Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di
seluruh dunia, terutama egara-negara beriklim tropis dan subtropics. Setiap
tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta
kematian terutama di negara-negara benua Afrika.(1,2,3)
Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun
daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295
kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah
endemis malaria.(3)
Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian
akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya
antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan
pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai
penularan malaria.(3)
1.2 Pembatasan Masalah
Referat ini hanya membahas definisi, epidemiologi, etiologi, siklus hidup
Plasmodium, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis penyakit malaria.
1.3 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu
kepada beberapa literatur.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh
protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan
pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit
infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam
darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.(4)
2.2 Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan
perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan lakilaki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor
yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria, yaitu: (5,6)
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
2.3 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan

oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi


darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (6,7)
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae

merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum


menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling
berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.(3,7)
2.4 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles betina.(7)
2.4.1 Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah
selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan
P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,
tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh).(3,7)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(3,7)
2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan
bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(3,7)
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan

mulai dari sporozoit

masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(3,7)
2.5 Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan.

Patogenesis

lebih

ditekankan

pada

terjadinya

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena


skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6)
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga
mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6)
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit

mengalami

perubahan

struktur

danmbiomolekular

sel

untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,


diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8).
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P.
falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk
roset. (4).
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia
dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.(9)
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan
faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan
sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit
pernapasan pada orang dewasa(9).

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka


Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi
dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan
menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).
2.6 Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi(4,10).
2.7 Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali(4,8,10,11).
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1.

Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit

(terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya


infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.

Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual)(4,12).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa:
malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12).
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)
secara berurutan:

Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering

membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering
seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur(4,11,`2).

Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan

panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka
selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase
dingin

dapat

sampai

jam

atau

lebih,

diikuti

dengan

keadaan

berkeringat(4,11,12).

Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita

merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan biasa(4,12).
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih
sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah
3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan
hiperemis(4,12).

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada


infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi
umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:(4,12)
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan
kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin
atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena

obat

antimalaria

pada

kekurangan

Glukosa

Phospat

Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
2.8 Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik
atau tes diagnostic cepat.
1. Anamnesis

Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat


disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.


Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,

dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

Keadaan umum yang lemah.

Kejang-kejang.

Panas sangat tinggi.

Mata dan tubuh kuning.

Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.

Nafas cepat (sesak napas).

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

Demam (37,5oC)

Kunjunctiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa

Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis

sebagai berikut:

Temperature rectal 40oC.

Nadi capat dan lemah.

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg
pada anak-anak.

Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali
permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1
tahun.

Penurunan kesadaran.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda-tanda dehidrasi.

Tanda-tanda anemia berat.

Sklera mata kuning.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium
a.

Pemeriksaan dengan mikroskopik


Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada

penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah


tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-)

: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++)

: ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB


(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif

10

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah


tebal atau sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan
tes >1:20 dinyatakan positif.
2.9 Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu kina
juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis,
pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk
pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.(14).
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di
Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria
lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah
diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate
tetrasiklin,

kloramfenikol,

eritromisin,

sulfametoksazol-trimetoprim

dan

siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang


bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina(14).

11

a. Pengobatan malaria falciparum


Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin
dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis
tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).
Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal
penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masingmasing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.
Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok
Umur(3).
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari

I
II
III

Jenis obat
Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Artesunat
Amodiakuin

0-1 bln

2-11 bln

1-4 th

5-9 th

10-14 th

15 th

1
1

1
1

2
2
1
2
2

3
3
2
3
3

4
4
2-3
4
4

Artesunat
Amodiakuin

1
1

2
2

3
3

4
4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria


falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh
parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan

untuk membunuh

gametosit yang berada di dalam darah(3).


Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini
pertama tidak efektif.
Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin
Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr
(dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari),
tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-11 bln 1-4 th
5- 9 th
10-14 th
15 th
12

I
II-VII

*
Kina
Doksisiklin Primakuin *
Kina
Doksisiklin -

: dosis diberikan per kgBB

**

: 2x50 mg doksisiklin

***

: 2x100 mg doksisiklin

3x

3x
-

3x1
1
3x1
-

3x
2x1**
2
3x
2x1**

3x2-3
2x1***
2-2
3x2-3
2x1***

b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale


Lini pertama: Klorokuin+Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria
vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium
aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh
hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit(3).
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25
mg/kgBB/hr (selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.
Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
Hari

I
II
III

Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)


0-1 bln
2-11 bln 1-4 th
5-9 th
10-14 th
Klorokuin

1
2
3
Primakuin

15 th
3-4
1

Klorokuin
Primakuin -

3-4
1

Klorokuin 1/8
Primakuin -

2
1

13

IV-XIV

Primakuin -

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian


obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan
tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh(3). Pengobatan tidak
efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:(3)

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau
timbul kembali setelah hari ke-14.
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari

ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua: Kina+Primakuin
Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB
(selama 14 hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan
golongan umur sebagai berikut:
Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Hari

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 bln 2-11 bln
1-4 th
5-9 th
10-14 th

*
1-7
Kina
1-14 Primakuin *
: dosis diberikan per kgBB

3x

3x1

3x2

15 th

3x3
1

Pengobatan malaria vivax yang relaps


Sama

dengan

regimen

sebelumnya

hanya

dosis

primakuin

yang

ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis
total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis
berdasarkan golongan umur(3).

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


Hari

Jenis obat

0-1 bln

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur


2-11 bln
1-4 th
5-9 th
10-14 th 15 th

14

1
2
3
14-14

Klorokuin
Primakuin

2
1

3
1

3-4
2

Klorokuin
Primakuin

2
1

3
1

3-4
2

Klorokuin
Primakuin

1/8
-

1
1

1
1

2
2

Primakuin

c. Pengobatan malaria malariae


Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB.
Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae.
Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita(3).
Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th
5-9 th
10-14

15 th

Hari

Jenis obat

I
II

Klorokuin
Klorokuin

1
1

2
2

th
3
3

3-4
3-4

III

Klorokuin 1/8

d. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3).
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi
maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan
dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin,
maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax

15

dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut
diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali.(3).
Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin
Golongan umur (thn)
<1
1-4
5-9
10-14
>14

Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

1
1
2

2.10 Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis
serta pengobatan(3).
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai
50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ(3).

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:


Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

16

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam,
anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari
4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan P. malariae. Malaria juga
melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesies
malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan fase
aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks
antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan
mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan
knob, sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasin klinik dari penyakit
malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigil-panasberkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Gold standard adalah

menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi.


Pengobatan

untuk

malaria

artesunat+amodiakuin+primakuin,

falsiparum,

lini

lini

pertama:
kedua:

kina+dosksisiklin/tetrasiklin+primakuin. Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini


pertama: klorokuin+primakuin, jika resistensi klorokuin: kina+primakuin, jika
relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan
klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan dosksisiklin dan klorokuin.
3.2 Saran
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:
1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.

Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.

Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik (ikan,


dan sebagainya).

17

Mengurangi tempat perindukan.

Mengobati penderita malaria.

Pemberian pengobata pencegahan.

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis
secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemis
malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap
Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,
tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.

18

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,


Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid
I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 185-92.
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 194-204.

19

Anda mungkin juga menyukai