Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TUMBUHAN OBAT

A Definisi Tumbuhan Obat


Tumbuhan obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan
atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obatobatan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat
berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan/diisolasi dari tanamannya (Herdiani, 2012).
Tumbuhan obat mempunyai khasiat sebagai antioksidan, antiradang,
analgesik, dan lain-lain, digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit. Hal ini
disebabkan adanya kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari
metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan menghasilkan bermacammacam
senyawa kimia yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan
(Andrianto, 2011).
B Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahanyang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewanidan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia
yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan,
atau eksudat tumbuhan (Anonim, 2000).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun
parameter standar mutu yaitu sebagai berikut :

Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai


tiga parameter mutu umum suatu bahan, yaitu identifikasi, kemurnian, dan

wadah penyimpanan.
Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai
obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian

a
b
c
d

lainnya, yaitu:
Mutu
Aman
Manfaat
Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi
kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan

(Anonim,2000).
C Pembuatan Simplisia
Tahapantahapan dalam pembuatan simplisia :
1 Tahap pemanenan meliputibahan baku simplisia dipanen dahulu, atau
2

diambil bahan yang akan digunakan(BPOM, 2005).


Sortasi basah
Sortasi basah perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus murni

artinya simplisia yang digunakan harus dari tanaman yang murni digunakan bukan
dari tanaman yang lain, sehingga perlu adanya sortasi basah untuk memisahkan
dan membuang tanaman asing yang tercampur, tanaman yang digunakan juga
harus bersih yaitu bebas dari tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya
serangga atau bagiannya) (Ditjen POM, 1985).
3

Pencucian
Pada proses pencucian sebaiknya menggunakan air yang bersih seperti air

sumur, air ledeng maupun dari sumber mata air, bukan dari air sungai yang

mempunyai cemaran mikroba. Setelah pencucian ditiriskan agar kelebihan air


cucian mengalir (Ditjen POM, 1985).
4

Perajangan
Perajangan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel dari simplisia,

sehingga pada saat pengeringan berlangsung lebih cepat. Apabila ukuran


perajangan terlalu tebal, maka pengeringannya memerlukan waktu yang lama dan
kemungkinan simplisia dapat membusuk atau berjamur, Sedangkan ukuran
perajangan terlalu tipis dapat merusak kandungan kimia karena teroksidasi atau
tereduksi.sehingga saat perajangan ketebalannya disesuaikan (tidak terlalu tebal
dan tidak terlalu tipis). Proses perajangan sebaiknya menggunakan pisau dari
stainless steel bukan dari besi, karena besi mudah berkarat. Simplisia sudah kering
ditandai dengan mudah meremah saat diremas atau mudah patah. (Ditjen POM,
1985 )
5

Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengawetan simplisia, sehingga simplisia

tahan lama dalam penyimpanan dan menghindari terurainya kandungan kimia


karena pengaruh enzim. Pengeringan dengan waktu yang cukup akan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan kapang. Simplisia sudah kering ditandai
dengan mudah meremah saat diremas atau mudah patah. Menurut Materia Medika
Indonesia atau Farmakope Indonesia pengeringan simplisia dilakukan sampai
kadar air tidak lebih dari 10%. Pada proses pengerigan sebaiknya dilakukan
didalam oven yang dilengkapi dengan penyedot udara agar simplisia kering
dengan merata, apabila menggunakan sinar matahari langsung, sebaiknya ditutup

dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu
(Depkes, 1979).
6

Sortasi kering
Setelah proses pengeringan, simplisia disortasi kering bertujuan untuk

memisahkan kotoran, bahan organik asing dan simplisia yang rusak akibat proses
sebelumnya (Ditjen POM, 1985).
7

Pengemasan dan penyimpanan


Bahan pengemas simplisia yang baik yaitu dari karung goni atau karung

plastik karena karung goni maupun karung plastik dapat ditumpuk dan dapat
melindungi simplisia didalamnya (Ditjen POM, 1985).
Penyimpanan bertujuan untuk mencegah resiko tercemar atau saling
tercemar satu sama lain, memudahkan pengambilan, memudahkan dalam
pemeriksaan dan pemeliharannya, sehingga penyimpanan harus tertata rapi.
Simplisia yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi,
jumlah, mutu, dan cara penyimpanan. Gudang untuk penyimpanan simplisia harus
memenuhi persyaratan antara lain harus bersih, tertutup, mempunyai sirkulasi
udara yang baik, tidak lembab, penerangan yang cukup apabila diperlukan, sinar
matahari tidak boleh masuk karena akan mempengaruhi kualitas dari simplisia,
terdapat palet untuk mencegah kelembababn dan mudah saat dibersihkan.
Penyimpanan simplisia menggunakan metode FIFO (First In First Out) bahan
yang disimpan lebih awal didahulukan keluarnya(Ditjen POM, 1985).
8

Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu sebaiknya dilakukan saat simplisia diterima dari


supplier atau pedagang lainnya sampai simplisia dapat diolah menjadi produk.
pemeriksaan mutu bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang baik dan
terhindar dari kontaminasi agar saat diproses menjadi produk tidak mempengaruhi
kualitas dari produk (Ditjen POM, 1985).
D Persyaratan Simplisia
Untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan
standarisasi simplisia. Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku
yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut
(BPOM, 2005).
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.
Parameter mutu simplisa meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, kadar
abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol serta kadar
senyawa identitas(BPOM, 2005).
E Pengemasan Dan Penyimpanan
Pengemasan simplisia sebaiknya menggunakan wadah yang kedap udara
karena sifat simplisia yang sangat higroskopik, Wadah yang bersifat inert artinya
tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun bagi bahan yang di kemas
maupun bagi manusia yang menanganinya, mampu melindungi simplisia dari
penguapan kandungan aktif, pengaruh cahaya, oksigen, uap air, cemaran mikroba,
kotoran, dan serangga(Susanto, 1994).
Sistem pengemasan merupakan

unit

penanganan

yang

efisien,

penyimpanan yang mudah disimpan digudang-gudang atau dirumah, dapat


melindungi mutu dan mengurangi pemborosan, memberi perlindungan terhadap
kerusakan

mekanik,

kehilangan

air,

memungkinkan

penggunaan

udara

termodifikasi yang menguntungkan dan barang tetap bersih serta memenuhi


persyaratan kesehatan. Pada kemasan harus diberikan label yang menjelaskan
nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat
penghasil, berat bersih dan metode penyimpanan. Wadah-wadah yang digunakan
harus cukup kuat untuk ditumpuk, memungkinkan penggunaan ruang secara
maksimum dalam penyimpanan sambil menunggu pengolahan(Susanto, 1994).
F Metabolit Sekunder
Senyawa bahan alam adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup
(tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa kimia
yang biasa dijumpai sepertikarbohidrat, lipid, vitamin dan asam nukleat termasuk
dalambahan alam, namun ahli kimia memberikan arti yang lebihsempit tentang
istilah bahan alam yakni senyawa kimia yangberkaitan dengan metabolit sekunder
saja seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, golongan fenol, feromon,
saponin, tanin, kuinon, dan sebagainya (Mursyidi, 1990).
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa

kimia

yang

umumnyamempunyai kemampuan biokatifitas dan berfungsi sebagai pelindung


tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau
lingkungan. Senyawa metabolit sekunder digunakan sebagai zat warna, racun,
aroma makanan,dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari (Mursyidi, 1990).
Metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa organik yang berasal dari
sumber alami tumbuhan, yang dapat memberikan efek fisiologis terhadap
makhluk hidup, pada umumnya merupakan senyawa bioaktif. Senyawa metabolik
sekunder tidaklah sepenting metabolik primer dalam kelangsungan hidup
organisme, senyawa ini sangat berperan dalam mempertahankan kehidupan
organisme. Sebagai contoh detoksifikasi merupakan salah satu bahan kimia untuk

10

tahantan dan foremon yang memungkinkan hewan berkomunikasi dengan yang


lainnya. Senyawa metabolit sekunder dapat berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid,
steroid dan tanin (Robinson, 1991).
1 Alkaloid
Alkaloid tidak mempunyai tatanama sistematik,oleh karena itu suatu
alkoida dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan stiknin
hamper semua nama trivial ini berakir dengan yang mencirikan alkoida. Alkaloid
menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa yang bersifat basa,
mengandung atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid
seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol, jika digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
biasanya tidak bewarna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk
kristal hanya sedikit yang berbentuk cairan (misalnya nikotina) pada suhu
kamar.Alkaloid dapat digolongkan dalam 3 golongan yaitu(Winarto, 2007) :
a

Alkaloid sejati yaitu senyawa yang mempunyai cincin nitrogen

heterosiklik, bersifat basa dan berasal dari asam amino.


Alkaloid gabungan yaitu turunan asam amino, atom nitrogennya tidak
dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid gabungan bersifat basa, dialam

diturunkan dari biosintesis asam amino itu sendiri. Contohnya meskalina.


Alkaloid semu yaitu basa tumbuhan yang mengandung nitrogen
heterosiklik, memiliki aktifitas dan tidak mempunyai hubungan biosintesis
dengan asam amino. Alkaloid semu diturunkan dari senyawa-senyawa
terpenoid turunan asam asetat dan asam poliketonlifatik. Contohnya kafein

yang terdapat pada kopi.


Flavonoid

11

Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol


yang terbanyak dialam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab
terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam
tumbuhan. Berdasarkan strukturnya senyawa flavonoid merupakan turunan
senyawa induk flavon yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya
dan lazim ditemukan, yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula
(Winarto,2007).
Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada
molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali
dijumpai berupa senyawa tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran
yang terdiri dari flavonoid yang berbeda kelas. Senyawa-senyawa flavonoid
terdapat dalam semua bagian tumbuhan tinggi seperti bunga, daun, ranting, buah,
kayu, kulit kayu dan akar, namun senyawa flavonoid tertentu misalnya
antisianidin adalah zat warna dari bunga, buah, dan daun (Winarto, 2007).
3 Tanin
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa
polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta membentuk molekul
besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 (Mursyidi, 1990).
Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin mempunyai
organoleptis tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang
dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1701 dan kemungkinan besar terdiri dari
sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Beberapa ahli pangan
berpendapat bahwa taninterdiri dari katekin, leukoantosianin, dan asamhidroksi
yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam
(Mursyidi, 1990).

12

Klasifikasi tanin
Senyawa tanin dibagi menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin

yang terkondensasi.
1

Tanin Terhidrolisis (hydrolysable tannins)


Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk

jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan
menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini
adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan
asam galat. Selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk
tanin terhidrolisis yang bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana disebut
juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah
menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air (Winarto,2007).
2

Tanin terkondensasi (condensed tannins)


Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat
terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri
dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin
ini adalah Proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari
flavonoid yang dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya
adalah Sorghum prosianidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun
dari epikatekin dan katekin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan
menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa
floroglusinol (Hariana, 2007).

Sifat Umum Tanin

13

1
a

Sifat Fisika
Sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :
Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa

b
c
d

asam dan sepat.


Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan.
Tidak dapat mengkristal.
Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein

tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.


Sifat kimia
Sifat kimia dari tanin adalahsebagai berikut:
Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang

b
c

sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.


Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astringensia, antiseptik dan

pemberi warna (Hariana,2007).


3

Sifat tanin sebagai pengkhelat logam.


Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam.

Proses pengkhelatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa fenolik
itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi
pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu
kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi
stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih
maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dikhelat oleh
senyawa tanin tersebut (Hariana,2007).

Cara Identifikasi Senyawa Tanin

14

Berdasarkan sifat-sifat diatas maka untuk menganalisis tanin dapat


dilakukan berbagai cara sesusai tujuannya. Untuk analisis secara kualitatif dapat
dilakukan dengan menggunakan metode:
1

Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua/hitam kehijauan.

Ditambahkan Kalium Ferrisianida+ amoniak berwarna coklat.

Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat
berwarna coklat. Metode analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
mengunakan metode :

Metode analisis umum fenolik, karena tanin merupakan senyawa fenolik


(Metode blue prussian dan Metode Folin).

Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya.

Dengan menggunakan HPLC, dan UV-Vis.

Metode presipitasi menggunakan protein (Hariana,2007).

Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula

(glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa
glukosa disebut glukosida. Glikosida dibedakan menjadi -glikosida dan glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta.
Pembagian glikosida paling banyak berdasarkan aglikonnya. Umumnya glikosida
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan

panas

(Robinson,1991).

hidrolisis

oleh

enzim

tidak

memerlukan

panas

15

Menurut Fransworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang


menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah :
a

C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian gula dan bukan gula.


Contoh: aloin.

O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian gula dan bukan gula.


Contoh: salisin.

N-glikosida, Jika atom N menghubungkan bagian gula dan bukan gula.


Golongan ini sebagian gulanya bukan gula sebenarnya tetapi derivatnya.
Contoh: vidarabin.

S-glikosida, jika thiol (SH) yang menghubungkan bagian gula dan bagian
bukan gula.
Contoh: sinigrin.

Minyak atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada
suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri
mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak
atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri
dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam
bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di
tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004).
a Penggunaan dan Aktivitas Biologi Minyak Atsiri
Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga fungsi yaitu: membantu
proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan,

16

mencegahkerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai cadangan


makanan bagi tanaman (Gunawan dan Mulyani,2004).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent)
dalam industri makanan dan minuman (Gunawan dan Mulyani,2004).
b

Komposisi kimia minyak atsiri


Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan

jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode
ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak.
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada
umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

Hidrokarbon
Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri
sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit
isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen.
2

Hidrokarbon teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsure

Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk
dalam golongan ini adalah persenyawaan alcohol, aldehid, keton, ester, eter,
dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari

17

ikatan tunggal,ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen


mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.
c

Cara isolasi minyak atsiri


Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut


menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak.
1

Metode penyulingan

Penyulingan dengan air


Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak

langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau
terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang
disuling. Ciri khas meode ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan
air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung.
Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya
rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan
mutu minyak yang diperoleh.
b

Penyulingan dengan uap


Metode ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung.

Pada prinsipnya, metode ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja,
air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap
yang digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih
dari 1 atmosfer.
c

Penyulingan dengan air dan uap

18

Metode penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di


atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan
air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas
metode ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu
panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan
tidak dengan air panas (Mursyidi, 1990).
2

Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan

terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan
minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel
yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir
ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk dapat diperoleh
dengan cara ini (Mursyidi, 1990).
3

Ekstraksi dengan pelarut menguap


Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang

mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan


mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan
air,terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari bunga
misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga. Pelarut yang umum
digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya
4

Ekstraksi dengan lemak padat


Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan,

untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode

19

ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.
(Mursyidi, 1990).

Anda mungkin juga menyukai