Abstrak
Menelaah pada Pendidikan Jasmani dan Olahraga biasanya selalu dikaitkan dengan ilmu-ilmu
Fisika dan Biologi. Akhir-akhir ini perhatian terhadap penelitian ilmu-ilmu sosial tentang
olahraga semakin meningkat. Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa perbedaan antara
keduanya ialah ilmu fisika dan biologi berurusab dengan gejala-gejala fisika sedangkan ilmu-
ilmu sosial berkaitan dengan gejala sosial. Yang tergantung kedalam ilmu sosial dantaranya
adalah psikologi, sosiologi dan sejarah.
Sosiologi olahraga merupakan salah satu ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah yang
timbul pada olahraga. Dasar ilmu pengetahuan sosial dalam olahraga memiliki tujuan yaitu untuk
menghasilkan karakteristik prilaku seseorang dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu
permainan yang dinaungi oleh nilai, norma dan pranata yang sudah melembaga. Organisasi atau
kelompok sosial olahraga bertujuan pula untuk mempelajari adanya unsur perubahan perilaku
anggotanya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya diwadahi dalam lembaga
sosial yaitu orgaisasi sosial dan pranata.
Sosiologi olahraga merupakan salah satu bidang garapan baru dalam hal penelitian olahraga,
meskipun hasil karya para pakar telah terlihat pada awal abad ini, contoh-contohnya yaitu: H.
Steinitzer “Olahraga dan kebudayaan. (1910), H. Risse : “Sosiologi Olahraga” (1921), Johan
Huizinga: “Homo Ludens” (1938), Roger Cailios: “ Manusia dan Permaninan” (1938).
Interntional Council of Sport and Physical Education (ICSPE) membentuk sebuah komite yang
disebut Comitte for Sociology of Sport pada tahun 1964. Ada dua aspek sosial yang menjadi
kajian sosiologi olahraga yakni: pranata-pranata perkembangan status sosial atau presentase
dalam kelompok atau masyarakat, peran olahraga disekolah dan masyarakat tempat para remaja
tumbuh memnita perhatian untuk dikaji sebagaimana pengaruh olahraga terhadap aspek sosial
terhadap proses pertumbuhan. Dengan hanya menguasai permasalahan tersebut olahraga bisa
dimanfaatkan sebaik-baikya dalam membentu para remaja dan anak-anak berkembang secara
sehat dan menjadi anggota masyarakat yang berguna nantinya.
Bidang-bidang riset atau penelitian sosiologi olahraga mencakup bidang olahraga dan pranata
sosial seperti sekolah dan kehidupan poitikik, stratifikasi sosial (tingkat-tingkat golongan sosial)
dan sosialisasi (bagaimana seseorang atau kelompok berinteraksi satu dengan yang lainnya).
Diantara masalah-masalah yang telah dipelajari dalam hubungan individu dan kelompok dalam
olahraga adalah peranan dan jenis kelamin, masalh ras, agama nilai-nilai dan etika, ekonomi,
politik, waktu luang , suku bangsa dan perubahan sosial. Selain itu, sosiologi olahraga juga
mempelajari teori teori yang lebih mantap dalam penetapan dan pendeskripsian olahraga dan
pengaruhnya terhadap masyarakat, teknik dan metode penelitian terus dikembangkan sampai saat
ini.
Bidang garapan pada sosiologi olahraga sangatlah luas, mengingat hal itu para ahli berupaya
mencari batasan-batasan kajian yang relevan. Misalnya:
Plessner mengungkapkan “bahwa dalam studi sosial olahraga menekankan
pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan
kehidupan dalam industry modern dengan kajian teori kompensasi”.
G Magname menerangkan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan
sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara dan hubungan antara
olahraga dengan keudayaan.
Johan C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan
kebudayaan, pertumbuhan dam rasional dalam olahraga.
Abdul Kadir Ateng mengemukakan pokok kajian sosiologi olahraga yang
meliputu pranata sosial seperti sekolah, dan proses sosial seperti
perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.
Heizemann menyatakan sistem sosial yang bersangkutan dengan garis sosial
dalam kehidupan Bersama, seperti kelompok olahraga, tim, dan klub olahraga
lain nya. Masalah figure sosial, seperti figure olahragawan, Pembina, yang
berkaitan dengan usia, Pendidikan, dan pengalaman.
Metode riset pada aspek sosial olahraga tidaklah mudah Karena itu harus menyajikan data
obyektif yang rendah. Periaku individu atau suatau kelompok dipelajari dengan menggunakan
sumber-sumber secara langsung seperti wawancara, statistic (yang seringkali berdasarkan
pendapat subjek) riset perpustakaan dan arsip, kuesionerm serta survey. Sumber-sumber
demikian jaranf sekali objektif karena memakai pendapat perseorangan atau kelompok untuk
menetukan status atau perubahan. Sebagai hasilnya riset sosiologi seringkali kontroversial.
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan.
Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama
membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah
melembaga.
Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe – tipe perilaku anggotannya dalam
mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu
organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena
olahraga.
Psikologi olahraga adalah studi tentang bagaimana psikologi memengaruhi arti olahraga, kinerja
atletik, dan aktivitas fisik. Beberapa psikolog olahraga bekerja dengan atlet dan pelatih
profesional dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan motivasi. Para profesional lainnya
memanfaatkan olahraga untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan orang-orang di
sepanjang umur.
Psikolog olahraga profesional sering membantu atlet mengatasi tekanan intens yang berasal dari
kompetisi dan mengatasi masalah dengan fokus dan motivasi. Mereka juga bekerja dengan atlet
untuk meningkatkan performa dan pulih dari cedera. Tetapi psikolog olahraga tidak hanya
bekerja dengan atlet elit dan profesional. Mereka juga membantu orang biasa belajar bagaimana
menikmati olahraga dan belajar mengikuti program latihan fisik.
Psikologi olahraga adalah kemahiran yang menggunakan pengetahuan dan keterampilan
psikologis untuk mengatasi kinerja dan kesejahteraan atlet yang optimal, aspek perkembangan
dan sosial dari partisipasi olahraga, dan masalah sistemik yang terkait dengan pengaturan dan
organisasi olahraga. Badan sertifikasi paling penting dalam psikologi olahraga adalah
Association for Applied Sport Psychology (AASP).
Intervensi psikologi olahraga dirancang untuk membantu atlet dan peserta olahraga lainnya
(misalnya, pelatih, administrator, orang tua) dari beragam pengaturan, tingkat kompetisi dan
usia, mulai dari peserta remaja rekreasi hingga atlet profesional dan Olimpiade hingga pemain
tingkat master.
Sebagai definisi, American Psychological Association menyatakan bahwa psikologi Olahraga
membahas interaksi antara psikologi dan kinerja olahraga, termasuk aspek psikologis dari kinerja
atletik yang optimal, perawatan psikologis dan kesejahteraan atlet, pelatih, dan organisasi
olahraga, dan hubungan antara fungsi fisik dan psikologis.
Dalam sejarahnya kajian psikologi olahraga memiliki masa lalu yang relatif singkat, dan dalam
beberapa tahun terakhir ini menjadi jauh lebih diterima dan digunakan sebagai keunggulan
kompetitif yang berharga di antara para atlet dan pelatih.
Dari segi historis bisa dikatakan bahwa psikologi olahraga adalah disiplin yang relatif muda
dalam psikologi. Pada 1920, Carl Diem mendirikan laboratorium psikologi olahraga pertama di
dunia di Deutsche Sporthochschule di Berlin, Jerman. Pada tahun 1925, dua lagi laboratorium
psikologi olahraga didirikan, yaitu satu oleh A.Z. Puni di Institut Budaya Fisik di Leningrad dan
yang lainnya oleh Coleman Griffith di Universitas Illinois.
Pada 1980-an, psikologi olahraga menjadi subjek fokus ilmiah yang lebih ketat ketika para
peneliti mulai mengeksplorasi bagaimana psikologi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
atletik, serta bagaimana olahraga dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan
menurunkan tingkat stres.
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain
dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak
sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia
dini adalah bermain dan belajar.
Pada usia anaka – anak fungsi bermain berpengaruh besar sekali bagi perkembangan anak. Jika
pada orang dewasa sebagian besar perbuatannya diarahkan pada pencapaian tujuan dan prestasi
dalam bentuk kegiatan kerja, maka kegiatan anaka sebagian besar dalam bentuk bermain.
Permainan adlah kesibukan ynag dipilih sendiri oleh tujuan umpamanya saja, jika anak bayi
berusaha menyentak-nyentakkan tangan dan kakinya dengan tidak henti-hentinya meremas-
remas jari-jari, dan teruis menerus menggoyang-goyangkan badannya.
Gerakan-gerakan tersebut dilakukan demi gerkan itu sendiri, dalam iklim psikis bermain-main
yang mengasyikkan dan menyenangkan hati. Kegiatan bermain bayi-bayi dan anak-anak kecil itu
lebih tepat jika disebutkan sebagai usaha mencoba-coba dan melatih diri.
Sekalipun kita menyangka anak itu Cuma bermain-main dengan rasa acuh tak acuh saja, namun,
pada hakikatnya kegiatan tadi disertai intensitas kesadaran, minat penuh, dan usaha yang keras.
Gerak-gerak bermain anaka itu disebabkan oleh :
Kelebihan tenaga yang teradapat pada dirinya dan dikemudian hari digerakkan
orongan belajar guna melatih semua fungsi jasmani dan rohani.
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan, yaitu sebagai berikut[1] :
1. Teori Rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Nazaruz 2 orang sarjana Jerman
diantara tahun 1841 dan 1884. Mereka menyatakan permainan itu sebagai kesibukan rekreatif,
sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup. Orang dewasa mencari kegiatan bermain-main
apabila ia merasa capai sesudah berkerja atau sesudah melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan
begitu permainan tadi bisa “ me-rekriir ” kembali kesegaran tubuh yang tengah lelah.
2. Teori Pemunggahan ( Ontlading Stheorie ) menurut sarjana Inggris Herbert Spencer,
permainan disebabkan oleh mengalir keluarnya enegi, yaitu tenaga yang belum dipakai dan
menumpuk apad diri anak itu menuntut dimanfaatkan atau dipekerjakan. Sehubungan dengan itu
energi tersebut “mencair” dan “menunggah” dalam bentuk permainan.
Teori ini disebut juga sebagai teori “kelebihan tenaga” ( krachtoverschot-theorie ). Maka
permainan merupakan katup-pengaman bagi energi vital yang berlebih-lebihan.
3. Teori atavistis sarjana Amerika Stanley Hall dengan pandangannya yang biogenetis
menyatakan bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua fase kemanusiaan.
Permainan itu merupakan penampilan dari semua factor hereditas ( waris, sifat keturunan ): yaitu
segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah akan diwariskan kepada anak keturunannya,
mulai dari pengalaman hidup dalam gua-gua, berburu, menangkap ikan, berperang, bertani,
berhuma, membangun rumah sampai dengan menciptakan kebudayaan dan seterusnya. Semua
bentuk ini dihayati oleh anak dalam bentuk permainan-permainannya.
4. teori biologis, Karl Groos, sarjana Jerman ( dikemudian hari Maria Montesori juga
bergabung pada paham ini ) : menyatakan bahwa permainan itu mempunyai tugas biologis, yaitu
melatih macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Waktu-waktu bermain merupakan
kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkunagn hidup itu
sendiri.
Sarjana William Stren menyatakan permainan bagi anak itu sama pentingnya dengan taktik dan
manouvre- manouvre dalam peperangan , bagi orang dewasa. Maka anak manusia itu memiliki
masa remaja yang dimanfaatkan dengan bermain-main untuk melatih diri dan memperoleh
kegembiraan.
5. Teori Psikologis Dalam, menurut teori ini, permainan merupakan penampilan dorongan-
dorongan yang tidak disadari pada anaka – anak dan orang dewasa. Ada dua dorongan yang
paling penting menurut Alder ialah : dorongan berkuasa, dan menurut Freud ialah dorongan
seksual atau libidi sexualis. Alder berpendapat bahwa, permaina memberikan pemuasann atau
kompensasi terhadap perasaan- perasaan diri yang fiktif. Dalam permainan juga bisa disalurkan
perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan- perasaan rendah hati.
6. Teori fenomenologis, professor Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang
mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogic teoritis,nya menyatakan, bahawa
permaina merupakan satu, fenomena/gejala yang nyata. Yang mengandung unsure suasana
permainan. Dorongan bermain merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu,
yakni tidak khusus bertujuan untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu, akan tetapi anak bermain
untuk permainan itu sendiri. Jadi, tujuan permainan adalah permaianan itu sendiri.
V. MEMBENTUK BUDI PEKERTI REMAJA
Olahraga adalah suatu aktivitas kebutuhan manusia agar menjaga kesehatan tubuh nya, Dan
Usia remaja adalah masa perkembangan yang sangat pesat sekali. Olahraga atau Pendidikan
jasmani akan mempengaruhi pembentukan budi pekerti pada para remaja karena pendidikan
jasmani dapat berpengaruh dengan baik ,mampu menyiapkan pendidikan secara menyeluruh,
baik fisik, mental, emosional, disiplin, sifat kerja sama, fair play, jujur, kreatif, dan inovatif
terhadap segala situasi.
Pembentukan karakter Remaja melalui pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan remaja
diniasakan hidup sportif. Mengingat slogan dari oahraga adalah sportifitas Remaja akan dituntut
untuk melakukan hal-hal yang terkandung dalam sportifitas tersebut. Dalam pendidikan jasmani
olahraga dan kesehatan remaja dituntut untuk melakukan tanggung jawab, jujur, kerja sama, dan
toleransi. Pengembangan karakter akan terlaksana dengan pembiasaan yang dilakukan dalam
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan.
Menurut Anifral Hendri (2008), ada beberapa strategi dalam pembentukan karakter, antara lain:
1. Keteladanan; Memiliki Integritas Tinggi serta Memiliki Kompetensi: Pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional
2. Pembiasaan
3. Penanaman kedisiplinan
4. Menciptakan suasana yang konduksif
VI. KESIMPULAN
Jadi, Ilmu Sosial Dsar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, Ilmu Sosial
Dasar tidak merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan, bukan merupakan
disiplin ilmu tersendiri, karena Ilmu sosial Dasar tidak mempunyai objek dan metode ilmiah
tersendiri dan merupakan suatu bahan studi atau program pengerjaan yang khusus dirancang
untuk kepentingan pendidikan/pengajaran yang di Indonesia diberikan di Perguruan Tingi. Ilmu
Sosial ini harus diajarkan pada setiap pendidikan jenjang di SD, SMP maupun di SMA karena
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya dalam ilmu sosial. Secara terpadu karena pengajaran Ilmu
Sosial tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif dalam Ilmu
pengetahuan Sosial.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/amp/s/ahmadkurniawan093.wordpress.com/2012/10/25/22/amp/
https://ruang-penjas.blogspot.com/2019/12/dasar-ilmu-pengetahuan-sosial-bagi.html?m=1
Buku Azas dan Falsafah penjas