Anda di halaman 1dari 68

PERSPEKTIF PEMBELAJARAN PJOK

INDONESIA DI ABAD 21

Ditulis Oleh: PJOK ABAD 21


PERSPEKTIF PEMBELAJARAN
Muhajir
Oleh : Drs. Muhajir, M.Ed

A. Karakteristik Mata Pelajaran PJOK


1. Hakekat Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (selanjutnya disingkat PJOK)
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik
PUSAT
untuk menghasilkan KURIKULUM
perubahan DANkualitas
holistik dalam PERBUKUAN
individu, baik dalam hal
2018
fisik, mental, serta emosional. Sebagai mata pelajaran, PJOK merupakan media
untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan
1
motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-
emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan
psikis yang seimbang.
Dalam struktur Kurikulum 2013, mata pelajaran PJOK dikelompokkan ke
dalam mata pelajaran kelompok B, yaitu kelompok mata pelajaran yang kontennya
dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten kearifan lokal yang
dikembangkan oleh pemerintah daerah. Pola penerapannya dapat diintegrasikan
dengan kompetensi dasar yang sudah termuat di dalam kurikulum SMA/MA/
SMK/MAK, atau dapat dirumuskan dengan menambahkan kompetensi dasar
tersendiri.
Dalam kurikulum, alokasi waktu untuk mata pelajaran PJOK adalah tiga jam
pelajaran setiap minggu. Alokasi waktu jam pembelajaran tersebut, untuk setiap
kelasnya, merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Kurikulum 2013 menekankan bahwa mata pelajaran
PJOK memiliki konten yang unik untuk memberi warna pada pendidikan karakter
bangsa, di samping diarahkan untuk mengembangkan kompetensi gerak dan gaya
hidup sehat. Muatan kearifan lokal dari Kurikulum 2013 diharapkan mampu
mengembangkan apresiasi terhadap kekhasan multikultural dengan mengenalkan
permainan dan olahraga tradisional yang berakar dari budaya suku bangsa
Indonesia.
Sesuai dengan penjelasan tersebut William H Freeman (2007:27-28)
menyatakan bahwa pendidikan jasmani menggunakan aktivitas jasmani untuk
menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik, mental, dan
emosional peserta didik. Pendidikan jasmani memperlakukan setiap peserta didik
sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak lagi menganggap individu sebagai pemilik
jiwa dan raga yang terpisah, sehingga di antaranya dianggap dapat saling
mempengaruhi.
Pendidikan jasmani merupakan bidang kajian yang luas yang sangat menarik
dengan titik berat pada peningkatan pergerakan manusia (human movement).
Pendidikan jasmani menggunakan aktivitas jasmani sebagai wahana untuk
mengembangkan setiap individu secara menyeluruh, mengembangkan pikiran,
tubuh, dan jiwa menjadi satu kesatuan, hingga secara konotatif dapat disampaikan
bahwa penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi
tempat pikiran atau jiwa”.
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan merupakan bagian integral
dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek
kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan
sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan
pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan
terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-
sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara
untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang
2
seimbang.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses
pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan
holistik (menyeluruh) dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta
emosional. PJOK memperlakukan anak sebagai satu kesatuan yang utuh, daripada
hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan
mentalnya.
PJOK merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik,
perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran,
penghayatan nilai-nilai (sikap spiritual-sosial-mental-emosional), serta
pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
Tidak ada pendidikan yang tidak mempunyai sasaran pedagogik, dan tidak
ada pendidikan yang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, karena gerak
sebagai aktivitas fisik adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan
dirinya sendiri yang berkembang secara alamiah, berkembang searah dengan
kemajuan zaman.
Melalui pendidikan jasmani anak didik akan memperoleh pengalaman untuk
mengembangkan kreatifitas, inovasi, keterampilan, dan kebugaran jasmani,
kebiasaan hidup sehat, memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap gerak
manusia.
PJOK membantu peserta didik mengembangkan pemahaman tentang apa
yang mereka perlukan untuk membuat komitmen seumur hidup tentang arti
penting hidup sehat, aktif dan mengembangkan kapasitas untuk menjalani
kehidupan yang memuaskan dan produktif.
Penelitian telah menunjukkan keterkaitan antara peningkatan aktivitas fisik
dan prestasi akademik yang lebih baik, kualitas konsentrasi, serta kualitas perilaku
kelas dalam proses belajar. Manfaat lain termasuk perbaikan dalam kesejahteraan
psikologis, kemampuan fisik, konsep-diri, dan kemampuan untuk mengatasi stres.
Harapannya kurikulum PJOK ini juga memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan kesejahteraan emosional.
Demikian juga pengaruh dari pendidikanjasmani dari sisi kesehatan,di mana
peserta didik akan belajar keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses dalam
hidup aktif dan warga yang bertanggung jawab secara sosial.
PJOK yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam
berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan
untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik,
sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
Aktivitas jasmani dan olahraga yang dimaksud adalah seluruh gerak tubuh
yang dihasilkan oleh kontraksi otot-otot rangka yang secara nyata meningkatkan
pengeluaran energi (energy expendicture) di atas level kebutuhan dasar (Wuest
and Bucher; 2009; hal. 11). Atau secara sederhana dapat pula diartikan sebagai
seluruh gerak tubuh yang melibatkan kelompok otot besar dan memerlukan suplai
energi. Artinya, ketika anak diinstruksikan bergerak, gerak yang dilakukan
3
seharusnya melibatkan kelompok otot besar dan menyebabkan mereka mengolah
energi melalui metabolisme otot yang terlibat.
Bermain adalah bentuk aktivitas jasmani lainnya yang memiliki makna
aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai
hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus
selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani,
meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Dari kata bermain lalu lahir kata benda permainan, yang dengan tetap
mengelompokkannya ke dalam garis lurus yang bersifat fisikal, permainan
diartikan sebagai “aktivitas fisik yang di dalamnya sudah mengandung unsur-
unsur yang menyenangkan.” Unsur ini dapat berupa kompetisi, imaginasi atau
fantasi, termasuk adanya modifikasi aturan.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif (Freeman, 2001). Olahraga adalah aktivitas jasmani yang sudah
benar-benar terorganisir dan tingkat kompetisinya tinggi serta didukung oleh
peraturan yang mengaturnya. Peraturan menetapkan standar-standar kompetisi
dan situasi sehingga individu atlet dapat bertanding scara fair dan mencapai
sasaran yang spesifik. Olahraga juga menyediakan kesempatan untuk
mendemostrasikan kompetensi seseorang dan menantang batas-batas
kemampuan maksimal.
Bermain, olahraga dan aktivitas jasmani lainnya melibatkan bentuk-bentuk
gerakan untuk tujuan pendidikan. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun
secara murni untuk kepentingan kesenangan, pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif,
keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Para guru mungkin sering menemukan atau mendengar pengertian
Pendidikan Jasmani dari berbagai sumber. Beberapa pengertian Pendidikan
Jasmani yang diperoleh tersebut disusun dalam redaksi yang beragam. Apabila
kita cermati lebih jauh, maka keragaman tersebut pada umumnya sama seperti
pandangan terhadap pendidikan di atas.
a. Pandangan Tradisional
Pandangan pertama, atau juga sering disebut pandangan tradisional,
menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua komponen utama yang dapat
dipilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani (dikhotomi). Pandangan ini menganggap
bahwa Pendidikan Jasmani hanya semata-mata mendidik jasmani atau sebagai
pelengkap, penyeimbang, atau penyelaras pendidikan rohani manusia. Dengan
kata lain Pendidikan Jasmani hanya sebagai pelengkap saja.
Di Amerika Serikat, pandangan dikotomi ini muncul pada akhir abad 19 atau
antara tahun 1885 - 1900. Pada saat itu, Pendidikan Jasmani di pengaruhi oleh
system Eropa, seperti: Sistem Jerman dan Sistem Swedia, yang lebih menekankan
pada perkembangan aspek fisik (fitnes), kehalusan gerak, dan karakter peserta
didik, dengan gimnastik sebagai medianya.
Pada saat itu, Pendidikan Jasmani lebih berperan sebagai “medicine” (obat)
daripada sebagai pendidikan. Oleh karena itu, para pengajar Pendidikan Jasmani
lebih banyak dibekali latar belakang akademis kedokteran dasar (medicine).
Pandangan Pendidikan Jasmani berdasarkan pandangan dikhotomi manusia ini
4
secara empirik menimbulkan salah kaprah dalam merumuskan tujuan, program
pelaksanaan, dan penilaian pendidikan.
Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan Pendidikan Jasmani ini
cenderung mengarah kepada upaya memperkuat badan, memperhebat
keterampilan fisik, atau kemampuan jasmaniahnya saja. Selain dari itu, sering
juga pelaksanaan Pendidikan Jasmani ini justru mengabaikan kepentingan
jasmani itu sendiri, hingga akhirnya mendorong timbulnya pandangan modern.

b. Pandangan Modern
Pandangan modern, atau sering juga disebut pandangan holistik,
menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang
terpilah-pilah. Manusia adalah kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu. Oleh
karena itu Pendidikan Jasmani tidak hanya berorientasi pada jasmani saja atau
hanya untuk kepentingan satu komponen saja.
Di Amerika Serikat, pandangan holistik ini awalnya dipelopori oleh Wood
dan selanjutnya oleh Hetherington pada tahun 1910. Pada saat itu Pendidikan
Jasmani dipengaruhi oleh “progressive education”. Doktrine utama dari
progressive education ini menyatakan bahwa semua pendidikan harus memberi
kontribusiterhadap perkembangan anak secara menyeluruh, dan pendidikan
jasmani mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perkembangan
tersebut. Pada periode ini Pendidikan Jasmani diartikan sebagai pendidikan
melalui aktivitas jasmani (education through physical).
Pandangan holistik ini, pada awalnya kurang banyak memasukkan aktivitas
sport karena pengaruh pandangan sebelumnya, yaitu pada akhir abad 19, yang
menganggap sport tidak sesuai di sekolah-sekolah. Namun tidak bisa dipungkiri
sport terus tumbuh dan berkembang menjadi aktivitas fisik yang merupakan
bagian integral dari kehidupan manusia.
Sport menjadi populer, peserta didik menyenanginya, dan ingin
mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi di sekolah-sekolah hingga para
pendidik seolah-olah ditekan untuk menerima sport dalam kurikulum di sekolah-
sekolah karena mengandung nilai-nilai pendidikan. Hingga akhirnya Pendidikan
Jasmani juga berubah, yang tadinya lebih menekankan pada gimnastik dan fitness
menjadi lebih merata pada seluruh aktivitas fisik termasuk olahraga, bermain,
rekreasi atau aktifitas lain dalam lingkup aktivitas fisik.
c. Pandangan Indonesia
Di Indonesia, salah satu contoh definisi Pendidikan Jasmani yang didasarkan
pada pandangan holistik ini dikemukakan oleh Jawatan Pendidikan Jasmani
(sekarang sudah dibubarkan) yang dirumuskan tahun 1960, sebagai berikut,
Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi
aktivitas manusia berupa sikap, tindak , dan karya yang diberi bentuk, isi, dan
arah menuju kebulatan pribadi sesuai dengan cita-cita kemanusiaan.
Definisi yang relatif sama, juga dikemukakan oleh Pangrazi dan Dauer (1992)
sebagai berikut, Pendidikan Jasmani merupakan bagian dari program pendidikan
umum yang memberi kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh. Pendidikan Jasmani
didefinisikan sebagai pendidikan gerak dan pendidikan melalui gerak, dan harus
5
dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan definisi tersebut.
Definisi Pendidikan Jasmani dari pandangan holistik ini cukup banyak
mendapat dukungan dari para ahli Pendidikan Jasmani lainnya. Misalnya,
Siedentop (1990), mengemukakan, Pendidikan Jasmani modern yang lebih
menekankan pada pendidikan melalui aktivitas jasmani didasarkan pada
anggapan bahwa jiwa dan raga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-
pisahkan. Pandangan ini memandang kehidupan sebagai totalitas.
Wall dan Murray (1994), mengemukakan hal serupa dari sudut pandang yang
lebih spesifik, masa anak-anak adalah masa yang sangat kompleks, dimana
pikiran, perasaan, dan tindakannya selalu berubah-ubah. Oleh karena sifat anak-
anak yang selalu dinamis pada saat mereka tumbuh dan berkembang, maka
perubahan satu element sering kali mempengaruhi perubahan pada eleman
lainnya. Oleh karena itulah, adalah anak secara keseluruhan yang harus kita didik,
tidak hanya mendidik jasmani atau tubuhnya saja.
Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa Pendidikan Jasmani pada
dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai
perkembangan individu secara menyeluruh. Namun demikian, perolehan
keterampilan dan perkembangan lain yang bersifat jasmaniah itu juga sekaligus
sebagai tujuan.
Melalui Pendidikan Jasmani, peserta didik disosialisasikan ke dalam aktivitas
jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa Pendidikan
Jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki
potensi yang strategis untuk mendidik.

2. Tujuan, Ruang Lingkup, dan Fungsi Pendidikan Jasmani,


Olahraga, dan Kesehatan
Tujuan, ruang lingkup, dan fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan SMA/MA/SMK/MAK antara lain sebagai berikut.

a. Tujuan Pendidikan Jasmani


Tujuan PJOK jenjang Sekolah Menengah Atas antara lain sebagai berikut.

1) Mendidik anak untuk mencapai kedewasaan yang memadai menjadi


warga negara yang baik, produktif, memiliki karakter positif, serta
bertaqwa atas dasar keimanan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi
nilai-nilai disiplin, percaya diri, sportif, jujur, bertanggungjawab,
kerjasama dalam melakukan aktivitas jasmani.
3) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam pengembangan
dan pemeliharaan kebugaran jasmani, kesehatandan kesejahteraan.
4) Memahami konsep gerak dan menerapkannya dalam berbagai aktivitas
jasmani.
5) Mengembangkan pola gerak dasar dan keterampilan untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, suasana kompetitif, dan rekreasional.

6
6) Mengembangkan kesadaran tentang arti penting aktivitas fisik untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta gaya hidup
aktif sepanjang hayat.

b. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Jasmani, Olahraga dan


Kesehatan
Ruang lingkup materi PJOK jenjang SMA/MA/SMK/MAK antara lain
sebagai berikut.
1) Aktivitas permainan bola besar misalnya: keterampilan gerak
permainan sepak bola, bola voli, bola basket, bola tangan dan/atau
permainan tradisonal dan sederhana lainnya.
2) Aktivitas permainan bola kecil misalnya: keterampilan gerak permainan
rounders, kasti, softball, dan/atau permainan tradisonal dan sederhana
lainnya.
3) Aktivitas atletik misalnya: keterampilan gerak jalan, lari, lompat, dan
lempar, dan/atau permainan tradisonal dan sederhana lainnya.
4) Aktivitas beladiri misalnya: olahraga dan seni beladiri pencak silat,
karate, taekwondo, dan/atau olahraga dan seni beladiri lainnya.
5) Aktivitas pengembangan kebugaran jasmani, meliputi pengembangan
komponen kebugaran berkaitan dengan kesehatan dan keterampilan,
serta pengukuran dengan instrumen terstandar.
6) Aktivitas senam lantai meliputi: aktivitas keterampilan gerak.
7) Aktivitas gerak berirama meliputi: keterampilan gerak langkah, gerak
dan ayunan lengan, musikalitas serta apresiasi terhadap kualitas
estetika gerakan, tarian kreatif dan rakyat.
8) Aktivitas air, meliputi: keterampilan gerak salah satu gaya renang,
keselamatan dan pertolongan di air dengan dan tanpa alat serta
kegawatdarutan.
9) Kesehatan, meliputi; prinsip pergaulan sehat, NAPZA, aktivitas fisik
secara teratur, HIV/AIDS, dan PMS.

c. Fungsi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan


Fungsi Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan antara lain sebagai
berikut.

1) Aspek Organik
a) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu
dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta
memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan.
b) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang
dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.
c) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok
otot untuk menekan kerja dalam waktu yang lama.

7
d) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk
melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu yang
relatif lama.
e) Meningkatkan fleksibilitas, yaitu: rentang gerak dalam persendian yang
diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi
cidera.

2) Aspek Neuromuskuler
a) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot.
b) Mengembangkan gerak dasar lokomotor, seperti: berjalan, berlari,
melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, menderap/
mencongklang, berguling, menarik.
c) Mengembangkan gerak dasar non-lokomotor, seperti: mengayun,
melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,
membongkok.
d) Mengembangkan gerak dasar manipulatif, seperti: memukul,
menendang, menangkap, menghentikan, melempar, mengubah arah,
memantulkan, menggulirkan, memvoli.
e) Mengembangkan komponen fisik, seperti: kekuatan, daya tahan,
kelentukan, kecepatan, keseimbangan, ketepatan, power.
f) Mengembangkan kemampuan kinestetik seperti: rasa gerak, irama,
waktu reaksi dan koordinasi.
g) Mengembangkan potensi diri melalui aktivitas jasmani dan olahraga,
seperti: sepakbola, softball, bolavoli, bolabasket, bolatangan, baseball,
atletik, tennis, tennis meja, beladiri dan lain sebagainya.
h) Mengembangkan aktivitas jasmani di alam bebas melalui berbagai
kegiatan, seperti: menjelajah, mendaki, berkemah, dan lainnya.

3) Aspek Perseptual
a) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat.
b) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat
atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan,
belakang, bawah, sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
c) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu: kemampuan
mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang
melibatkan tangan, tubuh, dan atau kaki.
d) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis dan dinamis), yaitu:
kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis.
e) Mengembangkan dominasi (dominancy), yaitu: konsistensi dalam
menggunakan tangan atau kaki kanan/kiri dalam melempar atau
menendang.

8
f) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu: kemampuan
membedakan antara sisi kanan atau kiri tubuh dan diantara bagian
dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri.

4) Aspek Kognitif
a) Mengembangkan kemampuan menemukan sesuatu, memahami,
memperoleh pengetahuan dan mengambil keputusan.
b) Meningkatkan pengetahuan tentang peraturan permainan,
keselamatan, dan etika.
c) Mengembangkan kemampuan penggunaan taktik dan strategi dalam
aktivitas yang terorganisasi.
d) Meningkatkan pemahaman bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya
dengan aktivitas jasmani.
e) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang
berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah
yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.

5) Aspek Sosial
a) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada.
b) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan
dalam kelompok.
c) Belajar berkomunikasi dengan orang lain.
d) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide
dalam kelompok.
e) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi
sebagai anggota masyarakat.
f) Mengembangkan rasa memiliki dan tanggungjawab di masyarakat.
g) Menggunakan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat.

6) Aspek Emosional
a) Mengembangkan respon positif terhadap aktivitas jasmani.
b) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton.

c) Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat.


d) Memberikan saluran untuk mengekpresikan diri dan kreativitas.

7) Aspek Rehabilitasi
a) Terapi dan koreksi terhadap kelainan sikap tubuh.
b) Rehabilitasi terhadap cacat fisik dan penyakit fisik yang bersifat
sementara.
9
c) Mengkoordinasikan berbagai hambatan melalui aktivitas jasmani.

3. Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga,


dan Kesehatan
Pembelajaran merupakan proses interaktif antara guru dengan peserta didik,
melibatkan multi pendekatan dengan menggunakan teknologi yang akan
membantu memecahkan permasalahan faktual/riil di dalam kelas. Terdapat tiga
komponen dalam definisi pembelajaran, yaitu: pertama, pembelajaran adalah
suatu proses, bukan sebuah produk, sehingga nilai tes dan tugas adalah ukuran
pembelajaran, tetapi bukan proses pembelajaran.
Kedua, pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan, keyakinan,
perilaku/sikap. Perubahan ini memerlukan waktu, terutama ketika pembentukan
keyakinan, perilaku dan sikap. Guru tidak boleh menafsirkan kekurangan peserta
didik dalam pemahaman sebagai kekurangan dalam pembelajaran, karena mereka
memerlukan waktu untuk mengalami perubahan.
Ketiga, Pembelajaran bukan sesuatu yang dilakukan kepada peserta didik,
tetapi sesuatu yang mereka kerjakan sendiri. Artinya, pembelajaran gerak
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap anak, tanpa harus dipengaruhi instruksi
dari orang lain. Ketiga hal ini yang mempengaruhi kualitas pembelajaran PJOK,
selain peluang untuk belajar, konten yang sesuai, intruksi yang tepat, serta
penilaian peserta didik dan pembelajaran.
PJOK mengandung makna pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani
untuk menghasilkan peningkatan secara menyeluruh terhadap kualitas fisik,
mental, dan emosional peserta didik. Kata aktivitas jasmani mengandung makna
bahwa pembelajaran berbasis aktivitas fisik.
Kata olahraga mengandung makna aktivitas jasmani yang dilakukan dengan
tujuan untuk memelihara kesehatan dan memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan
ini dapat dilakukan sebagai kegiatan yang menghibur, menyenangkan atau juga
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi.
Sementara kualitas fisik, mental dan emosional disini bermakna,
pembelajaran PJOK membuat peserta didik memiliki kesehatan yang baik,
kemampuan fisik, memiliki pemahaman yang benar, memiliki sikap yang baik
tentang aktifitas fisik, sehingga sepanjang hidupnya mereka akan memiliki gaya
hidup sehat dan aktif.
Berdasarkan uraian tersebut, secara substansi PJOK mengandung aktivitas
jasmani, olahraga, dan kesehatan. Dimana tujuan utama PJOK adalah
meningkatkan life-long physical activity dan mendorong perkembangan fisik,
psikologis dan sosial peserta didik. Jika ditelaah lebih lanjut, tujuan ini
mendorong perkembangan motivasi diri untuk melakukan aktivitas fisik,
memperkuat konsep diri, belajar bertanggung jawab dan keterampian kerjasama.
Peserta didik akan belajar mandiri, mengambil keputusan dalam proses
pembelajaran, belajar bertanggung jawab dengan diri dan orang lain. Dan proses
menuju memiliki rasa tanggung jawab ini setahap demi setahap beralih dari guru
kepada peserta didik.

10
4. Perbandingan dan Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan
Pendidikan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport),
sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam
konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru
atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara
lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita
mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif,
meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti
olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat
ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu teknik bermain yang terorganisir dan
bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu
teknik permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada
istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat
menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
 Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang
terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan
diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa teknik dan proses
tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis,
digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur
tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas
kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Dari uraian di atas maka pengertian olahraga adalah aktivitas kompetitif.
Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga
tanpa kompetisi, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi.
Bermain pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah
hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam
hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain
maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga
harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-
katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan
kependidikan tertentu.
Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan pendidikan jasmani
dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan
olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan teknik-teknik
gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika
digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan
menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis
tanpa ada tujuan kependidikan.
Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics)
dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai
11
olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk
kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif;
keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Sehubungan hal di atas sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Abdul Kadir Ateng, dalam mata kuliah azas dan falsafah pendidikan olahraga
tentang proposi olahraga dan pendidikan jasmani di sekolah, adalah sebagai
berikut.

Komponen Pendidikan Jasmani Sport (Olahraga)

Kinerja motorik (motor


Pendidikan keseluruhan,
Tujuan performance/kinerja gerak
kepribadian dan emosional
untuk prestasi
Child centered (sesuai dengan
Subject centered (berpusat
Materi kebutuhan anak/
pada materi)
individualized)
Seluas gerak kehidupan sehari- Fungsional untuk cabang
Teknik gerak
hari olahraga bersangkutan
Disesuaikan dengan keperluan Peraturannya baku (standar)
Peraturan
(tidak dibakukan) agar dapat dipertandingkan
Anak yang Ditinggalkan/untuk milih
Harus diberi perhatian ekstra
lamban cabang olahraga lain
Talen Skating Untuk mengukur kemampuan Untuk cari atlit berbakat
(TS) awal
Mutilateral (latihan yang
Latihannya menyangkut semua otot) Spesifik
Partisipasi Wajib Bebas

Perbedaan pendidikan jasmani yang telah disampaikan oleh Abdul Kadir


Ateng, diperkuat oleh Syarifudin, dalam buletin pusat perbukuan, antara lain
sebagai berikut.

Komponen Pendidikan Jasmani Olahraga


Tujuan Program yang dikembangkan Program yang dikembangkan
sebagai sarana untuk sebagai sarana untuk mencapai
membentuk pertumbuhan dan prestasi optimal.
perkembangan totalitas subjek.
Orientasi Aktivitas jasmani berorientasi Aktivitas jasmani berorientasi
pada kebutuhan pertumbuhan pada suatu program latihan
dan perkembangan subjek untuk mencapai prestasi
optimal
Materi Materi perlakuan tidak Untuk mencapai prestasi
dipaksakan melainkan optimal materi latihan
12
disesuaikan dengan cenderung dipaksakan.
kemampuan anak.
Lamanya Lamanya aktivitas jasmani yang Lamanya aktivitas jasmani
perlakuan dilakukan dalam pendidikan yang dilakukan dalam latihan
jasmani tiap pertemuan dibatasi olahrag cenderung tidak
oleh alokasi waktu kurikulum. dibatasi. Agar individu dapat
Di samping itu juga disesuaikan beradaptasi dengan siklus
dengan kemampuan organ- pertandingan, aktivitas fisik
organ tubuh subjek. dalam latihan harus dilakukan
mendekati kemampuan
optimal.
Frekuensi Frekuensi pertemuan belajar Agar dapat mencapai tujuan,
perlakuan pendidikan jasmani dibatasi latihan harus dilakukan dalam
oleh alokasi waktu kurikulum. frekuensi yang tinggi.
Namun demikian diharapkan
peserta didik dapat mengulang-
ulang keterampilan gerak yang
dipelajari di sekolah pada waktu
senggang mereka dirumah.
Diharapkan mereka dapat
melakukan pengulangan
gerakan antara 2 sampai 3
kali/minggu.
Intensitas Intensitas kerja fisik Intensitas kerja fisik harus
disesuaikan dengan mencapai ambang zona
kemampuan organ-organ tubuh latihan. Agar subjek dapat
subjek beradaptasi dengan siklus
pertandingan kelak, kadang-
kadang intensitas kerja fisik
dilakukan melebihi
kemampuan optimal.
Peraturan Tidak memiliki peraturan yang Memiliki peraturan permainan
baku. Peraturan dapat dibuat yang baku. Sehingga olahraga
sesuai dengan tujuan dan dapat dipertandingkan dan
kondisi pembelajaran diperlombakan dengan standar
yang sama pada berbagai
situasi dan kondisi.

Dengan adanya perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga secara konsep,


baik yang dikemukakan oleh Abdul Kadir Ateng, dalam perkuliahan, diperkuat
oleh Syarifudin. Dalam buletin pusat perbukuan, maka secara sistimatis dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga akan
memiliki perbedaan, hal ini sesuai dengan contoh perbedaan pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga yang dikemukakan oleh Syarifudin. Dalam
buletin pusat perbukuan, antara lain sebagai berikut.

Pendidikan Jasmani Olahraga

13
Berjalan Berjalan
Pembelajaran berjalan pada pendidikan Berjalan pada olahraga merupakan
jasmani ditujukan pada usaha untuk salah satu nomor dalam cabang
membentuk sikap dan gerak tubuh yang atletik. Latihan berjalan dilakukan
sempurna. Pembelajaran biasanya dengan secepat-cepatnya melalui
dilakukan melalui materi baris-berbaris teknik dan peraturan yang telah baku.
Lari Lari
Materi lari pada pendidikan jasmani Lari pada olahraga merupakan salah
dimaksudkanuntuk dapat mengembang- satu nomor dalam cabang atletik.
kan keterampilan gerak berlari dengan Latihan dilakukan untuk mencapai
baik. Berlari dapat dilakukan dalam prestasi optomal. Dalam cabang
beberpa teknik; lari zig-zag, lari kijang, atletik lari dibagi dalam beberapa
lari kuda, dan beberapa teknik lari nomor.
lainnya
Lompat Lompat
Materi lompat dalam pendidikan Lompat pada olahraga merupakan
jasmani dimaksudkan untuk dapat salah satu nomor dalam cabang
mengembangkan keterampilan gerak atletik. Latihan lompat pada cabang
lompat dengan baik. Lompat dapat atletik dilakukan untuk mencapai
dilakukan dalam beberapa teknik; prestasi optimal
lompat harimau, lompat kodok, dan
beberpa teknik lompat lainnya.
Lempar Lempar
Materi lempar dalam pendidikan Lempar dalam olahraga merupakan
jasmani dimaksudkan untuk dapat salah satu nomor dalam cabang
mengembangkan ketermapilan gerak atletik. Latihan lempar pada cabang
lempar dengan baik. Melempar dapat atletik dilakukan untuk mencapai
dilakukan dengan beberapa teknik; prestasi optimal.
lempar bola, lempar sasaran, dan
beberpa teknik lempar lainnya.

B. Profil Guru Pjok Dalam Abad 21


1. Tantangan Memasuki Abad Ke-21
Memasuki abad ke-21 semua bangsa akan dihadapkan pada berbagai macam
tantangan yang serius dan amat mendasar. Tantangan utamanya berkaitan dengan
kompetisi yang berdimensi global. Kompetisi global tersebut mensyaratkan
tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan.
Sumber daya manusia yang berkualitas dan berwawasan keunggulan itu
merupakan faktor determinan dalam persaingan antarbangsa pada abad ke-21
nanti.
Memasuki abad ke-21 dapat dipastikan akan terjadi perubahan-perubahan
mendasar di berbagai segi kehidupan yang gejalanya sudah mulai nampak dan
telah dapat kita rasakan sekarang ini. Perubahan lingkungan strategis yang
ditandai oleh kecenderungan globalisasi yang berlangsung secara intensif,
akseleratif, melanda semua bangsa di dunia. Proses globalisasi itu dipacu oleh
kemajuan di bidang teknologi informasi, transportasi, dan perdagangan bebas.

14
Proses tersebut membawa dampak langsung terhadap berbagai bidang
kehidupan, bukan saja ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik. Dalam
bidang ekonomi, globalisasi ditandai oleh perdagangan bebas yang makin tidak
mengenal sekat-sekat negara dan melibatkan semua bangsa di dunia. Dalam
suasana itu niscaya akan terjadi kompetisi yang amat ketat, tajam, dan cenderung
saling mengalahkan antara satu bangsa terhadap bangsa lainnya. Dari segi
kepentingan ekonomi, globalisasi itu menciptakan peluang pasar yang besar.
Karena itu, semua bangsa berkepentingan untuk bisa memanfaatkan peluang
pasar yang terbuka lebar tersebut.
Bagi bangsa Indonesia, permasalahan utamanya justru terletak pada
kesiapan kita dalam memanfaatkan peluang dan memenangkan persaingan. Kunci
keberhasilannya terletak pada daya saing bangsa. Karena globalisasi digerakkan
oleh dua kekuatan utama yaitu teknologi dan perdagangan, maka daya saing itu
akan sangat bergantung pada (1) kemampuan kita untuk menguasai teknologi
dengan basis ilmu pengetahuan yang kuat, dan (2) kemampuan kita dalam
membangun kelembagaan ekonomi yang efisien.
Kedua hal tersebut secara imperatif menjadi faktor yang menentukan dalam
usaha memenangkan kompetisi global. Dengan demikian, upaya untuk menguasai
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan
agenda pembangunan di masa depan, yang teramat penting dan mendesak untuk
mendapatkan prioritas. Globalisasi juga akan mengakibatkan perubahan dalam
aspek sosial budaya.
Pergaulan antarbangsa dalam era globalisasi ini menyebabkan terjadinya
interaksi dan persentuhan nilai-nilai budaya di antara berbagai bangsa yang
beraneka ragam yang tidak bisa dihindari. Melalui interaksi tersebut akan terbuka
peluang untuk saling menyerap nilai-nilai budaya asing antara satu dengan yang
lainnya, sehingga terjadi proses adaptasi nilai-nilai budaya yang dibawa oleh
masing-masing bangsa.
Adaptasi budaya asing tersebut bisa bermakna negatif dan positif sekaligus.
Ia akan bermakna negatif bilamana masyarakat Indonesia hanya menyerap nilai-
nilai budaya asing yang tidak selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri.
Kecenderungan sikap materialistik, konsumeristik, hedonistik, individualistik,
atau sekularistik adalah contoh yang negatif. Untuk menghadapinya, kita perlu
memperkuat jati diri sebagai bangsa dan memperkukuh etika dan landasan
moralitas masyarakat.
Di pihak lain, adaptasi juga bisa bermakna positif bila mendorong
masyarakat dan bangsa Indonesia untuk mengejar kemajuan. Misalnya etos kerja,
semangat berkompetisi, sikap kemandirian, disiplin, penghargaan terhadap waktu
dan sebagainya.
Dalam era globalisasi juga ada potensi melemahnya keutuhan negara
terutama bagi negara-negara yang dibentuk atas dasar ikatan primordial seperti
etnik dan agama. Bahkan John Naisbitt membuat sinyalemen bahwa masa depan
negara-bangsa yang dibentuk atas dasar kesatuan berbagai macam etnik itu sangat
mungkin akan memudar, mengalami disintegrasi, dan kemudian akan kembali
kepada identitas primordial semula.
Dalam konteks Indonesia, sebagai negara-bangsa yang sangat majemuk baik
dari segi etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, tentu saja masalah ini tidak bisa
15
diabaikan. Oleh karena itu, semua elemen sosial yang ikut membentuk negara
kesatuan RI dituntut untuk berupaya memperkuat dan mengukukuhkan keutuhan
bangsa ini.

2. Tantangan yang dihadapi Bangsa Indonesia di Abad Ke-21


Pada pembukaan tulisan ini penulis mengemukakan bahwa tantangan yang
dihadapi Negara Bangsa Indonesia pada permulaan kemerdekaan, pertengahan
abad ke-20, adalah multidimensi. Meliputi semua dimensi kehidupan Negara
bangsa modern baik politik, ekonomi, dan IPTEK. Dalam dimensi politik hampir
semua prinsip dan kaidah penyelenggaraan Negara yang tertuang dalam UUD
1945, seperti bentuk Republik, Demokrasi Perwakilan, adanya berbagai Lembaga
Negara belum pernah dihayati seluruh warga bangsa termasuk para perumusnya.
Di bidang ekonomi selama hampir 350 tahun kegiatan ekonomi modern
dikuasai sepenuhnya oleh pemodal asing dan dikelola oleh warga Non-Indonesia.
Di bidang IPTEK kalau dunia sudah mengenal lembaga Pendidikan Tinggi modern
pada abad ke-11 (Bologna) dan abad ke-12 (Paris) dan Amerika Serikat pada abad
ke-17 (Harvard), Indonesia baru pada tahun 1920 dengan berdirinya Sekolah
Tinggi Teknik (THS, sekarang ITB) di Bandung. Karena itu pada tahun 1949,
empat tahun setelah proklamasi, Indonesia baru memiliki 35 Insinyur, 1200
dokter, 150 dokter gigi, dua ekonom bergelar Doktor dan seorang Fisikawan.
Kondisi tingkat perkembangan bangsa seperti inilah Presiden Sukarno
menyadarkan masyarakat bangsanya bahwa kita menghadapi “A summing up of
many revolution in one generation”. Dalam pemahaman penulis merupakan
suatu penyadaran bahwa yang kita hadapi bukan hanya revolusi politik tetapi
hampir semua dimensi kehidupan.
Karena itu pula nampaknya mengapa Indonesia merupakan satu-satunya
Negara yang Deklarasi Kemerdekaannya (Pembukaan UUD 1945) menetapkan
misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang dalam pemahaman penulis
merupakan misi untuk melakukan transformasi budaya dari budaya tradisional
dan feodal menjadi budaya yang maju, modern, dan demokratis.
Suatu perubahan radikal melalui proses evolusioner. Pendidikan adalah
wahana yang paling strategis. Karena itu pula UUD 1945 disamping menetapkan
“hak setiap warga Negara mendapatkan pengajaran” (sebelum amandemen), juga
mewajibkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system
pengajaran nasional”.
Para pendiri Republik nampaknya terilhami oleh para pembangun Negara
Kebangsaan (Nation State) yang berpegang pada paradigma “Build Nation Build
School” seperti Thomas Jefferson (Amerika Serikat), Otto Von Bismark (Jerman),
Kaisar Meizi (Jepang) dan selanjutnya pasca Sukarno-Hatta diikuti oleh Mahatir
Muhammad (Malaysia), Park Chung Hee (Korea Selatan), dan Den Xiaoping
(China).
Karena itu pula pada saat pendiri Republik masih terlibat dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara “At All Cost” sejak tahun 1950 sudah
dirancang wajib belajar SD, dengan penyelenggaraan pendidikan guru yang
berikatan dinas dan berasarama, untuk perluasan SMA ke seluruh Indonesia pada
tahun 1950-an diadakan Program Pengerahan Tenaga Masyarakat (terkenal
16
dengan PTM) yang merekrut mahapeserta didik tingkat III dari Universitas
terpandang seperti UGM dan ITB untuk menjadi guru di SMA di luar Jawa dengan
masa bhakti tertentu dan setelah itu dengan tetap berstatus sebagai PNS dapat
kembali mengikuti kuliah.
Pada tahun 1960 melalui Program Pembangunan Nasional Berencana 8
tahun, direncanakan berdirinya Universitas Negeri sekurang-kurangnya satu
untuk setiap provinsi, sehingga pada tahun 1964 setiap provinsi di Indonesia,
termasuk Irian Jaya, berdiri Universitas. Pada saat itu Universitas Negeri
dilengkapi dengan perumahan dosen dan asrama putera dan puteri.
Dengan lengsernya para pendiri Republik dari panggung administrasi
penyelenggaraan pemerintah Negara, Bung Hatta pada tahun 1956, dan Bung
Karno 1966, paradigma “Build Nation Build School” nampak tidak menjadi
tekanan. Muncul teori “Trickle-down effect”, yaitu pendidikan akan maju dengan
majunya ekonomi. Karena itu walaupun berbagai inovasi pendidikan telah
dilancarkan, termasuk pendidikan jarak jauh, pengaruh pendidikan terhadap
pembangunan bangsa belum dirasakan.
Paradigma baru sebagai turunan “Trickle-down Effect” bahwa
penyelenggaraan pendidikan, dalam hal keuangan, menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, Masyarakat, dan Orang Tua, yang melahirkan
kewajiban peserta didik untuk membayar SPP.
Dan terakhir lahirnya UU No. 9 Tahun 2009 tentang BHP melegalkan tidak
perlunya Pemerintah membiayai sepenuhnya pendidikan terutama Pendidikan
Menengah dan Tinggi. Dampak yang langsung kita rasakan adalah walaupun
angka partisipasi sekolah terus naik baik SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi,
tetapi angka pengangguran warga Negara terdidik juga terus meningkat.
Tingginya pengangguran, rendahnya produktifitas kerja, rendahnya etos
kerja, rendahnya disiplin nasional, dan belum cerdasnya kehidupan bangsa,
seperti kalau musim hujan terjadi banjir dan tanah longsor, kalau musim kemarau
kehilangan air bersih dan sukar bertanam, kalau ada penyakit menular sukar
mengatasi seperti demam berdarah dan kalau terjadi gempa rumah-rumah dan
bangunan hancur berantakan, rendahnya kebanggaan berbangsa dan bernegara,
belum mantapnya budaya demokrasi dan rentannya infrastruktur pembangunan
ekonomi (infrastruktur fisik, infrastruktur teknologi, dan infrastruktur sumber
daya manusia), dalam pandangan penulis adalah tantangan mulitdimensi yang
dihadapi Negara Bangsa Indonesia. Apalagi kita sekarang sudah berada pada era
“knowledge based economy”.
Pada era ini Indonesia Indonesia jauh dari Malaysia dalam hal menghasilkan
paten. Kalau pada tahun 2004 Indonesia hanya menghasilkan 16 paten, Malaysia
160 paten dan negara maju diatas 160000 paten. Ini disebabkan karena dana riset
Indonesia hanya 0,05% PDB, Malaysia 0,7% PDB, Negara maju rata-rata 2,3%
PDB. Kalau dana untuk Perguruan Tinggi Indonesia 0,23% PDB, Malaysia 2,3%
PDB, AS 2,5% PDB, China 3% PDB.
Dari serangkaian uraian dibagian ini penulis sampai pada kesimpulan bahwa
tantangan yang dihadapi Indonesia masih tetap multidimensi, dan misi
mencerdaskan kehidupan bangsa masih tetap perlu diupayakan terwujudnya.
Pertanyaannya adalah pendidikan seperti apa yang mampu menunjang Negara
Bangsa Indonesia menghadapi tantangan jamannya?
17
3. Guru PJOK dalam Pembelajaran Abad 21
Abad ke 21 sudah kita masuki dengan segala tantangan dan
permasalahannya. Dunia di abad 21 ini sungguh telah menampilkan wajah yang
amat berbeda dari abad sebelumnya. Kemajuan teknologi dan informasi (IT) yang
berhasil dicapai ikut mempengaruhi wajah dunia dan segala interaksinya menjadi
lebih praktis, maju, modern serta mengunggulkan kepakaran dan pemahaman
penggunaan teknologi tinggi untuk memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari.
Tantangan persaingan sumber daya manusia di berbagai negara semakin
ketat dan langsung, karena batas-batas negara sudah semakin kabur dan semakin
longgar. Dalam abad yang semakin mengglobal tersebut, pendidikan perlu
didorong untuk mampu membekali peserta didik dengan kompetensi yang
dibutuhkan dari mulai kemampuan berpikir kritis, kreativitas, keterampilan
berkomunikasi dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Guru adalah
orang yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan peserta didik dalam
memenuhi kompetensi tersebut.
Dalam melaksanakan tugas mempersiapkan peserta didik menghadapi
tantangan abad 21 guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi. Kualitas guru merupakan komponen penting bagi
pendidikan yang sukses. Peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter
dan sikap peserta didik, karena peserta didik membutuhkan contoh, selain
pengetahuan tentang nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah.
Dibutuhkan guru yang bermutu karena perannya dalam pengembangan
intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik. Hal ini sejalan dengan
pendapat Killen (1998: v), “Pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan guru
memiliki pengaruh penting terhadap apa yang dipelajari peserta didik”. Dengan
berbagai kenyataan yang digambarkan dari berbagai penjelasan ini, guru PJOK
dihadapkan pada berbagai tantangan yang tidak mudah untuk dihadapi.
Terkait dengan tantangan sebagai seorang guru dapat kita analisis bahwa
menjadi guru PJOK tidaklah mudah. Guru PJOK mengajar ratusan peserta didik
dalam satu minggu pada suasana pembelajaran di dalam dan terutama di luar
kelas dengan tantangan yang lebih berat, karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Guru PJOK ditantang untuk menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan
tuntutan rencana pembelajaran yang telah dipersiapkan.
Interaksi dengan orangtua peserta didik, guru-guru kelas atau mata pelajaran
lain, serta pihak administrasi lain di sekolah yang sering kali tidak mengerti tugas
guru PJOK serta tidak memberi dukungan yang memadai bagi suksesnya
pembelajaran yang diselenggarakan, untuk itu diperlukan kesiapan ketika
seseorang memilih untuk menjadi seorang guru PJOK.
Tantangan lain yang dihadapi oleh guru PJOK adalah legitimasi isi dari PJOK
itu sendiri terhadap kurikulum nasional, meskipun itu telah menjadi bagian yang
biasa dilakukan selama bertahun-tahun, namun masih sering dipertanyakan
urgensinya atau dengan kata lain, seolah-olah PJOK tidak penting untuk dipelajari
peserta didik.
Mengingat tantangan yang berat bagi seorang guru PJOK untuk menjalankan
18
profesinya Interstate New Teacher Assessment and Support Consortium
(INTASC) sebagaimana yang dikutip oleh Vincent J. Melograno (2006: 16) merilis
10 standar pengetahuan dan keterampilan bagi guru PJOK yang meliputi:
a. Pengetahuan akan isi pendidikan; seorang guru PJOK diharapkan
memahami isi dari PJOK, dan kajian konsep yang terkait dengan
pengembangan “insan pendidikan jasmani”.
b. Pertumbuhan dan perkembangan; pemahaman akan setiap individu belajar
dan berkembang, serta memberi kesempatan yang memungkinkan dan
mendukung setiap individu untuk berkembang secara fisik, pengetahuan,
sosial, dan emosional merupakan standar yang harus dipenuhi oleh guru
PJOK.
c. Perbedaan antar peserta didik; pemahaman ini akan membawa guru PJOK
untuk melakukan pendekatan dalam pembelajaran, serta mengkreasikan
pembelajaran yang sesuai dengan dan untuk menghadapi berbagai
perbedaan setiap individu peserta didik tersebut.
d. Manajemen dan motivasi; hal ini diperlukan dan digunakan untuk
memotivasi individu maupun kelompok serta perilaku untuk mengkreasikan
lingkungan pembelajaran yang aman, meningkatkan interaksi sosial,
komitmen pembelajaran yang tinggi, dan membangun motivasi diri peserta
didik untuk belajar.
e. Komunikasi; kemampuan ini adalah kemampuan guru PJOK untuk
menggunakan pengetahuan mengenai bahasa verbal dan non-verbal yang
efektif, serta media komunikasi untuk meningkatkan pembelajaran, dan
seting pembelajaran yang baik.
f. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; memahami pentingnya
pengembangan perencanaan untuk melaksanakan pembelajaran PJOK dan
mewujudkan insan yang terdidik secara fisik (physically educated person).
g. Penilaian terhadap peserta didik; memahami dan mampu menggunakan
berbagai jenis penilaian dan kontribusinya secara keseluruhan untuk
melanjutkan pengembangan fisik, pengetahuan, sosial, dan emosional
peserta didik.
h. Refleksi; kemampuan guru PJOK untuk merefleksikan kemampuan diri
sebagai praktisi dan berkontribusi bagi pengembangan dan pertumbuhan
profesionalismenya.
i. Teknologi; guru PJOK harus mampu menggunakan teknologi informasi
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, kualitas diri, dan produktivitas
keprofesionalannya.
j. Kolaborasi; merupakan kemampuan guru PJOK untuk memahami
pentingnya hubungan kerja sama dengan kolega, orangtua peserta didik dan
pengasuh, masyarakat untuk mendukung pengembangan “Insan PJOK”.
Selain memenuhi berbagai standar tersebut guru berperan sebagai
pendiagnosis, organisator pengetahuan, dan pelatih terampil untuk membantu
para peserta didik menguasai informasi dan keterampilan-keterampilan yang
kompleks.
Selain berbagai hal tersebut, guru semestinya selalu melakukan
19
pengembangan diri pada:
a. Isi pengetahuan: pengetahuan tentang isi kurikulum dan pengajaran, melalui
teks, memperluas pengetahuan peserta didik tentang bidang studi, dan
mengatur kembali pengetahuan.
b. Tingkat konseptualitas: kemampuan mengidentifikasi wilayah permasalahan
atau wilayah untuk meningkatkan kemampuan mengajar, mengidentifikasi
perilaku-perilaku cadangan, mengaplikasi-kan teori dan ide, dan mendesain
rencana pengembangan professional.
c. Proses pengajaran: kemampuan dan penggunaan yang tepat terhadap variasi
strategi, metode, dan keterampilan manajemen kelas dan pengajaran.
d. Komunikasi antar pribadi: kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik,
staf sekolah, dan orang tua.
e. Ego: pengetahuan tentang diri dan bertanggung jawab atas perbuatan,
perhatian pada orang lain, merespon positif umpan balik, obyektif dan jujur,
memfasilitasi pertumbuhan orang lain, mengembangkan konsep-diri yang
positif, dan meningkatkan kemuliaan diri (self-esteem).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
melaksanakan pembelajaran dengan baik, guru PJOK harus memiliki kompetensi
paripurna, disamping juga dukungan sistem pendidikan guru yang memadai.
Telah dipahami bahwa guru PJOK dalam format sistem dan aplikasi
pendidikan merupakan unsur yang berkontribusi signifikan bagi terwujudnya
proses pembelajaran dalam konsepsi pendidikan yang bermutu. Disisi lain, mutu
dalam konteks pendidikan merupakan akumulasi dari mutu masukan, mutu
proses, mutu keluaran dan mutu dampak pendidikan dalam kehidupan
masyarakat.
Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kualitas sumber
daya manusia dalam hal ini guru PJOK dalam melayani pembelajaran pada
satuan pendidikan; Kedua, mutu masukan material berupa kurikulum, buku, alat
peraga, sarana dan prasarana sekolah; Ketiga, mutu perangkat lunak berupa
peraturan, deskripsi kerja, struktur organisasi sekolah; Keempat, mutu masukan
yang bersifat harapan dan kebutuhan, tercermin dalam visi-misi, semangat,
kinerja, dan cita-cita dalam penyelenggaraan pendidikan.
Hasil kajian terhadap beberapa literatur menunjukkan adanya beberapa
elemen kapasitas untuk meningkatkan mutu pembelajaran PJOK di satuan-satuan
pendidikan, yaitu: (1) Guru PJOK yang profesional, dilihat dari aspek pengetahuan
dan ketrampilan, (2) motivasi peserta didik, (3) Materi kurikulum, (4) kualitas dan
tipe SDM yang mendukung proses pembelajaran di kelas yang dalam hal ini
adalah guru PJOK, (5) kuantitas dan kualitas interaksi pihak terkait pada tingkat
organisasi sekolah, (6) sumber-sumber belajar, dan (7) organisasi dan alokasi
sumberdaya sekolah ditingkat lembaga.
Kapasitas guru PJOK sebagai salah satu elemen pengampu penyelenggaraan
pendidikan bermutu terkait dengan bentuk tugas dan tanggungjawab kerjanya,
yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2007 adalah merencanakan,
melaksanakan dan melakukan penilaian pada penyelenggaraan pembelajaran di
satuan pendidikan. Karena itu guru PJOK dengan peran profesionalnya menjadi

20
unsur penting di antara unsur penting lainnya dalam menciptakan dan
mengembangkan kegiatan dan proses pembelajaran di dalam dan/atau di luar
kelas.
Peran tersebut berkembang dan semakin penting dalam era global ini yang
semakin sarat dengan penguasan informasi dan teknologi maju. Kebutuhan guru
PJOK dengan berbagai peran profesional seperti tersebut di atas, mengalir
sepanjang zaman seiring dengan tumbuh dan bertambahnya generasi baru yang
harus dipersiapkan melalui pendidikan yang memadai sebagai generasi penerus
bangsa.
Kenyataan nilai pentingnya peran guru PJOK dalam mewujudkan
pelaksanaan pendidikan yang bermutu sebagaimana diuraikan di atas,
mengisyaratkan bahwa guru PJOK perlu diposisikan sebagai tenaga kerja dalam
kualifikasi profesi yang sarat dengan: kompetensi, profesionalitas, komitmen
kinerja, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai perimbangan dari itu, untuk dapat menjalankan tugasnya dengan
baik, guru PJOK perlu memperoleh jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasarnya
sebagai pekerja profesi berupa kesempatan pengembangan karier dan mutu
profesionalitas, perlindungan dalam pengabdian profesi, penghargaan dan
perlindungan atas prestasi kinerja, dan kelayakan kesejahteraannya. Konsekuensi
dari kondisi tersebut, pemerintah berkewajiban melaksanakan pengembangan
kebijakan dan program peningkatan mutu profesionalitas guru PJOK secara
terencana dan sistematis.
Mencermati posisi dan peranan penting guru PJOK dalam upaya
membangun pendidikan bermutu, kiranya perlu diajukan pertanyaan-pertanyaan
pokok berkaitan dengan kondisi guru PJOK di Indonesia saat ini sebagai
gambaran persoalan yang layak di ditindaklanjuti melalui kebijakan dan peraturan
pemerintah tentang pembinaan dan pengelolaan guru PJOK yang sedang
disiapkan.
Kebijakan dan peraturan pemerintah tentang pembinaan dan pengelolaan
guru PJOK yang sedang disiapkan, antara lain sebagai berikut.
a. Sejauhmana guru PJOK diposisikan sebagai tenaga profesi setara profesi
guru lain yang secara terpadu bertanggungjawab melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan lingkup tugasnya guna merealisasikan
pendidikan bermutu?;

b. Sejauh mana guru PJOK telah memenuhi kualifikasi sebagai tenaga


profesional yang siap menangani tugas-tugas sesuai dengan bidang dan latar
keilmuannya?;
c. Sejauhmana guru PJOK telah menunjukkan mutu profesionalitas yang
dibutuhkan sebagai tenaga pendidik dalam proses pembelajaran di sekolah?;
d. Sejauhmana guru PJOK telah menunjukkan kinerja sesuai peran pentingnya
secara aktif agar kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan efektif dan
efisien;
e. Sejauhmana guru PJOK telah diberi kesempatan dan fasilitasi untuk
pengembangan karier, ilmu pengetahuan, dan keterampilan pendukung
21
keprofesiannya?;
f. Sejauh-mana guru PJOK telah diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk
memberikan andil pendapat dalam penentuan kebijakan kependidikan?;
g. Sejauh mana guru PJOK telah diberikan perlindungan dalam pengabdian
profesinya di dunia pendidikan;
h. Sejauhmana guru PJOK telah diberikan kelayakan kesejahteraan dalam
pengabdiannya;
i. Sejauhmana guru PJOK telah memenuhi kebutuhan dan dikelola secara baik
dalam penyelenggaraan pendidikan lingkup nasional menyangkut aspek
pemerataan, perluasan akses, mutu, relevansi, daya saing (kemampuan
berkinerja prima), tata kelola tenaga kependidikan, akuntabilitas, dan
pencitraan?

Inti persoalan yang dapat ditarik dari analisis ini adalah bahwa elemen guru
PJOK harus dikelola mutu kehidupan profesi dan penataan aksesibilitasnya secara
terencana dan sistematis melalui acuan yang jelas, tegas, dan rinci. Jika berbagai
kebutuhan dan kesempatan guru PJOK tersebut dapat dipenuhi, maka peran guru
PJOK dalam mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi abad 21 akan
berhasil dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

4. Kompetensi Guru PJOK dalam Pembelajaran Abad 21


Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna. Broke dan Stone (1995)
yang dikutif Mulyasa 2007:25) mengemukakan bahwa: “Kompetensi guru
merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti”.
Sementara Charles (1994) yang dikutif Mulyasa 2007:25) mengemukakan bahwa:
“Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”
Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan
melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru
menunjukkan kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi
spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan
rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan
perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati tetapi mencakup sesuatu yang
tidak kesat mata.
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,
keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk
kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman
terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan
profesionalisme.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain sebagai
22
berikut.

a. Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Lebih lanjut, dalam RPP tentang Guru dikemukakan bahwa: Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut : (1) Pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3)
pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5)
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi
pembelajaran, (7) evaluasi hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasi-kan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berkahlak mulia.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat
berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena
manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi
gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua ini menunjukkan bahwa
kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik
dalam proses pembentukkan pribadinya.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian
anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.

Sehubungan dengan uraian di atas, setiap guru dituntut untuk memiliki


kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi
atau menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya. Dalam hal ini, guru
tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang
paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang
pembentukkan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.

c. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d
23
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat,
yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: (1) Berkomunikasi secara
lisan, tulisan, dan isyarat; (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional; (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik; dan (4) bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar.
Guru adalah makluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari
kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut
untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya
dengan pendidikan yang tidak terlepas pada pembelajaran di sekolah, tetapi juga
pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat.

d. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Secara umum kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut.
1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi,
psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan
peserta didik;
3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggungjawabnya;
4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajar-an yang bervariasi;
5) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan
sumber belajar yang relevan;
6) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;
7) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
8) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.

Kompetensi Guru Penjas SMA/MA, SMK/MAK antara lain sebagai berikut.


1) Menjelaskan dimensi filosofis pendidikan jasmani termasuk etika sebagai
aturan dan profesi;
2) Menjelaskan perspektif sejarah pendidikan jasmani;

24
3) Menjelaskan dimensi anatomi manusia, secara struktur dan fungsinya;
4) Menjelaskan aspek kinesiologi dan kinerja fisik manusia;
5) Menjelaskan aspek fisiologis manusia dan efek dari kinerja latihan;
6) Menjelaskan aspek psikologi pada kinerja manusia, termasuk motivasi dan
tujuan, kecemasan dan stress, serta persepsi diri;
7) Menjelaskan aspek sosiologi dalam kinerja diri, termasuk dinamika sosial;
etika dan perilaku moral, budaya, suku, dan perbedaan jenis kelamin;
8) Menjelaskan teori perkembangan gerak, termasuk aspek-aspek yang
mempengaruhinya;
9) Menjelaskan teori belajar gerak, termasuk keterampilan dasar dan kompleks
dan hubungan timbal balik di antara domain kognitif, afektif dan
psikomotorik.

5. Fungsi dan Peran Guru PJOK dalam Pembelajaran Abad 21


Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam
perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada
saat meninggal.
Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam
perkembangannya. Demikian halnya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan
anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar
anaknya dapat berkembang secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta
didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini
guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu
peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Mungkin di antara kita masih ingat, ketika duduk di kelas I SD, gurulah yang
pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia memegang satu demi
satu tangan peserta didik dan membantunya untuk dapat memegang pensil
dengan benar.
Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani berbuat benar,
dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab terhadap setiap
perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika ada peserta didik yang
buang air kecil atau muntah di kelas, bahkan ketika ada yang buang air besar di
celana. Gurulah yang menggendong peserta didik ketika jatuh atau berkelahi
dengan temannya menjadi perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran
kreatifitas dan profesionalisme.
Memahami uraian tersebut, betapa besar jasa guru dalam membantu
pertumbuhan dan perkembagan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan
fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna
menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa.
25
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberi kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara
optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan dengan
memposisikan diri sebagai berikut.
a. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
b. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta
didik.
c. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta
didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.
d. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat
mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran
pemecahannya.
e. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggungjawab.
f. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilaturahmi)
dengan oran glain secara wajar.
g. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain,
dan lingkungannya.
h. Mengembangkan kreativitas.
i. Menjadi pembantu ketika diperlukan.

Untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru harus mampu memaknai


pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didi. Untuk kepentingan
tersebut, dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990),
serta Yelon and Weinstein (1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran
guru, yaitu guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat,
pembaharu (innovator), metode dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa
ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengamat, dan sebagai kulminator.

6. Manajemen Pembelajaran PJOK


Guru perlu membedakan antara kegiatan pengajaran dan manajemen kelas.
Kegiatan pengajaran meliputi: (1) mendiagnosa kebutuhan kelas, (2)
merencanakan dan mempresentasikan informasi, (3) membuat pertanyaan, (4)
mengevaluasi kemajuan. Kegiatan manajemen kelas terdiri dari (1) menciptakan
dan memelihara kondisi kelas, (2) memberi pujian terhadap perilaku yang baik,
dan (3) mengembangkan hubungan guru dengan peserta didik.
Keterampilan manajemen kelas merupakan hal yang penting dalam
pengajaran yang baik. Praktik menajemen kelas yang baik yang dilaksanakan oleh
guru akan menghasilkan perkembangan keterampilan-keterampilan manajemen
diri peserta didik yang baik pula. Ketika peserta didik telah belajar untuk
mengatur diri lebih baik, guru akan lebih mudah berkonsentrasi untuk
meningkatkan efektifitas pembelajaran.
26
Teknik manajemen kelas harus diupayakan agar tidak mengganggu aspek
pembelajaran dalam pelajaran. Bila direncanakan dengan baik, pembelajaran akan
bergerak dengan cepat dan lancar dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
Manajemen kelas yang efektif akan dapat terwujud dengan melaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menetapkan aturan kelas


Salah satu bagian penting dalam manajemen kelas adalah penetapan aturan
kelas. Peserta didik adalah insane yang memiliki kebiasaan. Aturan kelas
mencakup bagaimana pelajaran dimulai, apa tanda yang dipakai untuk
mengumpulkan perhatian peserta didik, apa yang diharapkan saat peserta didik
mendengarkan dan mengikuti perintah, bekerja sama, saat menggunakan ruangan
untuk kegiatan tertentu, dan penggunaan yang lainnya. Aturan perilaku tetap ini
harus diketahui oleh peserta didik pada awal pertemuan.

b. Memulai kegiatan tepat waktu


Pemberian suatu tanda mulai segera dilakukan bila kegiatan sudah siap
untuk dilaksanakan. Banyak waktu akan terbuang bila aturan ini tidak ditetapkan.
Aba-aba untuk melaksanakan kegiatan jangan sampai membingungkan peserta
didik. Contohnya, jangan memberikan perintah dengan tanda-tanda yang mirip
untuk dua kegiatan yang berbeda.

c. Mengatur pelajaran
Guru harus tetap menjaga kegiatan tetap berlangsung dan tidak terganggu
oleh kegiatan yang tak terduga. Pergantian antartopik harus dilakukan oleh guru
secara cermat dan penuh kesadaran. Guru perlu memaksimalkan kesempatan
keikutsertaan setiap peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru perlu
memaksimalkan penggunaan peralatan dan mengorganisasikan kelompok agar
peserta didik sebanyak mungkin bergerak aktif sepanjang pelajaran. Bila peralatan
yang ada terbatas jumlahnya, gunakan pendekatan stasion/learning centers, dan
modifikasi aktivitas.

d. Mengelompokkan peserta didik


Guru perlu mengelompokkan peserta didik agar pembelajaran berlangsung
secara efektif. Dengan pengelompokkan yang tepat peserta didik memiliki peluang
melakukan aktivitas lebih banyak, bermain dengan jenjang kemampuan dan
keterampilan yang seimbang.
e. Memanfaatkan ruang dan peralatan
Guru perlu merencanakan penjagaan dan pemanfaatan peralatan dan ruang
secara efisien. Peralatan yang akan digunakan dalam pembelajaran harus
dipersiapkan dengan baik. Selain hal di atas, peserta didik perlu dibiasakan untuk
ikut bertanggungjawab terhadap peralatan yang dipergunakan dalam
pembelajaran.

f. Mengakhiri pelajaran
27
Setiap pertemuan pelajaran di dalam maupun di luar kelas harus diakhiri
tepat waktunya dan diupayakan memberikan kesan mendalam bagi peserta didik.
Dengan kesan yang baik, setiap episode pelajaran akan menjadi lebih bermanfaat
dan bermankna. Dengan demikian, peserta didik akan selalu mengingat kegiatan
yang dilakukan, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan.

C. Standar Kompetensi Kelulusan dan Kompetensi Mata Pelajaran


PJOK
1. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat
(3) mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang. Atas dasar amanat tersebut telah diterbitkan Undang-
Undang Nomor 20 Pasal 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil
kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi
lulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang
harus dipenuhi atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Kompetensi Lulusan SMA/MA/SMA/MA/
SMK/SMAK memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan
Permendikbud No. 54 tahun 2013 sebagai berikut.

Dimensi Kualifikasi Kemampuan


Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,
berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung
Sikap jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

28
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak
fenomena dan kejadian.
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai
Keterampilan
pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara
mandiri.

2. Penjabaran Kompetensi Inti


Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik
pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai
kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti
menggunakan notasi sebagai berikut:
a. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual.
b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial.
c. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan, dan
d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Untuk memperkuat keterlaksanaan Kurikulum 2013 agar tidak mengalami
penyimpangan dalam implementasinya pemerintah mengeluarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka
dasar dan struktur kurikulum SMA/MA/SMA/MA/SMK/SMAK adalah sebagai
berikut.

KOMPETENSI INTI
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin-tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora denganwawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

*) Sekolah dapat memilih salah satu permainan dan olahraga yang dapat
dilakukan di sekolah sesuai dengan sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
29
**) Sekolah dapat memilih aktivitas air yang dapat dilakukan di sekolah sesuai
dengan sarana dan prasarana, situasi serta kondisi sekolah.
Empat Kompetensi Inti (KI) yang kemudian dijabarkan menjadi 34
Kompetensi Dasar (KD) itu merupakan bahan kajian yang akan ditransformasikan
dalam kegiatan pembelajaran selama satu tahun (dua semester) yang terurai
dalam 38 minggu. Agar kegiatan pembelajaran itu tidak terasa terlalu panjang
maka 38 minggu itu dibagi menjadi dua semester, semester pertama dan semester
kedua. Setiap semester terbagi menjadi 19 minggu, sehingga alokasi waktu yang
tersedia adalah 3 x 40 menit x 19 minggu/semester.

3. Kompetensi yang diharapkan Setelah Peserta didik Mempelajari


Mata Pelajaran PJOK di Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah
a. Kompetensi yang diharapkan pada Pendidikan Dasar dan
Menengah
Setelah mengikuti pembelajaran PJOK, peserta didik memiliki sikap,
pengetahuan, keterampilan fisik dan gerak, serta kebugaran jasmani yang
dapat digunakan untuk aktivitas hidup keseharian, rekreasi, dan
menyalurkan bakat dan minat berolahraga, hidup sehat dan aktif sepanjang
hayat yang dilandasi oleh nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Esa, disiplin, menghargai perbedaan, kerja sama, sportif, tanggung
jawab, dan jujur, serta kearifan lokal yang relevan.

b. Kompetensi yang diharapkan pada Kelas I s.d XII


Pengembangan kompetensi mata pelajaran PJOK didasarkan pada
perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan peserta didik. Khusus
untuk pengembangan kompetensi pada ranah fisik dan motorik,
pengembangan kompetensi mata pelajaran PJOK didasarkan pada prinsip
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan gerak.

Kompetensi Yang Diharapkan


Kelas I s.d III Kelas IV s.d VI Kelas VII s.d IX Kelas X s.d XII
Tercapainya Tercapainya Tercapainya Terkuasainya
kompetensi kompetensi kompetensi kompetensi
dalam pengembangan pengembangan pengembangan
penyempurnaan gerak dasar gerak spesifik dan dan penerapan
dan pemantapan menuju kesiapan pengembangan keterampilan
pola gerak dasar, gerak spesifik, kebugaran gerak,
pengembangan pengembangan jasmani serta pola pengembangan
kebugaran kebugaran hidup sehat kebugaran
30
jasmani serta jasmani serta melalui jasmani serta pola
pola hidup sehat gaya hidup sehat permainan bola hidup sehat
melalui berbagai melalui besar, permainan melalui
permainan permainan bola bola kecil, atletik, permainan bola
sederhana dan besar, permainan beladiri, senam, besar, permainan
tradisional, bola kecil, atletik, gerak berirama, bola kecil, atletik,
aktivitas senam, beladiri, senam, aktivitas air, dan beladiri, senam,
aktivitas gerak gerak berirama, materi kesehatan gerak berirama,
berirama, aktivitas air, dan aktivitas air, dan
aktivitas air, dan materi kesehatan materi kesehatan
materi
kesehatan

c. Kerangka Pengembangan Kurikulum Jenjang SMA/MA/SMK/


MAK
Kerangka Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan pada satuan pendidikan SMA/MA/SMK/MAK Kelas X s.d XII
mengikuti elemen pengorganisasi Kompetensi Dasar yaitu Kompetensi Inti
(kelas X s.d XII). Kompetensi inti dijadikan sebagai payung untuk
menjabarkan kompetensi dasar mata pelajaran.
Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, dicapai melalui pembelajaran
tidak langsung (indirect teaching) yaitu keteladanan, pembiasaan, dan
budaya sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta
kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih
lanjut.
Pengembangan Kompetensi Dasar (KD) tidak dibatasi oleh rumusan
Kompetensi Inti (KI), tetapi disesuaikan dengan karakteristik mata
pelajaran, kompetensi, lingkup materi dan psiko-pedagogi.
Ruang lingkup materi mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan untuk SMA/MA/SMK/MAK terdiri dari:

1) Aktivitas permainan bola besar dan bola kecil


2) Aktivitas bela diri
3) Aktivitas atletik
4) Aktivitas pengembangan kebugaran jasmani
5) Aktivitas senam
6) Aktivitas gerak berirama
7) Aktivitas air dan keselamatan diri
8) Kesehatan

d. Peta Materi Mata Pelajaran PJOK Jenjang SMA/MA/SMK/MAK

Lingkup Pembelajaran/
No Materi
Strand

31
1 Aktivitas permainan Sepak bola, bola voli, bola basket, softball,
bola besar dan bola bulutangkis, tenis meja
kecil
2 Aktivitas bela diri Pencak silat
3 Aktivitas atletik Jalan cepat, Lari jarak pendek, Lompat Jauh,
Tolak Peluru,
4 Aktivitas Komposisi Tubuh, Daya tahan Jantung,
pengembangan dayatahan otot, kelentukan, kekuatan,
kebugaran jasmani pengukuran kebugaran jasmani
5 Aktivitas senam Lompat Kangkang, Lompat Jongkok
6 Aktivitas gerak Langkah, Ayunan Lengan
berirama
7 Aktivitas air dan Gerakan kaki, gerakan tangan, pengambilan
keselamatan diri nafas, koordinasi
8 Kesehatan Konsep dan prinsip pergaulan sehat, Dampak
Pergaulan bebas, Menghindari Pergaulan bebas.

4. Strategi Pembelajaran Mata Pelajaran PJOK Jenjang SMA/MA/


SMK/MAK
Mata pelajaran PJOK SMA/MA/SMK/MAK dijabarkan ke dalam delapan
ruang lingkup/strand. Pada ruang lingkup permainan bola besar dan bola
kecil sekolah dapat memilih satu atau beberapa jenis permainan sesuai
dengan kondisi sarana dan prasarana yang tersedia dan kemampuan guru
dalam mengajar.
Pada kompetensi dasar seni beladiri, sekolah dapat memilih sesuai dengan
kemampuan guru dan kesukaan peserta didik, dan untuk ruang lingkup
renang, apabila sekolah tidak memiliki sarana dan prasarana maka boleh
tidak diajarkan di sekolah dan digantikanya dengan aktivitas lain.
Kompetensi dasar mata pelajaran PJOK meliputi kompetensi dasar Sikap
(spiritual dan sosial), kompetensi dasar pengetahuan dan kompetensi dasar
keterampilan. Kompetensi dasar pengetahuan dan keterampilan harus
diajarkan secara bersamaan dalam pembelajaran praktik.

Hal ini terkait dengan ketersedian waktu pembelajaran PJOK di SMA/MA/


SMK/MAK, yaitu tiga jam pembelajaran (@ 45 menit) per minggu. Tiga jam
pembelajaran per minggu tersebut dapat diatur sebagai berikut:
a. melakukan kegiatan belajar mengajar dalam 1 kali pertemuan, setiap
pertemuan alokasi waktunya adalah 135 menit.
b. melakukan kegiatan belajar mengajar dalam 2 kali pertemuan dalam
satu minggu, pertemuan pertama 2 jam pelajaran dan pertemuan kedua
1 jam pelajaran atau sebaliknya, misalnya: pada Hari Selasa 2 jam
pelajaran dan Kamis 1 jam pelajaran, atau sebaliknya (1 jam
pembelajaran tidak harus digunakan sebagai jam pembelajaran untuk
32
teori).
c. melakukan kegiatan belajar mengajar dalam 2 kali pertemuan dalam
satu hari, pertemuan pertama 2 jam pelajaran dan pertemuan kedua 1
jam pelajaran atau sebaliknya, misalnya: pada Hari Selasa, 2 jam
pelajaran pertama dan kedua, kemudian dilanjutkan dengan 1 jam
pelajaran pada jam ketujuh (1 jam pembelajaran tidak harus digunakan
sebagai jam pembelajaran untuk teori).

5. Penjabaran Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran PJOK


SMA/MA/SMK/MAK KELAS X
KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL)
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KOMPETENSI INTI 2 (SIKAP
KOMPETENSI DASAR
SOSIAL)
2. Menghayati dan mengamalkan 2.1 Menghargai dan menghayati
perilaku jujur, disiplin, kebiasaan perilaku sportif
tanggungjawab, peduli (gotong (fairplay dalam permainan,
royong, kerjasama, toleran, jujur, mengikuti aturan, tidak
damai), santun, responsif dan menghalalkan segala cara untuk
pro-aktif dan menunjukkan sikap meraih kemenangan, menerima
sebagai bagian dari solusi atas kekalahan dan mengakui
berbagai permasalahan dalam keunggulan lawan, mau
berinteraksi secara efektif dengan menghargai dan menghormati),
lingkungan sosial dan alam serta kompetitif, sungguh-sungguh,
dalam menempatkan diri sebagai ber-tanggung jawab, berani,
cerminan bangsa dalam menghargai perbedaan, disiplin,
pergaulan dunia. kerja sama, budaya hidup sehat,
dan percaya diri dalam
menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.

Keterangan:
 Pembelajaran Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dilaksanakan secara tidak
langsung (indirect teaching) melalui keteladanan, ekosistem pendidikan,
dan proses pembelajaran Pengetahuan dan Keterampilan.
 Guru mengembangkan Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dengan
memperhatikan karakteristik, kebutuhan, dan kondisi peserta didik.
 Evaluasi terhadap Sikap Spiritual dan Sikap Sosial dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan berfungsi sebagai pertimbangan guru
dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.

KOMPETENSI INTI 3 KOMPETENSI INTI 4


(PENGETAHUAN) (KETERAMPILAN)

33
3. Memahami, menerapkan, 4. Mengolah, menalar, dan menyaji
menganalisis pengetahuan faktual, dalam ranah konkret dan ranah
konseptual, prosedural abstrak terkait dengan
berdasarkan rasa ingintahunya pengembangan dari yang
tentang ilmu pengetahuan, dipelajarinya di sekolah secara
teknologi, seni, budaya, dan mandiri, dan mampu
humaniora dengan wawasan menggunakan metoda sesuai
kemanusiaan, kebangsaan, kaidah keilmuan.
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.1 Menganalisis keterampilan gerak 4.1 Mempraktikkan hasil analisis
salah satu permainan bola besar keterampilan gerak salah satu
untuk menghasilkan koordinasi permainan bola besar untuk
gerak yang baik* menghasilkan koordinasi gerak
yang baik*
3.2 Menganalisis keterampilan gerak 4.2 Mempraktikkan hasil analisis
salah satu permainan bola kecil keterampilan gerak salah satu
untuk menghasilkan koordinasi permainan bola kecil untuk
gerak yang baik* menghasilkan koordinasi gerak
yang baik*
3.3 Menganalisis keterampilan jalan 4.3 Mempraktikkan hasil analisis
cepat, lari, lompat dan lempar keterampilan jalan cepat, lari,
untuk menghasilkan gerak yang lompat dan lempar untuk
efektif* menghasilkan gerak yang efektif*
3.4 Menganalisis keterampilan gerak 4.4 Mempraktikkan hasil analisis
seni dan olahraga beladiri untuk keterampilan gerak seni dan
menghasilkan gerak yang efektif** olahraga beladiri untuk
menghasilkan gerak yang efektif
**
3.5 Menganalisis konsep latihan dan 4.5 Mempraktikkan hasil analisis
pengukuran komponen kebugaran konsep latihan dan pengukuran
jasmani terkait kesehatan (daya komponen kebugaran jasmani
tahan, kekuatan, komposisi tubuh, terkait kesehatan (daya tahan,
dan kelenturan) menggunakan kekuatan, komposisi tubuh, dan
instrumen terstandar. kelenturan) menggunakan
instrumen terstandar.
3.6 Menganalisis keterampilan 4.6 Mempraktikkan hasil analisis
rangkaian gerak sederhana dalam keterampilan rangkaian gerak
aktivitas spesifik senam lantai. sederhana dalam aktivitas spesifik
senam lantai.

34
3.7 Menganalisis gerak rangkaian 4.7 Mempratikkan hasil analisis gerak
langkah dan ayunan lengan rangkaian langkah dan ayunan
mengikuti irama (ketukan) dalam lengan mengikuti irama (ketukan)
aktivitas gerak berirama. dalam aktivitas gerak berirama.
3.8 Menganalisis keterampilan satu 4.8 Mempraktikkan hasil analisis
gaya renang*** keterampilan satu gaya renang ***
3.9 Memahami konsep dan prinsip 4.9 Mempresentasikan konsep dan
pergaulan yang sehat antar prinsip pergaulan yang sehat
remaja. antar remaja.
3.10 Menganalisis berbagai peraturan 4.10 Mempresentasikan berbagai
perundangan serta konsekuensi peraturan perundangan serta
hukum bagi para pengguna dan konsekuensi hukum bagi para
pengedar narkotika, psikotropika, pengguna dan pengedar
zat-zat aditif (NAPZA) dan obat narkotika, psikotropika, zat-zat
berbahaya lainnya. aditif (NAPZA) dan obat
berbahaya lainnya.

D. Desain Pembelajaran PJOK SMA/MA/SMK/MAK


1. Kerangka Pembelajaran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 Tentang
Buku teks pelajaran dan buku guru untuk pendidikan dasar dan menengah
menyatakan bahwa buku teks dan buku guru adalah sarana untuk menunjang
keterlaksanaan Kurikulum 2013. Buku ini merupakan buku pegangan guru untuk
mengelola pembelajaran, terutama dalam memfasilitasi peserta didik untuk
memahami materi dan mengamalkannya.
Materi ajar yang ada pada buku teks pelajaran PJOK akan diajarkan selama
satu tahun ajaran, yang dibagi dalam dua semester. Sesuai dengan desain waktu
dan materi setiap bab, maka setiap bab akan diselesaikan dalam waktu 4 minggu
pembelajaran. Agar pembelajaran itu lebih efektif dan terarah, maka setiap
minggu rencana pelaksanaan pembelajaran dirancang yang minimal meliputi (1)
Tujuan Pembelajaran, (2) Materi dan Proses Pembelajaran, (3) Penilaian, (4)
Pengayaan, dan (Remedial), ditambah Interaksi Guru dan Orang Tua.
Pelaksanaan pembelajaran didasarkan pada pemahaman tentang KI dan KD.
Guru PJOK yang mengajarkan materi tersebut hendaknya:
1) Dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya memberikan motivasi dan
mendorong peserta didik secara aktif (active learning) untuk mencari
sumber dan contoh-contoh konkrit dari lingkungan sekitar. Guru harus
mengkondisikan situasi belajar yang memungkinkan peserta didik
melakukan observasi dan refleksi observasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, misalnya membaca buku dengan kritis, menganalisis dan mengevaluasi
sumber-sumber.
2) Peserta didik harus dirangsang untuk berpikir kritis dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan mengajukan pertanyaan disetiap pembelajaran.
3) Dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya dilakukan secara perorangan,

35
berpasangan, dan berkelompok, dengan formasi berbanjar atau lingkaran.
4) Dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya dilakukan dengan frekuensi
pengulangan gerak yang cukup untuk setiap peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru PJOK dalam kegiatan


pembelajaran PJOK sebagai berikut.

a. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan oleh guru antara lain sebagai
berikut.
1) Peserta didik dibariskan dan mengucapkan salam atau selamat pagi
kepada peserta didik.
2) Sebelum melakukan pembelajaran sebaiknya seluruh peserta didik dan
guru berdoa dan bersalaman.
3) Guru harus memastikan bahwa semua peserta didik dalam keadaan
sehat, dan bila kedapatan peserta didik menderita penyakit kronis
harus diperlakukan secara khusus.
4) Tanyakan kondisi kesehatan peserta didik secara umum.
5) Melakukan pemanasan yang dipimpin oleh guru atau oleh salah
seorang peserta didik yang dianggap mampu.
6) Sampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik.

b. Kegiatan Inti
1) Metode Saintifik
Kegiatan inti dengan menggunakan metode saintifik yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
variasi gerak memegang peluru, awalan, menolak peluru, gerak
lanjutan secara individual, berpasangan atau berkelompok.
b) Peserta didik mencoba dan melakukan variasi gerak memegang
peluru, awalan, menolak peluru, gerak lanjutan secara individual,
berpasangan atau berkelompok.
c) Peserta didik mendapatkan umpan balik dari diri sendiri, teman
dalam kelompok, dan guru.
d) Peserta didik Memperagakan hasil belajar variasi gerak spesifik
tolak peluru dilandasi nilai-nilai disiplin, sportifitas, kerja sama,
dan tanggung jawab.
e) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

2) Metode Komando
Kegiatan inti dengan menggunakan metode komando yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
berbagai latihan kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan
(komposisi tubuh, daya tahan jantung dan paru-paru

36
(cardivascular), daya tahan otot, kelentukan, dan kekuatan), serta
pengukurannya.
b) Peserta didik mencoba latihan dan pengukuran kebugaran jasmani
yang terkait dengan kesehatan yang telah diperagakan oleh guru.
c) Peserta didik mempraktikkan secara berulang berbagai latihan
kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan dan
pengukurannya sesuai dengan komando dan giliran yang
diberikan oleh guru.
d) Peserta didik menerima umpan balik secara langsung maupun
tertunda dari guru secara klasikal.
e) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

3) Metode Penugasan
Kegiatan inti dengan menggunakan metode penugasan yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menerima dan mempelajari kartu tugas (task sheet)
yang berisi perintah dan indikator tugas (gerak passing bawah,
passing atas, servis bawah, servis atas, smes/spike, bendungan/
blocking dengan berbagai posisi baik tanpa awalan maupun
dengan awalan).
b) Peserta didik melaksanakan tugas ajar sesuai dengan target waktu
yang ditentukan guru untuk mencapai ketuntasan belajar pada
setiap materi pembelajaran.
c) Peserta didik menerima umpan balik dari guru.
d) Peserta didik melakukan pengulangan pada materi pembelajaran
yang belum tercapai ketuntasannya sesuai umpan balik yang
diberikan.
e) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan bolavoli ke
dalam permainan yang dimodifikasi dilandasi nilai-nilai disiplin,
sportif, kerja sama, dan tanggung jawab.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

4) Metode Resiprokal (Timbal Balik)


Kegiatan inti dengan menggunakan metode resiprokal (Timbal Balik)
yang harus dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik mendapatkan pasangan sesuai dengan yang
ditentukan guru melalui permainan.
b) Peserta didik bersama pasangan menerima dan mempelajari
lembar kerja (student work sheet) yang berisi perintah dan
indikator tugas gerak (melempar, menangkap, menggiring,
menembak, dan me-rebound bola dengan berbagai posisi baik
tanpa awalan maupun dengan awalan).
c) Peserta didik berbagi tugas siapa yang pertama kali menjadi
“pelaku” dan siapa yang menjadi “pengamat”. Pelaku melakukan
tugas gerak satu persatu dan pengamat mengamati, serta

37
memberikan masukan jika terjadi kesalahan (tidak sesuai dengan
lembar kerja).
d) Peserta didik berganti peran setelah mendapatkan aba-aba dari
guru.
e) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan bolabasket
ke dalam permainan yang dimodifikasi dilandasi nilai-nilai
disiplin, sportif, kerja sama, dan tanggung jawab.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

5) Metode Jigshaw
Kegiatan inti dengan menggunakan metode Jigshaw yang harus
dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
gerak spesifik dalam tenis meja (memegang bet, posisi berdiri/
stance, gerakan kaki/ footwork, servis forehand, servis backhand,
pukulan forehand, pukulan backhand, dan smes).
b) Peserta didik membagi diri ke dalam delapan (8) kelompok sesuai
dengan materi (materi menjadi nama kelompok, contoh kelompok
stance, kelompok servis forehand, dan seterusnya). Di dalam
kelompok ini setiap peserta didik secara berulang-ulang
mempraktikkan gerak sesuai dengan nama kelompoknya.
c) Setiap anggota kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk
mempelajari dan “mengajari” materi dari dan ke kelompok lain
setelah mendapatkan aba-aba dari guru.
d) Setiap anggota kelompok kembali ke kelompok masing-masing
untuk mempelajari dan “mengajari” materi dari dan ke
kelompoknya sendiri setelah mendapatkan aba-aba dari guru.
e) Peserta didik menerima umpan balik secara individual maupun
klasikal dari guru.
f) Peserta didik mencoba tugas gerak spesifik permainan tenismeja
ke dalam permainan dilandasi nilai-nilai disiplin, percaya diri, dan
tanggung jawab.
g) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

6) Metode Periksa Sendiri (Selfcheck)


Kegiatan inti dengan menggunakan metode periksa diri (Selfcheck)
yang harus dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menerima dan mempelajari lembar periksa sendiri
(selfcheck sheet) yang berisi perintah dan indikator tugas gerak
spesifik lompat jauh (gerak awalan, tolakan/tumpuan, melayang
di udara, dan mendarat).
b) Peserta didik mencoba melakukan gerak sesuai dengan gambar
dan diskripsi yang ada pada lembar periksa sendiri.
c) Peserta didik melakukan tugas gerak dan memeriksa
keberhasilannya sendiri (sesuai indikator atau tidak) secara
berurutan satu persatu. Jika telah menguasai gerakan pertama
38
(tolakan/tumpuan), maka dipersilahkan untuk melanjutkan ke
gerakan kedua (awalan), dan jika belum maka harus mengulang
kembali gerakan pertama. Demikian seterusnya hingga tuntas
seluruh materi.
d) Peserta didik mendapatkan umpan balik secara intrinsik (intrinsic
feedback) dari diri sendiri.
e) Peserta didik melakukan rangkaian gerak lompat jauh dilandasi
nilai-nilai disiplin, percaya diri, dan tanggung jawab.
f) Umpan balik disediakan dalam lembar periksa sendiri, dan secara
oleh peserta didik.
g) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

7) Metode Project Based Learning


Kegiatan inti dengan menggunakan metode Project Based Learning
yang harus dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik menyimak informasi dan peragaan materi tentang
berbagai gerak beladiri (sikap kuda-kuda dan pola langkah,
serangan dengan tangan, serangan dengan kaki, belaan, dan
elakan).
b) Peserta didik membagi diri ke dalam kelompok sesuai dengan
petunjuk guru.
c) Peserta didik merancang rangkain gerak (jurus) seni beladiri
sesuai dengan gerakan yang dikuasai dan kreativitas kelompok
dalam bentuk tulisan dan gambar (paling tidak memuat dua puluh
gerakan dan menuju tiga arah.
d) Setiap anggota kelompok mencoba secara bersama-sama hasil
rancangan jurus tersebut dan saling memberikan umpan balik.
e) Peserta didik memaparkan hasil rancangan kelompoknya, disertai
peragaan seluruh anggota kelompok secara bergantian di depan
kelas.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran dalam bentuk rancangan jurus dan peragaan yang
dilakukan.

8) Metode Problem-Based Learning (PBL)


Kegiatan inti dengan menggunakan metode Problem-Based Learning
(PBL) yang harus dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai
berikut.
a) Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran, dan penjelasan
permasalahan yang akan diselesaikan mengenai gerak spesifik
dalam aktivitas gerak berirama (langkah dasar, gerak dan ayunan
lengan dan tangan, pelurusan sendi tubuh, dan irama gerak).
b) Peserta didik menyimak langkah-langkah menyelesaikan masalah
dalam aktivitas gerak berirama.
c) Peserta didik mengumpulkan informasi yang sesuai, mencoba
gerak dasar berirama untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah, serta menerima umpan balik dari guru.
39
d) Peserta didik berbagi tugas dengan teman dalam merencanakan
dan menyiapkan karya sebagai laporan untuk menjawab
permasalahan sesuai arahan guru.
e) Peserta didik bersama kelompok memaparkan temuan dan
karyanya di depan kelas secara bergantian.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran berdasarkan kualitas laporan dan dalam mengatasi
persoalan.

9) Metode Windows Shoping


Kegiatan inti dengan menggunakan metode Windows Shoping yang
harus dilakukan oleh peserta didik antara lain sebagai berikut.
a) Peserta didik membagai diri menjadi empat kelompok/sesuai
dengan pokok bahasan (pola makan sehat, zat gizi makanan, gizi
seimbang, pengaruh zat gizi makanan terhadap kesehatan).
b) Setiap kelompok berdiskusi dan menuliskan hasil diskusi pada
kertas plano untuk ditempel di dinding dan dibaca oleh kelompok
lain.
c) Setiap anggota kelompok membaca dan mencatat hasil diskusi
kelompok lain yang ditempel, kemudian membuat pertanyaan
sesuai dengan pokok bahasan tersebut (paling sedikit satu
pertanyaan setiap kelompok/empat pertanyaan).
d) Setiap kelompok mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh
kelompok lain yang membahas pokok bahasan sesuai pertanyaan
tersebut.
e) Setiap kelompok menyusun simpulan akhir dan membacakannya
di akhir pembelajaran secara bergiliran dilandasi nilai-nilai kerja
sama, tanggung jawab, disiplin, dan percaya diri.
f) Hasil belajar peserta didik dinilai selama proses dan di akhir
pembelajaran.

c. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup yang harus dilakukan oleh guru sebagai berikut.
1) Guru melakukan tanya-jawab dengan peserta didik yang berkenaan
dengan materi pembelajaran yang telah diberikan.
2) Guru melakukan kegiatan refleksi dan tindak lanjut dari materi
pembelajaran yang telah diberikan.

3) Melakukan pelemasan yang dipimpin oleh guru atau oleh salah seorang
peserta didik yang dianggap mampu, dan menjelaskan kepada peserta
didik tujuan dan manfaat melakukan pelemasan setelah melakukan
aktivitas fisik/olahraga yaitu agar dapat melemaskan otot dan tubuh
tetap bugar (segar).
4) Setelah melakukan aktivitas pembelajaran sebaiknya seluruh peserta
didik dan guru berdoa dan bersalaman.

2. Pendekatan Pembelajaran
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan
40
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).
Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude),
keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang
‘’bagaimana’’. Ranah pengetahuanmenggamit transformasi substansi atau
materiajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta
didik yang meliputi aspek kompetensii sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.
Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana
dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengkomunikasikan
untuk semua mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai
pendekatan ilmiah apabila memenuhi tujuh kriteria pembelajaran berikut.

a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat


dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru peserta
didik terbebas dari prasangka yangserta merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alurberpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
danmengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi peserta didikmampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan sama lain dari materi
pembalajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif
dalam merespon materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan. Ketujuh, tujuanpembelajaran dirumuskan secara sederhana dan
jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan ilmiah atau scientific


approach pada proses pembelajaran. Pendekatan ilmiah (scientific approach)
meliputi aktivitas; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/
mengasosiasi, mengomunikasikan yang dilakukan oleh peserta didik untuk sampai
kepada kompetensi dasar yang diharapkan.
Melalui aktivitas tersebut, pelajaran yang diikuti peserta didik mampu
mengembangkan tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hasil
akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Arti dari masing-masing aktivitas dalam pendekatan saintifik dalam
41
pembelajaran dapat disajikan seperti berikut ini:

Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi antara lain sebagai berikut.

a. Mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-


langkah seperti menentukan objek apa yang akan diobservasi, membuat
pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi,
menentukan secara jelas data apa yang perlu diobservasi baik primer
maupun sekunder, menentukan/letak objekyang akandiobservasi,
menentukan secara jelasbagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, menentukan cara dan
melakukan pencatatan atas hasil observasi seperti menggunakan buku
catatan-kamera-tape recorder-video perekam dan alat tulis lainnya.

b. Menanya. Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk


meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia
membimbing atau memandu pesertadidiknya belajar dengan baik. Ketika
guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong
asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yangbaik. Kriteria
pertanyaan yang baik adalah singkat dan jelas, menginspirasi jawaban,
memiliki fokus, bersifat probing atau divergen, bersifat validatif atau
penguatan, memberikan kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang,
merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif dan merangsang
proses interaksi.

c. Mencoba. Dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan


belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran
yang nyata antara lain: 1) menentukan tema atau topik sesuai dengan
kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum, 2) mempelajari cara-cara
penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan, 3)
mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil eksperimen sebelumnya, 4)
melakukan dan mengamati percobaan, 5) mencatat fenomena yang terjadi,
menganalisis, dan menyajikan data, menarik simpulan atas hasil percobaan
dan membuat laporan.

d. Menalar. Istilah menalar dalam kerangka proses pembelajaran dengan


pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik
tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif
daripada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis
atas fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif
dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari fenomena atau atribut khusus untuk hal-hal yang
bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan
simpulan dari kasus-kasus yang berisifat nyata secara individual atau spesifik
menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif
lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengamatan empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
42
pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme
(kategorial, hipotesis dan alternatif).

e. Komunikasi yaitu: mengkomunikasikan hasil percobaan.


Khusus dalam pelajaran PJOK, tahapan di atas tentu tidak dapat dan tidak
selalu harus dilaksanakan secara hirarkis (berurutan). Hal itu tergantung
pada materi ajar dan episode pembelajaran apa yang sedang dilakukan.
Bahkan, dalam pandangan para ahli Penjas, jika pendekatan ilmiah ini
dilaksanakan secara kaku dengan mengikuti urutan kegiatan sebagai
tahapannya, dikhawatirkan bahwa pelajaran Penjas akan kehilangan ciri
uniknya, yaitu kekayaan aktivitas geraknya yang bermanfaat langsung pada
pengembangan keterampilan motorik dan kebugaran jasmani.
Scientific approach bukanlah sebuah metode pembelajaran yang karenanya
tidak dapat diartikan sebagai metode yang harus diikuti sesuai tahapannya.
Arti “pendekatan” hanyalah menunjuk pada misi dan tujuan akhir dari
sebuah kegiatan yang bermakna kepada produk apa yang harus dicapai.
Misalnya, istilah “pendekatan ilmiah” bukan merupakan sebuah urutan
kegiatan belajar, tetapi lebih bermakna semacam “sifat” bahwa pelajaran
PJOK (atau pelajaran apapun) harus mampu mengembangkan kemampuan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi,
dan mengomunikasikan. Dengan pendekatan ilmiah, para guru dapat
memilih metode pembelajaran yang dipandang mampu mengusung
pencapaiannya seperti metode problem-based learning, metode project-
based learning, contextual learning, guided discovery learning, sampai
metode problem based learning.
Khusus dalam pembelajaran PJOK, metode pembelajaran yang sudah
dikembangkan oleh para ahli justru lebih banyak dan bahkan lebih
kontekstual. Beberapa di antaranya ada metode movement education,
metode pengembangan tanggung jawab (Hellison’s metode), metode
petualangan (adventure education metode), metode kebugaran (fitness
education metode), metode perkembangan (developmental metode), bahkan
termasuk metode Teaching Games for Understanding (TGfU metode) serta
metode kooperatif (cooperative metode). Wilayah pendekatan
pembelajarannya, Penjas mengenal berbagai pendekatan seperti pendekatan
pola gerak dominan, pendekatan taktis, pendekatan konsep, dan sebagainya.

3. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
meliputi:
a. Pengajaran Interaktif (Interactive Teaching)
Pengajaran interaktif mempunyai makna guru memberitahukan,
menunjukkan, atau mengarahkan sekelompok anak tentang apa yang harus
dilakukan; lalu peserta didik melakukannya; dan guru mengevaluasi
seberapa baik hal itu dilakukan dan mengembangkan isi pelajaran lebih jauh,
guru mengontrol proses pengajaran. Biasanya seluruh kelas bekerja pada
tugas yang sama atau dalam kerangka tugas yang sama. Bandingkan strategi
ini dengan gaya komando; keduanya memiliki perangkat ciri yang sama.
43
b. Pengajaran Berpangkalan (Station Teaching)
Pengajaran berpangkalan menata lingkungan sehingga dua atau lebih tugas
bisa berlangsung dalam ruangan secara bersamaan. Biasanya, setiap tugas
harus dilakukan dalam pangkalan yang berbeda dengan tugas lainnya,
sehingga setiap tugas memiliki pangkalannya masing-masing. Peserta didik
berputar dari satu pangkalan ke pangkalan lain. Kadang-kadang, pengajaran
berpangkalan ini disebut juga pengajaran tugas. Strategi ini dalam tataran
gaya mengajar, serupa dengan gaya latihan (practice style).
c. Pengajaran Sesama Teman (Peer Teaching)
Pengajaran sesama teman adalah strategi pengajaran yang mengalihkan
tanggung jawab guru dalam fungsi pengajarannya kepada peserta didik.
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi lain tetapi
berharga untuk dieksplorasi secara terpisah. Strategi ini tidak jauh berbeda
dengan gaya berbalasan (reciprocal style), dalam hal peserta didik sendiri
memberikan pengarahan kepada peserta didik lainnya. Bedanya, dalam
pengajaran sesama teman, peserta didik yang bertindak sebagai pengajar
tidak hanya berhadapan dengan satu peserta didik, tetapi bisa dengan
sekelompok peserta didik.
d. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Dalam pembelajaran kooperatif, sekelompok peserta didik diberi tugas
pembelajaran atau proyek untuk diselesaikan oleh kelompoknya. Peserta
didik dikelompokkan secara heterogen menurut faktor yang berbeda seperti
kemampuan atau kebutuhan sosialnya. Keberhasilan kelompok dalam
pembelajaran dinilai sesuai dengan seberapa baik mereka mampu
menyelesaikan tugasnya, di samping dari cara mereka bekerja sama dengan
yang lain.
e. Strategi Pembelajaran Sendiri (Self-instructional Strategies)
Strategi pembelajaran sendiri melibatkan program yang ditetapkan oleh
peserta didik sendiri dan mengurangi peran guru sebagai penyampai
informasi. Strategi pembelajaran sendiri menyandarkan diri sepenuhnya
pada materi tertulis, media, dan prosedur evaluasi yang ditetapkan
sebelumnya. Strategi ini dapat dipakai untuk memenuhi satu atau lebih,
terkadang seluruhnya, fungsi pengajaran.
f. Strategi Kognitif (Cognitive Strategies)
Strategi kognitif adalah strategi pembelajaran yang dirancang untuk
melibatkan peserta didik secara kognitif dalam isi pelajaran melalui
penyajian tugasnya. Strategi ini meliputi gaya pemecahan masalah,
penemuan terbimbing, dan gaya lain yang memerlukan fungsi kognitif anak,
seperti pembelajaran penemuan (inquiry learning). Semua model ini
menggambarkan pendekatan yang melibatkan peserta didik dalam
merumuskan respons sendiri tanpa meniru apa yang sudah diperlihatkan
guru sebelumnya.
Tingkat keterlibatan peserta didik bervariasi sesuai dengan tingkat respons
kognitifnya. Ketika guru mengetengahkan masalah yang memerlukan
jawaban benar yang tunggal, pemecahan masalah itu biasanya disebut

44
convergent problem solving. Ketika masalah tersebut bersifat terbuka dan
tidak memerlukan satu jawaban terbaik, maka pemecahan masalah tersebut
disebut divergent problem solving.
g. Pengajaran Beregu (Team teaching)
Pengajaran beregu adalah strategi pembelajaran yang melibatkan lebih dari
satu orang guru yang bertanggung jawab untuk menyajikan pelajaran kepada
sekelompok peserta didik. Ketika pelajaran pendidikan jasmani bersifat co-
educational (melibatkan peserta didik putra dan putri), banyak pendidik
melihat bahwa team teaching sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan baik
putra maupun putri yang terkelompokan secara heterogen dengan mendapat
guru pria dan wanita di saat bersamaan.
4. Gaya Mengajar
Mosston membedakan gaya mengajar sesuai dengan besarnya peran peserta
didik di dalam proses pembelajaran (pra pertemuan, pertemuan, dan pasca
pertemuan). Berikut adalah beberapa gaya mengajar tersebut:
a. Gaya A : Komando (Command Style)
Semua keputusan dikendalikan oleh guru dan peserta didik hanya melakukan
apa yang diperintahkannya. Satu aba-aba satu respons peserta didik.
b. Gaya B : Latihan (Practice Style)
Guru memberikan beberapa tugas dan peserta didik menentukan di mana,
kapan, bagaimana, dan tugas mana yang akan dilakukan pertama kali. Guru
memberi umpan balik.
c. Gaya C : Berbalasan (Reciprocal Style)
Satu peserta didik menjadi pelaku, satu peserta didik lain menjadi pengamat
dan bertugas memberikan umpan balik, dan dilakukan secara bergantian.

d. Gaya D : Menilai diri sendiri (Self Check Style)


Peserta didik diberi petunjuk untuk menilai penampilannya sendiri.Pada saat
latihan peserta didik berusaha mengetahui kekurangannya dan mencoba
memperbaiki.
e. Gaya E : Partisipatif atau Inklusif (Inclusion Style)
Guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria
yang berbeda tingkat kesulitan antara satu peserta didik dengan lainnya.
Peserta didik diberi keleluasaan untuk menentukan tingkat kesulitan yang
sesuai dengan kemampuannya,dengan demikian setiap anak akanmerasa
berhasil.
f. Gaya F : Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
Guru membimbing peserta didik ke arah jawaban yang benar melalui
serangkaian tugas untuk menjawab permasalahan yang dirancang. Setiap
anak melaksanakan tugas sesuai bimbingan guru sehingga akan
mendapatkan jawaban yang sama terhadap permasalahan yang diberikan
tersebut.

45
g. Gaya G : Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Guru menyediakan satu permasalahan yang harus diselesaikan. Peserta didik
diberi kebebasan sesuai dengan cara yang dipilihnya sendiri, sehingga
jawaban yang dihasilkan akan beragam.
h. Gaya H, I, J : Learner Designed Program/Learner Initiated/Self-Teaching
Peserta didik mulai mengambil tanggung jawab untuk apapun yang akan
dipelajari serta bagaimana hal itu akan dipelajari.

E. Media dan Sumber Pembelajaran


1. Media Pembelajaran PJOK
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemampuan atau ketrampilan pembelajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup
pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk
tujuan pembelajaran.
Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk
menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya.
Kemudian menurut National Education Associaton (1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras, kedua batasan
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran
merupakan bagian dari sarana dan prasarana dalam pembelajaran pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan. Sarana prasarana adalah alat secara fisik, untuk
menyampaikan isi pembelajaran (Sagne dan Brigs dalam Latuheru, 1988:13).
Dari berbagai definisi menurut para ahli dapat diartikan bahwa sarana
prasarana adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis
bangunan/tanpa bangunan beserta dengan perlengkapannya dan memenuhi
persyaratan untuk pelaksanaan kegiatan.
Berkaitan dengan media pembelajaran, pemerintah telah mengeluarkan
Permendikbud no. 65 tahun 2013 bahwa “media pembelajaran, berupa alat bantu
proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran”. Sedangkan yang
dimaksud materi pelajaran, “materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip,
dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi”, berikutnya dijelaskan pula bahwa,
“materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang, relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi;”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa 1) media
pembelajaran adalah alat bantu penyampaian materi pembelajaran, dan 2) materi
pembelajaran disebut juga materi pokok yang pada dasarnya adalah memuat
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-
butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
Berikut tabel analisis kompetensi yang ingin dipraktikkan dengan media
yang dapat digunakan:
46
Materi Pelajaran/Kompetensi Yang
Alat Bantu/Media Pembelajaran
Dipraktikkan
1. Gerak dasar fundamental permainan 1. Video permainan sepak bola.
bola besar menggunakan perminan berhubungan dengan gerak dasar
sepakbola (mengumpan, fundamental (mengumpan,
menghentikan, dan menggiring menghentikan, dan menggiring
dengan kaki bagan dalam, serta luar) dengan kaki bagan dalam, serta
luar)
2. Variasi dan kombinasi gerak dasar
2. Gambar permainan sepak bola
fundamental (mengumpan,
yang berhubungan dengan gerak
menghentikan, dan menggiring
dasar fundamental (mengumpan,
dengan kaki bagan dalam, serta luar),
menghentikan, dan menggiring
untuk menanamkan nilai-nilai,
dengan kaki bagan dalam, serta
toleransi, percaya diri, keberanian,
luar)
menghargai lawan, bertanggung
jawab.

Dengan demikian media pembelajaran akan sangat beragam bergantung


pada materi pokok atau kompetensi yang ingin dipraktikkannya.

2. Sumber Belajar PJOK


Dikatakan dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 bahwa “sumber
belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber
belajar lain yang relevan”. Buku pegangan guru maupun peserta didik diharapkan
dapat menjadi salah satu andalan sumber belajar bagi implementasi Kurikulum
2013.
Buku pegangan peserta didik diharapkan memuat berbagai materi pokok
yang dapat dipelajari secara independen oleh peserta didik, seperti gerak dasar,
teknik dasar, permainan modifikasi (lead up games), permainan sebenarnya
termasuk sepak bola, basket, voli, dsb). Sedangkan buku pegangan guru
diharapkan memuat berbagai teknik, strategi, metode, gaya mengajar, model, dan
pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru untuk digunakan dalam
proses pembelajaran.
Pemilihan model tersebut didasarkan pada karakteristik materi pokok,
karakteristik peserta didik, ketersediaan sarana, dan kemampuan guru dalam
menerapkannya. Ujung dari usaha pemilihan metode tersebut ini adalah
terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisian, yang ditandai dengan
peserta didik belajar dan diperolehnya hasil belajar yang maksimal.
Untuk memperoleh hasil belajar peserta didik yang maskimal tentu saja guru
harus mencari berbagai sumber belajar lainnya, bahkan termasuk harus kreatiff
dan inovatif menciptakan media belajar sendiri. Hal ini perlu dilakukan karena
sumber belajar yang tersedia belum tentu mampu mengakomodir semua
kompetensi yang ingin diraih. Ibarat seorang dokter, untuk mengobati penyakit
tertentu, seringkali dokter harus meracik obat karena obat yang tersedia di pasar
tidak ada.
47
F. Penilaian Pembelajaran
1. Konsep Penilaian dalam Pembelajaran
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pengumpulan informasi tersebut
ditempuh melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen,
dan berasal dari berbagai sumber. Penilaian harus dilakukan secara efektif. Oleh
karena itu, meskipun informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan
berbagai upaya, tetapi kumpulan informasi tersebut tidak hanya lengkap dalam
memberikan gambaran, tetapi juga harus akurat untuk menghasilkan keputusan.
Pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik memerlukan
metode dan instrumen penilaian, serta prosedur analisis sesuai karakteristiknya
masing-masing. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi
dengan KD sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik.
Untuk mengetahui ketercapaian KD, pendidik harus merumuskan sejumlah
indikator sebagai acuan penilaian. Pendidik atau sekolah juga harus menentukan
kriteria untuk memutuskan seorang peserta didik sudah mencapai KKM atau
belum.
Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar tetapi juga pada proses
belajar. Peserta didik juga mulai dilibatkan dalam proses penilaian terhadap
dirinya sendiri sebagai sarana untuk berlatih melakukan penilaian diri. Di bawah
ini diuraikan secara singkat berbagai pendekatan penilaian, prinsip penilaian,
serta penilaian dalam Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Hal penting
yang harus diperhatikan ketika melaksanakan penilaian dalam Kurikulum 2013
adalah KKM, remedial, dan pengayaan.

a. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)


Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria
ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada
standar kompetensi lulusan, mempertimbangkan karakteristik peserta didik,
karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan. Dalam menetapkan
KKM, satuan pendidikan harus merumuskannya secara bersama antara Kepala
Sekolah, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya. KKM dirumuskan setidaknya
dengan memperhatikan tiga aspek: karakteristik peserta didik (intake),
karakteristik mata pelajaran (kompleksitas materi/kompetensi), dan kondisi
satuan pendidikan (daya dukung) pada proses pencapaian kompetensi.
Secara teknis prosedur penentuan KKM mata pelajaran pada Satuan
Pendidikan dapat dilakukan antara lain dengan cara berikut.
1) Menghitung jumlah KD setiap mata pelajaran pada masing-masing tingkat
kelas dalam satu tahun pelajaran.
2) Menentukan nilai aspek karakteristik peserta didik (intake), karakteristik
mata pelajaran (kompleksitas materi/ kompetensi), dan kondisi satuan
pendidikan (daya dukung) dengan memperhatikan komponen-komponen
berikut.
48
a) Karakteristik Peserta Didik (Intake)
Karakteristik Peserta Didik (intake) bagi peserta didik baru (kelas X)
antara lain memperhatikan rata-rata nilai rapor SMP, nilai ujian
sekolah SMP, nilai hasil seleksi masuk peserta didik baru di jenjang
SMA. Bagi peserta didik kelas XI dan XII antara lain memperhatikan
rata-rata nilai rapor semester-semester sebelumnya.
b) Karakteristik Mata Pelajaran (Kompleksitas)
Karakteristik Mata Pelajaran (kompleksitas) adalah tingkat kesulitan
dari masing-masing mata pelajaran, yang dapat ditetapkan antara lain
melalui expert judgment guru mata pelajaran melalui forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah, dengan
memperhatikan hasil analisis jumlah KD, kedalaman KD, keluasan KD,
perlu tidaknya pengetahuan prasyarat.
c) Kondisi Satuan Pendidikan (Daya Dukung)
Kondisi Satuan Pendidikan (Daya Dukung) meliputi antara lain (1)
kompetensi pendidik (nilai UKG); (2) jumlah peserta didik dalam satu
kelas; (3) predikat akreditasi sekolah; dan (4) kelayakan sarana
prasarana sekolah.

2. Karakteristik Penilaian dalam Pembelajaran


Karakteristik Penilaian dalam Kurikulum 2013. Penilaian merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 yang menekankan pada
pembelajaran berbasis aktivitas, maka penilainnya lebih menekankan pada
penilaian proses baik pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Penilaian dalam Kurikulum 2013 memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Belajar Tuntas
Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat
mencapai kompetensi yang ditentukan, asalkan peserta didik mendapat
bantuan yang tepat dan diberi waktu sesuai dengan yang dibutuhkan. Peserta
didik yang belajar lambat perlu diberi waktu lebih lama untuk materi yang
sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya. Untuk kompetensi pada
kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak
diperkenankan mengerjakan pekerjaan atau kompetensi berikutnya, sebelum
mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil
yang baik.

b. Otentik
Memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan dua hal yang
saling berkaitan. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia
49
nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik
(kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta
didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh
peserta didik.
c. Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungan dimaksudkan sebagai penilaian yang dilakukan
secara terus menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai
jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester).
d. Menggunakan Teknik Penilaian yang Bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio,
unjuk kerja, projek, pengamatan, dan penilaian diri.
e. Berdasarkan Acuan Kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi
dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan
minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing.
Penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi
dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan belajar
minimal (KKM), yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing
dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan
dicapai, daya dukung (sarana dan guru), dan karakteristik peserta didik.
KKM diperlukan agar guru mengetahui kompetensi yang sudah dan belum
dikuasai secara tuntas. Guru mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta
didik, sehingga pencapaian kompetensi yang kurang optimal dapat segera
diperbaiki. Bila kesulitan dapat terdeteksi sedini mungkin, peserta didik
tidak sempat merasa frustasi, kehilangan motivasi, dan sebaliknya peserta
didik merasa mendapat perhatian yang optimal dan bantuan yang berharga
dalam proses pembelajarannya. Namun ketuntasan belajar minimal tidak
perlu dicantumkan dalam buku rapor, hanya menjadi catatan guru.

3. Teknik dan Instrumen Penilaian Pembelajaran


Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan berikut ini.
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian
diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan
jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan
penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
50
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang
berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan
berupa lembar penilaian diri.
3) Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antarpeserta didik.
4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang
berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan
peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan


Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan
penugasan.
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas.

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan


Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang dilengkapi rubrik.
1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa
keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi.
2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi
kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis
maupun lisan dalam waktu tertentu.

4. Pengolahan Hasil Penilaian dan Pelaporan


Langkah-langkah untuk membuat deskripsi nilai/perkembangan sikap

51
selama satu semester:
a. Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing
mengelompokkan (menandai) catatan-catatan sikap pada jurnal yang
dibuatnya ke dalam sikap spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal
belum ada kolom butir nilai).
b. Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat
rumusan deskripsi singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan
catatan-catatan jurnal untuk setiap peserta didik.
c. Wali kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata
pelajaran dan guru BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap
spiritual dan sosial dari guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas
yang bersangkutan, wali kelas menyimpulkan (merumuskan deskripsi)
capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.
d. Pelaporan hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.

Berikut adalah rambu-rambu rumusan predikat dan deskripsi perkembangan


sikap selama satu semester:
a. Deskripsi sikap menggunakan kalimat yang bersifat memotivasi dengan
pilihan kata/frasa yang bernada positif. Hindari frasa yang bermakna
kontras, misalnya: ... tetapi masih perlu peningkatan dalam ... atau ...
namun masih perlu bimbingan dalam hal ...
b. Deskripsi sikap menyebutkan perkembangan sikap/perilaku peserta
didik yang sangat baik dan/atau baik dan yang mulai/sedang
berkembang.
c. Deskripsi sikap spiritual “dijiwai” oleh deskripsi pada mata pelajaran
PABP, sedangkan deskripsi mata pelajaran lainnya menjadi penguat.
d. Deskripsi sikap sosial “dijiwai” oleh deskripsi pada mata pelajaran
PPKn, sedangkan deskripsi mata pelajaran lainnya menjadi penguat.
e. Predikat dalam penilaian sikap bersifat kualitatif, yakni: Sangat Baik,
Baik, Cukup, dan Kurang.
f. Predikat tersebut ditentukan berdasarkan judgement isi deskripsi oleh
pendidik.
g. Apabila peserta didik tidak ada catatan apapun dalam jurnal, sikap
peserta didik tersebut diasumsikan BAIK.
h. Dengan ketentuan bahwa sikap dikembangkan selama satu semester,
deskripsi nilai/perkembangan sikap peserta didik didasarkan pada
sikap peserta didik pada masa akhir semester. Oleh karena itu, sebelum
deskripsi sikap akhir semester dirumuskan, guru mata pelajaran, guru
BK, dan wali kelas harus memeriksa jurnal secara keseluruhan hingga
akhir semester untuk melihat apakah telah ada catatan yang
menunjukkan bahwa sikap peserta didik tersebut telah menjadi sangat
baik, baik, atau mulai berkembang.
i. Apabila peserta didik memiliki catatan sikap KURANG baik dalam
jurnal dan peserta didik tersebut belum menunjukkan adanya
perkembangan positif, deskripsi sikap peserta didik tersebut dirapatkan
dalam rapat dewan guru pada akhir semester. Rapat dewan guru
menentukan kesepakatan tentang predikat dan deskripsi sikap
KURANG yang harus dituliskan, dan juga kesepakatan tindak lanjut
pembinaan peserta didik tersebut. Tindak lanjut pembinaan sikap
52
KURANG pada peserta didik sangat bergantung pada kondisi sekolah,
guru dan keterlibatan orang tua/wali murid.

G. Remedial dan Pengayaan


1. Remedial
Setelah KKM ditentukan, capaian pembelajaran peserta didik dapat
dievaluasi ketuntasannya. Peserta didik yang belum mencapai KKM berarti
belum tuntas, wajib mengikuti program remedial, sedangkan peserta didik
yang sudah mencapai KKM dinyatakan tuntas dan dapat diberikan
pengayaan.

a. Prinsip-prinsip Remedial
Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran yang
diberikan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, fungsi kegiatan remedial
adalah: (1) memperbaiki cara belajar peserta didik, (2) meningkatkan peserta didik
terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya, (3) menyesuaikan pembelajaran
dengan karakteristik peserta didik, (4) mem-percepat penguasaan peserta didik
terhadap materi pelajaran, (5) membantu mengatasi kesulitan dalam aspek sosial
dan pribadi peserta didik.
Kegiatan remedial dapat dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran biasa
untuk membantu peserta didik yang diduga akan mengalami kesulitan (preventif),
setelah kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar (kuratif), atau selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran biasa.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remedial adalah: (1)
analisis hasil diagnosis kesulitan belajar, (2) menemukan penyebab kesulitan, (3)
menyusun rencana kegiatan remedial, (4) melaksanakan kegiatan remedial, dan
(5) menilai kegiatan remedial.

b. Pembelajaran Remedial
Remedial merupakan program pembelajaran yang diperuntukkan bagi
peserta didik yang belum mencapai KKM dalam satu KD tertentu. Pembelajaran
remedial diberikan segera setelah peserta didik diketahui belum mencapai KKM.
Pembelajaran remedial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan/hak peserta didik.
Dalam pembelajaran remedial, pendidik membantu peserta didik untuk
memahami kesulitan belajar yang dihadapi secara mandiri, mengatasi kesulitan
dengan memperbaiki sendiri cara belajar dan sikap belajarnya yang dapat
mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. Dalam hal ini, penilaian
merupakan assessment as learning.
Metode yang digunakan pendidik dalam pembelajaran remedial juga dapat
bervariasi sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan belajar yang
dialami peserta didik. Tujuan pembelajaran juga dirumuskan sesuai dengan
kesulitan yang dialami peserta didik. Pada pelaksanaan pembelajaran remedial,
53
media pembelajaran juga harus betul-betul disiapkan pendidik agar dapat
mempermudah peserta didik dalam memahami KD yang dirasa sulit itu. Dalam
hal ini, penilaian tersebut merupakan assessment for learning.
Pelaksanaan pembelajaran remedial disesuaikan dengan jenis dan tingkat
kesulitan yang dapat dilakukan dengan cara:
1) pemberian bimbingan secara individu. Hal ini dilakukan apabila ada
beberapa anak yang mengalami kesulitan yang berbeda-beda, sehingga
memerlukan bimbingan secara individual. Bimbingan yang diberikan
disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang dialami oleh peserta didik.
2) pemberian bimbingan secara kelompok. Hal ini dilakukan apabila dalam
pembelajaran klasikal ada beberapa peserta didik yang mengalami kesulitan
sama.
3) pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
Pembelajaran ulang dilakukan apabila semua peserta didik mengalami
kesulitan. Pembelajaran ulang dilakukan dengan cara penyederhanaan
materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan.
4) pemanfaatan tutor sebaya, yaitu peserta didik dibantu oleh teman sekelas
yang telah mencapai KKM, baik secara individu maupun kelompok.
Pembelajaran remedial diakhiri dengan penilaian untuk melihat pencapaian
peserta didik pada KD yang diremedial. Pembelajaran remedial pada dasarnya
difokuskan pada KD yang belum tuntas dan dapat diberikan berulang-ulang
sampai mencapai KKM dengan waktu hingga batas akhir semester. Apabila hingga
akhir semester pembelajaran remedial belum bisa membantu peserta didik
mencapai KKM, pembelajaran remedial bagi peserta didik tersebut dapat
dihentikan. Pendidik tidak dianjurkan memaksakan untuk memberi nilai tuntas
(sesuai KKM) kepada peserta didik yang belum mencapai KKM.
Pemberian nilai KD bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran
remedial yang dimasukkan sebagai hasil penilaian harian (PH), dapat dipilih
beberapa alternatif berikut.

a) Alternatif 1
Peserta didik diberi nilai sesuai capaian yang diperoleh peserta didik setelah
mengikuti remedial. Misalkan, suatu matapelajaran (IPA) memiliki KKM
sebesar 70. Seorang peserta didik, Andi memperoleh nilai PH-1 (KD 3.1)
sebesar 50. Karena Andi belum mencapai KKM, maka Andi mengikuti
remedial untuk KD 3.1. Setelah Andi mengikuti remedial dan diakhiri dengan
penilaian, Andi memperoleh hasil penilaian sebesar 80. Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka nilai PH-1 (KD 3.1) yang diperoleh Andi adalah
sebesar 80.
Keuntungan menggunakan ketentuan ini:
(1) Meningkatkan motivasi peserta didik selama mengikuti pembelajaran
remedial karena peserta didik mempunyai kesempatan untuk
memperoleh nilai yang maksimal.
(2) Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip belajar tuntas (mastery
learning).

54
Kelemahan menggunakan ketentuan ini:
 Peserta didik yang telah tuntas (misalnya, Wati dengan nilai 75) dan
nilainya dilampaui oleh peserta didik yang mengikuti remedial
(misalnya, Andi dengan nilai 80), kemungkinan Wati mempunyai
perasaan diperlakukan “tidak adil” oleh pendidik.

b) Alternatif 2
Peserta didik diberi nilai dengan cara merata-rata antara nilai capaian awal
(sebelum mengikuti remedial) dan capaian akhir (setelah mengikuti
remedial), dengan ketentuan:
(1) Jika capaian akhir telah melebihi KKM (misalnya, Badar memperoleh
nilai 90) dan setelah dirata-rata dengan capaian awal (misalnya,
capaian awal Badar adalah 60) ternyata hasil rata-rata telah melebihi
KKM (nilai 75), maka hasil rata-rata (nilai 75) sebagai nilai perolehan
peserta didik tersebut (Badar).
(2) Jika capaian akhir telah melebihi KKM (misalnya, Andi memperoleh
nilai 80) dan setelah dirata-rata dengan capaian awal (misalnya,
capaian awal Andi adalah 50) ternyata hasil rata-rata belum mencapai
KKM (nilai 65), maka Andi diberi nilai sebesar nilai KKM, yaitu 70.
Alternatif 2 ini sebagai upaya untuk mengatasi kelemahan Alternatif 1,
meskipun Alternatif 2 ini tidak memiliki dasar teori, namun lebih
mengedepankan faktor kebijakan pendidik. Upaya lain, untuk
mengatasi kelemahan Alternatif 1, yaitu dengan memberikan
kesempatan yang sama bagi semua peserta didik untuk mengikuti tes,
namun dengan catatan perlu diinformasikan kepada peserta didik
bahwa konsekuensi nilai yang akan diambil adalah nilai hasil tes
tersebut atau nilai terakhir.

c) Alternatif 3
Peserta didik diberi nilai sama dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah
untuk suatu mata pelajaran, berapapun nilai yang dicapai peserta didik
tersebut telah melampaui nilai KKM.
Remidial dilakukan apabila setelah diadakan penilaian pada kompetensi
yang telah diajarkan pada peserta didik, nilai yang dicapai tidak memenuhi
KBM (Ketuntasan Belajar Minimal) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang telah ditentukan. Berikut contoh format remidial peserta didik.

Target Nilai
Peserta KBM/ Bentuk
No KI Aspek Materi Indikator Ket
Didik KKM Remidial
KD Awal Remidial

55
1.
2.
3.
dst

Komentar Orang Tua Peserta Didik:

2. Pengayaan
a. Prinsip-prinsip Pengayaan
Kegiatan pengayaan adalah suatu kegiatan yang diberikan kepada peserta
didik kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara
optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Kegiatan pengayaan
dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar
yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.
Tugas yang dapat diberikan guru pada peserta didik yang mengikuti kegiatan
pengayaan di antaranya adalah memberikan kesempatan menjadi tutor sebaya,
mengembangkan latihan praktis dari materi yang sedang dibahas, membuat hasil
karya, melakukan suatu proyek, membahas masalah, atau mengerjakan permainan
yang harus diselesaikan peserta didik.
Kegiatan yang dipilih guru, hendaknya kegiatan pengayaan tersebut
menyenangkan dan mengembangkan kemampuan kognitif tinggi sehingga
mendorong peserta didik untuk mengerjakan tugas yang diberikan. Dalam
memilih dan melaksanakan kegiatan pengayaan, guru harus memperhatikan (1)
faktor peserta didik, baik faktor minat maupun faktor psikologis lainnya, (2) faktor
manfaat edukatif, dan (3) faktor waktu.

b. Pembelajaran Pengayaan
Pengayaan merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada peserta
didik yang telah melampaui KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman dan
perluasan dari kompetensi yang dipelajari. Pengayaan biasanya diberikan segera
setelah peserta didik diketahui telah mencapai KKM berdasarkan hasil PH.
Pembelajaran pengayaan biasanya hanya diberikan sekali, tidak berulang-kali
sebagaimana pembelajaran remedial. Pembelajaran pengayaan umumnya tidak
diakhiri dengan penilaian.
Bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan melalui:
1) Belajar kelompok, yaitu sekelompok peserta didik yang memiliki minat
tertentu diberikan tugas untuk memecahkan permasalahan, membaca di
perpustakaan terkait dengan KD yang dipelajari pada jam pelajaran sekolah
atau di luar jam pelajaran sekolah. Pemecahan masalah yang diberikan
kepada peserta didik berupa pemecahan masalah nyata. Selain itu, secara
kelompok peserta didik dapat diminta untuk menyelesaikan sebuah proyek
atau penelitian ilmiah.

56
2) Belajar mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu
yang diminati, menjadi tutor bagi teman yang membutuhkan. Kegiatan
pemecahan masalah nyata, tugas proyek, ataupun penelitian ilmiah juga
dapat dilakukan oleh peserta didik secara mandiri jika kegiatan tersebut
diminati secara individu.
Pengayaan dilakukan apabila setelah diadakan penilaian pada kompetensi
yang telah diajarkan pada peserta didik, nilai yang dicapai melampaui KBM
(Ketuntasan Belajar Minimal) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang
telah ditentukan. Berikut contoh format pengayaan peserta didik.

Target KBM Nilai


Peserta Bentuk
No KI Aspek Materi Indikator / Ket
Didik Remidial
KD KKM Awal Remidial
1.
2.
3.
dst
Komentar Orang Tua Peserta Didik:

H. Interaksi dengan Orangtua


1. Interaksi Secara Langsung
Anak-anak umumnya bisa melakukan tugas-tugas mereka dengan baik ketika
di sekolah. Sebagian di antaranya bahkan mungkin lebih mudah mempercayai
guru mereka. Untuk itu, perlu kiranya setiap orangtua mengetahui dengan baik
sosok guru yang mengajar anak-anaknya. Hal ini penting karena dalam
pendidikan sekolah, orangtua dan guru harus menjadi satu tim yang baik.
Jika orangtua dan guru bisa saling mengenal dan mempercayai, maka anak-
anak tidak akan menentang salah satu dari mereka, ketika anak-anak itu malas
atau menghindar dari tugas-tugasnya. Pengertian di antara orangtua dan guru
menjadikan masalah kecil tidak berkembang menjadi besar, dan masalah besar
bisa diselesaikan dengan lebih baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
terjalin hubungan baik antara orangtua dan guru.
a. Perkenalkan anak dengan gurunya
b. Mendatangi pertemuan orangtua-guru
c. Senantiasa berprasangka baik kepada guru
d. Berkomunikasilah secara teratur
e. Berikanlah sumbangan
Orangtua dan guru sama-sama menginginkan yang terbaik untuk pendidikan
anak-anak. Berkaitan dengan hubungan antara guru dan orangtua, dalam kode
etik guru telah disebutkan tentang hal tersebut, nilai-nilai dasar dan nilai-nilai
operasional antara lain sebagai berikut.
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien
dengan Orangtua/Wali peserta didik dalam melaksannakan proses
57
pedidikan.
b. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang
bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali peserta didik untuk beradaptasi dan
berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali peserta didik
mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada
umumnya.
f. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali peserta didik untuk
berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan
cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali peserta didik untuk memperoleh keuntungna-keuntungan
pribadi.

2. Interaksi Secara Tidak Langsung


Mengingat kesibukan orang tua yang tinggi merupakan kendala bagi pihak
sekolah untuk menyampaikan informasi tentang perkembangan anak di sekolah.
Sementara orang tua muncul perasaan tidak nyaman untuk menelepon guru
putera-puterinya, karena takut mengganggu tugas mereka. Akan tetapi niat yang
baik ini dapat menjadi bahaya jika tidak dilaksanakan dengan penuh kesungguhan
dan tanggung jawab.
Minimal ada tiga manfaat yang dapat diambil oleh orang tua dan sekolah dari
implementasi buku penghubung, yaitu:
a. Buku penghubung menjadi sarana untuk pemantauan kegiatan peserta didik
di sekolah dan di rumah. 
b. Buku penghubung menjadi parameter dasar beberapa sikap dan karakter
yang harus dilatihkan kepada anak setiap hari.
c. Orang tua dan guru dapat menulis pesan dan kondisi terkini peserta didik
agar masing-masing pihak dapat memberikan follow up atau tinfak lanjut
terhadap pesan tersebut.

BUKU PENGHUBUNG ORANG TUA/WALI PESERTA DIDIK


58
DENGAN GURU

Nama
Nama Orang Tindak
No Hari/Tgl Peserta L/P Kelas Uraian Masalah
Tua/Wali Lanjut
didik
1 2 3 4 5 6 7 8

Jakarta, ....................., 2018


Guru Mata Pelajaran

( ....................................... )
NIP.

I. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun
2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus
untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar (KD). RPP yang dikembangkan secara rinci mengacu pada
silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru.
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis sebagai langkah awal dari proses pembelajaran. Hal ini
dimaksudkan agar pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan efisien dalam rangka mengembangkan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi. RPP disusun berdasarkan serangkaian KD
yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Penyusunan RPP ini
dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, namun perlu
diperbaharui sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara
berkelompok melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di
sekolah/madrasah.Sebaiknya hal ini dikoordinasi, difasilitasi, dan disupervisi oleh
kepala sekolah/madrasah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah/
madrasah.Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok
melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi
oleh pengawas atau Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama setempat.

59
1. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2016


Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan
serangkaian prinsip yang harus diperhatikan guru dalam menyusun RPP.
a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. Sebagai contoh
guru menggunakan secara bergantian penayangan video klip, poster,
aktivitas fisik, dramatisasi atau bermain peran sebagai teknik pembelajaran
karena gaya belajar setiap siswa berbeda-beda.
b. Berpusat pada peserta didik
Guru yang menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
pertama-tama memperlakukan siswa sebagai subyek didik atau pembelajar.
Dilihat dari sudut pandang peserta didik, guru bukanlah seorang intruktur,
pawang, komandan, atau birokrat. Guru bertindak sebagai pembimbing,
pendamping, fasilitator, sahabat, atau abang/kakak bagi peserta didik
terutama dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni kompetensi peserta
didik. Oleh karena itu guru seyogyanya merancang proses pembelajaran yang
mampu mendorong, memotivasi, menumbuhkan minat dan kreativitas
peserta didik. Hak ini dapat berjalan jika seorang guru mengenal secara
pribadi siapa (saja) siswanya, apa mimpi-mimpinya, apa kegelisahannya,
passionnya, dan sebagainya.
c. Berbasis konteks
Pembelajaran berbasis konteks dapat terwujud apabila guru mampu
mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai sumber belajar lokal
(setempat), guru mengenal situasi dan kondisi sosial ekonomi peserta didik,
mengenal dan mengedepankan budaya atau nilai-nilai kearifan lokal, tanpa
kehilangan wawasan global. Sebagai contoh nilai gotong royong di Jawa atau
pela gandong di Maluku dapat dijadikan inspirasi mengembangkan proses
dan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran juga dapat dimulai dari apa yang
sudah diketahui oleh peserta didik sesuai dengan konteksnya dan baru pada
konteks yang lebih luas.
d. Berorientasi kekinian
Ini adalah pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan nilai-nilai kehidupan masa kini.Guru yang
berorientasi kekinian adalah guru yang “gaul”, tidak “gaptek”, “melek
informasi”, bahkan sebaiknya well informed, selalu meng-update dan meng-
up grade ilmu pengetahuan yang menjadi bidangnya, termasuk teori-teori
dan praktik baik di bidang pendidikan/pembelajaran. Dengan demikian
rancangan pembelajaran yang dikembangkan guru dapat menjadi inspirasi
bagi siswa dana abagi guru-uru yang lain.

60
e. Mengembangkan kemandirian belajar
Guru yang mengembangkan kemandirian belajar (siswa) selalu akan
berusaha agar pada akhirnya siswa berani mengemukakan pendapat atau
inisiatif dengan penuh percaya diri. Di samping itu guru tersebut juga selalu
mendorong keberanian siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajarnya,
mengeksplorasi hal-hal yang ingin diketahui, memanfaatkan berbagai
sumber belajar, dan mampu menjalin kerja sama, berkolaborasi dengan siapa
pun. Idealnya semuau ini tercermin dalam rencana kegiatan pembelajaran
siswa.
f. Memberi umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.
g. Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau antar-
muatan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI,
KD, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar.RPP disusun dengan mengakomodasi
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek
belajar, dan keragaman budaya.
h. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Kegiatan pembelajaran dalam RPP disusun dengan mempertimbangkan
penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Sebagai contoh
ketika guru menugasi siswa mengeksplorasi sumber-sumber pengetahuan
lewat internet, guru harus bias menunjukkan kepad siswa alamat situs-situs
web atau tautan (link) yang mengarahkan siswa pada sumber yang jelas,
benar, dan bertanggungjawab.

2. Komponen dan Format RPP

Komponen dan sistematika RPP berikut mengacu pada Peraturan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014
Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Menengah.

a. Komponen RPP
1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian
KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam
pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;

61
6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur,
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai
KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang
akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup; dan
13) penilaian hasil pembelajaran.

b. Format RPP

Komponen-komponen yang sudah disebutkan di atas secara operasional


diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah :
Mata Pelajaran :
Kelas/ Semester :
Materi Pokok :
Alokasi Waktu :

A. Kompetensi Inti
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
C. Tujuan Pembelajaran
D. Materi Pembelajaran
1. Materi Pembelajaran reguler
2. Materi pembelajaran pengayaan
3. Materi pembelajaranp remedial

62
E. Metode Pembelajaran
F. Media dan Bahan
G. Sumber Belajar
H. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Pertemuan pertama
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiatan Inti
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua
Dst…
I. Penilaian
1. Teknik penilaian
a. Sikap spiritual
b. Sikap sosial
c. Pengetahuan
d. Keterampilan
2. Pembelajaran Remedial
3. Pembelajaran Pengayaan

………, ......, .......................


Mengetahui dan Menyetujui Guru Mata Pelajaran
Kepala SMA/MA ...............................

__________________________ ______________________
NIP. ... NIP. ...

63
DAFTAR PUSTAKA

Albanese, M.A. & Mitchell, S. (1993). Problem Based Learning: a Review of The
Literature on Outcomes and Implementation Issues. Journal of Academic Medicine.
Allen, L. (1973). An Examination of the Ability of Third Grade Children from the Science
Curriculum Improvement Study to Identify Experimental Variables and to
Recognize Change. Science Education, 57, 123-151.
Alexander, D. (2000). The learning that lies between play and academics in afterschool
programs. National Institute on Out-of-School Time. Retrieved from
http://www.niost.org/Publications/papers.
Anderson, L. & Krathwohl, D. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching and
Assessing. New York : Longman.
Anderson, L.W., Krathwohl, D.R., Airasian, P.W., Cruikshank, K.A., Mayer, R.E., Pintrich,
P.R., Raths, J., Wittrock, M.C. (2000). A Taxonomy for Learning, Teaching, and
Assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York:
Pearson, Allyn & Bacon.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. (2013). Pedoman Penilaian Hasil Belajar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.
Barron, B., & Darling-Hammond, L. (2008). Teaching for meaningful learning: A review
of research on inquiry-based and cooperative learning.
Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. (1980). Problem Based Learning: an Approach to
Medical Education. New York: Springer Publishing.
Binkley, M., Erstad, O., Herman, J., et.al. (2010). Assesment and Teaching of 21st
Century Skill. Melbourne: The University of Melbourne Press.
Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar. Bandung: Diponegoro.
Sugiyono, Prof. Dr. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Daniel J. Mueller. (1992). Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi.
Bumi Aksara. Jakarta.
Daniel K. Schneider. (2005). Project-based learning. [Online]. Diakses dihttp://
edutechwiki. unige.ch/en/Project-based_learning.
Das, Salirawati. (2009). Penerapan Problem Based Learning Sebagai Upaya
Meningkatkan Kemampuan Peserta Didik Dalam Memecahkan Masalah, Makalah.
Forster, Margaret, dan Masters, G. (1999). Paper amd Pen Assessment Resource Kit.
Camberwell, Melborne: The Australian Council for Educational Research Ltd.
Grant, M. (2009). Understanding projects in projectbased learning: A student’s
perspective. Paper presented at Annual Meeting of the American Educational
Research Association, San Diego, CA.
Grisham-Brown, J., Hallam, R., & Brookshire, R. (2006). Using Authentic Assessment to
Evidence Children's Progress Toward Early Learning Standards. Early Childhood
Education Journal, 34 (1), 45–51.
Hamzah B. Uno dan Satria Koni. (2012). Assessment Pembelajaran. Bumi Aksara.
Jakarta.
Ibrahim, M dan Nur. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University
Press.
Jewet, A.E. (1994). Curriculum Theory and Research in Sport Pedagogy, dalam Sport
Science Review. Sport Pedagogy . Vol. 3 (1), h. 11-18.
Jewett; Bain; dan Ennis. (1995). The Curriculum Process in Physical Education, Second
Edition, Brown & Benchmark Publishers.
Lutan, Rusli. (1988). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode.
Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.

64
Lutan, Rusli. (2005). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Sekolah: Penguasaan Kompetensi
Dalam Konteks Budaya Gerak.
Macdonald, D. (2000). Curriculum change and the postmodern world: The school
curriculum-reform project an anachronism.
Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi Movement-Problem-Based Learning
Sebagai Pengembangan Paradigma Reflective Teaching Dalam Pendidikan Jasmani:
Sebuah Community-Based Action Research Di Sekolah Menengah Di Kota Bandung.
Makmun, Abin Syamsudin. (1981). Psikologi Kependidikan. Bandung : IKIP.
Morrison, G.R., Ross, S.M., Kalman, H.K., kemp, J.E. Kemp. (2011). Designing Effective
Instruction, Sixth Edition. New York: John Wiley&Sons, INC.
Mudjiman, Haris. (2006). Belajar Mandiri. Surakarta: Lembaga Pengembangan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung : ROSDA.
Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The Development and Validation of the Test
of Basic Process Skills. Paper Presented at the Annual meeting of the National
Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN.
Proyek DUeLike Universitas Indonesia. (2002). Panduan Pelaksanaan Collaborative
Learning & Problem Based Learning. Depok: UI.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 20 Tahun
2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2016 tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 22 Tahun
2016 tentang Standar Proses.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik IndonesiaNomor 23 Tahun
2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2016 tentang Standar Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston:
Allyn & Bacon.
Puskur Balitbang. (2006). Model Penilaian Kelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas.
Saifuddin Azwar. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Savery, J. R. (2006). Overview of problem-based learning: Definitions and distinctions.
The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9–20. Journal of
Problem-Based Learning, 3 (1), 12–43.
Siedentop, D., (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education. Mayfield
Publishing Company.
Sudarwan, Prof. (2012). Penilaian otentik dalam Pembelajaran, Makalah pada Workshop
Kurikulum, Jakarta.
Syamsudini. (2012). Aplikasi Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat Peserta
didik.
Tomera, A. (1974). Transfer and Retention of Transfer of the Science Processes of
Observation and Comparison in Junior High School Students. Science Education,
58, 195-203.

65
DAFTAR ISTILAH

 Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani


yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap
sportif, dan kecerdasan emosi.
 Tujuan Pendidikan jasmani untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani,
keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran,
stabilitas emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan
bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan.
 Salah satu mata pelajaran di dalam struktur kurikulum 2013 memiliki peranan
sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat
langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga
dan kesehatan yang terpilih dan dilakukan secara sistematis.
 Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik,
meningkatkan kebugaran jasmani, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (peserta didik menjadi percaya
diri, mandiri, mengendalikan diri, dan tangguh, mengembangkan keterampilan
sosial yang positif), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang
seimbang, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
 Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik
dengan tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar .
 Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
 Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan
standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan
standar pembiayaan.
 Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta
didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
 Kompetensi inti Sekolah Menengah Pertama (SMA/MA) merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus
dimiliki seorang peserta didik SMA/MA pada setiap tingkat kelas.
 Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMA/MA berisi kemampuan dan muatan
pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMA/MA yang mengacu pada kompetensi
inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti.
 Indikator pencapaian kompetensi adalah: (a) perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk kompetensi dasar (KD) pada kompetensi inti (KI)-3 dan KI-4; dan
(b) perilaku yang dapat diobservasi untuk disimpulkan sebagai pemenuhan KD pada
KI-1 dan KI-2, yang kedua-duanya menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
 Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu
yang mencakup Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar .
 RPP merupakan rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci mengacu
pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru. RPP mencakup: (1)
identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan kelas/semester; (2) alokasi waktu;
(3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi; (4) materi pembelajaran; (5) kegiatan
pembelajaran; (6) penilaian; dan (7) media/alat, bahan, dan sumber belajar.

1
 Pendekatan (Approach) adalah cara pandang pendidik yang digunakan untuk
menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan
tercapainya kompetensi yang ditentukan.
 Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas termasuk didalamnya strategi,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.
 Strategi pembelajaran:
o Strategi is plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal (J.R.David,1976).
o Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
 Metode pembelajaran merupakan cara penyampaian materi pembelajaran untuk
meraih kompetensi yang ditetapkan dan selanjutnya dapat digunakan untuk
merealialisasikan strategi yang ditetap.
 Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data
tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan,
dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar
melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar.
 Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan adalah proses pengumpulan
informasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek
pengetahuan dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah.
 Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi oleh guru mata
pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan
konseling (BK), dan wali kelas (selama peserta didik di luar jam pelajaran) yang
ditulis dalam buku jurnal (yang selanjutnya disebut jurnal).
 Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawaban disajikan secara tertulis berupa pilihan
ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
 Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru secara lisan dan
peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara lisan.
 Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur dan/atau
memfasilitasi peserta didik memperoleh atau meningkatkan pengetahuan.
 Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang bersifat reflektif-integratif yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
 Penilaian kinerja adalah penilaian untuk mengukur capaian pembelajaran yang
berupa keterampilan proses dan/atau hasil (produk).
 Penilaian proyek adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kemampuan peserta
didik dalam mengaplikasikan pengetahuannya melalui penyelesaian suatu tugas
dalam periode/waktu tertentu.
 Portofolio untuk penilaian keterampilan merupakan kumpulan sampel karya
terbaik dari KD pada KI-4. Portofolio setiap peserta didik disimpan dalam suatu
folder (map) dan diberi tanggal pengumpulan oleh guru.

2
3

Anda mungkin juga menyukai