Oleh:
Aulia Nadhiasari
G99142137
Pembimbing
dr. Bambang Novianto P, Sp.An, M.Kes Perf
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SEPSIS
Definisi
Sepsis merupakan suatu sindroma respons inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau
dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau
Infeksi
Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon
inflamasi terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke
dalam jaringan tubuh yang steril.
Bakteriemia
Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah.
Sepsis sistemik
Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber
infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala
di bawah ini:
Severe Sepsis
Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ,
hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi
mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguria, atau
penurunan status mentas secara mendadak.
Syok sepsis
Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi
walaupun telah dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan
terjadinya hipoperfusi juga bisa menyebabkan asidosis laktat,
oliguria atau penurunan status mental secara mendadak. Pasien
yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak
tampaka hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi.
Derajat Sepsis:
Derajat Sepsis
Systemic Inflammatory response Syndrome
(SIRS) dua atau lebih dari kriteria berikut
Sepsis
Sepsis Berat
Syok Septik
Perubahan sirkulasi
6
Tachycardia
Tachypnea
Hypotensi
alur-alur
Bagaimanapun,
merah
pada
alur-alur
ini
kulit
sebagai
disebabkan
tanda-tanda
oleh
dari
sepsis.
perubahan-perubahan
peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluhpembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah
mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran
infeksi yang dapat berakibat pada sepsis.
Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini:
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Variabel Umum
Tachipnea
Variable Inflamasi
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Variabel Hemodinamik
MAP <70mmHg
SvO2 >70%
PaO2 / Fi O2 <300
Ileus
Peningkatan HR
Penurunan TD
Crakles
Perubahan sensori
Peningkatan temperatur
Penurunan SVR
Penurunan PaO2
Penurunan HCO3
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
APTT > 60
Penatalaksanaan
Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman
oksigen jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar
laktat arteri. Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan
hidup dibandingkan dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah
yang standar.
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen
penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau
bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi
kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif
terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila
terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi.
1. Resusitasi
10
PRC
untuk
mencapai
hematokrit >30%
dan/atau
11
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila
disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi
yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
Terapi cairan
0.5-8g/kg/menit
atau
epinefrin
0.1-
0.5g/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 228 g/kg/menit, dopamine 3-8 g/kg/menit, epinefrin 0.10.5 g/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone
dan milrinone).
Bikarbonat
12
Disfungsi renal
Akibat
gangguan
perfusi
organ.
Bila
pasien
Nutrisi
Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi
(glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada
sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan
kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin.
Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses
katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori
(asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu
diberikan sedini mungkin
Gangguan koagulasi
13
faktor
pembekuan
bila
diperlukan
dapat
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal.
Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama
7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan
penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa
syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi
sepsis.
B. TERAPI CAIRAN
Definisi
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan
tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan
berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.
a) Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan
kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan
14
sekresi
gastrointestinal,
keringat
(lewat
kulit)
dan
dextrose,
dll.
Sedangkan
larutan
rumatan
yang
sesuai
kebutuhan
harian.
Pada
pembedahan
akan
15
Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi
% kehilangan cairan
Ringan
25%
Sedang
5 10 %
Berat / fatal
10 15 %
16
17
o Ektravasasi.
o Phlebitis.
o Thrombus.
o Adanya udara.
3. Sehubungan dengan reaksi
o Mengigil demam.
o Reaksi anafilaktis.
Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Larutan Ringer Laktat merupakan
cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan
walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid
lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan
berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
peningkatan klorida.
18
BAB III
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
19
Nama
Umur
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No RM
: Ny. S
: 56 tahun
: Islam
: Ibu rumah tangga
: Pucang sawit, Jebres
: 4 Januari 2016
: 4 Januari 2016
: 01325204
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang wanita usia 56 tahun rujukan dari RS IPHI
Pedan datang didorong ke OK IGD RSUD Dr. Moewardi dengan
keluhan nyeri pada seluruh lapang abdomen. Mual (+) di ulu hati
Tidak bisa BAB, BAK dan kentut sejak 2 hari yang lalu. Pasien
rencana akan di operasi laparotomi perforasi appendisitis
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa
Riwayat tekanan darah tinggi
Riwayat sakit gula
Riwayat sakit jantung
Riwayat alergi
Riwayat asma
Riwayat operasi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok
Minuman beralkohol
Ketergantungan obat
: disangkal
: disangkal
: disangkal
20
Kepala
Mata
ikterik (-)
: bentuk mesocephal, rambut warna hitam
:konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), lensa
Telinga
keruh (-/-)
:sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
Hidung
Mulut
tragus (-)
: nafas cuping hidung (-), sekret (-)
: sianosis (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi (-)
stomatitis (-)
21
Leher
Abdomen
limfonodi (-)
: distended (+), dinding perut lebih tinggi dari
dinding dada, bising usus (+) normal, timpani,
supel, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
:
akral dingin
oedem
+ +
- -
+ +
- -
HASIL
12.3
39
7.5
460
4.28
O
18.8
29.1
1.680
57
22
10
2.8
2.5
65
Non reactive
133
4.1
104
SATUAN
g/dl
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Juta/ul
RUJUKAN
12.0 - 15.6
33 - 45
4.5 - 11.0
150 - 450
4.10 5.10
Detik
Detik
10.0 15.0
20.0 40.0
mg/dl
u/l
u/l
g/dl
mg/dl
mg/dl
60 140
< 31
< 34
3.5 5.2
0.6 1.1
< 50
Non reactive
136-145
3.3-5.1
98-106
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
Vital Sign
N : 116x/mnt
RR: 30 x/mnt
S : 35,3 oC
Produksi urine < 0,5 cc/kgBB
22
Disability
Exposure
B. Secondary survey
Kulit
: turgor menurun (-), lembab (+), ikterik(-)
Mata
: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga
: nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung
: nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
: sianosis (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi (-)
stomatitis (-)
Leher
: trakhea di tengah, massa/pembesaran limfonodi (-)
Abdomen
: distended (+), dinding perut lebih tinggi dari
dinding dada, bising usus (+) normal, timpani,
Ekstremitas
- - -
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini diberikan resusitasi cairan dengan target CVP 8-12
mmHg, MAP > 65 mmHg dan urine output > 0,5 cc/kg/jam. Setelah
pemberian cairan, tekanan darah dan urine output dapat mencapai target.
Mencari dan mengatasi penyebab infeksi seharusnya dilakukan dalam 6 jam
pertama resusitasi sepsis karena semakin lama mengatasi penyebab maka
angka mortalitas semakin meningkat.
Hal pertama yang dilakukan pada saat pasien datang adalah
pemasangan monitor. Kemudian dilakukan oksigenasi menggunakan Non
Rebreathing Mask (NRM) dengan aliran oksigen sebanyak 8 LPM. Pada
pasien resusitasi cairan dengan menggunakan cairan kristaloid (RL) sebanyak
30 cc/kgBB. Berat badan pasien 50 kg = 1500 cc (3 fl). Kemudian dilakukan
pemasangan DC. Setelah pemasangan DC, dilakukan pemasangan CVC
(Central Venous Catheter) pada vena subclavia dextra. CVC dipertahankan
dalam batas 8-12 mmHg. Setelah mendapat resusitasi cairan pasien
mengalami perbaikan tensi dari 70/43 mmHg menjadi 100/60 mmHg, nadi
100 x/menit, RR 30 x/menit dan suhu 35,3C. Pasien juga diberikan
vasopressor (norephinephrine).
24
BAB V
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan
tubuh didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya
dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Terapi
cairan
parenteral
digunakan
untuk
mempertahankan
atau
DAFTAR PUSTAKA
25
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu
Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
Agnus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J and Pinsky
MR. Epidemiology of severe sepsis in the United States: analysis of
incidence, outcome and associated cost of care. Crit Care Med, 2001;
29(7): 1303-10.
Chamberlain NR. Septic Shock Gene Identified. 22nd January. Available at
http://www.suite101.com/article.cfm/micribi
ology/14842.
diakses
26