Anda di halaman 1dari 6

Tugas 3 ( tugas administrasi keuangan publik)

Wacana Tugas III:


Perhatikan wacana berikut untuk menjawab Tugas III
Sebab Rupiah Dibiarkan Melemah
Bank Indonesia (BI) berulang kali mengatakan tetap berada di pasar untuk menjaga nilai
tukar rupiah agar tidak bergejolak menghadapi dolar Amerika Serikat (AS).
Agaknya keberadaan BI di pasar keuangan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kurs
rupiah. Sejak awal tahun, rupiah tercatat sudah melemah hingga 6 persen, sekaligus menjadi
mata uang yang turun paling tajam di antara negara-negara Asia.
Menurut ekonom Universitas Indonesia Anton H. Gunawan, BI memang tidak terlalu
mengkhawatirkan pelemahan rupiah. Apalagi di tengah tren perang mata uang global yang
membuat banyak negara berupaya menurunkan nilai tukarnya guna meningkatkan daya saing
di pasar dunia.
Bank sentral, kata dia, justru lebih memperhatikan defisit neraca transaksi berjalan yang
sudah berlangsung sejak kuartal IV-2011. Defisit terutama akibat kinerja ekspor yang terus
menurun. Bahkan sejak 2012, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.
Penyebabnya, ekspor Indonesia selama ini mengandalkan produk komoditas yang di pasar
internasional harganya cenderung turun.
Kinerja perdagangan yang terus turun tersebut tidak mampu mengimbangi defisit neraca jasa
dan neraca pendapatan yang melebar. Dalam laporan Neraca Pembayaran Indonesia yang
dirilis BI, neraca jasa dan neraca pendapatan memang senantiasa mengalami defisit.
Defisit neraca jasa akibat meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang impor dan
jumlah warga negara Indonesia yang bepergian ke luar negeri. Sedangkan defisit neraca
pendapatan lantaran peningkatan dividen dan bunga utang yang diperoleh investor asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada 2014, defisit neraca transaksi berjalan tercatat sebesar 2,95 persen terhadap produk
domestik bruto (PDB) sedikit turun dibandingkan defisit pada 2013 sebesar 3,18 persen.
Tahun ini, sejumlah ekonom memperkirakan defisit akan berada di kisaran 3 persen,
sedangkan BI memprediksikan berada di angka 3,2 persen.
BI sangat takut dengan defisit neraca transaksi berjalan (melonjak), kata Anton di Financial
Club, Graha Niaga, Jakarta, Kamis (12/3).
Kekhawatiran BI pun sudah terlihat dalam kebijakan moneternya sejak 2013, yakni dengan
beberapa kali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Kebijakan ini diambil karena kinerja
ekspor yang terus turun, sehingga BI mesti membuat kebijakan yang dapat memastikan aliran
modal dapat masuk ke pasar keuangan dalam negeri (capital inflow) yang dapat dipakai
untuk membiayai defisit tersebut.

Namun BI tidak dapat terus menggunakan instrumen suku bunga lantaran besarannya yang
sudah cukup tinggi. Selain itu, tren sejumlah negara yang menurunkan suku bunganya dan
melemahkan mata uangnya terhadap dolar AS ikut menekan rupiah.
BI tidak punya instrumen lain untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan, selain
membiarkan rupiah melemah, kata Anton. Tampaknya BI lebih comfort (nyaman) dengan
rupiah di atas Rp 13.000.
Apalagi, tingkat BI Rate yang tinggi bertentangan dengan keinginan pemerintah yang
meminta penurunan suku bunga supaya memacu pertumbuhan ekonomi yang tahun ini
ditargetkan sebesar 5,7 persen.
Jadi BI memang lebih mencoba mengikuti, tapi jangan sampai rupiah melemah terlalu kaget.
(Kebijakan) itu kelihatannya yang akan dilakukan BI ke depan, kata Komisaris Independen
Bank Mandiri itu.
Hal ini pun terlihat dari cadangan devisa per Februari 2015 yang masih menunjukkan
peningkatan dari US$ 114,25 miliar pada Januari menjadi US$ 115,53 miliar.
Sasaran BI menjaga nilai rupiah yang lemah, kata Anton, utamanya adalah untuk menekan
impor, terutama impor konsumsi. Bukan ingin menaikkan ekspor yang mayoritas berupa
produk komoditas. Ini sudah terlihat dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa impor
barang konsumsi yang turun 20,25 persen pada Januari.
Tapi yang jadi persoalan adalah bagaimana pemerintah dapat menahan impor bahan baku dan
barang modal yang diperkirakan meningkat pada semester II nanti. Ini seiring dengan mulai
berjalannya proyek-proyek infrastruktur milik pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah pun sudah menyiapkan sejumlah langkah yang dapat membantu BI
menjaga supaya defisit neraca transaksi berjalan tidak bertambah. Ada delapan strategi yang
disiapkan pemerintah:
1. Mengenakan bea anti dumping dan bea masuk pengamanan sementara sebagai
respons jika terdapat lonjakan impor barang tertentu serta penyederhanaan prosedur
dan mekanisme pengembalian.
2. Insentif pajak (tax allowance) bagi perusahaan yang minimal 30 persen produknya
untuk ekspor.
3. Insentif PPN bagi perusahaan galangan kapal.
4. Meningkatkan komponen biofuel agar impor BBM berkurang.
5. Insentif pajak bagi perusahaan asing yang tidak mengirimkan 100 persen dividennya
ke negara asal.
6. Merancang formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran asing.
7. Mendorong BUMN membentuk reasuransi.

8. Mendorong dan memaksa proses transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah.


Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Budi Hikmat mengatakan, yang perlu dilakukan
pemerintah saat ini adalah memperkuat daya tahan dan daya saing perekonomian dalam
negeri. Caranya, dengan membenahi infrastruktur, transportasi, kualitas sumber daya
manusia, serta mencari alternatif energi.
Berita baiknya, banyak perusahaan batubara yang beralih dari mengekspor komoditasnya
menjadi pemasok listrik dengan membangun pembangkit di mulut tambang, tutur dia.
- See more at: http://katadata.co.id/berita/2015/03/13/ini-sebab-rupiah%E2%80%9Cdibiarkan%E2%80%9D-melemah#sthash.V4WdkPhI.dpuf
Bank Indonesia cenderung membiarkan rupiah melemah terhadap dolar AS. Kebijakan ini
untuk menjaga agar defisit neraca transaksi berjalan tidak makin besar. - See more at:
http://katadata.co.id/berita/2015/03/13/ini-sebab-rupiah-%E2%80%9Cdibiarkan
%E2%80%9D-melemah#sthash.V4WdkPhI.dpuf
Bank Indonesia (BI) berulang kali mengatakan tetap berada di pasar untuk menjaga nilai
tukar rupiah agar tidak bergejolak menghadapi dolar Amerika Serikat (AS).
Agaknya keberadaan BI di pasar keuangan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kurs
rupiah. Sejak awal tahun, rupiah tercatat sudah melemah hingga 6 persen, sekaligus menjadi
mata uang yang turun paling tajam di antara negara-negara Asia.
Menurut ekonom Universitas Indonesia Anton H. Gunawan, BI memang tidak terlalu
mengkhawatirkan pelemahan rupiah. Apalagi di tengah tren perang mata uang global yang
membuat banyak negara berupaya menurunkan nilai tukarnya guna meningkatkan daya saing
di pasar dunia.
Bank sentral, kata dia, justru lebih memperhatikan defisit neraca transaksi berjalan yang
sudah berlangsung sejak kuartal IV-2011. Defisit terutama akibat kinerja ekspor yang terus
menurun. Bahkan sejak 2012, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.
Penyebabnya, ekspor Indonesia selama ini mengandalkan produk komoditas yang di pasar
internasional harganya cenderung turun.
Kinerja perdagangan yang terus turun tersebut tidak mampu mengimbangi defisit neraca jasa
dan neraca pendapatan yang melebar. Dalam laporan Neraca Pembayaran Indonesia yang
dirilis BI, neraca jasa dan neraca pendapatan memang senantiasa mengalami defisit.
Defisit neraca jasa akibat meningkatnya pembayaran jasa transportasi barang impor dan
jumlah warga negara Indonesia yang bepergian ke luar negeri. Sedangkan defisit neraca
pendapatan lantaran peningkatan dividen dan bunga utang yang diperoleh investor asing yang
menanamkan modalnya di Indonesia.
Pada 2014, defisit neraca transaksi berjalan tercatat sebesar 2,95 persen terhadap produk
domestik bruto (PDB) sedikit turun dibandingkan defisit pada 2013 sebesar 3,18 persen.
Tahun ini, sejumlah ekonom memperkirakan defisit akan berada di kisaran 3 persen,
sedangkan BI memprediksikan berada di angka 3,2 persen.

BI sangat takut dengan defisit neraca transaksi berjalan (melonjak), kata Anton di Financial
Club, Graha Niaga, Jakarta, Kamis (12/3).
Kekhawatiran BI pun sudah terlihat dalam kebijakan moneternya sejak 2013, yakni dengan
beberapa kali menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). Kebijakan ini diambil karena kinerja
ekspor yang terus turun, sehingga BI mesti membuat kebijakan yang dapat memastikan aliran
modal dapat masuk ke pasar keuangan dalam negeri (capital inflow) yang dapat dipakai
untuk membiayai defisit tersebut.
Namun BI tidak dapat terus menggunakan instrumen suku bunga lantaran besarannya yang
sudah cukup tinggi. Selain itu, tren sejumlah negara yang menurunkan suku bunganya dan
melemahkan mata uangnya terhadap dolar AS ikut menekan rupiah.
BI tidak punya instrumen lain untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan, selain
membiarkan rupiah melemah, kata Anton. Tampaknya BI lebih comfort (nyaman) dengan
rupiah di atas Rp 13.000.
Apalagi, tingkat BI Rate yang tinggi bertentangan dengan keinginan pemerintah yang
meminta penurunan suku bunga supaya memacu pertumbuhan ekonomi yang tahun ini
ditargetkan sebesar 5,7 persen.
Jadi BI memang lebih mencoba mengikuti, tapi jangan sampai rupiah melemah terlalu kaget.
(Kebijakan) itu kelihatannya yang akan dilakukan BI ke depan, kata Komisaris Independen
Bank Mandiri itu.
Hal ini pun terlihat dari cadangan devisa per Februari 2015 yang masih menunjukkan
peningkatan dari US$ 114,25 miliar pada Januari menjadi US$ 115,53 miliar.
Sasaran BI menjaga nilai rupiah yang lemah, kata Anton, utamanya adalah untuk menekan
impor, terutama impor konsumsi. Bukan ingin menaikkan ekspor yang mayoritas berupa
produk komoditas. Ini sudah terlihat dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa impor
barang konsumsi yang turun 20,25 persen pada Januari.
Tapi yang jadi persoalan adalah bagaimana pemerintah dapat menahan impor bahan baku dan
barang modal yang diperkirakan meningkat pada semester II nanti. Ini seiring dengan mulai
berjalannya proyek-proyek infrastruktur milik pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah pun sudah menyiapkan sejumlah langkah yang dapat membantu BI
menjaga supaya defisit neraca transaksi berjalan tidak bertambah. Ada delapan strategi yang
disiapkan pemerintah:
1. Mengenakan bea anti dumping dan bea masuk pengamanan sementara sebagai
respons jika terdapat lonjakan impor barang tertentu serta penyederhanaan prosedur
dan mekanisme pengembalian.
2. Insentif pajak (tax allowance) bagi perusahaan yang minimal 30 persen produknya
untuk ekspor.
3. Insentif PPN bagi perusahaan galangan kapal.

4. Meningkatkan komponen biofuel agar impor BBM berkurang.


5. Insentif pajak bagi perusahaan asing yang tidak mengirimkan 100 persen dividennya
ke negara asal.
6. Merancang formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran asing.
7. Mendorong BUMN membentuk reasuransi.
8. Mendorong dan memaksa proses transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah.
Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Budi Hikmat mengatakan, yang perlu dilakukan
pemerintah saat ini adalah memperkuat daya tahan dan daya saing perekonomian dalam
negeri. Caranya, dengan membenahi infrastruktur, transportasi, kualitas sumber daya
manusia, serta mencari alternatif energi.
Berita baiknya, banyak perusahaan batubara yang beralih dari mengekspor komoditasnya
menjadi pemasok listrik dengan membangun pembangkit di mulut tambang, tutur dia.
Sumber: http://katadata.co.id/berita/2015/03/13/ini-sebab-rupiah-%E2%80%9Cdibiarkan
%E2%80%9D-melemah, diakses tanggal 24 Maret 2016.
Wacana tugas III di atas sebagai gambaran, sehubungan hal tersebut Tugas Saudara/i adalah
membuat makalah (paper) analisis yang menjawab soal berikut di bawah ini:
Soal:
1. Analisislah tepat atau tidak tepatnya upaya yang dilakukan Pemerintah dan BI!
2. Analisislah: apakah upaya Pemerintah dan BI relevan dan mampu mengatasi
persoalan yang ada, dan juga mencerminkan kebijakan pemerintah dalam bidang
keuangan?
3. Berikan rekomendasi dan pemikiran Saudara/I terkait dengan permasalahan ini!
Syarat penulisan makalah:
1. Jumlah halaman makalah maksimal 10 lembar
2. Kertas ukuran A4
3. diketik dengan 1,5 spasi.
4. Jenis huruf Arial dengan font ukuran 11
Tugas ini dapat Anda diskusikan di dalam kelas tutorial tatap muka. Kemudian hasilnya
diserahkan kepada tutor tatap muka pada pertemuan ke empat tanggal 22-28 April 2016,
untuk diberikan penilaian.
Sistematika penulisan makalah:

Bab I Pendahuluan yang memuat:


A. Latarbelakang
B. Permasalahan
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat/Signifikansi Penulisan
II. Tinjauan Pustaka
berisi teori-teori, referensi ilmiah lainnya yang digunakan untuk menganalisis kasus tersebut.
III. Analisis Kasus
memuat kasus yang Saudara angkat disertai hasil analisis Saudara atas kasus tersebut.
IV. Simpulan dan Rekomendasi
Berupa jawaban atas permasalahan kasus tersebut dan disertai dengan rekomendasi atau saran
penyelesaian atas kasus tersebut.
V. Daftar Pustaka
NB: Perlu diingat bahwa nilai tugas ini berkontribusi terhadap nilai tutorial.
Selamat bekerja!
Salam, tutor.

Anda mungkin juga menyukai