tak pernah bicara tentang aktivitas atletik dan olahraga secara langsung. Hatab
mengeksplorasi Nietzsche hanya dalam kaitan pemikirannya tema keolahragaan. yang dapat
diasosiasikan dan mengarah pada tema keolahragaan. Hatab mengutip beberapa pemikiran
Nietzsche seperti will to power, sublimation, embodiment, spectacle dan play yang terarah pada
aktivitas atletik dan event-event olahraga (Hatab, 1998: 102). Dari sini, dapat dimaknai bahwa
arah pemikiran yang berhubungan secara historis pada dunia keolahragaan termasuk dalam
ekspresi pemikiran filosofis, dan oleh karenanya ilmu keolahragaan memiliki akar filosofisnya.
Deklasrasi Ilmu Olahraga
Beberapa pendapat diatas bagaimanapun mencerminkan suatu perhatian filosofis yang
berhubungan dengan olahraga sebagai sebuah fenomena yang menyeluruh di jaman ini
(setidaknya kita dapat mengukur animo atau antusiasme masyarakat terhadap olahraga melalu
berbagai sumber media baik secara langsung datang kesebuah peratndingan atau hanya sekedar
melihat lewat televisi,dan juga termasuk megasponsor yang berbentuk perjudian terhadap
olahraga).
Pada tahun 1998 tepatnya dikota Surabaya diselenggarakan suatu seminar Lokakarya
Ilmu Keolahragaan. . Seminar ini mampu melahirkan kesepakatan tentang pendefinisian
pengertian olahraga yang dikenal dengan nama Deklarasi Surabaya 1998 tentang Ilmu
Keolahragaan, sebagai jawaban bahwa olahraga merupakan ilmu yang mandiri. Sebagai ilmu
yang mandiri, olahraga harus dapat memenuhi 3 kriteria: obyek, metode dan pengorganisasian
yang khas, dan ini dicakup dalam paparan tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi (Komisi
Disiplin Ilmu Keolahragaan, 2000: l-2,6). Dari sini, filsafat ilmu muncul sebagai suatu
kebutuhan. Earle F. Zeigler (1977) mengaitkan pendidikan keolahragaan dengan filsafat olahraga

dengan mencoba mengurai berbagai aspek yang dianggap terkait dengan berbagai dimensi yang
muncul dari fenomena keolahragaan, terutama dalam hal dimensi edukatifnya. Tampaknya
banyak penelitian serupa yang menggagas filsafat ilmu keolahragaan dalam tinjauan yang kurang
lebih diasalkan pada pendidikan jasmani. C.A. Bucher dengan bukunya Foundation of Physical
Education and Sport (1995), William H. dalam buku Physical t42 Made, Dasqr-dasar Filosofis
Education and Sport a Changing Society (1987), adalah beberapa karya yang bemuansa filsafat
ilmu keolahragaan, narnun pembahasan yang diambil lebih merupakan integrasi dari berbagai
disiplin ilmu terkait untuk membangun dasardasar ilmu keolahragaan, sedangkan hakikat
dimensi ontologi, epistemonogi dan aksiologi belum sepenuhnya digarap mendalam dan
mengakar.
Aspek pertama, ontologi, setidaknya dapat dirunut dari obyek studi ilmu keolahragaan
yang unik dan tidak dikaji ilmu lain. Sebagai rumusan awal, UNESCO mendefinisikan olahraga
sebagai "setiap aktivitas fisik berupa permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur
alam, orang lain, ataupun diri sendiri". Sedangkan Dewan Eropa merumuskan olahraga sebagai
"aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan dalam waktu luang". Definisi terakhir ini merupakan
cikal bakal panji olahraga di dunia "Sport for All" dan di Indonesia tahun 1983,
"memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat" (Rusli dan Sumardianto,2000:
6).Aktivitas yang merupakan hal utama dalam olaharaga mewakili definisi dari olahraga
menunjukan suatu gerak manusia yang di lakukan secara sadar dan mempunyai tujuan.Oleh
karena itu, menurut KDI keolahragaan, obyek material ilmu keolahragaan adalah gerak insani
dan obyek formalnya adalah gerak manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan. Dalam
hal ini, ragaltubuh adalah sasaran yang terpenting dan paling mendasar.
Aspek kedua sebagai dimensi filsafat ilmu adalah epistemologi yang mempertanyakan
bagaimana pengetahuan diperoleh dan apa isi pengetahuan itu. Ilmu keolahragaan dalam
pengembangannya didekati melalui pendekatan multidisipliner, lintasdisipliner dan
interdisipliner. Pendekatan multidisipliner ditandai oleh orientasi vertikal karena merupakan
penggabungan beberapa disiplin ilmu. Interdisipliner ditandai oleh interaksi dua atau lebih
disiplin ilmu berbeda dalam bentuk komunikasi konsep atau ide. Sedangkan pendekatan
lintasdisipliner ditandai orientasi horisontal karena melumatnya batas-batas ilmu yang sudah
mapan.
A ksiologi - aspek ketiga - berkaitan dengan nilai-nilai, untuk apa manfaat suatu kajian.
Secara aksiologi olahraga mengandung nilai-nilai ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
strategis dalam pengikat ketahanan nasional (KDI Keolahragaan, 2000: 36). sisi luar aksiologis
ini menempati porsi yang paling banyak, dibandingkan sisi dalamnya yang memang lebih sarat
filosofinya.

Pengertian olahraga
Istilah olahraga dipakai sebagai terjemahan dari sport, walaupun makna olahraga yang
sebenarnya lebih luas dari pada itu. Dalam kurun waktu tahun 1960 sampai 1980 an, kata
olahraga digunakan untuk segala jenis kegiatan fisik, baik olaharaga aerobik maupun anaerobik.
Pengertian Olahraga (sport) dalam Declaration on Sport yang dikeluarkan International Council
of Sport and Physical Education (ICSPE) dari UNESCO yaitu setiap aktivitas berupa permainan
yang dilakukan dalam bentuk pertandingan melawan orang lain, unsur-unsur alam, maupun diri
sendiri. Batasan tersebut dilengkapi dengan semangat fair play, yaitu suatu sikap yang
memandang lawan bermain sebagai teman untuk bersama-sama membangun permainan yang
adil, sehingga dengan semangat fair play ini menjadikan olahraga merupakan alat pendidikan
yang ampuh sehingga mampu membangun rasa persatuan antar penggemar olahraga baik
masyarakat umum, pelajar maupun olahragawan. Menurut Freeman (2000) bahwa olahraga
adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif . Berdasarkan batasan
olahraga tersebut, maka yang menjadi ciri-ciri hakiki olahraga adalah : 1) Aktivitas fisik, 2)
Permainan, 3) Pertandingan atau kompetisi, dan 4) fair play (sportif).
Dalam perkembangannya, dalam olahraga masuk pula jenis-jenis permainan yang tidak
menggunakan aktivitas fisik yang melibatkan otot-otot besar seperti halnya bridge, catur, bilyar,
dan balap motor. Selain itu dengan berkembangnya olahraga profesional telah melunturkan ciri
permainan, karena olahragawan mengubah tujuannya menjadi suatu pekerjaan. Ciri hakiki
olahraga yang masih utuh adalah pertandingan, sehingga dapat dikatakan bahwa tak ada olahraga
tanpa pertandingan. Karena pertandingan adalah faktor utama dalam olahraga.
Perkataan olahraga mengandung arti akan adanya sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa
mengolah yaitu mengolah raga atau mengolah jasmani. Selaras dengan hal itu Giriwijoyo
(2005:30) mengatakan bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Selanjutnya
Supandi (1990) yang dikutip oleh Kusmaedi (2002:1) menyatakan bahwa kata olahraga berasal
dari : (1) Disport, yaitu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. (2) Field Sport, kegiatan yang
dilakukan oleh para bangsawan yang tediri dari kegiatan menembak dan berburu. (3) Desporter,
membuang lelah (4) Sports, pemuasan atau hobi (5) Olahraga, latihan gerak badan untuk
menguatkan badan, seperti berenang, main bola, agar tumbuh menjadi sehat Sedangkan
pengertian menurut International Council of Sport and education yang dikutip oleh Lutan
(1992:17) bahwa Olahraga adalah kegiatan fisik yang mengandung sifat permainan dan berisi
perjuangan dengan diri sendiri atau perjuangan dengan orang lain serta konfrontasi dengan unsur
alam. Selanjutnya Engkos Kosasih (1985:4) menyatakan bahwa Olahraga adalah kegiatan
untuk memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan
tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya.

Dari berbagai penjelasan dapat disimpulkan bahwa olahraga adalah kegiatan-kegiatan


yang bersifat fisik mengandung sifat permainan serta berisi perjuangan dengan diri sendiri
dengan orang lain atau konfrontasi dengan unsur alam yang terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesenangan.
Pengertian olahraga menurut para ahli
1) Tim Guru Eduka: Olahraga adalah suatu kegiatan yang dapat meningkatkan daya tahan
tubuh kita.
2) Soekarno: Olahraga adalah alat untuk melaksanakan tiga tujuan revolusi Indonesia,
yaiut: Negara Kesatuan RI yang kuat, masyarakat adil dan makmur, dan tata dunia baru.
Dengan kata lain, Olahraga adalah alat untuk melaksanakan ampera (amanat penderitaan
rakyat).
3) Suryanto Sukmono, S. Si: Olahraga adalah suatu kegiatan untuk melatih tubuh kita agar
badan terasa sehat dan kuat, baik secara jasmani maupun rohani.
4) Seno Gumira Ajidarma: Olahraga adalah sarana kompetisi untuk menjadi nomer satu.
5) Jessica Dolland: Olahraga adalah pereda stress yang sangat baik. Olahraga dapat
mengalihkan pikiran dari kekhawatiran dengan cara meredakan ketegangan otot tubuh.
6) Kathryn Marsden: Olahraga adalah pengusir stress terbaik yang pernah ditemukan.
7) Chatles C. Manz: Olahraga adalah sesuatu yang harus menjadi prioritas dan dijadwalkan
tapi tetap realistis.
8) Hans Tandra: Olahraga adalah gerakan tubuh yang berirama dan teratur untuk
memperbaiki dan meningkatkan kebugaran.
9) Sheta Datrgazelli: Olahraga adalah minyak yang membuat gerakan tubuh bergerak
secara fleksibel dan mudah.
Biomekanika
a.Definisi Biomekanika
Mekanika adalah merupakan salah satu cari cabang ilmu fisika yang mempelajari
gerak dan perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan ganguan mekanik yang disebut
gaya. Mekanika adalah cabang ilmu yang tertua dari semua cabang ilmu dalam fisika.
Tersebutlah nama-nama seperti Archimides (287-212 SM), Galileo Galilei (1564-1642), dan
Issac Newton (1642-1727) yang merupakan peletak dasar bidang ilmu ini. Galileo adalah peletak
dasar analisa dan eksperimen dalam ilmu dinamika. Sedangkan Newton merangkum gejalagejala dalam dinamika dalam hukum-hukum gerak dan gravitasi. Biomekanik sering juga
disebut ilmu yang mempelajari gaya internal dan eksternal yang bekerja pada tubuh manusia
serta pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh gaya tersebut dalam aktivitas olahraga dan
latihan
Mekanika teknik atau disebut juga dengan mekanika terapan adalah ilmu yang
mempelajari peneraapan dari prinsip-prinpsip mekanika. Mekanika terapan mempelajari analisis
dan disain dari sistem mekanik. Biomekanika didefinisikan sebagai bidang ilmu aplikasi
mekanika pada sistem biologi. Biomekanika merupakan kombinasi antara disiplin ilmu

mekanika terapan dari ilmu-ilmu biologi dan fisiologi. Biomekanika menyangkut tubuh manusia
dan hampir semua tubuh mahluk hidup. Dalam biomekanika prinsip-prinsip mekanika dipakai
dalam penyusunan konsep, analisis, disain dan pengembangan peralatan dan sistem dalam
biologi dan kedoteran.
Biomekanika dalam Olahraga
Tidak bisa dipungkiri biomakania sangat berguna untuk mendukung ilmu olah raga.
Biomekania mempelajari gerak mekanis dari mahluk hidup, itu artinya ilmu ini menganalisis
samua gerakan yang di timbulkan oleh gerakan manusia yg sedang berolahraga dengan tujuan
mendapatkan gerakan atau teknik yang efektif dan efisien. Dengan menganalisis gerak pelatih
bisa memaksimalkan kemampuan atet yang dibinanya dengan cara menganalisis setiap
kesalahan-kesalahan dari tehnik atlet kemudian di betulkan, menganalisis otot apa saja yang
dipakai kemudian dilatih agar bisa mendapatkan gerakan-gerakan dan power yang lebih baik.
Pedagogi Olahraga
Definisi Pedagogi Olahraga
Pedagogi Olahraga adalah sebuah disiplin ilmu keolahragaan yang berpotensi untuk
mengintegrasikan subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam
bidang keolahragaan yang mengandung maksud dan tujuan untuk mendidik.
Dalam model yang dikembangkan di Universitas Olahraga Moskow, pedagogi olahraga
ditempatkan sebagai pusat yang berpotensi untuk memadukan beberapa subdisiplin ilmu dalam
taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli meletakkan sport medicineyang mencakup
aspek keselamatan (safety) dan kesehatan sebagai landasan bagi pedagogi olahraga (Rusli Lutan,
1988; dalam laporan hasil The Second Asia-pasicic Congress Of Sport and Physical Education
University President.
Cabang disiplin ilmu pengetahuan olahraga (sport science) yang membahas tentang
pengetahuan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang sangat
diperlukan bagi para guru dalam mengajar olahraga sehingga siswa atau anak didik dapat belajar
dan meraih tujuan pembelajarannya dengan lebih efektif dan efisien dari pada hanya sekedar
belajar sendiri tanpa adanya bantuan guru yang mengajar.
Definisi ini sangat banyak mebantu kita untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga
banyak berurusan dengan segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam
rangka proses pembudayaan, khususnya transformasi nilai-nilai inti, yang memang, jika disimak
secar cermat, bahwa olahraga itu sangat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam pembekalan
kecakapan hidup.
Pisikologi Olahraga

Singer, R.N. (1980) mengemukakan secara singkat bahwa psikologi olahraga adalah the
Science of Psychology applied to athletes and athletic situations Cox, R.H. (1986)
mengemukakan bahwa Sport Psychology is a science in which the principles of psychology are
applied in a sport setting. Jadi, Psikologi Olahraga pada hakikatnya adalah psikologi yang
diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi faktor-faktor yang berpengatuh secara langsung
terhadap atlet dan faktor-faktor di luar atlet yang dapat mempengaruhi penampilan (performance)
atlet tersebut. Weinberg, R.S. & Gould, D. (1995) mengemukakan bahwa Sport and exercise
psychology is the scientific study of people and their behavior in sport and exercise context.
Dua bidang kegiatannya yang besar adalah Mempelajari bagaimana faktor psikologis
mempengaruhi penampilan fisik seseorang. Memahami bagaimana keterlibatan seseorang dalam
olahraga mempengaruhi perkembangan psikis, kesehatan, dan kesejahteraan psikisnya. Apabila
dihubungkan dengan olahraga, khususnya olahraga prestasi, pengertian ini jelas menunjukkan
bahwa penampilan (performance) seorang atlet dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis. Baik
pengaruhnya positif dalam arti penampilan baik, maupun negatif dalam arti penampilan menjadi
buruk. Ini adalah faktor psikologis, yang sering kali disebut faktor psikis atau faktor mental.
Dalam perkembangan olahraga prestasi dewasa ini, faktor psikologi telah menjadi salah satu
bahasan tersendiri dalam mencapai penampilan atlet secara optimal. Gejala atau fenomena
prilaku kejiwaan yang aneh-aneh tidak hanya muncul pada atlet yang sudah berprestasi tinggi
tetapi juga bisa muncul pada atlet yang baru mulai berprestasi, hal ini selalu menjadi bahan
kajian bagi ilmu psikologi olahraga.
Aspek yang menentukan keberhasilan atlet sesuai dengan ilmu pisikologi
Aspek Emosi
Aspek ini merupakan hal yang harus dimiliki oleh seorang atlet,karena dimana emosi
seorang atlet sangat menentukan keadaan kuat tidaknya dia mendapatkan tekanan dari dalam
maupun luar.Kekuatan motorik yang berhubungan dengan suatau objek atau situsai
eksternal.Sadar maupun tidak sadar tingkat emosi seorang atlet akan mengalami perubahan baik
secara

tiba-tiba

maupun

berkesinambungan

saat

bertanding.

James

Drever

(1971)

mengemukakan bahwa emosi ditandai adanya perasaan yang kuat, biasanya merupakan
dorongan terhadap bentuk- 2 Jurnal ILARA, Volume I I, Nomor 2, Juli 2011, hlm. 1 7 Herman,
Psikologi Olahraga 3 bentuk tingkahlaku tertentu. Apabila atlet terganggu dengan hebat akan
mempengaruhi fungsi intelektualnya, hal ini akan berpengaruh terhadap penampilan atlet.
Kemampuan atlet menerima rangsangan emosional seperti pujian, ejekan, cemohan, ancaman,
baik penonton, pelatih atau teman-temannya akan menentukan kuat lemahnya mental atlet,
karena mental atlet meliputi keseluruhan proses kejiwaan yang terorganisir, sehingga gangguan
pada aspek emosioanl akan berpengaruh terhadap kondisi mental secara keseluruhan. Ketidak
stabilan emosi akan mengakibatkan terjadinya psychological instability dan keadaan mental akan
menjadi goyah, tidak stabil, sering berubah pendirian dan pada waktu bertanding konsentrasinya

seringkali kacau, dan dampaknya prestasi tidak ada atau kalah dalam pertandingan. Pengendalian
emosi pada waktu bertanding atau bermain sangat penting dilakukan oleh seorang atlet.
Tanda-tanda dari emosi biasanya dapat dilihat dari seorang atlet saat mengahadpi tekanan
mental yang begitu kuat terlihat tegang atau tidak ini adalah momok bagi seorang atlet. karena
mengganggu keseimbangan psikofisiologik (misalnya; gemetar, lemas, dan kejang otot) dan ini
dapat membuyarkan konsentrasi. Emosi juga berupa takut, marah, gembira, muak, kecewa,
tegang, dan rasa cemas. Walaupun emosi menjadi momok bagi atlet, namun kalau emosi tersebut
dapat ditekan dan dikelola dengan baik maka akan menjadi emosi positif yang dapat
meningkatkan motivasi, semangat dan daya juang yang tinggi, sehingga dapat menghilangkan
perasaan tegang, cemas, marah, takut, kecewa, sehingga kemenangan dan prestasi dapat diraih.
Emosi perlu dikendalikan dengan baik karena dapat berpengaruh terhadap prestasi atlet.
Pengaruh emosi yang tidak terkendali dapat menurunkan berfungsinya berbagai sistem dalam
tubuh antara lain; intelegensi, sistem kardiovaskuler, pernapasan, kelenjar-kelenjar tubuh,
pencernaan dan sebagainya.
Aspek agresivitas.
Agresivitas biasa juga disebut dengan giat atau keuletan adalah suatu tindakan yang
dilakukan atas motif dan motivasi yang tinggi dalam diri seseorang atau atlet. Keuletan yang
dimiliki oleh seseorang sangat tinggi pengaruhnya terhadap pencapaian prestasi. Karena keuletan
seseorang atau atlet mempunyai keinginan yang tinggi untuk melakukan suatu tugas atau latihan
yang berat untuk mencapai suatu tujuan. Warchel dan Cooper (1977) membagi aspek agresivitas
menjadi dua yaitu; 1) agresivitas yang terkontrol dan 2). Agresivitas yang tidak terkontrol.
Agresivitas yang terkontrol dengan ketat akan menunjukkan adanya kontrol yang eksterim
terhadap tingkahlaku agresif dalam berbagai kondisi, sedangkan agresivitas yang tidak terkontrol
menunjukkan kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkahlaku agresif dan kecendrungan
untuk mengadakan respons terhadap frustrasi dengan tindakan-tindakan agresif. Agresif hanyalah
merupakan salah satu dari sifat-sifat seorang pemain. Kecenderungan sifat agresif pemain
menjadi tindakan positif yang dibutuhkan untuk memenangkan suatu pertandingan atau
sebaliknya menjadi tindakan destruktif.
Kecerdasan (Intelegensi)
Kecerdasan (intelegensi) seorang atlet dalam olahraga sangat dibutuhkan, utamanya pada
cabang olahraga yang memerlukan keterampilan teknik tinggi, taktik dan strategi bermain yang
komplkes. Aspek kecerdasan mempunyai kadar yang berbeda-beda antara satu cabang olahraga
dengan cabang olahraga lainnya seperti; cabang olahraga bolavoli, sepakbola, sepaktakraw dan
bolabasket membutuhkan kecerdasan lebih banyak dibandingkan cabang olahraga gulat, angkat
besi, menembak dan sebagainya. Kecerdasan yang tinggi akan berpengaruh terhadap tingkat
kemampuan seseorang atlet untuk mengatasi problema yang dihadapi dalam latihan dan
pertandingan. Atlet yang memiliki kecerdasan tinggi akan lebih mudah dan cepat menemukan

solusi mengatasi problema yang terjadi dalam latihan dan petandingan dibandingkan atlet yang
memiliki tingkat kecerdasan rendah.
Kepercayaan diri
(self confidence) Kepercayaan diri atau percaya diri adalah merupakan salah satu aspek
kejiwaan yang harus dimiliki oleh seorang atlet dan aspek ini termasuk banyak menentukan
penampilan atlet di lapangan. Sudibyo S (1993) mengemukakan bahwa untuk dapat berprestasi
tinggi, atlet harus memiliki rasa percaya diri, percaya bahwa ia sanggup dan mampu untuk
mencapai prestasi yang diinginkan. Percaya diri merupakan modal utama setiap atlet untuk
mencapai prestasi setinggi-tingginya. Tingkat percaya diri atlet berbeda-beda antara satu dengan
lainnya, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian dari pelatih. Bagi atlet pemula tentu kadarnya
lebih rendah dibandingkan atlet senior, sehingga perlu diberi kesempatan lebih banyak kepada
atlet pemula untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dengan mengikuti banyak pertandingan.
Perbedaan kepercayaan diri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu 1) over confidence, 2) lack
confidence, dan 3) full confidence. Over confidense adalah rasa percaya diri yang berlebihan
yang dimiliki atlet. Segi negatif yang biasa ditimbulkan oleh over donfiedence pada suatu
pertandingan adalah sering menganggap enteng lawan atau muncul rasa sombong dan
menganggap lawan lebih rendah dari dirinya. Karena harapan sukses terlalu tinggi tersebut, maka
apabila mengalami kekalahan atlet yang bersangkutan kurang siap mental menerima kekalahan
tersebut dan mudah frustrasi. Segi positifnya oada suatu pertandingan adalah ketegangan dan
rasa cemas menghadapi lawan tidak muncul. Lack confidence atau rasa kurang percaya diri
adalah kurang menguntungkan dalam pertandingan, karena kurang percaya diri ini merupakan
tumpuan yang lemah untuk dapat mencapai prestasi tinggi. Kurang percaya diri berarti atlet
meragukan kemampuannya, akibatnya timbul rasa tegang, cemas dan takut menghadapi lawan,
kalau hal seperti ini muncul maka besar kemungkinan atlet tersebut mengalami kekalahan.
Kegalan-kegalan yang sering dialami atlet yang kurang percaya diri, akan mudah menimbulkan
rasa putus asa dan apabila dituntut mencapai prestasi yang lebih tinggi namun tidak berhasil akan
dapat menimbulkan frustrasi. Full confidence adalah rasa penuh percaya diri. Sifat ini perlu
ditanamkan pada atlet, karena rasa penuh percaya diri yang dimiliki atlet merupakan modal
utama untuk menghadapi pertandingan. Rasa penuh percaya diri timbul karena didasari atas
kemampuan yang dimiliki atlet dan hal ini disadari oleh atlet tersebut. Singer (1984)
mengemukakan bahwa tanpa memiliki rasa percaya diri sendiri, atlet tidak akan mencapai
prestasi tinggi. Hal ini disebabkan karena ada saling hubungan antara motif berprestasi dan
percaya diri. Percaya diri adalah percaya bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai prestasi
tertentu: apabila ia prestasinya sudah tinggi maka individu atau atlet yang bersangkutan akan
lebih percaya.
Ketegangan (stress)

Ketegangan atau yang lebih dikenal dengan istilah stress adalah suatu tekanan yang
terasa menekan dalam diri seseorang atau atlet. Perasaan tertekan ini timbul karena banyak faktor
yang berasal dari dalam diri sendiri atau dari luar (Saparinah, 1982). Kemudian Singer (1986)
mengemukakan bahwa ketegangan telah menjadi perhatian para ahli psikologi olahraga. Telah
diakui bahwa ketegangan berkembang sejalan dengan peristiwa keolahragaan dan tidak dapat
dihindari. Dalam olahraga kompetitif akan muncul situasi tegang yang potensial. Atlet yang
tegang akan mengalami gangguan pada penampilannya. Tetapi menjelang pertandingan,
diperlukan ketegangan dalam batas-batas tertentu, agar atlet itu siap menghadapi dan
melaksanakan tugas secara hati-hati dan baik. Tanpa ketegangan menjelang pertandingan, akan
dapat dikatakan stlet tersebut masih tidur secara psikhis, sehingga ia tidak akan mampu berbuat
banyak dalam tugasnya. Ketegangan (stress) akan terjadi pada diri atlet apabila atlet mengalami
hambatan dalam usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
mencapai tujuan yang diinginkan. Psikologi dari proses psikologik, setiap konflik yang terjadi
dalam diri atlet akan dapat menimbulkan stress. Hambatan-hambatan yang dapat menimbulkan
stress tersebut dapat datang dari dalam diri atlet itu sendiri atau dapat juga datang dari luar diri
atlet. Perkembangan stress diperlukan untuk perkembangan dan kemajuan aspek psikhis atlet.
Dengan mengalami stress orang akan belajar cara menyesuaikan diri untuk mengatasi stress
tersebut. Saparinah dan Sumarno (1982) mengemukakan bahwa stress yang terlalu besar dan
tidak seimbang dengan kemampuan individu untuk dapat mengatasi akan berakibat negatif bagi
atlet dan dapat menimbulkan kecemasan, kebencian, rasa putus asa dan sebagainya. Penyesuaian
diri yang baik merupakan tindakan yang terarah pada penguasaan stress. Scanlan (1984)
mengemukakan bahwa stress yang timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emosional yang
negatif pada atlet apabila rasa harga-dirinya merasa terancam. Hal seperti ini terjadi apabila atlet
yunior menganggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk sukses, mengingat
kemampuan penampilannya dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari
kekalahan. Kecemasan Rasa cemas adalah suatu perasaan subyketif akan ketakutan dan
meningkatnya kegairahan secara fisiologik (E.E. Lavit, 1980). Hal ini mirip dengan konsep takut
Seorang atlet yang mengalami rasa cemas dan selama pertandingan akan mengalami kenaikan
tingkatan kegairahan dan perasaan tegang dan takut. Saparinah dan Sumarno (1982)
mengemukakan bahwa jika stress yang dihadapi seseorang atau atlet berlangsung terus menerus,
maka akan timbul kecamasan. Kecemasan adalah suatu perasaan tak berdaya, perasaan tidak
aman, tanpa sebab yang jelas. Perasaan semas atau anxiety kalau dilihat dari kata anxiety berarti
tercekik. Sudibyo (1983) mengemukakan bahwa stress yang berlangsung terus menerus dapat
menimbulkan kecamasan. Rasa cemas bisa muncul pada atlet sebelum pertandingan dan sesudah
pertandingan Perasaan cemas yang dirasakan oleh setiap atlet berbeda antara satu dengan yang
lainnya, biasanya disebabkan oleh pengalaman dari setiap atlet. Perasaan cemas sebelum
pertandingan bagi atlet yang berpengalaman pada cabang olahraga terjun payung, kecemasan
terjadi ketika ia masuk dalam pesawat. Sedangkan pada penerjun yang belum berpengalaman

puncak kecemasannya terjadi pada saat mereka akan meloncat. D. Gould (1983) dalam
penelitiannya pada atlet gulat ditemukan bahwa keadaan cemas meningkat terus sampai beberapa
menit sebelum pertandingan dan kemudian menurun dengan cepatnya. Kecemasan selama
pertandingan akan berpengaruh bila atlet tidak memiliki keseimbangan antara situasi
pertandingan dengan kesanggupan atlet merespon situasi tersebut. Bilamana atlet mampu
mengatasi dan memberikan respons yang baik selama berlangsung pertandingan, maka atlet akan
mengatasi timbulnya rasa cemas yang tinggi.
Disiplin
Disiplin adalah sikap atau kesediaan psikologik untuk menepati atau mendukung nilainilai atau norma yang berlaku. Atlet yang disiplin akan berusaha untuk menepati ketentuan, tatatertib, peraturan-peraturan dan biasanya juga patuh kepada pembuat peraturan (pelatih dan
pembina). Atlet yang memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan latihan sendiri, tanpa ada
yang memerintah dan mengawasi; karena sudah memiliki rasa tanggungjawab untuk mendukung
nilainilai yang dianggapnya baik dan tepat untuk dilakukan. Sikap untuk menepati dan
mendukung nilai-nilai adalah sikap yang mengandung rasa tangggungjawab untuk kelangsungan
nilai-nilai yang dianutnya; sehubungan dengan itu atlet yang bersangkutan tidak akan
mengingkari dan membiarkan nilai-nilai tersebut direndahkan oleh orang lain. Disiplin semu
juga dapat terjadi pada diri atlet, yaitu kepatuhan untuk menepati ketentuan dan tata tertib yang
dilakukannya hanya pada Herman, Psikologi Olahraga 6 saat ada orang lain mengawasinya.
Tindakan patuh pada ketentuan dan tatatertib tersebut dilakukan dengan terpaksa, tanpa adanya
kesadaran; oleh karena itu segera pengawasan tidak ada atau kendor, maka porak-porandalah
segala peraturan dan tata-tertib bagi atlet yang bersangkutan. Menanamkan disiplin tidak harus
dengan sikap otoriter, dengan paksaan ataupun kekerasan; yang terpenting adalah menanamkan
pengertian sehingga timbul kesadaran untuk melakukan sesuatu sesuai nilai-nilai yang berlaku.
Menghadapi atlet yang kurang disiplin perlu dilakukan pengawasan yang ketat, bahkan kalau
perlu dengan sangsi-sangsi; namun pada akhirnya keberhasilan pembinaan disiplin tersebut akan
sangat tergantung pada berhasilnya menumbuhkan pengertian dan kesadaran agar atlet itu sendiri
pada akhirnya mematuhi nilai-nilai atas kehendak dan kesadarannya.

Anda mungkin juga menyukai