Anda di halaman 1dari 2

BERLALU LINTAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM SYARA

OLEH: ALFI RAHMAN FUADI


140303073
MAHASISWA PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

A. Gambaran Umum tentang Topik


Di zaman modern ini pembangunan infrastruktur kian
melesat, teknologi-teknologi semakin canggih dan manusia
tenggelam dalam berbagai informasi. Dalam melakukan
aktifitasnya sehari-hari, manusia tidak terlepas dengan namanya
transportasi, merupakan media yang menghantarkan manusia
dari suatu tempat kepada tempat yang ingin dituju. Baik berupa
transportasi darat, udara maupun laut. Transportasi udara dan
laut tidak terlalu menjadi masalah dalam menjalankan peraturanperaturan yang ada dan frekuensi kendaran yang dimiliki pun
tidak terlalu padat, sehingga mudah dalam menjalankan
peraturan-peraturan yang dimiliki oleh dua jalur transportasi di
atas. Akan tetapi, apa yang kita lihat dan rasakan pada jalur
transportasi darat dewasa ini, sangat menjadi perhatian yang
seakan-akan tidak pernah terselesaikan. Angka kecelakaan lalu
lintas kian meningkat, hal ini disebabkan oleh keegoisan yang
dimiliki oleh setiap individu dalam berlalu lintas, diantaranya
membawa kendaraan secara ugal-ugalan, tidak menggunakan
perlengkapan berkendara secara tertib, menerobos traffic light,
mengabaikan marka-marka jalan yang sudah ditetapkan,
memarkirkan kendaraan secara sembarangan, tidak adanya
larangan tegas terhadap pengguna jalan yang masih di bawah
umur, tidak memberikan hak-hak sesama pengguna jalan dan
lain sebagainya.
B. Personal Interest
Saya tertarik dengan topik ini karena, lalu lintas
merupakan sesuatu yang sudah saatnya kita perhatikan, karena
tidak seorang pun yang memulai aktifitasnya terlepas dari
namanya lalu lintas. Tidak sedikit dari pengguna jalan yang
mengabaikan nilai-nilai berlalu lintas dan hanya memikirkan
bagaimana caranya sampai ke tempat tujuan tanpa memikirkan
hak-hak dan keselamatan sesama pengguna jalan. Ini tentunya
sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam yang sangat
menjunjung
tinggi
nilai-nilai
kemanusiaan
dan
sosial
kemasyarakatan. Oleh karena itu, sejalan dengan penelitian ini
Saya mencoba untuk mengungkapkan apa saja yang menjadi
1

persoalan dalam berlalu lintas dan bagaimana penyelesaiannya


berdasarkan perspektif hukum Islam.
C. Perspektif Islamic Studies
Agama Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin (rahmat
bagi seluruh alam). Pada dasarnya, segala sesuatu yang
membahayakan (menimbulkan madharrah) adalah haram,
meskipun tidak ada dalil khusus yang menegaskannya. 1 Hal ini
didasarkan pada sabda Rasulullah saw. yang berbunyi: 2

Tidak ada kemudaratan dan tidak ada yang


memudaratkan (di dalam Islam). Hadits di atas mengandung
pengertian umum, yaitu melarang segala macam bentuk yang
membahayakan. Sebab, menurut kaidah bahasa Arab, bentuk
kata nakirah dalam konteks nafy, berlaku umum. Dalam konteks
ini, kata dharar menunjuk semua pengertian yang mengandung
kemudaratan. Bagian pertama hadits tersebut (
) dapat pula
mengandung
makna:
menafikan
segala
sesuatu
yang
membahayakan dan merugikan orang lain yang bersumber dari
seseorang secara sepihak, sedangkan bagian yang kedua (

) menafikan segala yang membahayakan dan merugikan


yang ditimbulkan oleh masing-masing dari kedua belah pihak. 3 Di
dalam Islam, tidak sedikit nash-nash yang menyinggung
mengenai
persatuan,
kehidupan
bermasyarakat,
saling
menghormati dan hubungan sesama manusia lainnya. Hadits di
atas merupakan salah satu bentuk perhatian Islam terhadap
nilai-nilai sosial kemasyarakatan, yang dalam hal ini adalah tata
cara berlalu lintas yang baik dan benar.
D. Tujuan yang ingin Dicapai dari Studi ini
Dari studi ini yang ingin Saya capai adalah pemahaman
berlalu lintas yang baik dan benar sesuai dengan hukum Islam
serta ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat,
diantaranya dengan cara seperti inilah Islam mengatur tata cara
berlalu lintas yang baik dan benar. Sesibuk apa pun kita, dalam
kondisi bagaimana pun, kita harus mengindahkan nilai-nilai
keislaman.

1 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 220.
2 Ibnu Majah, hadits nomor 2332. Malik, hadits nomor 1234. Ahmad,
hadits nomor 2719.
3 Abd. Rahman Dahlan, Ushul, hlm. 221.

Anda mungkin juga menyukai