Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

TRANSAKSI TERAPEUTIK
Mata Kuliah:
Etika Profesi

Disusun Oleh :
Nita Nuryanti

(14.0391)

Gisella Vibriossy H

(14.0407)

Hidayatus Sholikah

(14.0413)

Rina Anggi Desiana

(14.0411)

Philipus Indra W

(14.0403)

AKADEMI FARMASI THERESIANA


SEMARANG
2016

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
DAFTAR ISI ...............................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................2
C. Manfaat Penulisan.........................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4
A. Persyaratan Industri Farmasi .......................................................4
B. Cara Pembuatan Obat yang Baik..................................................4
1. Organisasi dan personalia........................................................4
2. Bangunan dan Fasilitas............................................................5
3. Peralatan.................................................................................6
BAB III. PEMBAHASAN.........................................................................11
1.

Sejarah dan Perkembangan.........................................................11

2.

ND.................................................................................................

BAB IV PENUTUP...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Kesehatan

merupakan

faktor

penting

dalam

kehidupan

masyarakat dan juga merupakan unsur penentu dalam kesejahteraan


umum masyarakat. Hal ini seperti yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea IV

dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23

Tahun 1992 yang menyataka bahwa Setiap orang mempunyai hak


yang sama dalam memperoleh derajat kesejahteraan yang optimal.
Kerangka tersebut menjelaskan bahwa kesehatan merupakan hak
asasi manusia yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi
masyarakat.

Rumah

sakit

merupakan

salah

satu

tempat

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan


dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit khususnya yang mempunyai
hubungan langsung dengan pasien antara lain dokter, perawat, dan
tenaga kesehatan lainnya.
Sejak dahulu profesi dokter sudah dikenal dalam hubungan
kepercayaan antara pengobat (dokter) dan pasien (penderita) atau
disebut dengan transaksi terapeutik. Hubungan tersebut timbul karena
pasien membutuhkan atau mencari pertolongan dalam proses
penyembuhan penyakitnya kepada rumah sakit ataupun dokter. Hal ini
menimbulkan suasana saling percaya dan mempercayai. Terkadang
timbul perbedaan persepsi yang disebabkan karena perbedaan sudut
pandang

yaitu

Seolah-olah

profesi

dokter

dapat

membantu

menyelesaikan seluruh persoalan tentang kesehatan (father know


best) yang menyebabkan pasien beharap penuh terhadap pertolongan
yang diberikan oleh dokter. Hal ini disebabkan karena pasien lebih
melihat dari sudut hasilnya (outcome) sedangkan dokter hanya bisa

berusaha , tetapi tidak menjamin terhadap hasilnya. Bagi dokter yang


terpenting sudah bekerja menurut standar profesi medis dan lege
artis. Seiring berkembangnya teknologi dan zaman yang sudah
modern serta perkembangan pola pikir masyarakat, hubungan ini
sekarang sudah bergeser kearah hubungan yang seimbang dan
sejajar. Hubungan yang menunjukkan pasien memiliki hak untuk
menentukan sendiri nasibnya, hak untuk memilih dokter serta hak
untuk memilih metode pengobatan yang akan dilakukan.
Belakangan ini, baik melalui media cetak maupun elektronik
memberitakan bahwa kasus malpraktek banyak terjadi di Indonesia.
Menurut Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
sejak tahun 2006-2012 tercatat 182 kasus kelalaian medik yang
terbukti dilakukan oleh dokter di seluruh Indonesia, dengan demikian
menimbulkan permasalahan dan kekhawatiran bagi pasien dan
dokter. Dengan demikian, mendorong masyarakat khususnya pasien
untuk menemukan dasar hukum (yuridis) bagi pelayanan kesehatan
sehingga dalam pelaksanan pengobatan dilandasi oleh hukum serta.
Oleh karena, diharapkan adanya kerjasama dan saling kepercayaan
antara dokter dan pasien agar terjalin hubungan yang baik.
Berdasarkan

latar

belakang

tersebut,

maka

perlu

dilakukan

pembahasan mengenai hubungan hukum dalam transaksi terapeutik.


2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah yang timbul adalah sebagai berikut :
1

Bagaimana hubungan hukum pasien dengan Rumah Sakit dalam


transaksi teraputik?

Bagaimana hubungan hukum Tenaga Kesehatan dan pasien


dalam transaksi terapeutik ?

Bagaimana tanggung jawab hukum dalam transakasi terapeutik ?

Apa saja hak dan kewajiban Tenaga Kesehatan dan pasien dalam
transaksi terapeutik?

3 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan akan memberi manfaat, yaitu :
1 Memberikan masukan mengenai Tanggung Jawab Rumah Sakit dalam
Transaksi Terapeutik.
2

Memberikan informasi bagi praktisi mengenai hubungan hukum


antara pasien dan dokter di rumah sakit dalam transaksi terapeutik,
hubungan hukum antara pasien dan rumah sakit dalam transaksi
terapeutik serta tanggungjawab hukum rumah sakit dalam transaksi
terapeutik

sehingga

pelayanan

medis

mencapai

keseimbangan antara dokter dan pasien/ masyarakat.

asas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Transaksi Terapeutik
Transaksi terapeutik adalah hubungan hukum yang melibatkan
dokter dengan pasien yang didasarkan adanya suatu perjanjian dan
kepercayaan. Transaksi terapeutik merupakan hubungan pelayanan
kesehatan (medical service) antara pemberi layanan kesehatan (health
provider)

dengan

penerima

layanan

kesehatan

(heath

receiver).

Pelaksanan perjanjian terapeutik diawali dengan adanya persetujuan


tindakan tenaga kerja/ dokter/ dokter gigi terhadap pasien (Informed
consent). Tujuan Persetujuan yang dilakukan dokter dan pasien tidak
hanya dalam bidang pengobatan melainkan dalam bidang diagnostik,
preventif, rehabilitatif serta promotif. Objek dalam transaksi terapeutik
yaitu upaya penyembuhan pasien yang dilakukan oleh dokter dan upaya
yang dilakukan tersebut belum tentu berhasil (Salim, 2006).
Transaksi terapeutik dilaksanakan sesuai dengan tujuan dibuatnya
perjanjian yaitu kesembuhan pasien, dengan mengacu kepada kebiasaan
atau kepatutan yang berlaku baik dalam bidang pelayanan medis maupun
kepatuhan pasien. Dokter harus menjaga mutu pelayanan dengan
berpedoman pada standar pelayanan medik yang telah disepakati dengan
rumah sakit maupun organisasi profesi.
2 Konsep Hukum Dalam Transaksi Terapeutik
Adanya ikatan yang timbul disebabkan oleh perjanjian ataupun
karena undang-undang. Ketentuan mengenai perjanjian diatur dalam
Buku KUHP Perdata Bab II yang telah disebutkan dalam Pasal 1313
KUHP yang menyatakan bahwa suatu persetujuan merupakan suatu
perbuatan denganmana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Ikatan tersebut jelas ada dalam
hubungan antara dokter dengan pasien, tenaga kesehatan dengan
pasien, ataupun umah sakit dengan pasien (Kerbala,1993).

Transaksi terapeutik merupakan perjanjian sui generis (faktual).


Saling percaya akan tumbuh dalam transaksi terapeutik apabila antara
dokter dan pasien terjalin komunikasi yang terbuka, saling memberikan
informasi dan keterangan yang diperlukan dalam pelaksanaan kerjasama
yang baik dan mencapai tujuan tranaksi terpeutik yaitu kesembuhan
pasien. Adapun syarat sahnya suatu persetujuan yaitu, meliputi (Veronika,
2002):
1

Persetujuan harus diberikan secara sukarela

Diberikan oleh yang berwenang hukum

Diberitahuan

Dipahami
Akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yaitu adanya hak dan

kewajiban. Hak dan kewajiban inilah yang kemudian menimbulkan


hubungan timbal balik, yaitu kewajiban pada pihak pertama merupakan
hak untuk pihak kedua begitu juga sebaliknya (Rahman, 2000)
3 Hubungan Hukum antara Rumah Sakit dengan Pasien
Banyak masalah kesehatan dan medis yang tidak dapat ditangani
di tempat praktek dokter ataupun klinik. Oleh karena itu diadakan rumah
sakit sebagai tempat pemerataan upaya pelayanan kesehatan. Kegiatan
pelayanan medis yang dilakukan oleh rumah sakit memiliki aturan yang
mengatur serta menyangkut tanggung jawab, baik manajemen rumah
sakit maupun tenaga personalia, dokter, tenaga perawat dll. Sedangkan
dalam hal pelayanan rumah sakit, rumah sakit harus bertanggung jawab
atas segala yang terjadi didalamnya (Doktrin corporate liability).
Hubungan hukum antara pasien dan rumah sakit antara lain (Soewono,
2007) :
1

Perjanjian perawatan yaitu kesepakatan antara rumah sakit dan


pasien yang menyatakan bahwa pihak rumah sakit menyediakan
kamar perawatan dan adanya tenaga perawat yang akan
melakukan tindakan perawatan

Perjanjian medis yaitu kesepakatan antara rumah sakit dan pasien


bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara
maksimal untu menyembuhkan pasien melalui tindakan medis.
Hubungan hukum rumah sakit-pasien adalah sebuah hubungan

perdata yang menekankan pelaksanaan hak dan kewajiban masingmasing pihak secara timbal balik. Rumah sakit berkewajiban untuk
memenuhi hak-hak pasien dan sebaliknya pasien berkewajiban memenuhi
hak-hak rumah sakit. Kegagalan salah satu pihak memenuhi hak-hak
pihak lain, apakah karena wanprestasi atau kelalaian akan berakibat pada
gugatan atau tuntutan perdata yang berupa ganti rugi atas kerugian yang
dialami oleh pasien.
4 Hubungan hukum tenaga kesehatan dan pasien
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan
pendidikan di bidang kesehatan dalam melakukan upaya kesehatan.
Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap
Tenaga

Medis

(dokter

atau

Perawat)

sehingga

pasien

bersedia

memberikan persetujuan tindakan medis (informed consent), yaitu suatu


persetujuan pasien untuk menerima upaya medis yang akan dilakukan
terhadapnya. Hal ini dilakukan setelah ia mendapat informasi dari dokter
mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya,
termasuk memperoleh informasi mengenai segala risiko yang mungkin
terjadi. Adapun di Indonesia

informed consent dalam pelayanan

kesehatan, telah memperoleh pembenaran secara yuridis melalui


Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

585/Menkes/1989. Hubungan tersebut lahir dan memnuhi syarat sahnya


transaksi terapeutik didasarkan Pasal 1320 KUH Perdata Yaitu, Syarat
Subjek an Syarat Objek.

5 Hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan


Hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut
(Mappaware et all) :
1

Hak pasien atas perawatan

Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan

Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan

Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam


hubungannya dengan dokter atau tenaga kesehatan

Kewajiban memberikan imbalan jasa

Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya berdasarkan


pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban
bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban
sebagai pengemban profesi

Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan


sebagai berikut :
1

Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan


sejujur-jujurnya dari pasien yang yang akan dilaukan
diagnosis maupun terapeutik

Hak atas imbalan jasa/ honorim terhadap pelayanan yang


diberikan kepada pasien

Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam


melaksanakan transaksi terapeutik

Hak membela diri terhadap tuntutan/ gugatan pasien atas


pelayanan kesehatan yang diberikan

Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari


pasien atau keluarganya.

BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Kasus dr.Ayu, dkk
Kronologi :
Menurut

Kementerian

Ginekologi

Indonesia

Kesehatan

dan

(POGI).Awalnya

Perkumpulan
Siska

(pasien)

Obstetri

dan

mendatangi

Puskesmas untuk memeriksakan kondisi kehamilannya. Menurut standar


operasional prosedur dapat dilakukan kelahiran normal, namun setelah
pemantauan kondisi kandungan Siska mengalami kegawatan

dimana

bayi akan meninggal jika tidak segera dilahirkan. Kemudian pihak


Puskesmas merujuk Siska ke Rumah Sakit Prof dr Kandou untuk
ditangani lebih lanjut. Di rumah sakit, setelah 8 jam pemantauan ternyata
ada gawat janin pada kandungan Siska dan dilakukan operasi caesar.
Namun dalam waktu 8 jam itu, pasien tidak ditelantarkan, tapi ditunggu
untuk melahirkan secara normal. Selama proses Caesar terjadi insiden
emboli (Penyumbatan pemb.uluh darah yang disebabkan air ketuban
masuk ke dalamnya). Saat itu Siska langsung terserang sesak nafas
hebat. Menghadapi hal ini, dr.Ayu dan dkk segera mengambil tindakan.
Dengan menyuntikkan steroid untuk mengurangi peradangan, dan
mempertahankan oksigenisasi dengan memasang alat ventilator.Sebelum
melakukan operasi cito secsio Caesar

terhadap pasien mereka tidak

menyampaikan kepada pihak keluarga pasien tentang kemungkinan yang


dapat terjadi terhdap diri pasien Meski bayi lahir dengan sehat namun
upaya tersebut tidak mampu menolong nyawa Siska. Berdasarkan hasil
rekam medis No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin
Gidion Kristanto, SH. Sp. F bahwa saat korban masuk RSU Prof RD
Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status
penyakit korban adalah berat. Dr Ayu, dr Hendry, dan dr Hendy sebagai
dokter dalam melaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap korban

Siska Makatey, hanya memiliki sertifikat kompetensi. Tapi para terdakwa


tidak mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) kedokteran/yang berhak
memberikan persetujuan. Sedangkan untuk melakukan tindakan praktik
kedokteran, termasuk operasi cito yang dilakukan para terdakwa terhadap
diri

korban,

para

terdakwa

harus

memiliki

SIP

kedokteran.

Akibat perbuatan dr.Ayu dan dkk menyebabkan korban Siska Makatey


meninggal dunia. Sebab kematian korban adalah akibat masuknya udara
ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paruparu

sehingga

terjadi

kegagalan

fungsi

paru,

dan

selanjutnya

mengakibatkan kegagalan fungsi jantung dan dr.ayu dan dkk divonis 10


bulan penjara oleh Mahkamah Agung.
A. PEMBAHASAN KASUS
Kasus di atas perlu di kaji seberapa jauh peran dari mekanisme
inform consent dalam upaya mengurangi tuntutan malpraktik yang
disebabkan karena kesenjangan pengetahuan antara dokter dan pasien
terhadap dunia medis dimana transaksi terapeutik ini bukan perikatan
yang objeknya jelas (resultaatverbintenis) melainkan satu perikatan
objeknya dalam upaya atau hasil maksimal(inspanningverbintenis) karena
tingkat kesembuhan pasien tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan
dokter tetapi juga faktor-faktor lain di luar itu.
Dalam kasus tersebut dr.Ayu tidak melakukan transaksi terapeutik
sebelum menangani pasien hal ini ditunjukkan sebelum melakukan
operasi cito secsio Caesar terhadap pasien mereka tidak menyampaikan
kepada pihak keluarga pasien tentang kemungkinan yang dapat terjadi
terhadap diri pasien. Hal itu tercantum dalam Mukadimah Kode Etik
Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam KEMENKES RI Nomor
434/ Men.Kes /X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik Kedokteran
Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, mencantumkan tentang
transaksi terapeutik yaitu Transaksi Terapeutik adalah hubungan antara
dokter dengan pasien dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling

percaya (confidencial) serta senantiasa diliputi oleh segala emosi,


harapan dan kekhawatiran makhluk insani
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

Daftar pustaka
Bahder Johan Nasution,2008, Metode Penelitian Hukum, Bahder
JohanNasution mengklasifikasikan pendekatan menjadi 6 tipe
pendekatan yakni; Pendekatan undang, Bandung: Mandar Maju,
halaman.91-92.
Kerbala, Husein, 1993, Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, halaman 38
Komalawati, Veronika., 2002,Peranan Informed Consent Dalam Transaksi
Terapeutik, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, halaman 74
Mappaware, Nasruddin Andi, dkk. 2010. Pengantar Bioetika, Hukum
Kedokteran

dan

Hak

Asasi

Manusia,

Jakarta;

Pendekatan

kefilsafatan.
Rahman, Hasanudin, 2000, Legal Drafting, Bandung: PT Citra aditya Bakti
Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, ,
Jakarta: Rajawali Press;Hal 45
Soewono,

Hendrojono.

2007.Batas

Pertanggungjawaban

Hukum

Malpraktek Dokter dalam Transaksi Terapeutik, Jakarta, Hlm.9-11.

Anda mungkin juga menyukai