INDONESIA DI ABAD 21
b. Pandangan Modern
Pandangan modern, atau sering juga disebut pandangan holistik,
menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang
terpilah-pilah. Manusia adalah kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu. Oleh
karena itu Pendidikan Jasmani tidak hanya berorientasi pada jasmani saja atau
hanya untuk kepentingan satu komponen saja.
Di Amerika Serikat, pandangan holistik ini awalnya dipelopori oleh Wood
dan selanjutnya oleh Hetherington pada tahun 1910. Pada saat itu Pendidikan
Jasmani dipengaruhi oleh “progressive education”. Doktrine utama dari
progressive education ini menyatakan bahwa semua pendidikan harus memberi
kontribusiterhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan pendidikan
jasmani mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan
tersebut. Pada periode ini Pendidikan Jasmani diartikan sebagai pendidikan
melalui aktivitas jasmani (education through physical).
Pandangan holistik ini, pada awalnya kurang banyak memasukkan aktivitas
sport karena pengaruh pandangan sebelumnya, yaitu pada akhir abad 19, yang
menganggap sport tidak sesuai di sekolah-sekolah. Namun tidak bisa dipungkiri
sport terus tumbuh dan berkembang menjadi aktivitas fisik yang merupakan
bagian integral dari kehidupan manusia.
Sport menjadi populer, peserta didik menyenanginya, dan ingin
mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi di sekolah-sekolah hingga para
pendidik seolah-olah ditekan untuk menerima sport dalam kurikulum di sekolah-
sekolah karena mengandung nilai-nilai pendidikan. Hingga akhirnya Pendidikan
Jasmani juga berubah, yang tadinya lebih menekankan pada gimnastik dan fitness
menjadi lebih merata pada seluruh aktivitas fisik termasuk olahraga, bermain,
rekreasi atau aktifitas lain dalam lingkup aktivitas fisik.
c. Pandangan Indonesia
Di Indonesia, salah satu contoh definisi Pendidikan Jasmani yang didasarkan
pada pandangan holistik ini dikemukakan oleh Jawatan Pendidikan Jasmani
(sekarang sudah dibubarkan) yang dirumuskan tahun 1960, sebagai berikut,
Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi
aktivitas manusia berupa sikap, tindak , dan karya yang diberi bentuk, isi, dan
arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan.
Definisi yang relatif sama, juga dikemukakan oleh Pangrazi dan Dauer (1992)
sebagai berikut, Pendidikan Jasmani merupakan bagian dari program pendidikan
umum yang memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan Jasmani
didefinisikan sebagai pendidikan gerak dan pendidikan melalui gerak, dan harus
5
dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan definisi tersebut.
Definisi Pendidikan Jasmani dari pandangan holistik ini cukup banyak
mendapat dukungan dari para ahli Pendidikan Jasmani lainnya. Misalnya,
Siedentop (1990), mengemukakan, Pendidikan Jasmani modern yang lebih
menekankan pada pendidikan melalui aktivitas jasmani didasarkan pada
anggapan bahwa jiwa dan raga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-
pisahkan. Pandangan ini memandang kehidupan sebagai totalitas.
Wall dan Murray (1994), mengemukakan hal serupa dari sudut pandang yang
lebih spesifik, masa anak-anak adalah masa yang sangat kompleks, dimana
pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah. Oleh karena sifat anak-
anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh dan berkembang, maka
perubahan satu element sering kali mempengaruhi perubahan pada eleman
lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara keseluruhan yang harus kita didik,
tidak hanya mendidik jasmani atau tubuhnya saja.
Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Pendidikan Jasmani pada
dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai
perkembangan individu secara menyeluruh. Namun demikian, perolehan
keterampilan dan perkembangan lain yang bersifat jasmaniah itu juga sekaligus
sebagai tujuan.
Melalui Pendidikan Jasmani, peserta didik disosialisasikan ke dalam aktivitas
jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa Pendidikan
Jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki
potensi yang strategis untuk mendidik.
6
6) Mengembangkan kesadaran tentang arti penting aktivitas fisik untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta gaya hidup
aktif sepanjang hayat.
1) Aspek Organik
a) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu
dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta
memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan.
b) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang
dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.
c) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok
otot untuk menekan kerja dalam waktu yang lama.
7
d) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk
melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu yang
relatif lama.
e) Meningkatkan fleksibilitas, yaitu: rentang gerak dalam persendian yang
diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi
cidera.
2) Aspek Neuromuskuler
a) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot.
b) Mengembangkan gerak dasar lokomotor, seperti: berjalan, berlari,
melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/
mencongklang, berguling, menarik.
c) Mengembangkan gerak dasar non-lokomotor, seperti: mengayun,
melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,
membongkok.
d) Mengembangkan gerak dasar manipulatif, seperti: memukul,
menendang, menangkap, menghentikan, melempar, mengubah arah,
memantulkan, menggulirkan, memvoli.
e) Mengembangkan komponen fisik, seperti: kekuatan, daya tahan,
kelentukan, kecepatan, keseimbangan, ketepatan, power.
f) Mengembangkan kemampuan kinestetik seperti: rasa gerak, irama,
waktu reaksi dan koordinasi.
g) Mengembangkan potensi diri melalui aktivitas jasmani dan olahraga,
seperti: sepakbola, softball, bolavoli, bolabasket, bolatangan, baseball,
atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya.
h) Mengembangkan aktivitas jasmani di alam bebas melalui berbagai
kegiatan, seperti: menjelajah, mendaki, berkemah, dan lainnya.
3) Aspek Perseptual
a) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat.
b) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat
atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan,
belakang, bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
c) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu: kemampuan
mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang
melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki.
d) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu:
kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis.
e) Mengembangkan dominasi (dominancy), yaitu: konsistensi dalam
menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau
menendang.
8
f) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu: kemampuan
membedakan antara sisi kanan atau kiri tubuh dan diantara bagian
dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.
4) Aspek Kognitif
a) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami,
memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan.
b) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan,
keselamatan, dan etika.
c) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam
aktivitas yang terorganisasi.
d) Meningkatkan pemahaman bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya
dengan aktivitas jasmani.
e) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang
berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah
yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.
5) Aspek Sosial
a) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada.
b) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan
dalam kelompok.
c) Belajar berkomunikasi dengan orang lain.
d) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide
dalam kelompok.
e) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi
sebagai anggota masyarakat.
f) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggungjawab di masyarakat.
g) Menggunakan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat.
6) Aspek Emosional
a) Mengembangkan respon positif terhadap aktivitas jasmani.
b) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton.
7) Aspek Rehabilitasi
a) Terapi dan koreksi terhadap kelainan sikap tubuh.
b) Rehabilitasi terhadap cacat fisik dan penyakit fisik yang bersifat
sementara.
9
c) Mengkoordinasikan berbagai hambatan melalui aktivitas jasmani.
10
4. Perbandingan dan Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan
Pendidikan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport),
sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam
konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru
atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara
lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita
mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif,
meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti
olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat
ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu teknik bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu
teknik permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada
istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat
menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang
terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa teknik dan proses
tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur
tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas
kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Dari uraian di atas maka pengertian olahraga adalah aktivitas kompetitif.
Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga
tanpa kompetisi, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah
hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam
hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain
maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga
harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-
katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan
kependidikan tertentu.
Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan pendidikan jasmani
dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan teknik-teknik
gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika
digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan
menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis
tanpa ada tujuan kependidikan.
Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics)
dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai
11
olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk
kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif;
keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Sehubungan hal di atas sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Abdul Kadir Ateng, dalam mata kuliah azas dan falsafah pendidikan olahraga
tentang proposi olahraga dan pendidikan jasmani di sekolah, adalah sebagai
berikut.
13
Berjalan Berjalan
Pembelajaran berjalan pada pendidikan Berjalan pada olahraga merupakan
jasmani ditujukan pada usaha untuk salah satu nomor dalam cabang
membentuk sikap dan gerak tubuh yang atletik. Latihan berjalan dilakukan
sempurna. Pembelajaran biasanya dengan secepat-cepatnya melalui
dilakukan melalui materi baris-berbaris teknik dan peraturan yang telah baku.
Lari Lari
Materi lari pada pendidikan jasmani Lari pada olahraga merupakan salah
dimaksudkanuntuk dapat mengembang- satu nomor dalam cabang atletik.
kan keterampilan gerak berlari dengan Latihan dilakukan untuk mencapai
baik. Berlari dapat dilakukan dalam prestasi optomal. Dalam cabang
beberpa teknik; lari zig-zag, lari kijang, atletik lari dibagi dalam beberapa
lari kuda, dan beberapa teknik lari nomor.
lainnya
Lompat Lompat
Materi lompat dalam pendidikan Lompat pada olahraga merupakan
jasmani dimaksudkan untuk dapat salah satu nomor dalam cabang
mengembangkan keterampilan gerak atletik. Latihan lompat pada cabang
lompat dengan baik. Lompat dapat atletik dilakukan untuk mencapai
dilakukan dalam beberapa teknik; prestasi optimal
lompat harimau, lompat kodok, dan
beberpa teknik lompat lainnya.
Lempar Lempar
Materi lempar dalam pendidikan Lempar dalam olahraga merupakan
jasmani dimaksudkan untuk dapat salah satu nomor dalam cabang
mengembangkan ketermapilan gerak atletik. Latihan lempar pada cabang
lempar dengan baik. Melempar dapat atletik dilakukan untuk mencapai
dilakukan dengan beberapa teknik; prestasi optimal.
lempar bola, lempar sasaran, dan
beberpa teknik lempar lainnya.
14
Proses tersebut membawa dampak langsung terhadap berbagai bidang
kehidupan, bukan saja ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik. Dalam
bidang ekonomi, globalisasi ditandai oleh perdagangan bebas yang makin tidak
mengenal sekat-sekat negara dan melibatkan semua bangsa di dunia. Dalam
suasana itu niscaya akan terjadi kompetisi yang amat ketat, tajam, dan cenderung
saling mengalahkan antara satu bangsa terhadap bangsa lainnya. Dari segi
kepentingan ekonomi, globalisasi itu menciptakan peluang pasar yang besar.
Karena itu, semua bangsa berkepentingan untuk bisa memanfaatkan peluang
pasar yang terbuka lebar tersebut.
Bagi bangsa Indonesia, permasalahan utamanya justru terletak pada
kesiapan kita dalam memanfaatkan peluang dan memenangkan persaingan. Kunci
keberhasilannya terletak pada daya saing bangsa. Karena globalisasi digerakkan
oleh dua kekuatan utama yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu
akan sangat bergantung pada (1) kemampuan kita untuk menguasai teknologi
dengan basis ilmu pengetahuan yang kuat, dan (2) kemampuan kita dalam
membangun kelembagaan ekonomi yang efisien.
Kedua hal tersebut secara imperatif menjadi faktor yang menentukan dalam
usaha memenangkan kompetisi global. Dengan demikian, upaya untuk menguasai
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan
agenda pembangunan di masa depan, yang teramat penting dan mendesak untuk
mendapatkan prioritas. Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan dalam
aspek sosial budaya.
Pergaulan antarbangsa dalam era globalisasi ini menyebabkan terjadinya
interaksi dan persentuhan nilai-nilai budaya di antara berbagai bangsa yang
beraneka ragam yang tidak bisa dihindari. Melalui interaksi tersebut akan terbuka
peluang untuk saling menyerap nilai-nilai budaya asing antara satu dengan yang
lainnya, sehingga terjadi proses adaptasi nilai-nilai budaya yang dibawa oleh
masing-masing bangsa.
Adaptasi budaya asing tersebut bisa bermakna negatif dan positif sekaligus.
Ia akan bermakna negatif bilamana masyarakat Indonesia hanya menyerap nilai-
nilai budaya asing yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri.
Kecenderungan sikap materialistik, konsumeristik, hedonistik, individualistik,
atau sekularistik adalah contoh yang negatif. Untuk menghadapinya, kita perlu
memperkuat jati diri sebagai bangsa dan memperkukuh etika dan landasan
moralitas masyarakat.
Di pihak lain, adaptasi juga bisa bermakna positif bila mendorong
masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengejar kemajuan. Misalnya etos kerja,
semangat berkompetisi, sikap kemandirian, disiplin, penghargaan terhadap waktu
dan sebagainya.
Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya keutuhan negara
terutama bagi negara-negara yang dibentuk atas dasar ikatan primordial seperti
etnik dan agama. Bahkan John Naisbitt membuat sinyalemen bahwa masa depan
negara-bangsa yang dibentuk atas dasar kesatuan berbagai macam etnik itu sangat
mungkin akan memudar, mengalami disintegrasi, dan kemudian akan kembali
kepada identitas primordial semula.
Dalam konteks Indonesia, sebagai negara-bangsa yang sangat majemuk baik
dari segi etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, tentu saja masalah ini tidak bisa
15
diabaikan. Oleh karena itu, semua elemen sosial yang ikut membentuk negara
kesatuan RI dituntut untuk berupaya memperkuat dan mengukukuhkan keutuhan
bangsa ini.
20
unsur penting di antara unsur penting lainnya dalam menciptakan dan
mengembangkan kegiatan dan proses pembelajaran di dalam dan/atau di luar
kelas.
Peran tersebut berkembang dan semakin penting dalam era global ini yang
semakin sarat dengan penguasan informasi dan teknologi maju. Kebutuhan guru
PJOK dengan berbagai peran profesional seperti tersebut di atas, mengalir
sepanjang zaman seiring dengan tumbuh dan bertambahnya generasi baru yang
harus dipersiapkan melalui pendidikan yang memadai sebagai generasi penerus
bangsa.
Kenyataan nilai pentingnya peran guru PJOK dalam mewujudkan
pelaksanaan pendidikan yang bermutu sebagaimana diuraikan di atas,
mengisyaratkan bahwa guru PJOK perlu diposisikan sebagai tenaga kerja dalam
kualifikasi profesi yang sarat dengan: kompetensi, profesionalitas, komitmen
kinerja, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai perimbangan dari itu, untuk dapat menjalankan tugasnya dengan
baik, guru PJOK perlu memperoleh jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasarnya
sebagai pekerja profesi berupa kesempatan pengembangan karier dan mutu
profesionalitas, perlindungan dalam pengabdian profesi, penghargaan dan
perlindungan atas prestasi kinerja, dan kelayakan kesejahteraannya. Konsekuensi
dari kondisi tersebut, pemerintah berkewajiban melaksanakan pengembangan
kebijakan dan program peningkatan mutu profesionalitas guru PJOK secara
terencana dan sistematis.
Mencermati posisi dan peranan penting guru PJOK dalam upaya
membangun pendidikan bermutu, kiranya perlu diajukan pertanyaan-pertanyaan
pokok berkaitan dengan kondisi guru PJOK di Indonesia saat ini sebagai
gambaran persoalan yang layak di ditindaklanjuti melalui kebijakan dan peraturan
pemerintah tentang pembinaan dan pengelolaan guru PJOK yang sedang
disiapkan.
Kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pembinaan dan pengelolaan
guru PJOK yang sedang disiapkan, antara lain sebagai berikut.
a. Sejauhmana guru PJOK diposisikan sebagai tenaga profesi setara profesi
guru lain yang secara terpadu bertanggungjawab melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan lingkup tugasnya guna merealisasikan
pendidikan bermutu?;
Inti persoalan yang dapat ditarik dari analisis ini adalah bahwa elemen guru
PJOK harus dikelola mutu kehidupan profesi dan penataan aksesibilitasnya secara
terencana dan sistematis melalui acuan yang jelas, tegas, dan rinci. Jika berbagai
kebutuhan dan kesempatan guru PJOK tersebut dapat dipenuhi, maka peran guru
PJOK dalam mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi abad 21 akan
berhasil dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
a. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Lebih lanjut, dalam RPP tentang Guru dikemukakan bahwa: Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut : (1) Pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3)
pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi
pembelajaran, (7) evaluasi hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensi yang dimilikinya.
b. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berkahlak mulia.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat
berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena
manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi
gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua ini menunjukkan bahwa
kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik
dalam proses pembentukkan pribadinya.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian
anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.
c. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d
23
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat,
yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: (1) Berkomunikasi secara
lisan, tulisan, dan isyarat; (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional; (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik; dan (4) bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar.
Guru adalah makluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari
kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut
untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya
dengan pendidikan yang tidak terlepas pada pembelajaran di sekolah, tetapi juga
pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat.
d. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Secara umum kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut.
1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi,
psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan
peserta didik;
3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggungjawabnya;
4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajar-an yang bervariasi;
5) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan
sumber belajar yang relevan;
6) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;
7) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
8) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
24
3) Menjelaskan dimensi anatomi manusia, secara struktur dan fungsinya;
4) Menjelaskan aspek kinesiologi dan kinerja fisik manusia;
5) Menjelaskan aspek fisiologis manusia dan efek dari kinerja latihan;
6) Menjelaskan aspek psikologi pada kinerja manusia, termasuk motivasi dan
tujuan, kecemasan dan stress, serta persepsi diri;
7) Menjelaskan aspek sosiologi dalam kinerja diri, termasuk dinamika sosial;
etika dan perilaku moral, budaya, suku, dan perbedaan jenis kelamin;
8) Menjelaskan teori perkembangan gerak, termasuk aspek-aspek yang
mempengaruhinya;
9) Menjelaskan teori belajar gerak, termasuk keterampilan dasar dan kompleks
dan hubungan timbal balik di antara domain kognitif, afektif dan
psikomotorik.
c. Mengatur pelajaran
Guru harus tetap menjaga kegiatan tetap berlangsung dan tidak terganggu
oleh kegiatan yang tak terduga. Pergantian antartopik harus dilakukan oleh guru
secara cermat dan penuh kesadaran. Guru perlu memaksimalkan kesempatan
keikutsertaan setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru perlu
memaksimalkan penggunaan peralatan dan mengorganisasikan kelompok agar
peserta didik sebanyak mungkin bergerak aktif sepanjang pelajaran. Bila peralatan
yang ada terbatas jumlahnya, gunakan pendekatan stasion/learning centers, dan
modifikasi aktivitas.
f. Mengakhiri pelajaran
27
Setiap pertemuan pelajaran di dalam maupun di luar kelas harus diakhiri
tepat waktunya dan diupayakan memberikan kesan mendalam bagi peserta didik.
Dengan kesan yang baik, setiap episode pelajaran akan menjadi lebih bermanfaat
dan bermankna. Dengan demikian, peserta didik akan selalu mengingat kegiatan
yang dilakukan, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.
28
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak
fenomena dan kejadian.
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai
Keterampilan
pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara
mandiri.
KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin-tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora denganwawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
*) Sekolah dapat memilih salah satu permainan dan olahraga yang dapat
dilakukan di sekolah sesuai dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
29
**) Sekolah dapat memilih aktivitas air yang dapat dilakukan di sekolah sesuai
dengan sarana dan prasarana, situasi serta kondisi sekolah.
Empat Kompetensi Inti (KI) yang kemudian dijabarkan menjadi 34
Kompetensi Dasar (KD) itu merupakan bahan kajian yang akan ditransformasikan
dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester) yang terurai
dalam 38 minggu. Agar kegiatan pembelajaran itu tidak terasa terlalu panjang
maka 38 minggu itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan semester
kedua. Setiap semester terbagi menjadi 19 minggu, sehingga alokasi waktu yang
tersedia adalah 3 x 40 menit x 19 minggu/semester.
Lingkup Pembelajaran/
No Materi
Strand
31
1 Aktivitas permainan Sepak bola, bola voli, bola basket, softball,
bola besar dan bola bulutangkis, tenis meja
kecil
2 Aktivitas bela diri Pencak silat
3 Aktivitas atletik Jalan cepat, Lari jarak pendek, Lompat Jauh,
Tolak Peluru,
4 Aktivitas Komposisi Tubuh, Daya tahan Jantung,
pengembangan dayatahan otot, kelentukan, kekuatan,
kebugaran jasmani pengukuran kebugaran jasmani
5 Aktivitas senam Lompat Kangkang, Lompat Jongkok
6 Aktivitas gerak Langkah, Ayunan Lengan
berirama
7 Aktivitas air dan Gerakan kaki, gerakan tangan, pengambilan
keselamatan diri nafas, koordinasi
8 Kesehatan Konsep dan prinsip pergaulan sehat, Dampak
Pergaulan bebas, Menghindari Pergaulan bebas.
Keterangan:
Pembelajaran Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dilaksanakan secara tidak
langsung (indirect teaching) melalui keteladanan, ekosistem pendidikan,
dan proses pembelajaran Pengetahuan dan Keterampilan.
Guru mengembangkan Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dengan
memperhatikan karakteristik, kebutuhan, dan kondisi peserta didik.
Evaluasi terhadap Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan berfungsi sebagai pertimbangan guru
dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
33
3. Memahami, menerapkan, 4. Mengolah, menalar, dan menyaji
menganalisis pengetahuan faktual, dalam ranah konkret dan ranah
konseptual, prosedural abstrak terkait dengan
berdasarkan rasa ingintahunya pengembangan dari yang
tentang ilmu pengetahuan, dipelajarinya di sekolah secara
teknologi, seni, budaya, dan mandiri, dan mampu
humaniora dengan wawasan menggunakan metoda sesuai
kemanusiaan, kebangsaan, kaidah keilmuan.
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.1 Menganalisis keterampilan gerak 4.1 Mempraktikkan hasil analisis
salah satu permainan bola besar keterampilan gerak salah satu
untuk menghasilkan koordinasi permainan bola besar untuk
gerak yang baik* menghasilkan koordinasi gerak
yang baik*
3.2 Menganalisis keterampilan gerak 4.2 Mempraktikkan hasil analisis
salah satu permainan bola kecil keterampilan gerak salah satu
untuk menghasilkan koordinasi permainan bola kecil untuk
gerak yang baik* menghasilkan koordinasi gerak
yang baik*
3.3 Menganalisis keterampilan jalan 4.3 Mempraktikkan hasil analisis
cepat, lari, lompat dan lempar keterampilan jalan cepat, lari,
untuk menghasilkan gerak yang lompat dan lempar untuk
efektif* menghasilkan gerak yang efektif*
3.4 Menganalisis keterampilan gerak 4.4 Mempraktikkan hasil analisis
seni dan olahraga beladiri untuk keterampilan gerak seni dan
menghasilkan gerak yang efektif** olahraga beladiri untuk
menghasilkan gerak yang efektif
**
3.5 Menganalisis konsep latihan dan 4.5 Mempraktikkan hasil analisis
pengukuran komponen kebugaran konsep latihan dan pengukuran
jasmani terkait kesehatan (daya komponen kebugaran jasmani
tahan, kekuatan, komposisi tubuh, terkait kesehatan (daya tahan,
dan kelenturan) menggunakan kekuatan, komposisi tubuh, dan
instrumen terstandar. kelenturan) menggunakan
instrumen terstandar.
3.6 Menganalisis keterampilan 4.6 Mempraktikkan hasil analisis
rangkaian gerak sederhana dalam keterampilan rangkaian gerak
aktivitas spesifik senam lantai. sederhana dalam aktivitas spesifik
senam lantai.
34
3.7 Menganalisis gerak rangkaian 4.7 Mempratikkan hasil analisis gerak
langkah dan ayunan lengan rangkaian langkah dan ayunan
mengikuti irama (ketukan) dalam lengan mengikuti irama (ketukan)
aktivitas gerak berirama. dalam aktivitas gerak berirama.
3.8 Menganalisis keterampilan satu 4.8 Mempraktikkan hasil analisis
gaya renang*** keterampilan satu gaya renang ***
3.9 Memahami konsep dan prinsip 4.9 Mempresentasikan konsep dan
pergaulan yang sehat antar prinsip pergaulan yang sehat
remaja. antar remaja.
3.10 Menganalisis berbagai peraturan 4.10 Mempresentasikan berbagai
perundangan serta konsekuensi peraturan perundangan serta
hukum bagi para pengguna dan konsekuensi hukum bagi para
pengedar narkotika, psikotropika, pengguna dan pengedar
zat-zat aditif (NAPZA) dan obat narkotika, psikotropika, zat-zat
berbahaya lainnya. aditif (NAPZA) dan obat
berbahaya lainnya.
35
berpasangan, dan berkelompok, dengan formasi berbanjar atau lingkaran.
4) Dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan frekuensi
pengulangan gerak yang cukup untuk setiap peserta didik.
a. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan oleh guru antara lain sebagai
berikut.
1) Peserta didik dibariskan dan mengucapkan salam atau selamat pagi
kepada peserta didik.
2) Sebelum melakukan pembelajaran sebaiknya seluruh peserta didik dan
guru berdoa dan bersalaman.
3) Guru harus memastikan bahwa semua peserta didik dalam keadaan
sehat, dan bila kedapatan peserta didik menderita penyakit kronis
harus diperlakukan secara khusus.
4) Tanyakan kondisi kesehatan peserta didik secara umum.
5) Melakukan pemanasan yang dipimpin oleh guru atau oleh salah
seorang peserta didik yang dianggap mampu.
6) Sampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik.
b. Kegiatan Inti
1) Metode Saintifik
Kegiatan inti dengan menggunakan metode saintifik yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
variasi gerak memegang peluru, awalan, menolak peluru, gerak
lanjutan secara individual, berpasangan atau berkelompok.
b) Peserta didik mencoba dan melakukan variasi gerak memegang
peluru, awalan, menolak peluru, gerak lanjutan secara individual,
berpasangan atau berkelompok.
c) Peserta didik mendapatkan umpan balik dari diri sendiri, teman
dalam kelompok, dan guru.
d) Peserta didik Memperagakan hasil belajar variasi gerak spesifik
tolak peluru dilandasi nilai-nilai disiplin, sportifitas, kerja sama,
dan tanggung jawab.
e) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.
2) Metode Komando
Kegiatan inti dengan menggunakan metode komando yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
berbagai latihan kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan
(komposisi tubuh, daya tahan jantung dan paru-paru
36
(cardivascular), daya tahan otot, kelentukan, dan kekuatan), serta
pengukurannya.
b) Peserta didik mencoba latihan dan pengukuran kebugaran jasmani
yang terkait dengan kesehatan yang telah diperagakan oleh guru.
c) Peserta didik mempraktikkan secara berulang berbagai latihan
kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan dan
pengukurannya sesuai dengan komando dan giliran yang
diberikan oleh guru.
d) Peserta didik menerima umpan balik secara langsung maupun
tertunda dari guru secara klasikal.
e) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.
3) Metode Penugasan
Kegiatan inti dengan menggunakan metode penugasan yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menerima dan mempelajari kartu tugas (task sheet)
yang berisi perintah dan indikator tugas (gerak passing bawah,
passing atas, servis bawah, servis atas, smes/spike, bendungan/
blocking dengan berbagai posisi baik tanpa awalan maupun
dengan awalan).
b) Peserta didik melaksanakan tugas ajar sesuai dengan target waktu
yang ditentukan guru untuk mencapai ketuntasan belajar pada
setiap materi pembelajaran.
c) Peserta didik menerima umpan balik dari guru.
d) Peserta didik melakukan pengulangan pada materi pembelajaran
yang belum tercapai ketuntasannya sesuai umpan balik yang
diberikan.
e) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan bolavoli ke
dalam permainan yang dimodifikasi dilandasi nilai-nilai disiplin,
sportif, kerja sama, dan tanggung jawab.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.
37
memberikan masukan jika terjadi kesalahan (tidak sesuai dengan
lembar kerja).
d) Peserta didik berganti peran setelah mendapatkan aba-aba dari
guru.
e) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan bolabasket
ke dalam permainan yang dimodifikasi dilandasi nilai-nilai
disiplin, sportif, kerja sama, dan tanggung jawab.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.
5) Metode Jigshaw
Kegiatan inti dengan menggunakan metode Jigshaw yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
gerak spesifik dalam tenis meja (memegang bet, posisi berdiri/
stance, gerakan kaki/ footwork, servis forehand, servis backhand,
pukulan forehand, pukulan backhand, dan smes).
b) Peserta didik membagi diri ke dalam delapan (8) kelompok sesuai
dengan materi (materi menjadi nama kelompok, contoh kelompok
stance, kelompok servis forehand, dan seterusnya). Di dalam
kelompok ini setiap peserta didik secara berulang-ulang
mempraktikkan gerak sesuai dengan nama kelompoknya.
c) Setiap anggota kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk
mempelajari dan “mengajari” materi dari dan ke kelompok lain
setelah mendapatkan aba-aba dari guru.
d) Setiap anggota kelompok kembali ke kelompok masing-masing
untuk mempelajari dan “mengajari” materi dari dan ke
kelompoknya sendiri setelah mendapatkan aba-aba dari guru.
e) Peserta didik menerima umpan balik secara individual maupun
klasikal dari guru.
f) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan tenismeja
ke dalam permainan dilandasi nilai-nilai disiplin, percaya diri, dan
tanggung jawab.
g) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.
c. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup yang harus dilakukan oleh guru sebagai berikut.
1) Guru melakukan tanya-jawab dengan peserta didik yang berkenaan
dengan materi pembelajaran yang telah diberikan.
2) Guru melakukan kegiatan refleksi dan tindak lanjut dari materi
pembelajaran yang telah diberikan.
3) Melakukan pelemasan yang dipimpin oleh guru atau oleh salah seorang
peserta didik yang dianggap mampu, dan menjelaskan kepada peserta
didik tujuan dan manfaat melakukan pelemasan setelah melakukan
aktivitas fisik/olahraga yaitu agar dapat melemaskan otot dan tubuh
tetap bugar (segar).
4) Setelah melakukan aktivitas pembelajaran sebaiknya seluruh peserta
didik dan guru berdoa dan bersalaman.
2. Pendekatan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan
40
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude),
keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang
‘’bagaimana’’. Ranah pengetahuanmenggamit transformasi substansi atau
materiajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta
didik yang meliputi aspek kompetensii sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengkomunikasikan
untuk semua mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pendekatan ilmiah apabila memenuhi tujuh kriteria pembelajaran berikut.
3. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
meliputi:
a. Pengajaran Interaktif (Interactive Teaching)
Pengajaran interaktif mempunyai makna guru memberitahukan,
menunjukkan, atau mengarahkan sekelompok anak tentang apa yang harus
dilakukan; lalu peserta didik melakukannya; dan guru mengevaluasi
seberapa baik hal itu dilakukan dan mengembangkan isi pelajaran lebih jauh,
guru mengontrol proses pengajaran. Biasanya seluruh kelas bekerja pada
tugas yang sama atau dalam kerangka tugas yang sama. Bandingkan strategi
ini dengan gaya komando; keduanya memiliki perangkat ciri yang sama.
43
b. Pengajaran Berpangkalan (Station Teaching)
Pengajaran berpangkalan menata lingkungan sehingga dua atau lebih tugas
bisa berlangsung dalam ruangan secara bersamaan. Biasanya, setiap tugas
harus dilakukan dalam pangkalan yang berbeda dengan tugas lainnya,
sehingga setiap tugas memiliki pangkalannya masing-masing. Peserta didik
berputar dari satu pangkalan ke pangkalan lain. Kadang-kadang, pengajaran
berpangkalan ini disebut juga pengajaran tugas. Strategi ini dalam tataran
gaya mengajar, serupa dengan gaya latihan (practice style).
c. Pengajaran Sesama Teman (Peer Teaching)
Pengajaran sesama teman adalah strategi pengajaran yang mengalihkan
tanggung jawab guru dalam fungsi pengajarannya kepada peserta didik.
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi lain tetapi
berharga untuk dieksplorasi secara terpisah. Strategi ini tidak jauh berbeda
dengan gaya berbalasan (reciprocal style), dalam hal peserta didik sendiri
memberikan pengarahan kepada peserta didik lainnya. Bedanya, dalam
pengajaran sesama teman, peserta didik yang bertindak sebagai pengajar
tidak hanya berhadapan dengan satu peserta didik, tetapi bisa dengan
sekelompok peserta didik.
d. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, sekelompok peserta didik diberi tugas
pembelajaran atau proyek untuk diselesaikan oleh kelompoknya. Peserta
didik dikelompokkan secara heterogen menurut faktor yang berbeda seperti
kemampuan atau kebutuhan sosialnya. Keberhasilan kelompok dalam
pembelajaran dinilai sesuai dengan seberapa baik mereka mampu
menyelesaikan tugasnya, di samping dari cara mereka bekerja sama dengan
yang lain.
e. Strategi Pembelajaran Sendiri (Self-instructional Strategies)
Strategi pembelajaran sendiri melibatkan program yang ditetapkan oleh
peserta didik sendiri dan mengurangi peran guru sebagai penyampai
informasi. Strategi pembelajaran sendiri menyandarkan diri sepenuhnya
pada materi tertulis, media, dan prosedur evaluasi yang ditetapkan
sebelumnya. Strategi ini dapat dipakai untuk memenuhi satu atau lebih,
terkadang seluruhnya, fungsi pengajaran.
f. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Strategi kognitif adalah strategi pembelajaran yang dirancang untuk
melibatkan peserta didik secara kognitif dalam isi pelajaran melalui
penyajian tugasnya. Strategi ini meliputi gaya pemecahan masalah,
penemuan terbimbing, dan gaya lain yang memerlukan fungsi kognitif anak,
seperti pembelajaran penemuan (inquiry learning). Semua model ini
menggambarkan pendekatan yang melibatkan peserta didik dalam
merumuskan respons sendiri tanpa meniru apa yang sudah diperlihatkan
guru sebelumnya.
Tingkat keterlibatan peserta didik bervariasi sesuai dengan tingkat respons
kognitifnya. Ketika guru mengetengahkan masalah yang memerlukan
jawaban benar yang tunggal, pemecahan masalah itu biasanya disebut
44
convergent problem solving. Ketika masalah tersebut bersifat terbuka dan
tidak memerlukan satu jawaban terbaik, maka pemecahan masalah tersebut
disebut divergent problem solving.
g. Pengajaran Beregu (Team teaching)
Pengajaran beregu adalah strategi pembelajaran yang melibatkan lebih dari
satu orang guru yang bertanggung jawab untuk menyajikan pelajaran kepada
sekelompok peserta didik. Ketika pelajaran pendidikan jasmani bersifat co-
educational (melibatkan peserta didik putra dan putri), banyak pendidik
melihat bahwa team teaching sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan baik
putra maupun putri yang terkelompokan secara heterogen dengan mendapat
guru pria dan wanita di saat bersamaan.
4. Gaya Mengajar
Mosston membedakan gaya mengajar sesuai dengan besarnya peran peserta
didik di dalam proses pembelajaran (pra pertemuan, pertemuan, dan pasca
pertemuan). Berikut adalah beberapa gaya mengajar tersebut:
a. Gaya A : Komando (Command Style)
Semua keputusan dikendalikan oleh guru dan peserta didik hanya melakukan
apa yang diperintahkannya. Satu aba-aba satu respons peserta didik.
b. Gaya B : Latihan (Practice Style)
Guru memberikan beberapa tugas dan peserta didik menentukan di mana,
kapan, bagaimana, dan tugas mana yang akan dilakukan pertama kali. Guru
memberi umpan balik.
c. Gaya C : Berbalasan (Reciprocal Style)
Satu peserta didik menjadi pelaku, satu peserta didik lain menjadi pengamat
dan bertugas memberikan umpan balik, dan dilakukan secara bergantian.
45
g. Gaya G : Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Guru menyediakan satu permasalahan yang harus diselesaikan. Peserta didik
diberi kebebasan sesuai dengan cara yang dipilihnya sendiri, sehingga
jawaban yang dihasilkan akan beragam.
h. Gaya H, I, J : Learner Designed Program/Learner Initiated/Self-Teaching
Peserta didik mulai mengambil tanggung jawab untuk apapun yang akan
dipelajari serta bagaimana hal itu akan dipelajari.
b. Otentik
Memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan dua hal yang
saling berkaitan. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia
49
nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik
(kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta
didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh
peserta didik.
c. Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungan dimaksudkan sebagai penilaian yang dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai
jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester).
d. Menggunakan Teknik Penilaian yang Bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio,
unjuk kerja, projek, pengamatan, dan penilaian diri.
e. Berdasarkan Acuan Kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi
dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan
minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing.
Penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi
dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan belajar
minimal (KKM), yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing
dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan
dicapai, daya dukung (sarana dan guru), dan karakteristik peserta didik.
KKM diperlukan agar guru mengetahui kompetensi yang sudah dan belum
dikuasai secara tuntas. Guru mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta
didik, sehingga pencapaian kompetensi yang kurang optimal dapat segera
diperbaiki. Bila kesulitan dapat terdeteksi sedini mungkin, peserta didik
tidak sempat merasa frustasi, kehilangan motivasi, dan sebaliknya peserta
didik merasa mendapat perhatian yang optimal dan bantuan yang berharga
dalam proses pembelajarannya. Namun ketuntasan belajar minimal tidak
perlu dicantumkan dalam buku rapor, hanya menjadi catatan guru.
51
selama satu semester:
a. Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing
mengelompokkan (menandai) catatan-catatan sikap pada jurnal yang
dibuatnya ke dalam sikap spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal
belum ada kolom butir nilai).
b. Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat
rumusan deskripsi singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan
catatan-catatan jurnal untuk setiap peserta didik.
c. Wali kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata
pelajaran dan guru BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap
spiritual dan sosial dari guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas
yang bersangkutan, wali kelas menyimpulkan (merumuskan deskripsi)
capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.
d. Pelaporan hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.
a. Prinsip-prinsip Remedial
Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran yang
diberikan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, fungsi kegiatan remedial
adalah: (1) memperbaiki cara belajar peserta didik, (2) meningkatkan peserta didik
terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya, (3) menyesuaikan pembelajaran
dengan karakteristik peserta didik, (4) mem-percepat penguasaan peserta didik
terhadap materi pelajaran, (5) membantu mengatasi kesulitan dalam aspek sosial
dan pribadi peserta didik.
Kegiatan remedial dapat dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran biasa
untuk membantu peserta didik yang diduga akan mengalami kesulitan (preventif),
setelah kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar (kuratif), atau selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran biasa.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remedial adalah: (1)
analisis hasil diagnosis kesulitan belajar, (2) menemukan penyebab kesulitan, (3)
menyusun rencana kegiatan remedial, (4) melaksanakan kegiatan remedial, dan
(5) menilai kegiatan remedial.
b. Pembelajaran Remedial
Remedial merupakan program pembelajaran yang diperuntukkan bagi
peserta didik yang belum mencapai KKM dalam satu KD tertentu. Pembelajaran
remedial diberikan segera setelah peserta didik diketahui belum mencapai KKM.
Pembelajaran remedial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak peserta didik.
Dalam pembelajaran remedial, pendidik membantu peserta didik untuk
memahami kesulitan belajar yang dihadapi secara mandiri, mengatasi kesulitan
dengan memperbaiki sendiri cara belajar dan sikap belajarnya yang dapat
mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. Dalam hal ini, penilaian
merupakan assessment as learning.
Metode yang digunakan pendidik dalam pembelajaran remedial juga dapat
bervariasi sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajar yang
dialami peserta didik. Tujuan pembelajaran juga dirumuskan sesuai dengan
kesulitan yang dialami peserta didik. Pada pelaksanaan pembelajaran remedial,
53
media pembelajaran juga harus betul-betul disiapkan pendidik agar dapat
mempermudah peserta didik dalam memahami KD yang dirasa sulit itu. Dalam
hal ini, penilaian tersebut merupakan assessment for learning.
Pelaksanaan pembelajaran remedial disesuaikan dengan jenis dan tingkat
kesulitan yang dapat dilakukan dengan cara:
1) pemberian bimbingan secara individu. Hal ini dilakukan apabila ada
beberapa anak yang mengalami kesulitan yang berbeda-beda, sehingga
memerlukan bimbingan secara individual. Bimbingan yang diberikan
disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dialami oleh peserta didik.
2) pemberian bimbingan secara kelompok. Hal ini dilakukan apabila dalam
pembelajaran klasikal ada beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan
sama.
3) pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
Pembelajaran ulang dilakukan apabila semua peserta didik mengalami
kesulitan. Pembelajaran ulang dilakukan dengan cara penyederhanaan
materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan.
4) pemanfaatan tutor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman sekelas
yang telah mencapai KKM, baik secara individu maupun kelompok.
Pembelajaran remedial diakhiri dengan penilaian untuk melihat pencapaian
peserta didik pada KD yang diremedial. Pembelajaran remedial pada dasarnya
difokuskan pada KD yang belum tuntas dan dapat diberikan berulang-ulang
sampai mencapai KKM dengan waktu hingga batas akhir semester. Apabila hingga
akhir semester pembelajaran remedial belum bisa membantu peserta didik
mencapai KKM, pembelajaran remedial bagi peserta didik tersebut dapat
dihentikan. Pendidik tidak dianjurkan memaksakan untuk memberi nilai tuntas
(sesuai KKM) kepada peserta didik yang belum mencapai KKM.
Pemberian nilai KD bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran
remedial yang dimasukkan sebagai hasil penilaian harian (PH), dapat dipilih
beberapa alternatif berikut.
a) Alternatif 1
Peserta didik diberi nilai sesuai capaian yang diperoleh peserta didik setelah
mengikuti remedial. Misalkan, suatu matapelajaran (IPA) memiliki KKM
sebesar 70. Seorang peserta didik, Andi memperoleh nilai PH-1 (KD 3.1)
sebesar 50. Karena Andi belum mencapai KKM, maka Andi mengikuti
remedial untuk KD 3.1. Setelah Andi mengikuti remedial dan diakhiri dengan
penilaian, Andi memperoleh hasil penilaian sebesar 80. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka nilai PH-1 (KD 3.1) yang diperoleh Andi adalah
sebesar 80.
Keuntungan menggunakan ketentuan ini:
(1) Meningkatkan motivasi peserta didik selama mengikuti pembelajaran
remedial karena peserta didik mempunyai kesempatan untuk
memperoleh nilai yang maksimal.
(2) Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip belajar tuntas (mastery
learning).
54
Kelemahan menggunakan ketentuan ini:
Peserta didik yang telah tuntas (misalnya, Wati dengan nilai 75) dan
nilainya dilampaui oleh peserta didik yang mengikuti remedial
(misalnya, Andi dengan nilai 80), kemungkinan Wati mempunyai
perasaan diperlakukan “tidak adil” oleh pendidik.
b) Alternatif 2
Peserta didik diberi nilai dengan cara merata-rata antara nilai capaian awal
(sebelum mengikuti remedial) dan capaian akhir (setelah mengikuti
remedial), dengan ketentuan:
(1) Jika capaian akhir telah melebihi KKM (misalnya, Badar memperoleh
nilai 90) dan setelah dirata-rata dengan capaian awal (misalnya,
capaian awal Badar adalah 60) ternyata hasil rata-rata telah melebihi
KKM (nilai 75), maka hasil rata-rata (nilai 75) sebagai nilai perolehan
peserta didik tersebut (Badar).
(2) Jika capaian akhir telah melebihi KKM (misalnya, Andi memperoleh
nilai 80) dan setelah dirata-rata dengan capaian awal (misalnya,
capaian awal Andi adalah 50) ternyata hasil rata-rata belum mencapai
KKM (nilai 65), maka Andi diberi nilai sebesar nilai KKM, yaitu 70.
Alternatif 2 ini sebagai upaya untuk mengatasi kelemahan Alternatif 1,
meskipun Alternatif 2 ini tidak memiliki dasar teori, namun lebih
mengedepankan faktor kebijakan pendidik. Upaya lain, untuk
mengatasi kelemahan Alternatif 1, yaitu dengan memberikan
kesempatan yang sama bagi semua peserta didik untuk mengikuti tes,
namun dengan catatan perlu diinformasikan kepada peserta didik
bahwa konsekuensi nilai yang akan diambil adalah nilai hasil tes
tersebut atau nilai terakhir.
c) Alternatif 3
Peserta didik diberi nilai sama dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah
untuk suatu mata pelajaran, berapapun nilai yang dicapai peserta didik
tersebut telah melampaui nilai KKM.
Remidial dilakukan apabila setelah diadakan penilaian pada kompetensi
yang telah diajarkan pada peserta didik, nilai yang dicapai tidak memenuhi
KBM (Ketuntasan Belajar Minimal) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang telah ditentukan. Berikut contoh format remidial peserta didik.
Target Nilai
Peserta KBM/ Bentuk
No KI Aspek Materi Indikator Ket
Didik KKM Remidial
KD Awal Remidial
55
1.
2.
3.
dst
2. Pengayaan
a. Prinsip-prinsip Pengayaan
Kegiatan pengayaan adalah suatu kegiatan yang diberikan kepada peserta
didik kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara
optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Kegiatan pengayaan
dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar
yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.
Tugas yang dapat diberikan guru pada peserta didik yang mengikuti kegiatan
pengayaan di antaranya adalah memberikan kesempatan menjadi tutor sebaya,
mengembangkan latihan praktis dari materi yang sedang dibahas, membuat hasil
karya, melakukan suatu proyek, membahas masalah, atau mengerjakan permainan
yang harus diselesaikan peserta didik.
Kegiatan yang dipilih guru, hendaknya kegiatan pengayaan tersebut
menyenangkan dan mengembangkan kemampuan kognitif tinggi sehingga
mendorong peserta didik untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Dalam
memilih dan melaksanakan kegiatan pengayaan, guru harus memperhatikan (1)
faktor peserta didik, baik faktor minat maupun faktor psikologis lainnya, (2) faktor
manfaat edukatif, dan (3) faktor waktu.
b. Pembelajaran Pengayaan
Pengayaan merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada peserta
didik yang telah melampaui KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman dan
perluasan dari kompetensi yang dipelajari. Pengayaan biasanya diberikan segera
setelah peserta didik diketahui telah mencapai KKM berdasarkan hasil PH.
Pembelajaran pengayaan biasanya hanya diberikan sekali, tidak berulang-kali
sebagaimana pembelajaran remedial. Pembelajaran pengayaan umumnya tidak
diakhiri dengan penilaian.
Bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan melalui:
1) Belajar kelompok, yaitu sekelompok peserta didik yang memiliki minat
tertentu diberikan tugas untuk memecahkan permasalahan, membaca di
perpustakaan terkait dengan KD yang dipelajari pada jam pelajaran sekolah
atau di luar jam pelajaran sekolah. Pemecahan masalah yang diberikan
kepada peserta didik berupa pemecahan masalah nyata. Selain itu, secara
kelompok peserta didik dapat diminta untuk menyelesaikan sebuah proyek
atau penelitian ilmiah.
56
2) Belajar mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu
yang diminati, menjadi tutor bagi teman yang membutuhkan. Kegiatan
pemecahan masalah nyata, tugas proyek, ataupun penelitian ilmiah juga
dapat dilakukan oleh peserta didik secara mandiri jika kegiatan tersebut
diminati secara individu.
Pengayaan dilakukan apabila setelah diadakan penilaian pada kompetensi
yang telah diajarkan pada peserta didik, nilai yang dicapai melampaui KBM
(Ketuntasan Belajar Minimal) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang
telah ditentukan. Berikut contoh format pengayaan peserta didik.
Nama
Nama Orang Tindak
No Hari/Tgl Peserta L/P Kelas Uraian Masalah
Tua/Wali Lanjut
didik
1 2 3 4 5 6 7 8
( ....................................... )
NIP.
59
1. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
60
e. Mengembangkan kemandirian belajar
Guru yang mengembangkan kemandirian belajar (siswa) selalu akan
berusaha agar pada akhirnya siswa berani mengemukakan pendapat atau
inisiatif dengan penuh percaya diri. Di samping itu guru tersebut juga selalu
mendorong keberanian siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajarnya,
mengeksplorasi hal-hal yang ingin diketahui, memanfaatkan berbagai
sumber belajar, dan mampu menjalin kerja sama, berkolaborasi dengan siapa
pun. Idealnya semuau ini tercermin dalam rencana kegiatan pembelajaran
siswa.
f. Memberi umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.
g. Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau antar-
muatan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI,
KD, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar.RPP disusun dengan mengakomodasi
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek
belajar, dan keragaman budaya.
h. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Kegiatan pembelajaran dalam RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Sebagai contoh
ketika guru menugasi siswa mengeksplorasi sumber-sumber pengetahuan
lewat internet, guru harus bias menunjukkan kepad siswa alamat situs-situs
web atau tautan (link) yang mengarahkan siswa pada sumber yang jelas,
benar, dan bertanggungjawab.
a. Komponen RPP
1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam
pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
61
6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur,
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang
akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
13) penilaian hasil pembelajaran.
b. Format RPP
Sekolah :
Mata Pelajaran :
Kelas/ Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu :
A. Kompetensi Inti
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
1. Materi Pembelajaran reguler
2. Materi pembelajaran pengayaan
3. Materi pembelajaranp remedial
62
E. Metode Pembelajaran
F. Media dan Bahan
G. Sumber Belajar
H. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Pertemuan pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiatan Inti
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua
Dst…
I. Penilaian
1. Teknik penilaian
a. Sikap spiritual
b. Sikap sosial
c. Pengetahuan
d. Keterampilan
2. Pembelajaran Remedial
3. Pembelajaran Pengayaan
__________________________ ______________________
NIP. ... NIP. ...
63
DAFTAR PUSTAKA
Albanese, M.A. & Mitchell, S. (1993). Problem Based Learning: a Review of The
Literature on Outcomes and Implementation Issues. Journal of Academic Medicine.
Allen, L. (1973). An Examination of the Ability of Third Grade Children from the Science
Curriculum Improvement Study to Identify Experimental Variables and to
Recognize Change. Science Education, 57, 123-151.
Alexander, D. (2000). The learning that lies between play and academics in afterschool
programs. National Institute on Out-of-School Time. Retrieved from
http://www.niost.org/Publications/papers.
Anderson, L. & Krathwohl, D. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching and
Assessing. New York : Longman.
Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., Airasian, P.W., Cruikshank, K.A., Mayer, R.E., Pintrich,
P.R., Raths, J., Wittrock, M.C. (2000). A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Pearson, Allyn & Bacon.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. (2013). Pedoman Penilaian Hasil Belajar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.
Barron, B., & Darling-Hammond, L. (2008). Teaching for meaningful learning: A review
of research on inquiry-based and cooperative learning.
Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. (1980). Problem Based Learning: an Approach to
Medical Education. New York: Springer Publishing.
Binkley, M., Erstad, O., Herman, J., et.al. (2010). Assesment and Teaching of 21st
Century Skill. Melbourne: The University of Melbourne Press.
Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.
Sugiyono, Prof. Dr. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Daniel J. Mueller. (1992). Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi.
Bumi Aksara. Jakarta.
Daniel K. Schneider. (2005). Project-based learning. [Online]. Diakses dihttp://
edutechwiki. unige.ch/en/Project-based_learning.
Das, Salirawati. (2009). Penerapan Problem Based Learning Sebagai Upaya
Meningkatkan Kemampuan Peserta Didik Dalam Memecahkan Masalah, Makalah.
Forster, Margaret, dan Masters, G. (1999). Paper amd Pen Assessment Resource Kit.
Camberwell, Melborne: The Australian Council for Educational Research Ltd.
Grant, M. (2009). Understanding projects in projectbased learning: A student’s
perspective. Paper presented at Annual Meeting of the American Educational
Research Association, San Diego, CA.
Grisham-Brown, J., Hallam, R., & Brookshire, R. (2006). Using Authentic Assessment to
Evidence Children's Progress Toward Early Learning Standards. Early Childhood
Education Journal, 34 (1), 45–51.
Hamzah B. Uno dan Satria Koni. (2012). Assessment Pembelajaran. Bumi Aksara.
Jakarta.
Ibrahim, M dan Nur. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University
Press.
Jewet, A.E. (1994). Curriculum Theory and Research in Sport Pedagogy, dalam Sport
Science Review. Sport Pedagogy . Vol. 3 (1), h. 11-18.
Jewett; Bain; dan Ennis. (1995). The Curriculum Process in Physical Education, Second
Edition, Brown & Benchmark Publishers.
Lutan, Rusli. (1988). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode.
Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
64
Lutan, Rusli. (2005). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi
Dalam Konteks Budaya Gerak.
Macdonald, D. (2000). Curriculum change and the postmodern world: The school
curriculum-reform project an anachronism.
Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi Movement-Problem-Based Learning
Sebagai Pengembangan Paradigma Reflective Teaching Dalam Pendidikan Jasmani:
Sebuah Community-Based Action Research Di Sekolah Menengah Di Kota Bandung.
Makmun, Abin Syamsudin. (1981). Psikologi Kependidikan. Bandung : IKIP.
Morrison, G.R., Ross, S.M., Kalman, H.K., kemp, J.E. Kemp. (2011). Designing Effective
Instruction, Sixth Edition. New York: John Wiley&Sons, INC.
Mudjiman, Haris. (2006). Belajar Mandiri. Surakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA.
Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The Development and Validation of the Test
of Basic Process Skills. Paper Presented at the Annual meeting of the National
Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN.
Proyek DUeLike Universitas Indonesia. (2002). Panduan Pelaksanaan Collaborative
Learning & Problem Based Learning. Depok: UI.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 20 Tahun
2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2016 tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 22 Tahun
2016 tentang Standar Proses.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 23 Tahun
2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2016 tentang Standar Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston:
Allyn & Bacon.
Puskur Balitbang. (2006). Model Penilaian Kelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas.
Saifuddin Azwar. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Savery, J. R. (2006). Overview of problem-based learning: Definitions and distinctions.
The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9–20. Journal of
Problem-Based Learning, 3 (1), 12–43.
Siedentop, D., (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education. Mayfield
Publishing Company.
Sudarwan, Prof. (2012). Penilaian otentik dalam Pembelajaran, Makalah pada Workshop
Kurikulum, Jakarta.
Syamsudini. (2012). Aplikasi Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat Peserta
didik.
Tomera, A. (1974). Transfer and Retention of Transfer of the Science Processes of
Observation and Comparison in Junior High School Students. Science Education,
58, 195-203.
65
DAFTAR ISTILAH
1
Pendekatan (Approach) adalah cara pandang pendidik yang digunakan untuk
menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan
tercapainya kompetensi yang ditentukan.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas termasuk didalamnya strategi,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.
Strategi pembelajaran:
o Strategi is plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal (J.R.David,1976).
o Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Metode pembelajaran merupakan cara penyampaian materi pembelajaran untuk
meraih kompetensi yang ditetapkan dan selanjutnya dapat digunakan untuk
merealialisasikan strategi yang ditetap.
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data
tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan,
dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar.
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan adalah proses pengumpulan
informasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek
pengetahuan dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah.
Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi oleh guru mata
pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan
konseling (BK), dan wali kelas (selama peserta didik di luar jam pelajaran) yang
ditulis dalam buku jurnal (yang selanjutnya disebut jurnal).
Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawaban disajikan secara tertulis berupa pilihan
ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru secara lisan dan
peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara lisan.
Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau
memfasilitasi peserta didik memperoleh atau meningkatkan pengetahuan.
Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang bersifat reflektif-integratif yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Penilaian kinerja adalah penilaian untuk mengukur capaian pembelajaran yang
berupa keterampilan proses dan/atau hasil (produk).
Penilaian proyek adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kemampuan peserta
didik dalam mengaplikasikan pengetahuannya melalui penyelesaian suatu tugas
dalam periode/waktu tertentu.
Portofolio untuk penilaian keterampilan merupakan kumpulan sampel karya
terbaik dari KD pada KI-4. Portofolio setiap peserta didik disimpan dalam suatu
folder (map) dan diberi tanggal pengumpulan oleh guru.
2
3