Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MATERI I

Dosen Pengampu : Dr. Asep Suharta, M.pd.


Mata kuliah : Sosiologi Olahraga

DISUSUN OLEH :

NAMA : Muhammad Habib


KELAS : PJKR II B
NIM : 6201111031

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2020/2021
1. Apa yang dimaksud dengan sosiologi?
Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berati kawan atau teman, dan kata Yunani
yaitu logos yang memiliki arti pengetahuan. Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015),
sosiologi adalah ilmu sosial yang mempelajari masyarakat, interaksi dan proses yang
melestarikan dan mengubahnya.

2. Apa yang dimaksud dengan olahraga?


Olahraga adalah suatu bentuk fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan
gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.

3. Apa pengertian sosiologi olahraga?


Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari hubungan ( interaksi ) manusia dalam
masyarakat olahraga secara khusus dan masyarakat olahraga dengan masyarakat lainnya
serta aspek – sosiologis yang menyertainya.

4. Jelaskan definisi istilah Pengolahraga, Olahragawan, Tenaga olahraga, Pembina olahraga,


Or professional, Or amatri, Or prestasi, Or rekreasi, Or pendidikan, Or cacat?

1. Pengolahraga ialah orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan


potensi jasmani, rohani dan sosial.
2. Olahragawan ialah pengolahraga yang mengikuti pelatihan secara teratur dan
kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mrncapai prestasi.
3. Tenaga olahraga ialah setiap orang yang memiliki kualifikasi dan sertifikat
dalam kompetensi olahraga.
4. Pembina olahraga ialah orang yang memiliki minat dan pengetahuan,
kepemimpinan dan kemampuan manejerial, dan atau pendanaan yang didedikasi
untuk kepentingan pembinan dan pengembangan olahraga olahraga.
5. Or professional ialah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan
dalam bentuk uang atau bentuk lain yang didasarkan kemahiran berolahraga.
6. Or amatir ialah olahraga yang dilakukan ataas kecintaan kegeramran
berolahraga.
7. Or prestasi ialah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan
secara terecana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetensi untuk
mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi
keolahragawan.
8. Or rekreasi ialah olahraga yang dilakukan masyarakat dengan kegemaran dan
kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan budaya
masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran dan kegembiraan.
9. Or pendidikan ialah pendidikan jasmani dan olahraga dan dilaksanakan sebagai
bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
10. Or cacat ialah olahraga yang khusus dilakukan dengan kondisi kelainan fisik
dan atau mental seseorang.
5. Cetak UU NO 33 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional?

UU NO 33 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional berbunyi “Sistem


keolahragaan nasional adalah keseluruhan aspek keolahragaan yang saling terkait secara
terencana, sistimatis, terpadu, dan berkelanjutan sebagai satu kesatuan yang meliputi
pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan, pembinaan, pengembangan, dan
pengawasan untuk mencapai tujuan keolahragaan nasional”. Berikut adalah link UU NO
33 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional berbunyi.
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2005/3TAHUN2005UU.htm#:~:text=Sistem%20keol
ahragaan%20nasional%20adalah%20keseluruhan,untuk%20mencapai%20tujuan%20keol
ahragaan%20nasional

6. Telusurilah sebuah artikel/ berita/ peristiwa yang termasuk dalam fenomena “Sosiologi
Olahraga”. Berikut ulasan/ analisis terhadap artikel/ peristiwa tersebut. Sebutkan
sumbernya..

Artikel ini membahas mengenai sosiolologi olahraga yang dimana dalam kajian ini
kegiatan olahraga dapat menjadi bahasan pada berbagai kehidupan sosial. Tulisan dari
James H Frey dan D. Stanley Eitzen ini bertujuan pertama, untuk menggambarkan
pemahaman mengenai hubungan antara olahraga dan masyarakat melalui Sosiologi
Olahraga pada beberapa isu sosial dan, kedua, untuk memenuhi kebutuhan akan penelitian
dan teori di bidang ini khususnya yang berkaitan dengan olahraga.

Untuk lebih memperjelas dan melengkapi analisanya maka Frey dan Etizen membagi
pembahasannya kedalam lima bagian yakni Bagian pertama menyajikan perspektif teoritis
untuk membimbing penelitian di bidang sosiologi olahraga. Dua bagian berikutnya
meneliti olahraga sebagai suatu proses sosial, sosialisasi dan perubahan sosial. Bagian
keempat sebagai sebuah institusi-dunia politik-dan hubungannya dengan olahraga. Bagian
akhir menunjukkan bagaimana olahraga memperkuat ketidaksetaraan ras dan gender.

Pada bagian pertama, Frey dan Etizen memulainya dengan fokus kepada pandangan teoritis
dalam sosiologi olahraga serta memandangnya dari tingkatan makro dalam sosiologi.
Perdebatan teoritis dalam kajian ini yang sering terjadi antara berbagai perspektif dalam
sosiologi seperti Fungsionalisme Struktural, Teori Konflik, dan Cultural Studies,
Fungsionalisme Struktural, berfokus pada organisasi sosial, bagaimana mereka bekerja,
dan bagaimana mereka dipertahankan.

Fungsi (yaitu konsekuensi) dari perilaku bermotif untuk organisasi yang bersangkutan
(Frey 1986). prinsip fungsionalisme struktural difokuskan pada sosialisasi para pemuda
melalui olahraga, olahraga sebagai kendaraan untuk asimilasi, olahraga sebagai sistem
sosial, hubungan olahraga dengan lembaga lain dan fungsi mengintegrasikan olahraga
untuk partisipasi dan sosial organisasi (Frey dan Etizen, 1991:3). Model ini banyak dianut
oleh para sosiolog dari Amerika Serikat dalam menganalisa olahraga namun kemudian
mendapat banyak kritikan dari berbagai sosiolog olahraga.

Banyak sosiolog olahraga bereaksi terhadap fungsionalisme struktural dengan bias mereka
menanggap bahwa perspektif fungsional cenderung untuk menerima begitu saja
rasionalisasi dari institusi olahraga kemudian secaran perspektif konflik para sosiolog
tersebut memandang bahwa olahraga mencerminkan dan memperkuat hegemoni
pengaturan sosial, sehingga semakin terlihat jelas perbedaan kelas dan pembedaan
kekuasaan. Pandangan kelompok sosiolog aliran konflik ini yang kemudian menjadi pintu
masuk untuk mengkaji olahraga yang berorientasi konflik seperti permasalahan sosial
dalam perbedaan seksisme, ras, kelas sosial, konflik organisasi, dan lain sebagainya.

Sosiologi olahraga pada perkembangannya kini menjadi semakin luas perspekif kajiannya
yang salah satunya dari perspektif Cultural Studies. Dari pandangan ini kini kajian
mengenai olahraga semakin kompleks dengan beragama sudut pandang. Para sosiolog
olahraga mulai memakai pandangan Cultural Studies dalam melihat berbagai fenonema
dalam olahraga.

Bagi para sosiolog tersebut perspektif ini mampu mengkritik pandangan fungsionalisme
dan konflik yang sangat deterministik dan mengabaikan lembaga manusia dalam
perubahan. Selain itu menurut Frey dan Etizen kajian Cultural Studies melihat bahwa
olahraga merupakan bentuk dari konstruksi sosial bukan sekedar sebuah ekspresi budaya
(Frey dan Stanley, 5:1991).

Untuk lebih memperjelas bentuk-bentuk dari perspektif tersebut maka keduanya membagi
beberapa persoalan dalam sosiologi olahraga kedalam beberapa persoalan. Pertama, kaitan
antara olahraga dan sosialisasi. Pada bagian ini Frey dan Eitzen melihat bahwa olahraga
menjadi sebuah tempat bersosialisasi bagi remaja khususnya dorongan dari orangtua
kepada anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang berkompetitif, disiplin, kerja keras,
dan memiliki target kehidupan (Frey & Eitzen, 7:1991).

Sehingga banyak sosiolog yang menganggap bahwa ini bagian dari bentuk agen sosialisasi
dimana remaja mendapat ruang untuk mengespresikan diri dalam bentuk olahraga.
Persoalannya dari semua itu adalah media massa yang kemudian menjadi mepresentasikan
dan me-representasikan olahraga tersebut kepada remaja yang terkadang terjadi manipulasi
konten, simbol, serta komentar. Representasi media ini dapat mempengaruhi ide-ide
tentang olahraga, persepsi tentang jenis kelamin, ras, hubungan sosial, dan perilaku yang
tepat, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai tertentu. Kedua, perubahan sosial dan korporasi
olahraga.

Di bagian ini keduanya memandang bahwa permainan olahraga yang tadinya menjadi
aktivitas fisik olahragawan berkembang menjadi tontonan serta komoditas dari korporasi
sehingga kegiatan fisik ini berubah menjadi komersialisasi. Ada dua perubahan sosial yang
signifikan dari komersialiasi olahraga tersebut yakni pertama, perubahan terjadi dalam
format dan aturan permainan yaitu sebagai contoh bagaimana sepakbola dibuat aturan
sedemikian rupa agar menarik pemirsa dan tontonan, kedua, bagi penggemar dan peserta
olahraga nilainya berubah menjadi pengembangan diri dan kepuasan bagi mereka sehingga
berolahraga menjadi sebuah hiburan.

Ketiga, olahraga dan pemerintahan lebih khususnya hubungan internasioan. Pada bagian
ini Frey & Eitzen melihat bahwa olahraga dan pemerintahan memiliki keterkaitan ekonomi
politik yang kuat. Di mana ajang olaharaga menjadi arena bagi negara-negara untuk
menunjukkan identitasnya serta kekuatannya, event-event besar seperti olimpiade serta
pialan dunia menjadi tempat bagi pemerintahan negara menunjukkan supremasinya.
Termasuk diantaranya pertarungan antara negara-negara berkuasa dengan negara
berkembang termanifetasi dalam kejuaraan tersebut. Keempat, olahraga dan ketidakadilan
dalam bentuk ras.

Dengan mengambil kasus di Amerika Serikat kedua penulis ini memandang bahwa
diskriminasi terhadap kulit hitam masih jelas terlihat dalam kegiatan olahraga di negara
tersebut. Kulit hitam masih direpresentasikan sebagai kelompok yang masih harus bersaing
dengan kulit putih dan dalam berbagai kompetisi olahraga di Amerika seperti basket,
baseball, hockey kelompok kulit hitam mendapat posisi yang ditampilkan sebagai orang
yang mengandalkan fisiknya saja. Kelima, olahraga dan gender, pada bagian terakhirnya
ini melihat bagaimana ketimpangan gender terlihat melalui bentuk maskulinitas dalam
kegiatan olahraga yang masih mendominasi berbagai bentuk event maupun aktivitas fisik
ini.

Bagi penulis, artikel Sport and Society yang ditulis oleh Frey dan Eitzen ini memiliki
banyak kelebihan serta kekurangan dalam memandang sosiologi olahraga. Tulisan ini
memiliki kelebihan dalam mengaitkan olahraga ke berbagai persoalan sosial dalam ranah
sosiologi. Sebelum adanya artikel ini dari pandangan penulis masih jarang sekali para
sosiolog yang secara khusus memetakan kajian olahraga kedalam beberapa kajian-kajian
sosial yang berkaitan dengan gender, ras, serta ketimpangan sosial.

Kajian sebelumnya lebih banyak melihat secara fungsional dari olahraga itu sendiri tanpa
memandang makna-makna yang terkandung aktivitas fisik tersebut. Artikel ini kemudian
mencoba memetakan kajian sosiologi olahraga dengan menggunakan analisas Cultural
Studies sehingga bisa dikatakan tulisan ini dapat menjadi sebuah referensi untuk melihat
kegiatan berolahraga dari kacamata multidisiplin. Namun dibalik kelebihannya terdapat
juga kekurangan dari artikel mengenai sosiologi olahraga ini yakni dari posisi Frey dan
Eitzen yang bagi penulis tidak menempatkan secara jelas keduanya dalam posisi dari kajian
ini.

Keduanya hanya menggambarkan atau bisa dikatakan membuka sebuah wacana bahwa
kajian sosiologi olahraga lewat bantuan cultural studies mampu melihat persoalan
ketidakadilan dari berbagai bentuk seperti ras, gender, serta ekonomi politik. Penjelasan
dari berbagai sudut pandang terus sangat membantu untuk penelitian olahraga selanjutnya
dari sisi sosiologi tetapi penggambaran tersebut sebaiknya dilakukan dengan posisi
akademis yang jelas sehingga dapat menjadi penuntun bagi para sosiolog ataupun
akademisi yang ingin mengkaji olahraga. Sehingga kajian mengenai olahraga memiliki
pilihan perspektif yang dapat menjadi referensi.

Artikel ini menurut penulis menggunakan paradigma tafsir kebudayaan (Interpretif),


pandangan ini merupakan pikiran dari antropolog Clifford Geertz yang melihat pendekatan
kebudayaan melalui penafsiran sistem-sistem simbol makna kultural secara mendalam
dan menyeluruh dari perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri (Geertz, 1992:50).
Adapun tulisan ini dipandang berdasarkan paradigma tersebut terlihat dari bagaimana Frey
dan Eitzen membahas berbagai praktek olahraga yang memiliki makna tertentu. Contoh
dari implmentasi paradigm ini adalah dari beberapa perspektif sosiologi yang dipetakan
oleh kedua penulis tersebut, di mana fokus kepada para aktor yang berperan dalam olahraga
dan kemudian dimaknai dengan dikaitkan dengan pandangan-pandangan sosiologi
olahraga. Peran aktor dan aktivitas olahraga tersebut kemudian dimaknai dengan berbagai
bentuk seperti ras, gender, ekonomi politik, dan sosialisasi.

Dengan mengambil kasus di Amerika Serikat kedua penulis ini memandang bahwa diskriminasi
terhadap kulit hitam masih jelas terlihat dalam kegiatan olahraga di negara tersebut. Kulit hitam
masih direpresentasikan sebagai kelompok yang masih harus bersaing dengan kulit putih dan
dalam berbagai kompetisi olahraga di Amerika seperti basket, baseball, hockey kelompok kulit
hitam mendapat posisi yang ditampilkan sebagai orang yang mengandalkan fisiknya saja. Kelima,
olahraga dan gender, pada bagian terakhirnya ini melihat bagaimana ketimpangan gender terlihat
melalui bentuk maskulinitas dalam kegiatan olahraga yang masih mendominasi berbagai bentuk
event maupun aktivitas fisik ini.

Bagi penulis, artikel Sport and Society yang ditulis oleh Frey dan Eitzen ini memiliki banyak
kelebihan serta kekurangan dalam memandang sosiologi olahraga. Tulisan ini memiliki kelebihan
dalam mengaitkan olahraga ke berbagai persoalan sosial dalam ranah sosiologi. Sebelum adanya
artikel ini dari pandangan penulis masih jarang sekali para sosiolog yang secara khusus memetakan
kajian olahraga kedalam beberapa kajian-kajian sosial yang berkaitan dengan gender, ras, serta
ketimpangan sosial.

Kajian sebelumnya lebih banyak melihat secara fungsional dari olahraga itu sendiri tanpa
memandang makna-makna yang terkandung aktivitas fisik tersebut. Artikel ini kemudian mencoba
memetakan kajian sosiologi olahraga dengan menggunakan analisas Cultural Studies sehingga
bisa dikatakan tulisan ini dapat menjadi sebuah referensi untuk melihat kegiatan berolahraga dari
kacamata multidisiplin. Namun dibalik kelebihannya terdapat juga kekurangan dari artikel
mengenai sosiologi olahraga ini yakni dari posisi Frey dan Eitzen yang bagi penulis tidak
menempatkan secara jelas keduanya dalam posisi dari kajian ini.

Keduanya hanya menggambarkan atau bisa dikatakan membuka sebuah wacana bahwa kajian
sosiologi olahraga lewat bantuan cultural studies mampu melihat persoalan ketidakadilan dari
berbagai bentuk seperti ras, gender, serta ekonomi politik. Penjelasan dari berbagai sudut pandang
terus sangat membantu untuk penelitian olahraga selanjutnya dari sisi sosiologi tetapi
penggambaran tersebut sebaiknya dilakukan dengan posisi akademis yang jelas sehingga dapat
menjadi penuntun bagi para sosiolog ataupun akademisi yang ingin mengkaji olahraga. Sehingga
kajian mengenai olahraga memiliki pilihan perspektif yang dapat menjadi referensi.

Advertisment
Artikel ini menurut penulis menggunakan paradigma tafsir kebudayaan (Interpretif), pandangan
ini merupakan pikiran dari antropolog Clifford Geertz yang melihat pendekatan kebudayaan
melalui penafsiran sistem-sistem simbol makna kultural secara mendalam dan menyeluruh dari
perspektif para pelaku kebudayaan itu sendiri (Geertz, 1992:50). Adapun tulisan ini dipandang
berdasarkan paradigma tersebut terlihat dari bagaimana Frey dan Eitzen membahas berbagai
praktek olahraga yang memiliki makna tertentu. Contoh dari implmentasi paradigm ini adalah dari
beberapa perspektif sosiologi yang dipetakan oleh kedua penulis tersebut, di mana fokus kepada
para aktor yang berperan dalam olahraga dan kemudian dimaknai dengan dikaitkan dengan
pandangan-pandangan sosiologi olahraga. Peran aktor dan aktivitas olahraga tersebut kemudian
dimaknai dengan berbagai bentuk seperti ras, gender, ekonomi politik, dan sosialisasi.

Referensi :
Frey, H. James & Eitzen, Stanley 1991, "Sport and Society", Annual Review of
Sociology, Vol. 17 (1991), pp. 503-522. USA

Geertz, Clifford 1992, " Tafsir Kebudayaan", Kanisius, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai