STATUS EPILEPTIKUS
A. DEFINISI
Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas
kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status
epileptikus adalah gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi
dan terampil agar meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai (Haslam.
2010).
Epilepsy foundation of america (EFA) mendefinisikan SE sebagai kejang yang
terus menerus selama paling sedikit 30menit atau adanya dua atau lebih kejang
terpisah tanpa pemulihan kesadaran di antaranya. Definisi ini telah diterima secara
luas walaupun beberapa ahli mempertimbangkan bahwa durasi kejang lebih singkat
dapat merupakan suatu SE. untuk alasan praktis pasien dianggap sebagai SE jika
kejang terus menerus lebih dari 5 menit (Sirven. 2013).
Status epileptikus bangkitan umum (GCSE) adalah bangkitan umum y a n g
berlangsung 30 menit atau lebih lama atau bangkitan tonik klonik berulang
yang terjadi lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran diantara tiap bangkitan.
Definisi operasional status epileptikus yang dipakai saat ini untuk dewasa
dan anak yaitu bangkitan yang berlangsung terus menerus lebih dari 5 menit atau
terdapat 2 atau lebih bangkitan tanpa pulih kesadaran di antaranya (Mastrangelo.
2012).
B. ETIOLOGI
beberapa penyebab utama SE pada anak adalah infeksi (meningitis dan
ensefalitis) demam,
trauma kepala, ketidakpatuhan terhadap obat
antiepilepsi, tumor pada s u s u n a n saraf pusat, trauma serebrovaskular,
ensefalopati hipoksik-iskemia, gangguan elektrolit, dan sindrom neurokutaneous.
Sekitar 25% penyebab SE diklasifikasikan sebagai idiopatik. Sebuah penelitian
prospektif berbasis populasi di amerika serikat telah melakukan stratifikasi penyebab
SE pada anak. Urutan penyebab terbanyak sebagai berikut:
tabel 1. Etiologi terbanyak status epileptikus pada anak.
Akut
koma. Pada grandmal, oleh Karena sebab yang belum dapat dipastikan, terjadilah
lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan
talamokortikal yang berlebih menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus
menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran menerima impuls aferen dari
dunia luar sehingga kesadaran hilang.
Hasil penelitian menujukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian
rostral dari mesensefalon yng dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti-inti
intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang-kajang
pada otot skeletal, yang dikenal sebagai petit mal .
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala berupa:
Suhu anak tinggi
Anak pucat/diam saja
Mata terbelalak keatas disertai kekakuan dan kelemahan
Umumnya kejang berlangsung singkat
Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal
Serangan tonik klonik (dapat berhenti sendiri)
Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
Sering kali kejang berhenti sendiri
(Arif Mansjoer. 2010).
Menurut Commusion of Classification andf Terminologi of the International League
against Epilepsi (ILAE), klasifikasi epilepsy sebagai berikut:
1. Sawan parsial (fokal,local)
a. Sawan parsial sederhana: sawan parsial dengan tetap kesadaran normal
Dengan gejala motorik
o Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
o Fokal motorik menjalar: sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas kebagian lain. Disebut juga epilepsi Jacksen
o Versif: sawan disertai gerakan memutar kapala, mata, tubuh
o Postural sawan disertaidengan lengat atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
o Disertai gangguan fonasi: sawan disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial: sawan disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kalima panca indra dan bangkitan yang
disertai vertigo
o somatosensorik: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
o visual: terlihat cahaya
o auditoris: terdengar sesuatu
o olfaktoris: terhidu sesuatu
o gustatoris: terkecap sesuatu
o disertai vertigo
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil atau
pernafasan yang mendadak berhenti sementara.
F. PEMERIKSAAN PENUN,ANG
Anamnesis
Riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol, penyakit
serebrovaskular lain dan gangguan metabolit. Perhatikan lama kejang sifat kejang
(fokal, umum, tonik-klonik) tingkat kesadaran diantara kejang, riwayat kejang
sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga, demam, riwayat persalinan, tumbuh
kembang, dan penyakit yang sedang diderita.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran penglihatan dan
pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan dll. Sistem motorik yaitu
parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal
dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan kultur
darah dan
o 1maging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural diotak
o EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin jika
pasien mengalami gangguan mental
o fungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau perdarahan
subarachnoid.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas
dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan medikamentosa fan
pengobatan psikososial.
1. Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah manifestasi
penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan metabolic, maka di
samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula terapi kausal. Beberapa
prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor pencetusnya,
pemberian obat harus dipertimbangkan.
Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien
mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.
Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini toksisitas akan
berkurang, mempermudah pemantauan, dan menghindari interaksi obat.
Dosis obat disesuaikan secara individual.
Evaluasi hasilnya.
Bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
H. PROGNOSIS
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan terbebas serangan paling sedikit 2
tahun dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien
tidak mengalami sawan lagi, dikatkan telah menglami remisi. Diperkirakan 30 %
pasien tidak akan menglami remisi meskipun minum obat teratur.
Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat
pada sawan tonik-klonik dan sawan paarsial kompleks. Demikian pula usia muda
lebih mudah menglami relaps sesudah remisi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Idenditas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomer register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis.
b. Keluhan utama klien masuk dengan kejang dan disertai demam
c. Riwayat penyakit : klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psikospiritual. kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. frekuansi serangan, ada
faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah
pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera
otak, operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau
obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan
interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu, merasa rendah diri,
ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada dan berhatihati dalam hubungan dengan orang lain
Riwayat kesehatan
Riwayat keluarga dan kejang
Riwayat kejang demam
Tumor intrakranial
Trauma kepala terbuka
d. Riwayat kejang
Bagaimana frekuensi kejang
Gambaran kejang seperti apa
Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
Apakah ada kehilangan kesadaran atau lena
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh kelantai
e. Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher :sakit kepala. Leher kaku
Thoraks :pada klien sesak biasanya menggunakan otot bantu napas.
Ekstremitas : keletihan,kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktifitas,
perubahan tonus otot, kontraksi otot.
Eliminasi : peningkatan tekanan kandung kemih dan tpnus sfingter, pada post
iktal terjadi inkontinensia (utine /fekal) akibat otot relaksasi
Sistem pencernaan : sensitivitas terhadap makanan, mual/muntal yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
f. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien
secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis
3. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan
diri.
Rasional
Memfasilitasi
usaha
leher/dada, abdomen
bernapas/ekspansi dada
2. Masukkan spatel lidah/jalan napas Dapat mencegah tergigitnya
buatan
lidah, dan memfasilitasi saat
melakukan
penghisapan
lendir,
atau
memberi
sokongan pernapasan jika
diperlukan
3. Lakukan penghisapan sesuai sesuai Menurunkan risiko aspirasi
indikasi
atau asfiksia
Kolaborasi
Kolaborasi
1. Berikan tambahan O2
Dapat menurunkan hipoksia
serebral
1. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien
secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawtan selama nyeri klien
berkurang dengan kriteria hasil:
Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan
rasa nyeri yang dialami
Klien tidak menangis lagi
Wajah klien tampak ceria
Intervensi
1. Kaji PQRST dengan menggunakan
media gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai
kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman
bagi klien
4. Libatkan
keluarga
untuk
mendampingi klien
5. Kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional
analgesic
6. Pengkajian yang benar akan
membantu dalam
menentukan
tindakan keperawtan selanjutnya
7. Posisi
yang
nyaman
dapat
memberikan efek malsimal untuk
relaksasi otot
8. Kehadiran keluarga memberikan
efek psikologis pada anak untuk
mengurangi nyeri
9. Rangsang yang berlebihan dari
lingkungan dapat memperberat rasa
nyeri
10. Obat analgesic dapat meminimalkan
rasa nyeri
Rasional
tajam /
pasien
membahayakan
pasien
pasien
yaitu
diantara
tingkat
keluarga klien.
2. Kaji
tingkat
keluarga klien.
Makna klinis
pendidikan
pengetahuan
tentang
penyakit
kejang
demam melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang
belum dimengerti.
5. Libatkan keluarga dalam setiap
tindakan pada klien.
DAFTAR PUATAKA
Darto Saharso. 2010. Status Epileptikus Divisi Neuropediatri Bag./ SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fk-Unair/ RSU Dr. Soetomo Surabaya.
Huff Steven. 2013. Status Epilepticus. Available from / http/99emedicine.medscape.com.
Mansjoer. Arif dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta FKUI.
Kegawadaruratan pada anak. UKK Pediatri Gawat Darurat 1katan Dokter 1ndonesia. Tata
Laksana Syok Pada Anak. ,Manado: Juli 2011.
Rekomendasi Tata Laksana Syok berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia No.004/Rek/PP
IDAI/III/2014 http//www. idai.com.
Mastrangelo MC. A diagnostic work-up and therapeutic options in management of pediatric
status epilepticus. World J Pediatr. 2012:8:2.
Kravljanac R. Jovic N, Djuric M , Jankovic B , Pekmezovic T. Outcome of status epilepticus
in children treated in the intensive care unit a study of 302 cases. Epilepsia.
201:52(2):358:63.