NIM
1404120509
1404120197
1404110468
1404119014
1404118802
1404118753
1404117874
1404112659
1404112490
1404110477
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
U NIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
I. PENDAHULUAN
Usaha pembenihan dan pembesaran ikan patin adalah salah satu andalan
kegiatan budidaya air tawar di Provinsi Riau pada umumnya dan Kabupaten
Kampar pada khususnya. Kegiatan pembenihan ikan patin di Kabupaten Kampar
pada awalnya dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dalam
pembesaran ikan patin. Dengan bertambahnya jumlah pembudidaya untuk
pembesaran ikan patin, maka pasokan benih terasa mulai berkurang dan harganya
menjadi mahal. Untuk itu, pada tahun 2000 dan dengan dukungan pemerintah
daerah, para pembudidaya ikan patin menjadikan kegiatan pembenihan sebagai
suatu usaha guna menghasilkan benih ikan patin yang langsung dipasarkan kepada
pembudidaya pembesaran ikan patin secara lokal (di dalam dan luar wilayah
kabupaten) dan interinsular (di luar wilayah Provinsi Riau).
II. PEMBAHASAN
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub-kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidae
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
Spisies
: Pangasius hypophtalmus
enam jari-jari lunak. Sirip dada mempunyaii 12-13 jari-jari lunak dan sebuah
jarijari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil. Di bagian
permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil Di
Indonesia, ada dua macam ikan patin yang dikenal yaitu patin lokal
(Pangasius pangasius) atau sering pula disebut jambal (Pangasius djambal) dan
patin Bangkok atau patin Siam (Pangasius hypophtalamus sinonim P. sutchi).
Menurut Warintek (2002), kerabat patin di Indonesia terdapat cukup
banyak diantaranya Pangasius polyuranodo (ikan juaro), Pangasius macronema
(ikan Rios, Riu, Lancang), Pangasius micronemus (ikan Wakal, Riuscaring),
Pangasius nasutus (ikan Padado), Pangasius nieuwenhuisii (ikan Lawang).
Saanin (1984) mengatakan, patin jambal memiliki sungut rahang atas jauh
lebih panjang dari setengah panjang kepala dan hidung sedikit menonjol kemuka
serta mata agak ke bawah. Sedangkan Hernowo (2005) menjelaskan, Patin siam
merupakan ikan introduksi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dari
Thailand. Menurut Agribisnis & Aquacultures (2009), jenis ikan patin yang
benarbenar baru dan asli dari Indonesia adalah Patin pasupati. Patin jenis ini
dihasilkan dari persilangan antara patin siam betina dan patin jambal jantan untuk
pertama kalinya. Keunggulan dari patin ini adalah memiliki daging yang berwarna
putih, kadar lemak yang relatif rendah, laju pertumbuhan badan yang relatif cepat
dan jumlah telur yang relatif banyak. Daging yang berwarna putih dan bobot
tubuh yang besar diturunkan dari patin jambal, sementara jumlah telur yang relatif
banyak diturunkan dari patin siam.
Susanto dan Amri (2002) mengatakan, ikan patin bersifat nocturnal atau
melakukan aktivitas dimalam hari sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya.
Patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya dan
termasuk ikan dasar , hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke
bawah. Ikan ini mampu bertahan hidup pada perairan yang kondisinya sangat
jelek dan akan tumbuh normal di perairan yang memenuhi persyaratan ideal
sebagaimana habitat aslinya. Kandungan oksigen (O2) yang cukup baik untuk
kehidupan ikan patin berkisar 2-5 ppm dengan kandungan karbondioksida (CO2)
tidak lebih 12,0 ppm. Nilai pH atau derajat keasaman adalah 7,2-7,5, konsentrasi
sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh ikan patin
yaitu 1 ppm. Keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan patin antara
28 0C-29 0C. Ikan patin lebih menyukai perairan yang memiliki fluktuasi suhu
rendah. Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu perairan menurun
sampai 14 0C-15 0C ataupun meningkat diatas 35 0C. Aktivitas patin terhenti pada
perairan yang suhunya dibawah 6 0C atau diatas 42 0C (Djariah, 2001).
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke
arah karnivora. Susanto dan Amri (2002) menjelaskan, di alam makanan utama
ikan patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara
makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang
ada di perairan. Apabila dipelihara di jala apung, ikan patin ternyata tidak
menolak diberi pakan, sesuai dengan penelitian Arifin (1993) dalam Cholik et al
(2005) yang menyatakan bahwa ikan patin sangat tanggap terhadap pakan buatan.
No.
Jenis
A. Fasilitas Produksi
1.
Kolam
Keterangan
Kolam air tenang yang berfungsi untuk perawatan
induk/wadah
pemeliharaan
induk
2.
Wadah treatment
air bersih
Wadah
pemberokan
induk
hati-hati
atau
gangguan
dari
pengaruh
Bangunan/panti
pembenihan
(Hatchery)
dan
atau
matahari
masuk
ke
dalam
bangsal
Bak
3,5 m.
penetasan Untuk menetaskan telur ikan patin dan atau
dan
pemeliharaan
6.
corong.
Wadah penetasan Untuk menetaskan cyste artemia, ukuran 15-20 L
7.
artemia
Kolam
pendederan
atau
disesuaikan
dengan
kebutuhan.
Jenis
Hapa jaring 1
Keterangan
Untuk menghalau induk ke arah wadah pemeliharaan
yang lebih sempit dalam proses seleksi induk; bahan
waring dengan ukuran 20m x 1m (dapat disesuaikan);
2.
Hapa jaring 2
3.
4.
Alat suntik
5.
Pompa air
ukuran
2,53
mL;
jumlah
2-5
unit
(disesuaikan).
Untuk memompakan air ke sistem aliran atau bak
treatment, bak penetasan dan pemeliharaan benih,
dari
penampungan,
air
dari
bak/kolam
Sistem
air
atau
air
panas
dan
pipa
pembuangan
air
media
Hi-blow
8.
Baskom/
9.
piring besar
Bulu ayam
(dapat disesuaikan)
Alat bantu pemijahan buatan; jumlah secukupnya
10.
(dapat disesuaikan).
Hapa jaring/Trai Wadah untuk penempatan telur hasil pemijahan
(planktonnet)
dengan
rangka jumlah
kayu reng.
30-60
unit
(dapat
disesuaikan).
11.
12.
13.
14.
halus
jumlah 20-50 unit (dapat disesuaikan).
Termometer
Untuk mengukur suhu air
pH
meter/ Untuk mengukur pH air
15.
Lakmus
Dandang
alumunium
Dandang
alumunium
17.
Genset
18.
kapasitas 3 KWH.
DO meter/ Test Bersifat opsional: untuk mengukur DO media
19.
kit air
Kateter/
20.
21.
Kanulator
Timbangan
Mikroskop
16.
terserang penyakit.
2.3. Operasi Pembenihan
2.3.1. Pengelolaan Induk
Pengelolaan induk merupakan tahap awal untuk menghasilkan benih yang
berkualitas baik sehingga menentukan keberhasilan kegiatan pembenihan ikan.
Mutu induk yang baik ditunjang dengan pengelolaan yang tepat diharapkan dapat
menghasilkan benih dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi.
Kriteria induk yang akan digunakan, antara lain berdasarkan bentuk fiik,
ukuran berat, umur, dan kesehatan. Induk betina yang layak dipijahkan telah
berumur 3 tahun dan beratnya telah mencapai >3 kg/ekor. Sedangkan induk
jantan yang siap dipijahkan telah berumur 2 tahun dan beratnya mencapai >2
kg/ekor. Induk yang akan dipijahkan harus sehat secara fiik, yaitu tidak terinfeksi
oleh penyakit, parasit, dan luka akibat benturan, pukulan, goresan, sayatan, dan
lain-lain. Induk jantan dan betina dapat dipelihara bersama-sama pada satu kolam
atau bisa terpisah dengan kepadatan 2-4 ekor/m2.
Induk sebaiknya dibuat dalam beberapa kelompok dan dipelihara secara
terpisah untuk dapat digunakan pada proses pemijahan secara bergantian. Kolam
pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah atau tembok dan memiliki saluran
pemasukan dan pengeluaran air.
Manajemen induk adalah salah satu mata rantai lain yang amat penting
dalam proses produksi benih ikan patin, selain menajemen air dan pemeliharaan
larva serta benih. Jumlah indukan yang dipelihara disesuaikan dengan skala usaha,
karena harus memperhitungkan kebutuhan jumlah dan luasan kolam indukan dan
biaya untuk pakan. Disamping itu, perlu dihindari terjadi lonjakan jumlah induk
yangmatang gonad dan siap dipijahkan harus dalam periode tertentu atau
sebaliknya, sehingga menjadi kendala dalam kontinuitas produksi atau sarana
yang tersedia tidak memadai baik jumlah dan kapasitasnya dalam produksi.
Pembenih patin di Kabupaten Kampar mempunyai indukan jantan dan betina,
masing berkisar antara 100-150 ekor jantan dan sekitar 200-250 ekor betina.
Pada umumnya, ciri induk jantan yang matang gonad adalah alat kelamin
(urogenital) membengkak dan berwarna merah tua (gambar 2 A). Apabila bagian
perut dekat lubang kelamin diurut akan mengeluarkan cairan putih kental (cairan
sperma). Sedangkan induk ikan betina yang telah matang gonad (gambar 2 B),
memiliki ciri-ciri yang ditunjukkan dengan papila membengkak dan berwarna
merah tua, selain itu perut membengkak ke arah belakang (ke arah genital).
oleh
pembenih
diberikan
garam
dapur
untuk
pengobatan.
Pada benih patin penyakit yang umum adalah bakteri, parasit dan jamur.
Obat dan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda. Alternatif
obat dan cara pengobatan untuk penyakit pada benih patin antara lain:
(1) Penyakit Bakteri
Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri
Aeromonas
hydrophylla. Tanda-tanda penyakit bakteri antara lain:
Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna merah darah
terutama pada bahagian dada, pangkal sirip dan perut,
Selaput lendir berkurang, tidak licin,
Di beberapa bagian tubu ikan kulitnya melepuh,
Biarkan
selama
30-60
menit
dengan
cara
pengawasan
terus
menerus,
Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan, segera tambahkan air
segar ke dalam wadah pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7548: 2009 tentang Pakan buatan
untuk ikan patin (Pangasius sp.).
[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 2000a. SNI 01-6483.2-2000 tentang Benih
ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) kelas benih sebar
[Disper-Kampar] Dinas Perikanan Kabupaten Kampar. 2009. Laporan Tahunan
2009.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia 2006. Ditjen Perikanan Budidaya-DKP, Jakarta. 131 hal.
Djarijah.A.A.2001. Budidaya Ikan Patin. Kanasius. Yogyakarta 87 hal.
Gubernur Provinsi Riau No. KPTS 99/II/2000, tertanggal 28 Februari 2000.
Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala Kecil dan Besar Serta Solusi
Permasalahan. Penebar Swadaya. Jakarta. 66 hal.
Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) No.
Kep.69/DJ-P2HP/2007 tertanggal 5 Juni 2007,
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air
Tawar.2007. Panduan teknik pembenihan ikan patin pasupati(Pangasius
sp.). 19 hlm.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI dengan Surat Keputusan
Kep.32/MEN/2010, tertanggal 14 Mei 2010
Nomor
Saanin 1984, Subagja Y. 2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) [skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Susanto. Dan K, Amri. 2001. Budidaya Ikan Patin, Penebar Swadaya, Jakarta. 90
hal.
staf bbi
Salah satu kegiatan pemijahan dengan para staf bbi
Kegiatan Penebaran telur ke akuarium