Volume 7 Edisi 1 2011 PDF
Volume 7 Edisi 1 2011 PDF
ISSN 1907-0659
J. Segara
Volume 7
Nomor 1
Hal. 1 - 71
Jakarta
Agustus 2011
ISSN
1907-0659
ISSN 1907-0659
Dewan Editor
Prof. Dr. Wahyoe S. Hantoro
Dr. Sugiarta Wirasantosa
Ir. Tukul Rameyo Adi, MT
Dr. Irsan S. Brodjonegoro
Dr. Richardus Kaswadji
Dr. Edvin Aldrian
Mitra Bestari
Prof. Dr. Rosmawati Peranginangin
Prof. Dr. Safwan Hadi
Prof. Dr. Cecep Kusmana
Prof. Dr. Hasanuddin Z. Abiddin
Ir. Tjoek Aziz Soeprapto, M. Sc
Dr. I Wayan Nurjaya
Dr. Hamzah Latif
Redaksi Pelaksana
Bagus Hendrajana, ST, M.Sc
Dicky Hartawan, S.Ikom
Syahrial Nur Amri, M.Si
Dani Saepuloh, A.Md
Redaksi Jurnal Ilmiah Segara bertempat di Kantor Pusat Balitbang Kelautan dan Perikanan
Alamat
: JL. Pasir Putih I Ancol Timur Jakarta Utara 14430
Telpon
: 021 - 6471-1583
Faksimili
: 021 - 6471-1654
E-mail
: jurnal.segara@gmail.com
Jurnal Segara Volume 7 No. 1 Agustus 2011 diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir
Tahun Anggaran 2011
ISSN 1907-0659
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Segara adalah jurnal yang diterbitkan dan didanai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Jurnal Segara Volume 7 No.1 Agustus 2011 merupakan terbitan pertama di tahun anggaran 2011. Naskah yang
dimuat dalam jurnal Segara berasal dari hasil penelitian maupun kajian konseptual yang berkaitan dengan kelautan
Indonesia, yang dilakukan oleh para peneliti, akademis, mahasiswa, maupun pemerhati permasalahan kelautan
dari dalam dan luar negeri.
Di nomor pertama 2011, jurnal ini menampilkan 7 artikel ilmiah hasil penelitian tentang: komparasi hasil pengamatan
pasang surut di perairan Pulau Pramuka dan Kabupaten Pati dengan prediksi pasang surut tide model driver, spot4 data classification analysis using neural network, studi potensi ekowisata bahari di Kabupaten Batubara (studi
kasus pada Pulau Pandang), pemanfaatan data satelit oseanografi untuk prediksi daerah potensial penangkapan
tuna mata besar (thunnus obesus) di Samudera Hindia selatan Jawa-Bali, potensi dampak kenaikan muka laut
terhadap dataran pesisir dan aktifitas produksi garam di kawasan pesisir mundu, Kabupaten Cirebon, uji toksisitas
sedimen pesisir cirebon terhadap pertumbuhan diatom planktonik chaetoceros gracilis, estimasi cadangan karbon
pada komunitas lamun di Pulau Pari, taman nasional Kepulauan Seribu, Jakarta.
Diharapkan artikel tersebut dapat memberikan kontribusi bagi pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kelautan Indonesia. Akhir kata, Redaksi mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas partisipasi
aktif peneliti dalam mengisi jurnal ini.
REDAKSI
Halaman
ii
iii-vii
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut di Perairan Pulau Pramuka dan Kabupaten Pati dengan
Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver
Muhammad Ramdhan ......................................................................................................................................................
1-10
11-16
Studi Potensi Ekowisata Bahari di Kabupaten Batubara (Studi Kasus pada Pulau Pandang)
Alexander M. A. Khan, Fedi A. Sondita & Budhi H. Iskandar...........................................................................
17-28
Pemanfaatan Data Satelit Oseanografi Untuk Prediksi Daerah Potensial Penangkapan Tuna Mata
Besar (Thunnus obesus) Di Samudera Hindia Selatan Jawa-Bali
Teja Arief Wibawa..........................................................................................................................................................
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut terhadap Dataran Pesisir dan Aktifitas Produksi Garam
di Kawasan Pesisir Mundu, Kabupaten Cirebon
Wahyu Budi Setyawan......................................................................................................................................
Uji Toksisitas Sedimen Pesisir Cirebon terhadap Pertumbuhan Diatom Planktonik
Chaetoceros Gracilis
Rachma Puspitasari...............................................................................................................
Estimasi Cadangan Karbon Pada Komunitas Lamun di Pulau Pari, Taman Nasional Kepulauan
Seribu, Jakarta
Susi Rahmawati...............................................................................................................
29-41
42-56
57-64
65-71
ii
KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN
PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER
THE COMPARISON BETWEEN TIDAL OBSERVATION AND THE PREDICTION BY USING TIDE MODEL DRIVER
SOFTWARE, IN PRAMUKA ISLAND AND PATI COASTAL WAVES
Muhammad Ramdhan
ABSTRAK
ABSTRACT
Data pasut air (pasut) laut sangat diperlukan dalam penentuan garis
pantai dan pelaksanaan survey bathimetri. Paper ini akan
membandingkan hasil pengamatan pasut di lapangan dengan suatu
prediksi yang dihasilkan dari perangkat lunak Tide Mode Driver
(TMD). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk wilayah
perairan kepulauan, tipe pasut dari data pengamatan lapangan
berbeda dengan tipe pasut yang diperoleh dari prediksi TMD.
Sedangkan untuk wilayah perairan terbuka, tipe pasut dari data
pengamatan lapangan sama dengan tipe pasut yang diperoleh dari
prediksi TMD.
Tidal data for sea water level are needed to determine the coastline
and the bathymetric survey. This paper will compare the results of
tidal observations in the field with a prediction generated from the
Tide Model Driver (TMD) software. The results show that for the
islands waters, tipe of tidal data from the field observation was
different with the tipe of tidal predictions obtained from TMD. As
for the open sea water, tidal data from the field observation match
with the tipe of tidal predictions are obtained from TMD.
Keywords: tide, tide prediction, tide type, Tide Model Driver
ABSTRACT
ABSTRAK
iii
ABSTRAK
ABSTRACT
PEMANFAATAN DATA SATELIT OSEANOGRAFI UNTUK PREDIKSI DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN TUNA MATA
BESAR (Thunnus obesus) DI SAMUDRA HINDIA SELATAN JAWA-BALI
OCEANOGRAFYC SATELLITE DATA UTILISATION FOR TUNA (Thunnus obesus) FISHING GROUND PREDICTION IN
THE INDIAN OCEAN, SOUTHERN PART OF JAWA-BALI
Teja Arief Wibawa
ABSTRAK
ABSTRACT
iv
mata sebenarnya.
Kata Kunci: tuna mata besar, satelit oseanografi, GAM
POTENSI DAMPAK KENAIKAN MUKA LAUT TERHADAP DATARAN PESISIR DAN AKTIFITAS PRODUKSI GARAM
DI KAWASAN PESISIR MUNDU, KABUPATEN CIREBON
POTENTIAL IMPACT OF SEA LEVEL RISE TO THE COASTAL ZONE AND SALT PRODUCTION ACTIVITY OF MUNDU
COASTAL REGION, CIREBON REGENCY
ABSTRAK
ABSTRACT
UJI TOKSISITAS SEDIMEN PESISIR CIREBON TERHADAP PERTUMBUHAN DIATOM PLANKTONIK Chaetoceros gracilis
TOXICITY TEST OF SEDIMENT FROM CIREBON COASTAL AREA IN RELATION TO THE GROWTH OF DIATOM
PLANKTONIK
Rachma Puspitasari
ABSTRAK
ABSTRACT
ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA KOMUNITAS LAMUN DI PULAU PARI, TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU,
JAKARTA
CARBON BACKUP ESTIMATION OF SEAGRESS COMMUNITY IN PARI ISLAND, THOUSAND IS LANDS NATIONAL
PARK, JAKARTA
Susi Rahmawati
ABSTRAK
ABSTRACT
vi
.
Kata Kunci: Lamun, Cadangan karbon, Pulau Pari, Kepulauan
Seribu
vii
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut.....Dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver (Ramdhan, M.)
Muhammad Ramdhan1)
1)
Peneliti pada Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan - KKP
Diterima tanggal: 13 Februari 2011; Diterima setelah perbaikan: 20 April 2011; Disetujui terbit tanggal 24 Mei 2011
ABSTRAK
Data pasut air (pasut) laut sangat diperlukan dalam penentuan garis pantai dan pelaksanaan survey
bathimetri. Paper ini akan membandingkan hasil pengamatan pasut di lapangan dengan suatu prediksi
yang dihasilkan dari perangkat lunak Tide Model Driver (TMD). Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa untuk wilayah perairan kepulauan, tipe pasut dari data pengamatan lapangan berbeda dengan
tipe pasut yang diperoleh dari prediksi TMD. Sedangkan untuk wilayah perairan terbuka, tipe pasut
dari data pengamatan lapangan sama dengan tipe pasut yang diperoleh dari prediksi TMD.
Kata Kunci: pasut, prediksi pasut, tipe pasut, Tide Model Driver
ABSTRACT
Tidal data for sea water level are needed to determine the coastline and the bathymetric survey.
This paper will compare the results of tidal observations in the field with a prediction generated from
the Tide Model Driver (TMD) software. The results show that for the islands waters, tipe of tidal data
from the field observation was different with the tipe of tidal predictions obtained from TMD. As for the
open sea water, tidal data from the field observation match with the tipe of tidal predictions are obtained
from TMD.
Keywords: tide, tide prdiction, tide tipe, Tide Model Driver
PENDAHULUAN
Data pasang surut (pasut) air laut memiliki arti
penting dalam mengimplementasikan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 (UU-27/2007)
tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. Perairan Pesisir oleh UU-27/2007 didefinisikan
sebagai laut yang berbatasan dengan daratan meliputi
perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulaupulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan
laguna.
Dalam UU-27/2007 tidak dinyatakan secara
eksplisit tentang garis pantai mana yang digunakan
Korespondensi Penulis:
Jl. Raya Padang-Painan Km.16,Bungus,Padang-25245. Email: m.ramdhan@kkp.go.id
Gambar 1.
2.
Gambar 2.
3.
Gambar 3.
4.
Gambar 4.
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut.....Dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver (Ramdhan, M.)
Gambar 5.
Pola tipe pasut di Indonesia (digambar ulang dari Anugerah, 1987 Triatmodjo, 1996)
No.
1.
2.
Lokasi
Stasiun
Pulau Pramuka
Kabupaten pati
Gambar 6.
Lintang
Bujur
-5,7425
-6,4587
106,6136
111,0511
Pengamatan langsung
Ketinggian(cm)
110
100
90
80
70
60
50
0
8/12/2010
20:00:0 0
Gambar 7.
12
8/13/2010
0 8:00:00
24 10
8/13/20
20 :00:00
36
8/14/2010
08:00 :00
8/1448
/2010
20:00:00
60
8/15/2010
08:00:00
72
8/15/2010
20:00:0 0
84
8/16/2010
08:00 :00
Maksimum
133,00
Gambar 8.
Minimum
56,00
Maksimum
181,00
Minimum
56,00
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut.....Dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver (Ramdhan, M.)
2.
Gambar 9.
Amplitudo
(cm)
o
Amplitudo
(cm)
o
m2
s2
k1
o1
n2
p1
k2
q1
3,38
4,45
25,87
12,36
1,15
7,28
0,86
2,87
167,77
97,03
35,63
18,09
115,37
25,83
78,4
2,43
4,31
7,56
40,3
15,59
1,82
11,5
0,19
1,71
332,65
223,38
230,22
162,64
285,17
230,17
185,29
129,99
Minimum (cm)
52,21
-48,9
Gambar 10.
Minimum (cm)
69,77
-77,12
:
:
bilangan Formzahl
amplitudo komponen pasang surut
tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan & matahari
amplitudo komponen pasang surut
tunggal utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
amplitudo komponen pasang surut
ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik bulan
amplitudo komponen pasang surut
ganda utama yang disebabkan oleh
gaya tarik matahari
A(m2) :
A(s2)
dengan ketentuan :
F d 0.25 :
0,25<Fd1.5 :
1.50<Fd3.0 :
F > 3.0
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut.....Dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver (Ramdhan, M.)
Gambar 11.
Gambar 12.
LAMPIRAN
Tabel 1.
MAX**
MIN***
Tungang
pasut
(cm)
Tipe
Pasut
Selang
Waktu
(hari)
Pulau
Pramuka
100,77
133
56
77
tipe
campuran
condong
harian
tungal
Kab. Pati
115,34
181
56
125
tipe
harian
tungal
Pulau
Pramuka
52,21
-48,89
101,1
tipe
harian
tungal
365
Kab. Pati
69,77
-77,12
146,89
tipe
harian
tungal
365
10
5
98
86
66
11
6
10
0
93
74
9
8
9
0
7
9
5
8
2
9
6
8
6
7
6
5
6
3
9
4
8
6
7
4
5
7
4
9
0
8
7
7
6
6
2
8
0
6
8
9
0
6
8
8
8
6
8
6
7
4
9
0
8
9
8
9
95
96
10
0
10
6
10
5
10
5
10
Jam
28/10/20
10
29/10/20
10
10/30/20
10
10/31/20
10
1/11/201
0
2/11/201
0
3/11/201
0
4/11/201
0
Tgl
16
8
17
7
17
3
16
0
17
4
16
6
16
2
17
8
18
1
17
8
15
5
16
6
15
8
14
6
15
9
17
5
17
3
16
4
17
6
17
2
16
2
2
14
8
16
5
16
8
15
6
16
8
16
4
15
8
3
13
2
14
8
15
5
14
6
16
2
15
6
15
2
4
11
8
13
4
13
3
13
2
15
4
14
8
14
6
96
10
6
10
4
99
11
6
11
8
11
6
13
8
13
4
13
2
98
11
2
11
4
11
6
6
8
5
9
8
9
4
8
7
9
4
9
8
9
8
82
78
74
86
86
82
76
82
77
74
82
78
64
10
11
0
11
3
11
0
11
68
Jam
12/8/201
0
13/8/201
0
14/8/201
0
15/8/201
0
16/8/201
0
Tgl
72
78
82
75
68
76
56
11
11
4
11
3
12
0
12
70
86
77
75
76
70
58
12
11
6
10
8
12
0
70
92
92
78
68
72
61
64
13
13
96
10
4
86
80
70
63
74
14
11
8
11
5
12
3
14
98
10
8
92
80
64
67
76
15
11
4
11
6
12
6
15
98
10
2
11
2
82
74
78
84
16
11
4
11
6
12
8
16
82
10
2
10
2
11
4
82
88
88
17
11
0
11
7
13
0
17
84
10
6
10
8
12
0
92
18
11
2
10
4
11
6
11
9
13
3
18
98
12
2
97
10
8
19
12
6
12
0
11
5
12
0
12
8
19
21
12
0
11
0
10
6
10
5
95
22
12
4
11
6
10
6
86
23
12
2
10
5
10
0
20
13
6
13
6
12
6
10
4
11
4
10
8
12
4
21
15
4
15
2
15
5
11
2
12
4
12
2
12
6
22
16
2
16
6
16
5
13
4
13
4
12
8
13
2
23
17
2
17
6
17
2
15
2
14
8
13
8
13
8
ketinggian dalam cm
20
11
0
10
6
11
5
12
0
ketinggian dalam cm
Komparasi Hasil Pengamatan Pasang Surut.....Dengan Prediksi Pasang Surut Tide Model Driver (Ramdhan, M.)
16
10
-9
18
22
14
-6
12
-7
15
24
13
22
-2
-1
-3
10
16
24
-8
-9
5
16
12
12
16
23
6
21
15
13
14
19
Jam
4/11/2010
3/11/2010
2/11/2010
1/11/2010
10/31/2010
10/30/2010
29/10/2010
28/10/2010
Tgl
57
62
65
64
60
52
43
35
58
62
63
60
54
45
36
28
37
46
54
60
62
61
57
51
35
43
50
54
54
51
47
40
28
35
40
42
41
38
33
27
17
23
26
27
25
21
16
11
11
11
-1
-5
Jam
12/8/20
10
13/8/20
10
14/8/20
10
15/8/20
10
16/8/20
10
Tgl
11
-6
-5
-5
-8
7
21
17
12
7
23
16
12
12
14
8
34
30
26
21
18
17
18
22
-9
-8
8
22
15
10
9
44
41
36
32
28
26
27
30
-3
-3
-7
9
19
12
10
51
48
44
38
33
31
30
33
-3
-9
10
15
11
54
52
47
41
36
31
30
31
-5
11
11
12
54
53
49
43
36
30
26
26
13
10
-1
-7
12
13
50
51
48
42
34
27
22
20
16
13
-3
13
14
45
47
46
41
33
24
17
12
20
16
10
-1
14
-6
15
37
42
42
39
32
23
13
22
17
11
15
-2
16
28
34
37
36
30
21
11
24
18
12
16
17
17
24
30
31
28
21
10
25
18
11
17
13
20
24
24
19
10
-4
18
24
17
10
18
-8
15
17
15
-8
19
22
14
10
19
11
15
21
16
22
-6
-6
-2
16
23
-4
-8
-7
-2
16
23
20
13
22
31
37
21
13
10
13
19
28
38
45
48
22
19
20
25
33
43
51
56
57
23
ketinggian dalam cm
17
11
13
20
ketinggian dalam cm
10
Diterima tanggal: 27 Februari 2011; Diterima setelah perbaikan: 5 April 2011; Disetujui terbit tanggal 19 Mei 2011
ABSTRACT
The overall objective of remote sensing image classification procedures is to automatically categorize
all pixels in an image into land use/land cover classes. Normally, multispectral remote sensing data
are used to perform the classification and, indeed, the spectral pattern present within the data for each
pixel is used as the numerical basis for categorization. The knowledge of land use/land cover is important
for many planning and management activities and is considered an essential element for modeling and
understanding the earth as a system. SOFM is one of the most fascinating topics in the neural network
field. In the data clustering, the SOFM net carries out the online cluster process in the input model, in
which the SOFM net exerts a constraint of the winner neuron neighborhood of the output layer so that
the topological nature of the input multi-bands data is clustered into the output layer of neuron weights.
The research shows that SOFM method is better than MLC in accuracy. The experiment prove that
SOFM is quite good in term of classification processing speed. Clearly, the results of using SOFM
classifier in classification of multi-spectral remote sensing data are very good result of accuracy and
fast in classification process.
Keywords: Spot-4, Classification, SOFM, Neural Network
ABSTRAK
Klasifikasi citra penginderaan jauh bertujuan untuk mengkategorikan semua piksel dalam gambar
ke dalam kelas penggunaan lahan/tutupan lahan secara otomatis. Biasanya data penginderaan jauh
multispektral digunakan untuk melakukan klasifikasi dan pola spektral dalam data untuk setiap pixel
digunakan sebagai dasar numerik untuk kategorisasi. Informasi tentang penggunaan lahan/penutupan
lahan sangat penting untuk kegiatan perencanaan dan pengelolaan dan dianggap sebagai elemen
penting untuk memodelkan dan memahami bumi sebagai suatu sistem. SOFM adalah salah satu
topik yang paling menarik di neural network. Dalam data clustering, SOFM neural network melakukan
proses pengelompokan secara langsung, di mana SOFM memberikan suatu pengaruh pada winner
neuron neighborhood pada output layer sehingga sifat topologi dari data input multi-band dikelompokkan
ke dalam output layer dari neuron weights. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi metode SOFM
lebih baik daripada MLC. Penelitian membuktikan bahwa SOFM cukup baik dalam hal kecepatan
pemrosesan klasifikasi. Jadi hasil dari metode SOFM dalam klasifikasi multi-spektral data penginderaan
jauh adalah SOFM memiliki akurasi hasil yang baik dan kecepatan dalam proses klasifikasi.
Kata Kunci: Spot-4, klasifikasi, SOFM, Neural Network
Korespondensi Penulis:
Jl. Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13320.
Email: thedananx@yahoo.com
11
INTRODUCTION
The knowledge of land use/land cover is important for
many planning and management activities and is
considered an essential element for modeling and
understanding the earth as a system. More recently,
remote sensing data have been utilized for land use/land
cover mapping.
The ability to classify multispectral remote sensing
data correctly and quickly is very important. The neural
network classifier presents distribution-free approach to
multispectral remote sensing data classification. Neural
network perform considerably better than classical
methods (Bhiscof & Leonardis, 1998). There are many
methods in neural network. One of them is Back
propagation method. Back propagation neural network
has weakness of very slow convergence during training
(Li & Si, 1992). Another one is Self-Organizing Feature
Map (SOFM) neural network. SOFM is one of the most
fascinating topics in the neural network field. Such
networks can learn to detects regularities and correlations
in their input and adapt their future responses to that
input accordingly. SOFM learn to classify input vectors
according to how they are grouped in the input space. It
learns both the distribution and topology of the input
vectors they are trained on.
Operationally SPOT-4 data was applied to depict land
use changes, urban planning, disaster, etc in Indonesia,
providing basic maps for planning and development.
The research has primary objectives: (1) to apply the
SOFM classifier to classify land cover from SPOT-4 data.
The aim is to show how SOFM can be a classifier for
multi-spectral remote sensing data, (2) to analyze the
classification result of the SOFM classifier. The aim is to
know how accurate and classification process speed of
this classifier, and (3) to compare the classification result
accuracy using SOFM and MLC. The purpose is to know
which one is the better one for classifier.
SOFM Neural Network
Neural network models have two important properties:
the ability to learn from input data and to generalize and
predict unseen patterns based on the data source, rather
than on any particular a priori model (Seto & Liu, 2003).
The self-organizing feature map neural network developed
by Kohonen is a neural network model providing a
topology-preserving mapping from a high-dimensional
input space onto a low-dimensional map space (Ji, 2000).
The fundamental idea of SOFM is related to constructing
a hierarchic pattern searching system using a special
12
Figure 1.
SOFM Algorithm
Let Wj is the weighting vector transmitted from input
vector i to output vector j, and let x={x1, x2,...,xn }
be an input vector, n is the dimension, equal to the
number of input satellite bands. Network training and
testing includes fine tuning and coarse tuning. Coarse
tuning is the learning process, which is accomplished
by following steps (Ji, 2000):
Step 1.
Step 2.
.............. 1)
Step 3.
.................................................................... 2)
..................... 3)
formula (3.4),
Otherwise, using formula (3.5)
Step 4.
......... 5)
13
PRE
PROCESSING
PROCESSI NG
Or tho Rectification
Software and
ER Mapper 7.1
POST
PRO CESSING
Figure 6.
Ortho-Rectification and
Projection Transformation
Image Enhancement,
Ima ge Transform, and
Cropping
La nd Cover
Classification
Using SOFM & LVQ
Land Cover
Classification
Using MLC
Calculation of Classification
Result Accuracy
Calculation of Classification
Result Accuracy
Step 3.
Scene Selection of
SPOT-4 Data
DEM SRTM
Envi 4.4
Map Reference
.................. 6)
Comparison of Classification
Result Accuracy Betwe en SOFM
and MLC
RESULTS
The SOFM structure in the experiment is illustrated
as follows: the input layer has 4 nodes and each of them
corresponds uniquely to one of the SPOT-4 bands 1, 2,
3 and 4. The initial value of the learning rate is set here
to 0.9, which reduces gradually with the training time
until 0.005. The maximum iteration time is 2000. In the
output layer, the initial size of the the winner neuron
neighborhood is set to be 12x12.
Figure 5.
Figure 7.
14
Figure 8.
Table 1.
R ef
SO FM
U rb an
A g ricul tu re L and
W ater Bo dy
M an gro ve
B are Land
W et L an d
T o ta l
A cc ur ac y ( % )
Ur ba n
238 36
38
2
2
1 08
80
240 66
99 .04
A g ric u ltur e
L an d
Wa te r B o d y
53
1 39 64 3
2
22 0
1 94 9
2
1 41 86 9
98 .4 3
M an g ro ve
1
1
20 687
225
0
258
21 172
97 .71
Ba re Lan d
61
2 05 7
85 7
24 30 3
10 5
49 7
27 88 0
8 7.1 7
W et Land
1 89
2 55
0
0
1 83 78
2
1 88 24
9 7. 64
11 0
5
30 7
11 7
8
2 778 6
2 833 3
9 8.0 7
B a re L a nd
W e t L a nd
*) Total sample = 262144 pixels; accurate = 254633 pixels; general accuracy = 97.13 %
Table 2.
Ref
M LC
U rb a n
A g ri c u l tu r e L a n d
W a te r B o d y
M a n g ro v e
B a re L a n d
W e t L a nd
T o ta l
A c c u ra c y ( % )
U rb a n
22856
309
5
0
574
322
24066
9 4 .9 7
A g r ic u ltu re
L an d
2129
136737
53
399
2551
0
141869
9 6 .3 8
W a te r
Bo dy
M a n g ro v e
298
27
18880
158
0
1809
21172
89.17
3269
3656
2724
18231
0
0
27880
65.39
4658
1283
0
0
12883
0
18824
68.44
3738
170
4481
60
0
19884
28333
70.18
15
ACKNOWLEDGEMENT
REFERENCES
Bischof, H & Leonardis, A., 1998, Finding Optimal Neural
Networks for Landuse Classification, IEEE Xplore,
Downloaded on February 2, 2009 at 01:57 from IEEE
Xplore.
Bullinaria, J. A., 2004, Introduction to Neural Networks :
Lecture 18 - Learning Vector Quantization (LVQ).
16
Diterima tanggal: 13 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 29 April 2011; Disetujui terbit tanggal 15 Mei 2011
ABSTRAK
Ekowisata adalah perjalanan wisata yang melibatkan pemahaman dan pengetahuan menyangkut
kelestarian lingkungan. Pulau Pandang seluas 7 hektar, mempunyai potensi sumber daya alam yang
dapat dikembangkan menjadi objek ekowisata dan zonasi dilakukan berdasarkan pada pengkajian
kondisi Pulau Pandang dan perairan di sekitarnya. Kondisi tersebut mencakup garis pantai, jenis
pantai, substrat, temperatur, jenis terumbu dan ikan karang. Zona pertama untuk konservasi penyu
dan ekosistem terumbu karang; yang kedua untuk zona pemanfaatan yang mendukung dan memfasilitasi
kegiatan ekowisata dan zona terakhir sebagai zona penyangga untuk mencegah dampak kegiatan
wisata terhadap zona konservasi. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan
adalah menyelam, snorkling, berenang, olahraga memancing, jalan pantai, olahraga pantai lainnya,
berkemah dan sebagainya.
Kata Kunci: ekowisata, ekowisata bahari dan pantai, zona pesisir dan bahari, daya dukung
pulau
ABSTRACT
Ecotourism is nature-based tourism that involves education and concern on natural environment
and ecological sustainability. Pandang Island area is 7 hectares, with potential natural resources that
can be developed to be ecotourism destination. The islands zonation and its surrounding waters have
been established by considering natural condition, such as shore line, shore type, substrate, temperature,
coral reefs and coral fishs type. The first zone is allocated for conservation purpose especially for
turtle nesting and coral reefs; the second zone is allocated for supporting and facilitates for tourism
activities, and the last zone is buffer zone for preventing direct impact of tourism activities on the
conservation zone (the first zone). Tourism activities recommended in the utilization zone are: diving,
snorkeling, swimming, sport fishing, beach tracking, other beach sports, camping and other reasonable
ecotourism activities.
Keywords: ecotourism, marine and coastal ecotourism, coastal and marine zonation, island
carrying capacity
Korespondensi Penulis:
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 40600. Email: alexander.khan@unpad.ac.id
17
PENDAHULUAN
Menurut Alcock & Crossland (1999) dan Gunn (1994)
bahwa pengembangan strategi pengelolaan daerah
ekowisata didasarkan pada sistem zonasi berbagai
bentuk pemanfaatan dan prinsip-prinsip ekologis.
Kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata bahari
mutlak memerlukan dukungan data dan informasi yang
benar dan berbasiskan ilmu pengetahuan, meliputi: (1)
kondisi kawasan (2) daya dukung kawasan (3) sumber
daya hayati dan non hayati serta (4) kondisi sosial
ekonomi masyarakat (Prasetyo et al., 1996 yang diacu
dalam Arifin, 2001).
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji potensi
ekowisata bahari di Pulau Pandang Kabupaten Batubara,
Sumatera Utara, (2) merancang pengembangan
ekowisata bahari di Pulau Pandang Kabupaten Batubara,
Sumatera Utara yang sesuai dengan kondisi alam dan
manfaat penelitian ini adalah: memberikan masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara dan pihak terkait
lainnya tentang pengembangan suatu kawasan wisata,
khususnya kawasan ekowisata bahari.
METODE PENELITIAN
1.
18
Gambar 1.
Terumbu karang.
Tabel 1.
S2 (S esuai ),
S3
(S esuai be rsya rat)
N (Tida k sesua i)
Pen jelasan
Da erah ini tid ak mempun ya i pemb ata s (pen ghamb at)
ya ng seri us untuk men eta pkan perla kuan ya ng di berika n
ata u h anya me mp unyai pemba ta s (pan gha mb at) yang
bera rti atau be rpen garu h se ca ra nyata terh ada p
peng gun aann ya da n tida k akan mena ikka n masuka n
ata u tin gkatan pe rlakuan yan g dibe rikan
Da erah ini memp unyai p embatas (pe ngh ambat) yan g
agak serius un tuk memper ta hanka n tin gkat pe rlakua n
ya ng ha rus ditetap ka n. Pemba ta s ( peng hamba t) ini aka n
me ning ka tkan ma su kan atau ting ka ta n perl akuan yan g
dipe rlukan
Da erah ini memp unyai p embatas (pe ngh ambat) yan g
se rius untuk me mp ertaha nkan ting ka t per lakuan yan g
haru s ditetap ka n. P embatas (pen gha mb at) a ka n lebi h
me ning ka tkan ma su kan atau ting ka ta n perl akuan yan g
dipe rlukan
Da erah in i me mpunyai p embatas (pen gha mb at)
perman en, sehi ngga menceg ah seg ala ke mu ngkina n
perla ku an pa da dae rah tersebu t
S kor
71 8 840
51 4 717
27 4 513
=273
Tabel 2.
19
Gambar 2.
Gambar 3.
Contoh kerusakan terumbu karang akibat; (a) jaring dan (b) jangkar.
20
Gambar 4.
4. Pantai berbatu
Pantai berbatu dapat di jumpai pada bagian selatan
dan utara Pulau Pandang. Batu-besar menjulang dan
mengelilingi pulau sehingga tidak dijumpai adanya pantai
berpasir di bagian tersebut. Panjang garis pantai berbatu
di sebelah selatan sekitar 270 meter dan disebelah utara
memiliki panjang garis pantai sekitar 480 meter.
Gambar 6.
Pantai berbatu.
21
Tabel 3.
No.
Lokasi
Pantai 1
Pantai 2
Pantai 3
Pantai 4
Keterangan:
K
= Kategori
S
= Skor
N
= Nilai
Kedalama
n
K S N
S 1 1
1 8 8
0
S 1 1
1 8 8
0
S 1 1
1 8 8
0
S 1 1
1 8 8
0
S1
S2
S3
Substrat
K S
S 1
1 6
S 1
1 6
S 1
1 6
S 1
1 6
N
1
2
8
1
2
8
1
2
8
1
2
8
Luasan
pantai
K S N
S 1 1
1 4 4
0
S 6 6
3
0
S
2
1
4
S
2
1
4
1
4
0
1
4
0
Parameter
Panjang
Tipe
pantai
pantai
K S N K S N
S 1 9 S 1 8
1 5 0 1 4 4
S
3
3
0
S
3
1
2
7
2
S
1
1
4
8
4
55
4
S2
S
2
1
0
6
0
S
2
1
4
8
4
S
1
1
4
8
4
67
6
S2
S
1
1
5
9
0
S
1
1
4
8
4
S
1
1
4
8
4
70
6
S1
= Sangat Sesuai
= Sesuai
= Sesuai Bersyarat
22
Stasiun
pengamata
n
Kedalaman
Suhu
perairan
Kecepata
n arus
S
1
14
84
S
1
1
0
8
0
S
2
1
2
S
2
12
72
S
1
1
0
8
0
S
2
1
2
S
2
12
72
S
1
1
0
8
0
S
2
1
2
S
1
14
84
S
1
1
0
8
0
S
1
1
8
S
2
12
72
S
1
1
0
8
0
S
2
1
2
S
1
14
84
S
1
1
0
8
0
S
1
1
8
Parameter
Kecerahan
perairan
N
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
8
0
1
2
0
1
8
0
Terumbu
karang
(Genus)
K S N
Ikan
karang
(Genus)
K S N
Nilai Ket
total
S
2
1
8
18
0
1
6
S
1
2
0
16
0
64
S2
0
S
3
1
6
16
0
1
6
S
1
2
0
16
0
60
S2
8
S
3
1
6
16
0
1
6
S
1
2
0
16
0
60
S2
8
S
3
1
6
16
0
1
6
S
1
2
0
16
0
68
S2
0
S
3
1
6
16
0
1
6
S
1
2
0
16
0
60
S2
8
S
3
1
6
16
0
1
6
S
1
2
0
16
0
68
S2
0
Keterangan:
K
S
N
Sts
= Kategori
= Skor
= Nilai
= Stasiun
S1
S2
S3
= Sangat Sesuai
= Sesuai
= Sesuai Bersyarat
23
Tabel 5.
No
1
Kapasitas pantai
Kelas Rendah
Kelas Menengah
Kelas Mewah
Kelas Istimewa (VIP)
Air Bersih
Akomodasi (Penginapan)
m /orang
10
15
20
30
orang/ 20 50 m pantai
2,0 5,0
1,5 3,5
1,0 3,0
0,7 1,5
Estimasi data tampung wisatawan berdasarkan kapasitas pantai pasir di Pulau Pandang
Estimasi panjang pantai terhadap
daya tampung
Panjang pantai pasir (m)
Daya tampung (orang)
* Kelas rendah
* Kelas menengah
* Kelas mewah
* Kelas istimewa (VIP)
Lokasi
Pantai 1
321
Pantai 2
121,8
32
23
17
10
12
8
6
3
Tabel 7.
24
Tabel 8.
Pantai 1
Pantai 2
5.776
1.827
578
304
193
183
96
61
25
26
27
28
Peneliti pada Balai Penelitian Observasi Laut, Balitbang Kelautan dan Perikanan - KKP
Diterima tanggal: 10 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 21 April 2011; Disetujui terbit tanggal 10 Mei 2011
ABSTRAK
Informasi penting yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggungjawab
dan berkelanjutan adalah teridentifikasinya lokasi habitat penting bagi suatu jenis ikan sepanjang
siklus hidupnya. Tuna mata besar adalah salah satu jenis ikan pelagis besar yang memiliki nilai
ekonomis tinggi di perairan Indonesia. Faktor-faktor oseanografi memiliki peranan yang sangat penting
dalam menentukan distribusi tuna mata besar tersebut. Ketersediaan data satelit oseanografi secara
near real-time dan terus menerus memantau kondisi beberapa parameter oseanografi, dapat
dimanfaatkan sebagai suatu pendekatan untuk mengidentifikasi lokasi habitat tuna mata besar tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi sebaran daerah potensial penangkapan tuna mata
besar di Samudra Hindia Selatan Jawa-Bali pada musim timur. Data penangkapan tuna mata besar
selama periode empat tahun (2004-2007) selama musim timur, diperoleh dari perusahaan penangkapan
tuna yang berbasis di Benoa, Bali. Parameter oseanografi yang digunakan meliputi sea surface
chlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surface height anomaly (SSHA),
dan eddy kinetic energy (EKE). Ekstraksi nilai SSC, SST,SSHA dan EKE dilakukan pada setiap koordinat
penangkapan tuna mata besar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan generalized additive
model (GAM). Persamaan yang diperoleh dari analisis GAM tersebut digunakan untuk memprediksi
sebaran daerah potensial penangkapan tuna mata besar. Hasil analisis GAM menunjukkan bentuk
persamaan GAM dengan kombinasi SSC, SST, SSHA dan EKE secara statistik memiliki tingkat
akurasi tertinggi dalam menjelaskan variasi hookrate tuna mata besar. Prediksi sebaran daerah potensial
penangkapan tuna mata besar pada Juni, Juli Agustus, September dan November, menunjukkan adanya
kesesuaian dengan daerah penangkapan tuna mata sebenarnya.
Kata Kunci: tuna mata besar, satelit oseanografi, GAM
ABSTRACT
Responsible and sustainable fisheries management require essential information of identified
important habitat of each fish species on whole their life cycles. Bigeye tuna is one of the large pelagic
fish which has a high economic value in Indonesian waters. Oceanographic factors have an important
role in determining the distribution of bigeye tuna habitat. The availability of oceanographic satellite
data in near real-time and continuously observe condition of some oceanographic parameters, can be
used as an approach to identify bigeye tuna habitat. The aim of the research was to predict the
distribution of bigeye tuna potential fishing ground in southern Indian Ocean off Java-Bali during
southeast monsoon period. Bigeye tuna catchment data encompassed during southeast monsoon
period of 2004-2007 were derived from longliners based on Benoa Harbour, Bali. Oceanographic variables
were sea surface chlorophyll-a concentration (SSC), sea surface temperature (SST), sea surface
height anomaly (SSHA) and eddy kinetic energy (EKE). Extraction of each SSC, SST, SSHA and EKE
value on each bigeye tuna fishing ground were performed. Data analysis was performed using generalized
additive model (GAM). The selected GAM equation was used to predict the distribution of bigeye tuna
potential fishing ground. GAM analysis revealed that GAM which constructed from the combination of
SSC, SST, SSHA and EKE, statistically has the highest accuracy in explaining hook rate of bigeye
tuna variation. Monthly prediction of bigeye tunas potential fishing ground on June, July, August,
September and November, indicated its suitability with the real bigeye tuna fishing ground.
Keywords: bigeye tuna, oceanographic satellite, GAM
Korespondensi Penulis:
Jl. Baru Perancak,Negara-Jembrana,Bali 82251.
Email: tejaarief@gmail.com
29
PENDAHULUAN
Perairan Indonesia memiliki sumber daya perikanan
pelagis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi.
Hampir sebagian besar jenis ikan pelagis besar yang
ditemukan di Perairan Indonesia memiliki nilai ekonomis
tinggi dengan tingkat penangkapan pada beberapa
wilayah sudah mendekati overfishing. Pengelolaan
sumber daya perikanan pelagis yang berkelanjutan
memerlukan informasi secara spasial dan temporal
tentang kelimpahan suatu jenis ikan pelagis sepanjang
siklus hidupnya. Informasi tersebut diperlukan untuk
mengurangi tekanan antropogenik terhadap habitathabitat ikan pelagis (Valavanis et al., 2008; Robinson,
2010). Umumnya jenis ikan pelagis besar seperti tuna,
memiliki fish behaviour yang berbeda antara setiap jenis
tuna (Brill, 1994; Brock et al., 1997; Merta et al., 2004;
Lehodey et al., 2008). Perbedaan tersebut menyebabkan
pengelolaan sumber daya perikanan pelagis sebaiknya
didasari pada pola kelimpahan setiap jenis ikan pelagis
pada suatu skala ruang dan waktu.
Ikan tuna mata besar merupakan salah satu sumber
daya perikanan pelagis besar yang bernilai ekonomis
tinggi di Perairan Indonesia. Hanya beberapa wilayah laut
dalam Perairan Indonesia yang merupakan habitat tuna
mata besar, diantaranya adalah Samudra Hindia sebelah
Selatan Jawa dan sebelah Barat Sumatra (Ukolseja,
1996; Davis & Farley 2001; Merta et al., 2004; Hendiarti
et al., 2005). Diduga telah terjadi overfishing penangkapan
tuna pada kedua wilayah tersebut, yang ditandai dengan
semakin turunnya laju tangkapan tuna dari tahun ke
tahun.
Selain mempunyai keanekaragaman sumber daya
ikan pelagis yang tinggi, Perairan Indonesia juga
mempunyai karakteristik oseanografi yang unik dan
dinamis (Susanto et al., 2001; Hendiarti et al., 2004;
Susanto et al., 2006). Kondisi oseanografi di Perairan
Indonesia terutama dipengaruhi oleh fenomena AsiaAustralian Monsoon (Tomczack & Godfrey, 2001;
Hendiarti et al., 2004; Qu et al., 2005; Longhurst, 2007),
Arus Lintas Indonesia (Sprintall et al., 2003; Wijffels et
al., 2008) dan El Nino Southern Oscillation (ENSO)(
Susanto et al., 2001; Hendiarti et al., 2004). Akibatnya
kondisi oseanografi setiap wilayah laut dalam Perairan
Indonesia cenderung bervariasi dalam skala ruang dan
waktu. Dampaknya terhadap pengelolaan sumber daya
ikan pelagis berbasis pendekatan ekologis adalah
diperlukannya informasi yang akurat tentang kondisi
oseanografi optimum bagi habitat satu jenis sumber daya
ikan pelagis pada setiap wilayah laut dalam Perairan
Indonesia.
30
EKE 1 / 2 u 2 v 2
Yi f ( X i ) i
dimana
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Brill, R.W. 1994. A Review of Temperature and Oxygen
Tolerance Studies of Tunas Pertinent to Fisheries
Oceanography, Movement Models and Stock
33
34
Zuur, A.F., E.N. Ieno, N.J. Walker, A.A. Saveliev & G.M.
Smith. 2009. Mixed Effect Models and Extension in
Ecology with R. Springer.
Lampiran
Tabel 1.
Tabel 2.
Minggu
1
31
1
31
1
31
1
30
Periode
29 April 5 Mei
24 November 1 Desember
28 April 4 Mei
23 November 30 November
27 April 3 Mei
22 November 29 November
3 Mei 9 Mei
21 November 28 November
VIF
1,589
1,494
1,085
1,066
35
Tabel 3.
Pembentukan GAM
No
1
2
3
4
5
Model
SSC
SST
SSHA
ln(EKE)
SSC + SST
SSC + SSHA
SSC + ln(EKE)
SST + SSHA
SST + ln(EKE)
10
SSHA + ln(EKE)
11
12
13
14
15
Variable
SSC
SST
SSHA
ln(EKE)
SSC
SST
SSC
SSHA
SSC
ln(EKE)
SST
SSHA
SST
ln(EKE)
SSHA
ln(EKE)
SSC
SST
SSHA
SSC
SST
ln(EKE)
SSC
SSHA
ln(EKE)
SST
SSHA
ln(EKE)
SSC
SST
SSHA
ln(EKE)
Pvalues
< 0,01
< 0,01
0,02
0,02
0,02
0,14
< 0,01
0,01
< 0,01
0,03
< 0,01
0,01
< 0,01
< 0,01
< 0,01
< 0,01
0,01
0,11
< 0,01
0,02
0,02
< 0,01
< 0,01
< 0,01
0,02
< 0,01
< 0,01
< 0,01
0,04
0,02
< 0,01
< 0,01
AIC
Deviance(%)
1,72
1,22
1,12
0,91
2,42
-1516,408
-1511,048
-1509,046
-1507,839
-1519,062
2,85
-1525,671
2,62
-1522,492
2,53
-1521,193
2,46
-1522,504
2,32
-1518,895
3,71
-1529,136
3,66
-1529,718
3,98
-1534,189
4,06
-1536,557
5,14
-1542,482
36
Gambar 1.
Sebaran daerah penangkapan tuna mata besar setiap bulan dalam periode musim timur.
SSC
SST
SSHA
EKE
Gambar 2.
Komposit SSC, SST, SSHA dan EKE untuk periode musim timur 2004 2007 yang dioverlay
dengan lokasi penangkapan tuna mata besar.
37
Gambar 3.
Gambar 4.
38
Gambar 5.
Gambar 6.
39
Gambar 7.
Gambar 8.
40
Gambar 9.
Hasil prediksi bulanan daerah potensial penangkapan tuna mata besar periode musim timur 2007.
Lingkaran-lingkaran yang ada pada gambar tersebut merupakan plot koordinat penangkapan tuna
mata besar pada periode yang sama.
41
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
1)
Peneliti pada Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti
Diterima tanggal: 13 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 29 April 2011; Disetujui terbit tanggal 15 Mei 2011
ABSTRAK
Salah satu efek primer dari pemanasan global adalah kenaikan muka laut, dan daerah yang paling
terpengaruh adalah dataran rendah tepi pantai seperti dataran pesisir Mundu. Skenario kenaikan muka
laut karena pemanasan global dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 dan
tahun 2007, masing-masing untuk kenaikan muka laut maksimum 0,8 dan 0,5 meter hingga tahun
2100, diterapkan terhadap daerah pesisir Mundu. Hasil analisis penggenangan dengan asumsi tidak
terjadi perubahan morfologi menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan pesisir Mundu akan tergenang
pada saat air laut pasang maksimum pada kedua kondisi skenario kenaikan muka laut; dan analisis
erosi pantai dengan tidak memperhitungkan peningkatan laju erosi karena penambahan kedalaman
perairan menunjukkan bahwa sebagaian besar daratan pesisir Mundu akan tererosi. Erosi tersebut
akan menyebabkan sebagian besar lahan untuk produksi garam ikut hilang.
Kata Kunci: pemanasan global, kenaikan muka laut, daerah pesisir, lahan produksi garam
ABSTRACT
One of the primary effects of global warming is sea-level rise, and coastal lowland will be the
strongly affected area of the effect, such as Mundu coastal land. Sea-level rise scenarios of
Intergovernmental Panel on Climate change (IPCC) year of 2001 and 2007 is 0.8 and 0.5 meters
maximum sea-level rise respectively until 2100, this is applied on the coastal zone e.g Mundu. Inundation
analysis with no morphological change assumption indicates that most of the coastal lowland will be
inundated when high tide condition at both sea level scenarios; and erosion analysis with disregarding
erosion rate due to sea-level rate indicates that most of the coastal land will be eroded away. The
erosion might also make lost of salt production lands from the coastal zone.
Keywords: global warming, sea-level rise, coastal zone, salt production land
PENDAHULUAN
Kawasan pesisir adalah kawasan yang paling rentan
terhadap dampak pemanasan global karena salah satu
efek primernya adalah kenaikan muka laut, sedang
kawasan pesisir itu sendiri sangat peka terhadap
perubahan muka laut. Efek langsung dari kenaikan muka
laut terhadap kawasan pesisir adalah penggenangan
Korespondensi Penulis:
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara 14430. Email: wahyubudisetyawan@yahoo.com
42
Gambar 1.
Peta lokasi penelitian. Titik bulat hitam dengan notasi A dan B adalah titik lokasi pengamatan detil
dan pembuatan profil pantai.
43
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
Gambar 2B.
44
Gambar 3.
Citra fals color composite 321 kawasan pesisir Cirebon. Tanda panah menunjuk ke lokasi penelitian.
Gambar 4A.
Gambar 4B.
45
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
Gambar 5A.
Citra satelit kawasan Delta Mundu. Hampir seluruh kawasan delta tersebut merupakan areal produksi
garam rakyat. Sumber: Google Earth 2010.
Gambar 5A.
Gambar 5B.
46
Gambar 6A.
Gambar 7A.
Gambar 6B.
Gambar 7B.
47
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
Gambar 8A.
Profil pantai di titik lokasi A. P1 dan P2 adalah patok pengukuran perubahan garis pantai.
Gambar 8B.
Profil pantai di titik lokasi B. P1 dan P2 adalah patok pengukuran perubahan garis pantai.
48
Tabel 1.
49
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
Tabel 2.
Hasil analisis, pengukuran dan prediksi pergeseran garis pantai di daerah Mundu.
No.
Lokasi
1993 2008
2008 2009
100 tahun
Keterangan Tempat
(m)
(m)
kemudian (m)
Pengukuran
1.
Titik A
78,15
13,85
1385
Rataan depan pantai
2.
Titik B
58,37
10,63
1063
Pergeseran berm
Catatan: Tanda (-) menunjukkan pantai bergeser ke arah darat atau tererosi.
Gambar 9A1.
Patok titik lokasi B pada bulan Nopember 2008. P1 menunjuk ke patok, P2 menunjuk ke gerumbulan
belukar, P4 menunjuk ke puncak berm, dan P4 menunjuk batas air di tepi pantai. Perhatikan posisi
batas air.
Gambar 9A2.
Patok titik lokasi B pada bulan Nopember 2008, ke arah darat. P1 menunjuk patok yang terletak
pada batas endapan pasir dan tambak garam. Posisi laut di sebelah belakang arah pengambilan
gambar.
50
Gambar 9B1.
Patok titik lokasi B, bulan September 2009. P1 menunjuk ke patok, P2 menunjuk ke gerumbulan
belukar, P3 menunjuk ke puncak berm, dan P4 menunjuk ke batas air di tepi pantai. Bandingkan
dengan Gambar 9A1, Posisi P1 dan P2 tetap. Posisi P3 pada gambar ini bergeser ke P2, ini berarti
pergeseran puncak berm. Posisi P4 relatif sama terhadap P4, sehingga berarti garis batas air juga
bergeser. Perhatikan posisi batas air yang telah bergeser ke arah darat, dan telah berada dekat
gerumbulan belukar.
Gambar 9B2.
Patok titik lokasi B pada bulan September 2009. P1 menunjuk ke patok (tepat di bawah Waterpass)
yang telah berada di tengah endapan pasir (berm). P5 menunjuk ke patok baru yang dipasang pada
batas antara endapan pasir dan tambak garam seperti posisi P1 tahun 2008. Jarak antara P1 dan
P5 adalah jarak pergeseran endapan pasir ke arah darat. Perhatikan batas antara endapan pasir
dan tambak yang bergeser ke arah darat. Posisi laut di belakang arah pengambilan gambar.
51
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
Gambar 10.
Plot prediksi perubahan garis pantai dan posisi garis pantai pada tahun 2100 (garis putus-putus) di
kawasan pesisir Mundu berdasarkan pengamatan periode tahun 2008 2009.
P EC
karena
..................................... (1)
h gh
C
maka P E gh
......................... (2)
......................... (3)
: kedalaman air.
52
Gambar 11.
Citra satelit kawasan Delta Mundu dan prediksi posisi garis pantai pada tahun 2100. Garis hitam
putus-putus adalah posisi garis pantai yang diprediksi. Sumber citra: Google Earth 2010.
53
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
54
DAFTAR PUSTAKA
3) Kemauan melakukan adaptasi;
4) Ketersediaan sumberdaya yang diperlukan untuk
menerapkan berbagai strategi adaptasi;
5) Kemampuan memanfaatkan sumberdaya secara
memadai; dan
6) Hambatan eksternal dalam menerapkan berbagai
strategi adaptasi.
Gambaran tentang pilihan adaptasi dan kemampuan
untuk melakukan adaptasi tersebut di atas menegaskan
bahwa upaya untuk melakukan antisipasi potensi dampak
kenaikan muka laut harus dilakukan jauh hari sebelum
potensi dampak yang digambarkan berubah menjadi
persoalan yang nyata di depan mata yang tidak dapat
dielakkan.
KESIMPULAN
Kawasan pesisir Mundu adalah dataran rendah tepi
pantai yang tersusun oleh batulempung pejal. Sebagian
dataran rendah dekat pantai di kawasan tersebut akan
tergenang oleh air laut bila laut pasang tinggi. Di dataran
pantai tersebut berkembang kegiatan pembuatan garam
yang mencakup sebagian besar lahan datar yang rendah
di kawasan tersebut. Pendekatan analisis profil pantai
yang terukur, yang dikaitkan dengan posisi muka laut
rata-rata, melalui analisis kondisi pasang-surut
memberikan gambaran bahwa, dengan skenario kenaikan
muka laut 0,5 dan 0,8 meter sebagian besar dataran
pantai akan menjadi daerah pasang-surut pada tahun
2100. Sementara itu, analisis perubahan garis pantai
berdasarkan laju perubahan garis pantai antara tahun
2008-2009 memberikan gambaran bahwa garis pantai
akan bergeser sejauh 1000 sampai 1300 meter sampai
tahun 2100. Perubahan garis pantai yang diprediksi itu
akan menyebabkan sebagian besar dataran pantai di
daerah penelitian hilang pada tahun 2100. Kehilangan
lahan datar tepi pantai itu, yang juga berarti hilang pula
lahan produksi garam di kawasan tersebut. Persoalan
dampak kenaikan muka laut terhadap kawasan pesisir
adalah persoalan jangka panjang, sehingga langkah untuk
melakukan tindakan antisipasi harus segera dilakukan
dari sekarang.
PERSANTUNAN
Data lapangan yang dipergunakan dalam makalah ini
berasal dari kegiatan penelitian yang dibiayai oleh DIPA
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun anggaran 2006,
2008 dan 2009 untuk Program Pengendalian Pencemaran
dan Perusakan Lingkungan Hidup.
55
Potensi Dampak Kenaikan Muka Laut Terhadap Dataran Pesisir.......Di Kawasan Pesisir Mundu (Setyawan, W.B)
56
Uji Toksisitas Sedimen Pesisir Cirebon Terhadap Pertumbuhan Diatom Planktonik C. gracilis (Puspitasari, R.)
Rachma Puspitasari1)
1)
Diterima tanggal: 10 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan: 21 April 2011; Disetujui terbit tanggal 10 Mei 2011
ABSTRAK
Daerah pesisir Cirebon banyak mendapat pengaruh dari aktivitas rumah tangga, industri dan
pelabuhan. Aktivitas-aktivitas tersebut berpotensi menyumbangkan kontaminan yang masuk ke dalam
ekosistem akuatik dan mempengaruhi kualitas sedimen setempat. Kondisi kesehatan sedimen dapat
ditinjau dari berbagai aspek diantaranya aspek toksisitas sedimen terhadap biota akuatik. Penelitian
ini bertujuan mengevaluasi toksisitas sedimen pesisir Cirebon terhadap pertumbuhan diatom planktonik
C. gracilis. Sampel sedimen diambil dari 11 stasiun dengan menggunakan Grab Smith McIntrye 0,05m2.
Kultur murni C. gracilis dengan kepadatan awal satu juta sel/ml dipaparkan terhadap sedimen selama
96 jam. Titik akhir pengamatan adalah rata-rata jumlah sel C. gracilis pada perlakuan dibandingkan
dengan kontrol setelah 96 jam pemaparan. Rata-rata jumlah sel C. gracilis pada perlakuan sedimen
dianalisa untuk mengetahui efek stimulasi atau penghambatan pertumbuhan C. gracilis dibanding
dengan kontrolnya. Selain itu, kadar logam berat Cd dalam sedimen juga dianalisa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sedimen pesisir Cirebon masih menunjukkan efek stimulasi pertumbuhan. Efek
stimulasi pertumbuhan ditandai dengan rata-rata jumlah sel C. gracilis yang mengalami peningkatan
pada perlakuan sedimen dibanding kontrol air laut. Hasil ANOVA menunjukkan tidak ada beda nyata
jumlah sel di tiap stasiun. Hasil analisis korelasi menunjukkan tidak ada korelasi yang kuat antara
kadar Cd dalam sedimen dengan jumlah sel C. gracilis. Hal ini menunjukkan bahwa sedimen Cirebon
masih berada dalam kondisi baik dan mampu mendukung kehidupan diatom planktonik C. gracilis.
Kata Kunci: sedimen, toksisitas, plankton , C. gracilis, Cirebon
ABSTRACT
Coastal area of Cirebon is much influenced from domestic activities, industries, fisheries and
ports. These activities potentially contribute contaminants that enter the aquatic ecosystems and
affect the quality of sediment. The health condition of sediment can be evaluated from various aspects
including aspect of sediment toxicity to aquatic biota. This study aims to evaluate toxicity of sediment
Cirebon to planktonic diatomae, C. gracilis. Sediment samples were taken from 11 stations using the
Grab Smith McIntrye 0.05 m2. C. gracilis was exposed to sediment for 96 hours. Endpoint of the test is
mean number of cells C. gracilis in treatment compared to control after 96 h exposure. Mean number
of cells of C. gracilis in treatment was analyzed wheter its showed a stimulation or an inhibition growth
effect compared to control. The results indicate that Cirebon sediment still showed stimulation effect
on growth of C. gracilis. Stimulation effect of growth was characterized by the increasing of cells
number in sediment treatment than that of cells in seawater control. Result of ANOVA shows no
significance difference was among stations. Result of correlation analysis shows that there was no
strong correlation between Cd concentration in sediment and number of cells of C. gracilis. Generally,
Cirebon sediment is still in a good condition and can support for planktonic diatom, C. gracilis s life.
Keywords: sediment, toxicity, plankton, C. gracilis, Cirebon
Korespondensi Penulis:
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara 14430. Email: rachma.puspitasari@lipi.go.id
57
PENDAHULUAN
Sedimen, sebagai salah satu unsur penyusun
kawasan pesisir, merupakan habitat bagi banyak
organisme akuatik dan merupakan penyimpan utama dari
banyak senyawa kimia yang secara terus menerus
terpapar pada permukaan perairan. Dalam lingkungan
akuatik, sebagian besar senyawa antropogenik dan
buangan limbah (termasuk toksikan organik dan
anorganik) akhirnya dapat terakumulasi dalam sedimen.
Senyawa kimia dalam sedimen dapat menimbulkan efek
toksik langsung terhadap kehidupan akuatik atau dapat
terbioakumulasi dalam rantai makanan. Toksisitas
sedimen diartikan sebagai perubahan ekologik dan
biologik yang disebabkan oleh sedimen terkontaminasi
atau reaksi teramati yang timbul pada organisme uji yang
dipaparkan pada sedimen terkontaminasi (Luoma & Ho,
1993). Saat ini, mikroalga banyak digunakan dalam uji
ekotoksikologi baik air tawar atau air laut. Dalam uji
toksisitas, beberapa parameter yang umum dilihat untuk
memperkirakan efek dari toksikan terhadap mikroalga
antara lain pertumbuhan dan aktivitas fotosintetik
(Campanella et al., 2000).
Alga adalah komponen esensial dari ekosistem
akuatik yang memproduksi oksigen dan substansi
organik melalui proses fotosintesis yang sangat
dibutuhkan bagi organisme lainnya antara lain ikan dan
invertebrata (Berard, 1996). Mikroalga berperanan penting
dalam keseimbangan ekosistem akuatik, karena berada
di tingkat pertama dalam rantai makanan yang
memproduksi bahan organik dan oksigen melalui
fotosintesis. Diatom planktonik C. gracilis adalah spesies
yang dapat digunakan sebagai biota uji dalam uji
toksisitas sedimen karena memenuhi beberapa
persyaratan sebagai biota uji (Rand & Petrocelli, 1985),
yaitu pertumbuhannya yang cepat, sensitivitas dan
penanganannya mudah di laboratorium (Hindarti, 2008).
Chaetoceros gracilis merupakan spesies dari kelas
Bacillariophyceae dan merupakan salah satu genus
diatom penting dalam plankton laut karena merupakan
genus terbesar dan berperan sebagai produsen primer
serta merupakan makanan penting bagi biota lain
terutama udang (Panggabean, 1997). Jenis diatom ini
dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran air
karena mampu bertahan di perairan tercemar. Hal ini
disebabkan karena diatom ini memiliki kemampuan
melekat pada substrat lebih baik daripada mikroalga lain.
Kemampuan melekat disebabkan karena diatom memiliki
material berupa lendir atau organel berupa setae
(Aunurohim et al., 2008). Menurut Isnansetyo &
Kurniastuty (1995), Chaetoceros toleran terhadap suhu
air yang tinggi. Alga ini akan tumbuh optimal pada kisaran
suhu 25-30C dan masih dapat tumbuh pada suhu 37C.
58
Uji Toksisitas Sedimen Pesisir Cirebon Terhadap Pertumbuhan Diatom Planktonik C. gracilis (Puspitasari, R.)
Gambar 1 .
59
................ (1)
PK
S = X 100 %
K
................ (2)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
kontrol
0,56
1,0
1,8
3,2
5,6
Gambar 2.
60
Uji Toksisitas Sedimen Pesisir Cirebon Terhadap Pertumbuhan Diatom Planktonik C. gracilis (Puspitasari, R.)
Tabel 1.
Oksigen Terlarut
(mg/L)
5,63
6,80
6,7
6,65
6,64
6,71
pH
Suhu
(C)
23,6
23,6
23,6
23,7
23,7
23,7
8,12
8,16
8,19
8,19
8,19
8,20
Salinitas
(ppt)
32
32
32
32
32
32
250
200
150
100
50
0
kontrol
St 1
St 2
St 3
St 4
St 5
St 6
St 7
St 8
St 9
St 10
St A
Stasiun
Gambar 3.
Perata jumlah sel diatom setelah 96 dipaparkan dengan sedimen pesisir Cirebon.
100
Persentase (%)
80
60
40
20
0
-20
St 1
St 2
St 3
St 4
St 5
St 6
St 7
St 8
St 9
St 10
St A
-40
Stasiun
Gambar 4.
Pengaruh sedimen pesisir Cirebon terhadap pertumbuhan diatom, C. gracilis berupa stimulasi
pertumbuhan atau penghambatan pertumbuhan. Stimulasi dinyatakan dengan nilai positif sedangkan
penghambatan dinyatakan dengan nilai negatif.
61
Oksigen Terlarut
(mg/L)
5,05
6,05
6,43
6,46
6,33
6,25
6,36
6,26
6,12
6,59
5,12
5,63
Gambar 5.
pH
8,05
8,07
8,14
8,15
8,12
8,12
8,14
8,12
8,15
8,05
8,15
8,12
Suhu
(C)
24,0
23,8
23,8
24,1
23,9
24,0
24,0
23,7
24,0
24,2
23,8
23,6
Salinitas
(ppt)
32
32
32
32
32
32
32
32
32
32
32
32
62
Uji Toksisitas Sedimen Pesisir Cirebon Terhadap Pertumbuhan Diatom Planktonik C. gracilis (Puspitasari, R.)
PERSANTUNAN
Penelitian ini didanai oleh anggaran APBN Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI tahun anggaran 2010. Ucapan
terimakasih diucapkan kepada teman-teman peneliti dan
teknisi yang telah membantu dalam pengambilan sampel
dilapangan, pengujian sampel di laboratorium sampai
penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurohim, D. Saptarini & D. Yanthi. 2008. Fitoplankton
penyebab harmful Algae blooms (HABs) di Perairan
Sidoarjo. Surabaya Institut Teknologi Sepuluh
November.
Anonim. 2010. Polutan Antropogenik dan Toksisitasnya
di Perairan Estuari Sukalila, Cirebon. Laporan Akhir
Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.
Anonim. 2008. Profil Kota Cirebon 2008. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat
Statistik kota Cirebon.1-189
ASTM. 2006. Standard Guide for Conducting Static 96-h
Toxicity Testing with Marine Algae method E 12 1819 in : Annual Book of Standards. Vol. 11.06 Biological
Effects and Environmental Fate; Biotechnology; Water
and Environmental Technology. ASTM International,
West Conshohocken, PA. pp 58-78
Berard, A. 1996. Effect of Organic Four Solvents on
Natural Phytoplankton Assemblages: Consequences
for Ecotoxicological Experiments on Herbicides. Bull.
Environ. Contam. Toxicol. 57: 183190.
CCME. 2002. Sediment Quality Guidelines. Canadian
Environmental Quality Guidelines. 2 pp.
Campanella, L., F. Cubadda, M. P. Sammartino & A.
Saoncella.2000. An Algal Biosensor for the Monitoring
of Water Toxicity in Estuarine Environments. Water
Res. 25: 6976.
CPMS-II 1995. Draft Protocol for Sub lethal Toxicity Tests
Using Tropical Marine Organisms. ASEAN-Canada
Cooperative Programme on Marine Science Phase
II. Regional Workshop on Chronic Toxicity Testing,
Burapha University, Institute of Marine Science,
Thailand.
Dahuri, R. J. Rais, S.P. Ginting & M.J. Sitepu.1998.
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Pradya Paramita. Jakarta.1996
Luoma, S. N & K.T. Ho.1993. Approriate Uses of Marine
and Estuarine Sediment Bioassays. In : Handbook
63
64
Diterima tanggal: 28 April 2011; Diterima setelah perbaikan: 12 Juni 2011; Disetujui terbit tanggal 27 Juli 2011
ABSTRAK
Perkembangan sektor industri yang relatif cepat di berbagai negara menyebabkan peningkatkan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim global.
Salah satu upaya mitigasi perubahan iklim adalah pemeliharaan dan pengembangan ekosistem laut
dan pesisir sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Sebuah penelitian dilakukan terhadap cadangan
karbon pada komunitas lamun di Pulau Pari, Jakarta. Data diperoleh secara acak di sepanjang pesisir
pantai dengan menggunakan plot berukuran 0,25 m2 untuk struktur komunitas dan 0,0625 m2 untuk
menentukan biomassa. Sementara itu, kandungan karbon pada lamun dianalisis dengan menggunakan
metode Kurmies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesisir Pulau Pari dibentuk oleh komunitas
lamun Enhaluss-Thalassia. Rerata cadangan karbon pada komunitas lamun di Pulau Pari adalah 200,5
g C m-2 atau 2,005 Mg C ha-1 atau setara 2,005 ton C ha-1, sedangkan total cadangan karbonnya
adalah 67,21 Mg C (67,21 ton C). Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dasar dalam
strategi mitigasi dan adaptasi lamun terhadap perubahan iklim.
.
Kata Kunci: Lamun, Cadangan karbon, Pulau Pari, Kepulauan Seribu
ABSTRACT
The rapid development of industrial sector in many countries has caused the increasing of greenhouse
gases emission in the atmosphere that contributes to global climate change. One of aspect of climate
change mitigation is maintaining and improving the ability of ocean and coastal area ecosystems as
carbon sequester and carbon storage. A study was conducted on carbon stock of seagrass community
at Pari Island, Jakarta. Data were colected randomly along the coastal area using plots measuring of
0.0625 m2 for biomass and 0.25 m2 for community structure. Whilst carbon content of seagrasses was
analysed using Kurmies method. Results show that Pari Coastal Island was formed by EnhalussThalassia community. The average of carbon stock of seagrass community at Pari Island was 200.5 g
C m-2 or 2.005 Mg C ha-1 equivalence of 2.005 tons ha-1, mean while the total carbon stock was 67.21
Mg C (67.21 tons C). This information could be used as a basic information on the mitigation and
adaptation to climate change.
Keywords: Seagrass, Carbon stock, Pari Island, Seribu Islands
Korespondensi Penulis:
Jl. Pasir Putih I Ancol Timur Jakarta.
E-mail: susi005@lipi.go.id
65
PENDAHULUAN
Pertumbuhan sektor industri dan ekonomi di berbagai
negara yang relatif cepat menyebabkan peningkatan
emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2) dan
CH 4 di atmosfer. Akibatnya peningkatan tersebut
berkontribusi dalam perubahan iklim dan berdampak pada
perubahan pola cuaca, produksi makanan, serta
kehidupan manusia (Nellemann et al., 2009). Fakta
mengenai emisi CO2 dapat dilihat pada hasil penelitian
Yusratika et al. (Tanpa tahun) dalam bidang transportasi
di Jakarta pada tahun 2006, 2007, dan 2008.
Salah satu upaya mitigasi yang dilakukan untuk
mengurangi konsentrasi CO 2 di atmosfer adalah
memelihara dan mengembangkan kemampuan hutan dan
lautan untuk menyerap dan menyimpan karbon.
Pemanfaatan hutan dalam upaya mitigasi tersebut sudah
banyak diimplementasikan, sedangkan penerapan peran
lautan belum terlihat secara signifikan (Nellemann et al.,
2009).
Lautan memiliki peranan yang penting dalam siklus
karbon secara global. Sekitar 93% CO 2 di bumi
disirkulasikan dan disimpan melalui lautan. Laut,
termasuk ekosistem pesisir pantai, dapat menyimpan
karbon dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka
waktu yang relatif lama. Ekosistem pesisir pantai seperti
ekosistem mangrove, rawa masin (salt marshes), dan
padang lamun memiliki luas area yang relatif kecil
dibandingkan luas lautan (<0,5%) dan ekosistem
terestrial lainnya. Namun, ekosistem tersebut memiliki
kemampuan menyerap dan menyimpan karbon dengan
kapasitas penyimpanan mencapai lebih dari 50% total
penyimpanan karbon di dalam sedimen laut dan juga
memiliki produksi primer bersih (net primary production/
NPP) yang cukup signifikan dibandingkan ekosistem
lainnya (Larkum et al., 2006). Selain itu, biomassa
vegetasi pesisir yang bernilai sekitar 0,05% dibandingkan
biomassa tumbuhan di daratan mampu menyimpan
karbon dengan jumlah yang sebanding setiap tahunnya
(Nellemann et. al., 2009). Dengan demikian, lautan
memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam mengikat
dan menyimpan CO2 di atmosfer.
Padang lamun, salah satu komunitas penyusun
ekosistem pesisir pantai, memiliki fungsi ekologis dan
bernilai ekonomi, juga merupakan habitat dengan
biodiversitas biota laut yang tinggi. Fungsi ekologis
ekosistem lamun antara lain sebagai tempat pembenihan
berbagai jenis ikan, tempat berbagai biota laut mencari
makan, menghubungkan habitat darat dan habitat laut
lainnya, dan menstabilkan sedimen untuk mencegah erosi
pesisir pantai, dll. (Green & Short, 2003; Kennedy &
Bjrk, 2009). Padang lamun juga memiliki fungsi utama
Penutupan lamun
Pengukuran penutupan lamun dilakukan dengan
metode estimasi secara visual pada kuadrat
berukuran 0,25 m2 (Short et al., 2004). Perkiraan
penutupan dilakukan terhadap penutupan total dan
masing-masing jenis.
b)
Perhitungan Biomassa
Perhitungan biomassa dilakukan pada setiap bagian
tumbuhan lamun yang berbeda yaitu bagian above-
66
Kandungan karbon
Kandungan karbon didefinisikan sebagai jumlah
karbon yang terdapat di dalam setiap jenis lamun.
Perhitungan kandungan karbon (%) pada setiap jenis
lamun (Abg dan Blg) dilakukan dengan metode
Kurmies terhadap biomassa kering lamun. Pengujian
dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian
Tanaman dan Sayuran, Kabupaten Bandung.
Gambar 1.
b)
67
Thlassia hemprichii
Enhalus acoroides
Cymodocea rotundata
Halophila ovalis
Halodule uninervis
Cymodocea serrulata
Jenis
Lamun
Enhalus acoroides
Pantai Selatan
Pantai Barat
Lokasi Penelitian
Gambar 2.
Jenis lamun yang tercatat pada setiap lokasi penelitian di Pulau Pari.
Tabel 3.
Pantai Selatan
Biomassa
-2
(g BK m )
Abg
Blg
182,7
99,9
Pantai Utara
Rerata
224,8
203,7
Lokasi
Keterangan: C = carbon
Tabel 4.
464,7
282,3
Cadangan Karbon
-2
(g C m )
Abg
Blg
68,9
33,9
90,5
79,2
486
BK = bobot kering
207,7
120,8
Tipe vegetasi
Campuran
Sejenis
200,5
Perbandingan cadangan karbon berdasarkan satuan luas pada ekosistem terestrial dan padang
lamun (Kennedy & Bjrk, 2009).
Ekosistem
Hutan tropis
Hutan Subtropis
Hutan boreal
Savana tropis dan
padang rumput
Padang rumput
subtropis dan
padang semak
Padang pasir dan
semi padang
pasir
Tundra
Lahan pertanian
Lahan basah
Padang lamun
(Posidonia
oceanica)
NPP
-2
(g C m
-1
th )
778
625
234
787
Standing stock
-2
(g C m )
Plant
Soil
12.045
12,273
5.673
9,615
6.423
34,380
2.933
11,733
424
720
23,600
31
176
4,198
105
425
1.229
400-817
a
(60-184 )
632
188
4.286
184
b
(124 )
12,737
8,000
72,857
c
7.000
(40.000d
160.000 )
a. Pergent et al. (1994), b. Romero et al. (1992), c. Dihitung menggunakan konsentrasi karbon
0,7 % BK, porositas 80%, dan dry solid density 2,5 g cm-2, d. Mateo et al. (1997).
68
Tabel 5.
Rata-rata biomasa dan produksi primer bersih pada komunitas tumbuhan yang berbeda (Duarte
& Chiscano, 1999).
Komunitas
Hutan
Tropis
Subtropis
Boreal
Padang rumput
Savana
Subtropis
Tundra dan alpine
Rawa dan marshes
Lahan kultivasi
Fitoplankton
Microfitoplankton
Terumbu karang
Makroalga
Biomassa
-2
(g BK m )
NPP
-2
(g DW m per hari)
45000
35000
20000
5,2
3,4
2,2
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
4000
1600
600
15000
1000
9,2
2,4
1,6
0,4
5,5
1,8
0,35
0,13
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
Whittaker (1975)
Cebrin dan Duarte (1994)
Charpy-Roubaud & Sournia
(1990)
B = Whittaker (1975)
P = Crossland et al. (1991)
B = Cebrin & Duarte (1994)
P = Charpy-Roubaud & Sournia
(1990)
B = Cebrin & Duarte (1994)
P = Woodwell et al. (1973)
P = (Lugo et al. (1988)
Duare & Chiscano (1999)
2000
40,7
0,8
1,0
Marsh plant
767
3,0
Mangrove
Lamun
461
2,7
2,7
Gambar 3.
Referensi
Penelitian Perbandingan kandungan karbon pada setiap jenis lamun yang tercatat.
69
C = 44/12 CO2
(Nellemann, 2009)
Rata-rata biomassa maksimum, pada Abg dan Blg, pada jenis lamun yang berbeda (Duarte &
Chiscano, 1999)
-2
Jenis Lamun
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Halodule uninervis
Halophila ovalis
Thalassia hemprichii
Enhalus acoroides
Hasil penelitian mengenai kandungan karbon memiliki
nilai yang relatif sama dengan hasil telaah Duarte (1990).
Menurutnya, kandungan karbon rata-rata pada daun lamun
adalah sebesar 33,60,31% BK. Nilai tersebut
disimpulkan dari 21 jenis lamun dengan kisaran nilai
kandungan karbon yang berbeda-beda setiap jenisnya.
Setiap jenis lamun memiliki kandungan karbon dan
biomassa yang berbeda-beda. Halophila sp. memiliki
kandungan karbon yang kecil diduga karena jenis ini
merupakan jenis lamun perintis (pioneering species),
dengan ekspansi vegetatif dan produksi taruk baru yang
relatif cepat, namun penyimpanan karbon yang relatif
sedikit. Sedangkan, jenis lamun klimaks (climax species)
memiliki penyebaran yang lambat, namun menyimpan
karbon yang relatif besar, pada umumnya jenis lamun
yang berukuran besar seperti Thallasia spp. dan
Posidonia oceanica (Bjrk et al., 2008). Hal ini juga
mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
Pantai Selatan dengan komposisi jenis lamun yang
beragam memiliki nilai cadangan karbon yang lebih kecil
dibandingkan Pantai Barat Pulau Pari yang terdiri dari
vegetasi sejenis E. acoroides yang berukuran besar.
Menurut data Citra Aster tahun 2005, luas padang lamun
di Pulau Pari adalah 32,706 ha (Supriyadi, komunikasi
langsung). Total cadangan karbon dapat ditentukan dari
nilai cadangan karbon rata-rata yang diperoleh dan luas
Biomassa (g BK m )
Abg
Blg
33,2
62,5
69,7
37,9
27
60,8
54,8
21,1
86,9
209,9
72
392,4
Estimasi cadangan karbon juga dilakukan di Perairan
Barat, Pulau Belitung dengan rata-rata cadangan karbon
pada lamun sebesar 0,54 Mg Ha-1 (Rahmawati, 2010).
Tiga lokasi pencuplikan sampel memiliki komunitas
pembentuk Enhalus-Thalassia dengan vegetasi lamun
campuran. Pulau Pari, apabila dibandingkan dengan
komunitas lamun di Perairan Barat Pulau Belitung,
memiliki cadangan karbon (Ha -1) yang lebih besar.
Perbedaan ini bergantung terhadap jenis lamun dan
kondisi lingkungan (interaksi dalam ekosistem lamun)
seperti pendapat Gattuso (1998).
Data yang diperoleh dari penelitian dapat dijadikan
sebagai basis data untuk mengetahui potensi padang
lamun sebagai penyimpan CO2 di Indonesia dan sebagai
salah satu upaya mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim. Selain itu, kondisi dan kontribusi padang
lamun dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
upaya konservasi terhadap keberlanjutan ekosistem
lamun di Pulau Pari.
KESIMPULAN DAN SARAN
Padang lamun di rataan terumbu pantai Pulau Pari,
Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta diduga
mengandung cadangan karbon sebesar 67,21 Mg C atau
2,005 Mg C ha-1. Adapun penelitian lanjutan dapat
dilakukan dalam hal pengukuran karbon yang dilepaskan
70
DAFTAR PUSTAKA
Bjrk M., F. Short, E. McLeod & S. Beer, 2008, Managing
Seagrasses for Resilience to Climate Change, IUCN,
Gland.
71
Naskah hasil penelitian maupun kajian konseptual yang berkaitan dengan Kelautan Indonesia yang dilakukan
oleh para peneliti, akademisi, mahasiswa, maupun pemerhati permasalahan kelautan baik dari dalam dan
luar negeri.
Naskah yang berisikan hasil-hasil penelitian di bidang pengembangan ilmu oseanografi, akustik dan
instrumentasi kelautan, inderaja, kewilayahan, sumberdaya nonhayati, energi, arkeologi bawah air dan
lingkungan.
Bentuk Naskah
Naskah tulisan dapat dikirim dalam bentuk :
Naskah tercetak di atas kertas A4, dengan jumlah halaman 10 15 halaman. Ditulis dengan menggunakan
aplikasi MS.Word dengan spasi ganda, jenis font Arial, ukuran huruf 10.
Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dengan ketentuan, bila naskah ditulis
dalam bahasa Indonesia, maka abstrak harus ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bila
naskah ditulis dalam bahasa Inggris, abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Abstrak merupakan ringkasan penelitian dan tidak lebih dari 250 kata. Kata kunci (3-5 kata) harus ada dan
mengacu pada Agrovoca.
Materi naskah disusun mengikuti kaidah umum dan tidak mengikat, namun harus berisikan latar belakang
masalah yang membahas hasil penelitian terdahulu, teori singkat yang mendukung, metode yang digunakan,
analisis, dan kesimpulan.
Apabila terdapat istilah asing maka istilah tersebut perlu ditulis dengan abjad miring (Italic). Gambar (foto
ilustrasi, grafik, statistik) dan tabel.
Judul tabel ditulis di atas tabel.
Apabila terdapat gambar berupa grafik, statistik, peta atau foto, maka judul dari gambar tersebut harus
ditulis dibawah.
Kesimpulan disajikan secara singkat dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud dan tujuan, serta
hasil penelitian.
Referensi
Referensi dari Jurnal lain ditulis seperti :
Nama, Tahun, judul Makalah, Nama jurnal, Volume, Nomor, halaman.
Referensi dari buku ditulis seperti: Nama, Tahun, Judul Buku, Penerbit.
Gelar dari nama penulis tidak perlu dicantumkan.
Pengutipan sumber tertulis tercetak mengikuti sistem Harvard, yaitu menuliskannya di antara tanda kurung
nama (belakang) penulisan yang diacu, titik dua, & halaman acuan yang dikutip, setelah akhir kalimat
kutipan pada batang tubuh karangan, contoh seperti di bawah ini :
.......(Gordon,et al.2003:12)
.......(Holt, 1967 : 11)
Redaksi tidak membatasi waktu pengiriman makalah, semua makalah akan dinilai oleh editor/penyunting
ahli dengan format penilaian yang telah ditetapkan oleh dewan editor. Hasil penilaian dari editor/penyunting
ahli akan diolah oleh dewan editor dan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki kembali.
Agar makalah dapat dimuat, penulis diharapkan dapat menyerahkan makalah yang telah direvisi sebelum
tanggal yang ditentukan.
Makalah di atas dapat langsung dikirim dalam bentuk file dan print out ke Redaksi Jurnal Segara yang
bertempat di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dengan alamat : Jalan
Pasir Putih 1 Ancol Timur Jakarta utara 14430 atau kirim ke alamat e-mail : jurnal.segara@gmail.com.