TINJAUAN PUSTAKA
1.
bermotor.
Emisi
tersebut
merupakan
hasil
samping
14
Republik
Indonesia
Nomor
41
tahun
1999
tentang
15
16
berpengaruh
terhadap
kesehatan
manusia,
seperti
17
18
darah dan dalam jaringan lunak. Pada jaringan ini sejumlah timbal
didistribusikan dan sejumlah lainnya didepositkan.
3) Tulang dan jaringan keras seperti gigi, tulang rawan dan
sebagainya. Hampir sekitar 90-95% timbal dalam tubuh terdapat
dalam tulang, terutama pada tulang panjang. Waktu paruhnya
mencapai 30 40 tahun. Timbal dalam tulang terdiri atas dua
bagian yaitu timbal yang terikat dalam matriks tulang, disebut old
lead dan yang lain disebut sebagai new lead yang mudah berubah
jika dibandingkan dengan old lead. Tulang berfungsi sebagai
tempat pengumpulan timbal karena sifat ion timbal hampir sama
dengan Ca. Jika kadar timbal dalam darah turun, tulang akan
mengembalikan timbal dalam peredaran darah.
c. Ekskresi
Ekskresi timbal melalui beberapa cara, yang terpenting adalah
melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi timbal melalui urine
sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu,
keringat, kuku dan rambut (Palar, 2008). Ekskresi timbal melalui
saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva,
pankreas dan kelenjar lainnya didinding usus, regenerasi sel epitel dan
ekskresi empedu. Sedangkan proses ekskresi timbal melalui ginjal
adalah melalui filtrasiglomerulus (Ardyanto, 2005).
Biasanya ekskresi timbal dari tubuh sangat kecil meskipun
intake timbal tiap hari naik, sehingga dapat menaikkan kandungan
timbal dalam tubuh. Rata-rata intake timbal perhari sekitar 0,3 mg,
apabila intake mencapai 0,6 mg/hari akan menunjukkan gejala yang
positif, akan tetapi karena timbal lambat dideposit maka dosis tersebut
19
20
20 25
20 30
25 35
30 40
40
40
40
40 50
Dampak
Meningkatkan kadar enzim
ALAD (Amino Levulinic
Acid Dehidrase) dalam sel
darah merah
Meningkatkan
kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan
kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan
Kadar
Protoporphyrin dalam sel
darah merah
Meningkatkan eksresi ALA
(Amino Levulinic Acid)
Meningkatkan ALA (Amino
Levulinic Acid) dalam urin
Meningkatkan
Coproporphyrine dalam urin
Anemia
Populasi
Dewasa,
Anak
Anak-
Anak-Anak
Dewasa
Perempuan
Dewasa Laki-Laki
Umum
Dewasa,
Anak
Dewasa
Anak-
Dewasa,
Anak
Dewasa
Anak-
Anak-Anak
Dewasa
Anak-Anak
Dewasa
21
22
Mekanisme
toksisitas
timbal
berdasarkan
organ
menghambat
yang
sistem
timbal
bisa
mengalami
keguguran,
tidak
23
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
adaptif
atau
lethal.
Perbedaan antara sel yang sanggup beradaptasi dan sel yang cedera
adalah pada dapat atau tidaknya sel itu mengikuti dan mengatasi atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah atau merusak itu. Sel
cedera menunjukan perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi
fungsi-fungsi tubuh dan bermanifestasi sebagai penyakit (Tamboyang,
2002).
Diantara semua sistem pada organ tubuh, sistem saraf merupakan
sistem yang paling sensitif dan merupakan organ sasaran terhadap daya
racun yang dibawa oleh timbal (Palar, 2008). Setelah tingkat pajanan
tinggi, dengan kadar timbal darah diatas 80 g/100 ml, dapat terjadi
enselopati.
Terjadi
kerusakan
pada
arteriol
dan
kapiler
yang
24
25
terserap
oleh
anak-anak,
meski
jumlahnya
kecil,
dapat
saraf
dan
pencernaan
anak
masih
dalam
tahap
26
27
kecerdasan,
sistem
pembentukan
darah
merah,
karena
dapat
28
29
c. Lama Terpapar
Lama terpapar yaitu lamanya seseorang kontak dengan sumber
pencemaran. Potensi bahan kimia untuk dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kesehatan tergantung pada toksisitas bahan kimia
tersebut dan besarnya paparan. Setiap paparan udara yang tercemar
timbal 1 g/m3 berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 g/dl pada darah
seseorang yang berada ditempat tersebut. Timbal yang masuk
kedalam tubuh normalnya 0,3 mg/100cc perhari, jika intake timbal 2,5
g/hari maka butuh waktu 3 4 tahun untuk mendapatkan efek toksik
sedangkan apabila intak timbal 3,5 g/hari maka butuh waktu hanya
beberapa bulan saja untuk terpapar timbal (Darmono, 1995).
Lama terpapar akan mempengaruhi jumlah konsentrasi timbal
yang masuk kedalam tubuh. Lama terpapar merupakan waktu terpapar
seseorang dengan timbal. Emisi gas buang kendaraan dengan bahan
bakar bertimbal yang dihirup setiap harinya oleh seseorang saat
berada di ruang terbuka sangat mendorong meningkatnya konsentrasi
timbal (Pb) dalam darahnya (Suma`mur, 1995). Lama terpapar anak
dengan timbal dipengaruhi oleh Jarak tempuh anak ke sekolah, waktu
tempuh dan jenis kendaraan. Makin jauh jarak dan waktu tempuh ke
sekolah, maka makin banyak menghirup udara yang sudah tercemar
(Lestari, 2005)
d. Lokasi Tempat Tinggal
Lokasi tempat tinggal akan mempengaruhi konsentrasi timbal
yang masuk dalam tubuh. Hal ini karena semakin dekatnya jarak
rumah dengan jalan protokol berarti semakin dekat dengan sumber
asap kendaraan bermotor yang memungkinkan semakin tingginya
30
31
32
merupakan
antioksidan
yang
dapat
menghambat
atau
gizi
anak.
Gizi
yang
baik
sangat
penting
untuk
pertumbuhan sel-sel otak, terutama pada saat hamil dan juga pada
waktu bayi, di mana sel-sel otak sedang tumbuh dengan pesatnya.
Kekurangan gizi pada saat pertumbuhan, bisa berakibat berkurangnya
jumlah sel-sel otak dari jumlah yang normal. Hal ini tentu saja akan
mempengaruhi kerja otak tersebut di kemudian hari. Telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian, bahwa anak-anak yang diberi suplemen
gizi protein selama beberapa tahun, meskipun tingkat sosial ekonomi
orang tuanya rendah, menunjukkan peningkatan kinerja dalam tes
kecerdasan, dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak diberikan
suplemen gizi protein (Sari, 2010). Telah dibuktikan dalam beberapa
penelitian menunjukkan, ada korelasi antara kadar timbal dalam darah
dan intelligence quotient (IQ) anak-anak. Semakin tinggi kadar timbal
darah, semakin rendah IQ anak. Sekali IQ turun tidak akan dapat naik
lagi (Lestari, 2005).
Tabel 2. Sintesis Hasil Penelitian Pencemaran Timbal di Udara
Terhadap Konsentrasi Timbal dalam Darah
No
Peneliti/
Tahun
Masalah
Utama
Karakteristik Studi
Subyek
Instrument
Metode/
Desain
Hasil
33
1.
Ratna Sari
Dewi
(2009)
Ambon
2.
Alfina
Baharudin
f. (2009)
Makassar
3.
Kadar
46 orang Pemeriksaa
Timbal di pedagang
n darah
Kuesioner
Udara
kaki lima
dan
timbal
dalam
Darah
Kadar
Timbal
dalam
Darah
4.
Mulyadi
dkk (2007)
Ambon.
Kadar
Timbal
dalam
Darah
5.
Zukhri
(2007)
Yogyakarta
Kadar
Timbal
dalam
Darah
6.
Lestari
(2005)
Bandung
Kadar
Timbal
dalam
Darah
Pemeriksaa
46 orang
n darah
karyawan Kusioner
SPBU
Pemeriksaa
200 anak
n darah
TK/TB
Kusioner
dan anak
jalanan
Pemeriksaa
30 Orang
n darah
Sopir
Kusioner
Angkutan
kota
Pemeriksaa
n darah
Seluruh
Kusioner
anak
jalanan
Pemeriksaa
n darah
200 Anak
Kusioner
SD
Pemeriksaa
n darah
Cross
Sectional
Cross
Sectional
Cross
Sectional
Cross
Sectional
Cross
Sectional
Cross
Sectional
Kadar
timbal ratarata dalam
darah
di
daerah
padat
kendaraan
sebesar
37,25
g/100 ml
dan daerah
tidak padat
kendaraan
sebesar
33,43
g/100 ml.
Kadar
timbal ratarata 33,71
g/dl
(normal)
sedangkan
rata-rata
hemoglobin
12,91 g/dl
(tidak
normal).
10%
memiliki
kadar timbal
10
g/dl
dan
90%
memiliki
kadar timbal
>10 g/dl.
47
%
melebihi
nilai
NAB
34
7.
Albalak
(2001)
Jakarta
Kadar
Timbal
dalam
Darah
Cross
Sectional
Kadar
Pb
sebesar
46,7%
Kadar
Hb
tidak normal
<13 g/100
ml.
Rata-rata
Kadar
Hb
anak
jalanan
10,28
1,51
g/dl
dan 70,08
diantaranya
menderita
anemia
(kadar Hb <
12 g/dl
Dari
400
siswa 34,5
% memiliki
kadar timbal
dalam
darah <10
g/dL dan
65,5
%
memiliki
kadar timbal
dalam
darah > 10
g/dl
Rata-rata
Pb
dalam
darah
sebesar 8,6
g/100 ml
dengan
perincian
35
35% diatas
10 g/100
ml
dan
2,4% diatas
20 g/100
ml. Kira-kira
seperempat
dari anakanak yang
dites
timbalnya
berkisar
antara 1015 g/100
ml
Sumber: Beberapa Hasil Penelitian
(eksposure)
dan
faktor-faktor
pemajanan
antropometri
36
waktu tertentu dalam suatu populasi dari suatu pajanan maka langkahlangkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya, atau hazard identification, adalah tahap awal
Health Risks Assessment (HRA) untuk mengenali sumber risiko.
Informasinya bisa ditelusuri dari sumber dan penggunaan risk agent
memakai pendekatan agent oriented (WHO 1993). Identifikasi bahaya
juga bisa dilakukan dengan mengamati gejala dan penyakit yang
berhubungan dengan tosksitas risk agent di masyarakat yang telah
terkumpul dalam studi-studi sebelumnya, baik di wilayah kajian atau di
tempat-tempat lain. Penelusuran seperti ini dikenal sebagai pendekatan
disease oriented (WHO 1983). Dengan cara ini identifikasi keberadaan
risk agent yang potensial dan aktual dalam media lingkungan dapat
digunakan untuk analisis dosis-respon.
2. Analisis Pemajanan
Analisis pemajanan, atau exposure assessment yang disebut juga
penilaian kontak, bertujuan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk
agent agar jumlah asupan yang diterima individu dalam populasi
berisiko bisa dihitung. Risk agent bisa berada di dalam tanah, di udara,
air, atau pangan seperti ikan, daging, telur, susu, sayur-mayur dan
buah-buahan. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menghitung
asupan adalah semua variabel Persamaan (1) (ATSDR 2005; Louvar).
37
C x R x tE x fE x Dt
I = ---------------------------Wb x tavg
I
(1)
fE
Dt
perioda
waktu
rata-rata
(Dt365
hari/tahun
untuk
zat
berapa lama
dan
menjemput
anak
sekolah
dalam
hitungan
jam.
studi
EKL
apakah
estimasi
risiko
kesehatan
sudah
38
terindikasikan.
diperlakukan
Konsentrasi
menurut
risk
agent
karakteristik
dalam
media
statistiknya.
Jika
lingkungan
distribusi
konsentrasi risk agent normal, bisa digunakan nilai arithmetic meannya. Jika distribusinya tidak normal, harus digunakan log normal atau
mediannya. Normal tidaknya distribusi konsentrasi
default
39
(terhirup)
(Dewasa)
55 kg
15 Kg
350
250
25
70 kg
55 kg
50 mg
250
25
70 kg
55 kg
42 g (buah)
80 g (Sayurmayur)
2 L (Dewsa)
350
30
70 kg
55 kg
350
30
70 kg
55 kg
15 kg
Industri &
Komersial
Pertanian
12 M (Anakanak)
Air Minum 1 L
Tanah &
Debu
(Tertelan)
Tanaman
Pekarang
an
Air
minum
1 L (Anakanak)
20 M3
(Dewasa)
54 g
Inhalasi
350
30
(Terhirup)
Rekreasi
Ikan
350
30
Tangkapa
n
a
Kecuali disebutkan, semua angka berasal dari dari Exposure
Handbook (EPA 1990/. bB Nukman dkk (2005)
70
55
70
55
kg
kg
kg
kg
Factor
pada
tahun
1991.
Selanjutnya
digunakan
untuk
uji
40
2. Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon, disebut juga
dose-response assessment
dosis
referensi
(reference
dose,
RfD)
untuk
efek-efek
nonkarsinogenik dan Cancer Slope Factor (CSF) atau Cancer Unit Risk
(CCR) untuk efek-efek karsinogenik. Analisis dosis-respon merupakan
tahap paling menentukan karena Health Risks Assessment (HRA) hanya
bisa dilakukan untuk risk agent yang sudah ada dosis-responnya.
RfD adalah toksisitas kuantitatif nonkarsinogenik, menyatakan estimasi
dosis pajanan harian yang diprakirakan tidak menimbulkan efek
merugikan kesehatan meskipun pajanan berlanjut sepanjang hayat
(IPCS 2004a). Dosis referensi dibedakan
tertelan (ingesi, untuk makanan dan minuman) yang disebut RfD (saja)
dan
untuk
pajanan
inhalasi
(udara)
yang
disebut
reference
41
sebagai
dapat
yang
digunakan
untuk
menetapkan
RfD
adalah
yang
(2)
42
dan
pangkalan
data
TOXNET
di
http://www.nlm/ yang lebih besar daripada IRIS. Ada ratusan spesi kimia
zat yang telah dimasukkan ke dalam daftar IRIS dan sudah ditabulasi
(Louvar and Louvar 1998) sehingga bisa langsung digunakan. Contoh
toxicity summary beberapa zat ditampilkan Tabel 3.
43
1986; IPCS 2004; Kolluru 1996; Louvar and Louvar 1998) dan Excess
Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik (EPA 2005).
dihitung dengan membagi asupan nonkarsinogenik (Ink)
RQ
risk agent
(3)
Baik Ink maupun RfD atau RfC harus spesifik untuk bentuk spesi kimia
risk agent dan jalur pajanannya. Risiko kesehatan dinyatakan ada dan
perlu dikendalikan jika RQ>1. Jika RQ1, risiko tidak perlu dikendalikan
tetapi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1.
ECR dihitung dengan mengalikan CSF dengan asupan karsinogenik risk
agent (Ik) menurut Persamaan (4). Harap diperhatikan, asupan
karsinogenik dan nonkarsinogenik tidak sama karena perbedaan bobot
waktu rata-ratanya (tavg) seperti dijelaskan dalam keterangan rumus
asupan Persamaan (1).
ECR = CSF Ik
(4)
Baik CSF maupun Ik harus spesifik untuk bentuk spesi kimia risk agent
dan jalur pajanannya. Karena secara teoretis karsinogenisitas tidak
mempunyai ambang atau non threshold10 maka risiko dinyatakan tidak
bisa diterima (unacceptable) bila
E-6<ECR<E-4. Kisaran
angka E-6 s/d E-4 dipungut dari nilai default karsinogenistas US-EPA
(1990).
44
Compartment
Environmental
Ministry Republic
Surface Water
of Indonesia
Environmental
Ministry Republic
Surface Soil
of Indonesia
Canadian Fresh Sediment
Water Sediment
Quality Guideline
THg
Ecotoxicity
Value
References
2.00 gL-1
Environmenta
l
Impact
control
and
plan
100 g kg-1dw
Environmenta
l
Impact
control
and
plan
174 g kg-1 dw
Environmenta
l
Canadian
(1995);
Pataranawat
(2008)
Indonesia
National
Standard
Biota
Tuna Fish
500 g kg-1
Indonesia
National
Standard
Bivalve
100 g kg-1dw
BSNI (2009).
Widowati, et
al. (2008)
Indonesia
National
Standard
Rice grain
100 g kg-1dw
BSNI 2009
Indonesia
National
Standard
Cocoa coconut
30 g kg-1dw
BSNI 2009
50 g/m3
Widowati,
al. (2008)
Environmental
Air Dry Deposit
Ministry Republic
of Indonesia
BSNI (2009).
Widowati, et
al. (2008)
et
45
5. TINJAUAN
UMUM
MENGENAI
MODEL
DINAMIK
DENGAN
MENGGUNAKAN SETLLA
Model atau Pemodelan STELLA
Model adalah perumusan matematika dari proses-proses fisika/kimia/biologi
suatu fenomena alam, sehingga jika dimasukkan data-data penunjang,
kemudian dihitung dengan metode perhitungan tertentu, akan dapat
dihasilkan gambaran proses secara keseluruhan. Modeling
diartikan
pembuatan konsep,
- analisis,
pengorganisasian,
komunikasi,
- prediksi,
pemahaman,
Ujicoba,
Model adalah representasi dari sebuah teori, sehingga jika teori yang
digunakan benar maka
46
3.
Kelebihan model:
1. Dapat digunakan sebagai sarana simulasi, sehingga dengan model kita
dapat memperkirakan, memprediksi dan mempelajari berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi jika berbagai skenario diaplikasikan
dalam model.
2. Hanya dengan data tersedia kita mampu mengetahui tingkat
Keparahan suatu kasus sampai dengan (100 TAHUN) mendatang
3. Sangat efisien dan efektif dalam hal Pengeluaran dana untuk
operasional saat ini dan mendatang
Tahapan proses pemodelan
A. Konseptualisasi dan Identifikasi
- Menyusun hipotesis dasar teori yang terlibat dalam proses termaksud
- Mengevaluasi hipotesis dasar teori termaksud
- Identifikasi struktur model
B. Representasi matematika
- Biasanya dalam bentuk diferensial atau persamaan aljabar
- Untuk sistem pakar dapat pula menggunakan aturan bahasa (linguistic
47
rules)
C. Implementasi numerik
- Menyusun algoritma solusi numerik
- Melakukan perhitungan menggunakan komputer
d. Estimasi parameter dan Kalibrasi
- Pengaturan parameter model berdasarkan data pengukuran
- Kalibrasi sehingga seluruh data pengukuran dan parameter model
sesuai
e. Pengujian hipotesis
- Pengujian keluaran model terhadap kondisi uji yang telah ditentukan
untuk hipotesis tertentu
f. Validasi
- Memastikan kualitas model yang dihasilkan dengan
membandingkannya dengan data pengukuran
STELLA Model
STELLA
adalah
otomatis
software
dirancang
untuk
48
berbagai hasil research ilmiah dari berbagai negara, dan berbagai kasus.
HASILNYA perbedaannya adalah tidak melebihi 5% gap antara Penelitian
langsung dibandingkan dengan aplikasi Pemodelan STELLA
49
Emisi gas buang kendaraan dengan bahan bakar bertimbalKadar timbal diudara dipengaruhi ol
Kurangnya tanaman penyerap
Kecepatan dan arah angin
Peningkatan Jumlah kendaraan bermotor
Kelembaban udara
Suhu udara
Kadar Timbal di Udara, tanah,Air
Cuaca
Faktor Risiko :
Aktivitas
lain diluar sekolah
Toksisitas timbal dalam
tubuh
Umur
Paparan melalui makanan dan minum
Lama Terpapar
Jenis Transportasi
Jenis kelamin
Lokasi Tempat Tinggal
Sosek Orang Tua
Absorbsi
Inhalasi
Konsumsi
Kulit
6. KERANGKA TEORI
Distribusi
Jaringan Keras
(Tulang, Gigi)
Darah
Jaringan Lunak
(Hati, Ginjal)
Eksresi
Urine
Feces
50
51
udara dan cuaca. Pada saat keadaan cuaca hujan, mengakibatkan kadar
timbal udara akan relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan cuaca
kemarau. Setiap pajanan udara yang tercemar timbal sebesar 1 g/m3
udara maka berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 g/dl timbal dalam
darah seseorang yang berada ditempat tersebut (Mukono, 2002).
Selain dipengaruhi oleh kadar timbal udara, kadar timbal darah juga
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lama terpapar, jarak tempuh, waktu
tempuh, jenis kendaraan, lokasi rumah dan status sosial ekonomi akan
mempengaruhi kadar timbal darah seseorang (Lestari, 2005).
Timbal masuk dalam tubuh manusia sebanyak 85% melalui saluran
pernafasan, 14 % melalui saluran pencernaan dan 1% melalui kulit.
Timbal yang terabsorbsi kemudian didistribusi dalam darah, jaringan lunak
(hati dan ginjal) dan jaringan keras (tulang dan gigi), kemudian
dieksresikan dalam bentuk urine dan feces (Darmono, 2001).
Faktor Resiko
Pola Konsumsi
7. Kerangka Konsep
Cuaca
Umur
Jenis Kelamin
Lama Terpapar
Variabel
Independen
Kadar Timbal
dalam Udara,
Debu, Darah
Variabel
dependen
Resiko
Kesehatan
: Anemia
: Penurunan
Daya Fungsi
Otak
: Gangguan
Neorologi
52
53
kebutuhan
keluarga
dalam
kehidupan
sehari-hari.