Anda di halaman 1dari 12

1

PUTRA 021

Membangun Budaya Kerja perspektif Al-Qur’an dalam Mewujudkan


Indonesia Sejahatera

A. Pendahuluan
Kesejahteraan suatu negara sangat sangat ditentukan oleh produktivitas
warganya. Semakin besar produktivitas warga suatu negara maka semakin tinggi
pula kesejahteraan negara tersebut.1 Seperti negara-negara maju pada umumnya,
perhatian mendalam terhadap kualitas dan kuantitas dalam bekerja terbukti dapat
mendorong kemajuan ekonomi, teknologi, dan pendidikan pada negara-negara
tersebut. Perhatian tersebut muncul didasari oleh kekuatan mental yang kokoh.

Seperti halnya Jepang, meskipun memiliki wilayah dan penduduk yang lebih
kecil dibandingkan negara maju pada umumnya (seperti Amerika dan Cina),
negara tersebut mampu unggul dalam berbagai kompetisi dunia, hingga dikenal
sebagai Pusat Pasar Internasional.2 Kuatnya mental dalam bekerja menjadi modal
besar yang dimiliki warga Jepang. Nilai-nilai kerja seperti Bushido (Loyalitas dan
Pengabdian), Kaizen (Kedisiplinan dan Ketepatan Waktu), dan Makoto (Jujur dan
Amanah) tertanam kokoh di setiap pribadi warganya.

Berbeda dengan Indonesia, tersedianya SDA (Sumber Daya Alam) melimpah


yang berbanding dengan banyaknya jumlah SDM (Sumber Daya Manusia) belum
mampu menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Terbukti dengan dirilisnya
pernyataan dari Menteri Sumber Daya dan Pembangunan Mikro bahwa
Kesejahteraan negara Indonesia menduduki peringkat terendah di antara negara-
negara ASEAN3. Padahal indeks kesejahtaraan merupakan salah satu faktor besar
pendukung kemajuan suatu negara.

1
Yanti Budiasih, Perkembangan dan Kemajuan Alur Dunia, (Jakarta: Lentara Dunia, 2003), h. 34
2
Cane, The Kaizen Power, (Yogyakarta: Think Yogyakarta), h. 23
3
https://Liputan6.com/12/07/2017/KesejateraanNegaraIndonesiaTerendahdiASEAN. Diakses
pada 12/06/2018
2

Ketimpangan tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satu


diantaranya ialah rendahnya mental bangsa Indonesia dalam bekerja sehingga
melahirkan budaya kerja yang buruk. Maka tak heran persoalan sumber daya
manusia yang tidak berkompeten, proses bisnis pemerintahan yang lamban dan
tidak efesien, penyakit kolusi, korupsi dan nepotisme, hingga persoalan pelayanan
kepada publik yang tak responsif dan akuntabel banyak terjadi dimana-mana dan
menjadi sajian berita setiap harinya.

Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara yang berpenduduk


mayoritas muslim, yang didalam ajarannya sangat dianjurkan memiliki sisi-sisi
positif dalam melakukan apapun. Seperti sikap bersungguh-sungguh yang menjadi
landasan dalam bekerja, Allah befirman dalam surat at-Taubah ayat 105,

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Fungsi Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan menampilkan nilai-nilai


budaya kerja yang menjanjikan. Pencapaian generasi era Rasulullah dan pada
Sahabat telah menjadi bukti kebenaran setiap nilai pada Al-Qur’an yang telah
menciptakan kemajuan pada wilayah Jazirah Arab dengan merubah masyarakat
dari mental ‘jahiliyyah’ menjadi mental terbaik yang penuh dengan nilai positif.
Hasil yang dicapai tidak hanya sebatas pada Jazirah Arab saja, melainkan juga
merubah peradaban dunia yang menjadi peradaban terbaik sepanjang masa.

Dengan bercermin dengan realita tersebut pada makalah ini penulis ingin
merefleksikan konsep Budaya Kerja yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk
memberikan kesadaran dalam merubah dan membangun mental manusia dalam
3

bekerja untuk lebih baik dan kokoh sehingga mampu menjadi upaya unggulan
dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.

B. Hakikat Budaya Kerja


Budaya Kerja merupakan gabungan dua kata, budaya dan kerja. Menurut
padangan sastra bahasa, budaya merupakan perkembangan dari kata “Budhayah”
yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Menurut Mitchel, budaya adalah seperangkat
nilai-nilai itu, kepercayaan, pengetahuan, dan perilaku serta hukum yang
disampaikan oleh individu dan masyarakat yang menentukan bagaimana
seseorang bertindak serta berperasaan.4 Budaya juga berarti suatu pola hidup
menyeluruh yang bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Sedangkan kerja berarti
berbuat sesuatu secara aktif.5
Menurut Taliziduhu Ndraha, Budaya Kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan organisasi.6 Lebih
jauh, Osbon dan Plastrik mengungkapkan bahwa budaya kerja adalah seperangkat
perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam
dan dimiliki oleh bersama.

Dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari
oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan
kekuatan pendorong yang telah membudayakan dalam kehidupan organasasi.
Budaya kerja secara interent berhubungan perilaku dan kerangka psikologis untuk
meningkatkan efesiensi kerja yang terbentuk akibat adanya kerja sama antar
manusia.

Budaya kerja dimaknai dengan kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh


manusia dalam suatu pekerjaan. Pada umumnya, pelanggaran terhadap kebiasaan
ini memang tidak ada sanksi tegas, namun pada setiap tatanan sistem bekerja telah

4
Abdurrahmat Fathoni, Antropologi Sosial Budaya suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),
h. 22
5
Adi Gunawan, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2003), h. 241
6
Ahmad Zainuri, Stategi Penerapan Lima Budaya Kerja di Kementerian Agama Menuju Pelayanan
Prima, (Jurnal Studi Islam: Medina-Te, 2006), Vol. 14, No.1, h. 2
4

menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan hal yang harus ditaati dalam
rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah mental dan juga perilaku
sumber daya manusia yang ada agar meningkatkan kinerja untuk menghadapi
berbagai tantangan di masa yang akan datang. Aplikatif Budaya Kerja yang baik
merupakan faktor utama terciptanya sumber daya manusia yang professional.

Budaya kerja menunjukan bagaimana nilai-nilai dalam bekerja dipelajari


yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana tertentu berkali-kali,
sehingga masyarakat dapat mengamati dan merasakan. Perubahan mental yang
lebih kokoh akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian
yang terbaik.

Terbentuknya budaya kerja harus berdasarkan pada komponen-komponen


berikut; (1) Landasan dasar kerja, (2) Sikap terhadap pekerjaan, (3) Perilaku
ketika bekerja, (4) Lingkungan dan alat kerja, (5) serta Ethos kerja. Antara satu
komponen dengan komponen lainnya saling terhubung.7 Kehilangan satu
komponen akan menyebabkan cacatnya budaya kerja.

Masing-masing komponen memiliki nilai tersendiri. Pada dasarnya nilai


inilah yang menentukan baik atau buruknya suatu budaya kerja. Mental yang
rendah membuat pelaku budaya kerja akan sulit menjalankan nilai-nilai positif.
Sebaliknya, pelaku yang memiliki mental tinggi akan mudah dalam menghadapi
setiap persoalan dengan cara yang baik, bahkan terhadap persoalan yang memiliki
peluang untuk berbuat curang sekalipun.

C. Budaya Kerja Perspektif Al-Qur’an


Al-Qur’an melukiskan ‘Islam’ dengan ‘jalan’ seperti syari’ah disebutkan satu
kali8, tariqah disebutkan dua kali9, sirat10 diulangi 45 kali, sabil11 yang disebutkan

7
Osborn & Plastrik, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 2002) h. 252
8
Q.S. Al-Jatsiyah: 18
9
Q.S. Thaha: 104 & Al-Jinn: 16
10
Ali-Imran: 51
11
Q.S. Yusuf: 108
5

166 kali, dan minhaj12 yang diulangi satu kali. Dalam hal ini, Islam adalah jalan
untuk mencari tujuan hidupnya, yaitu Ridha Ilahi. Konotasi dengan ‘jalan’,
memberikan gambaran bahwa ajaran islam dinamis, berubah menuju
kesempurnaan. Namun tetap terbingkai dalam kebaikan.
Islam memberikan penilaian yang tinggi terhadap kerja, karena kerja
merupakan pokok keberlangsungan hidup manusia, baik secara individu maupun
sosial, baik biologis maupun fisiologi. Penilaian tersebut berbentuk nilai-nilai
yang positif yang harus dilakukan disetiap pekerjaan. Keberlangsungan terus-
menerus menjalankan setiap nilai tersebut akan membentuk budaya kerja yang
berbasis Qur’ani.
Nilai-nilai tersebut akan tergambarkan disetiap komponen-komponen budaya
kerja: Landasan dasar kerja; Sikap terhadap pekerjaan; Perilaku ketika bekerja;
Lingkungan dan alat kerja; Ethos kerja
1. Landasan Dasar Kerja
Setiap pekerjaan yang dilakukan harus dilandasi dengan dasar berintergritas.
Hal tersebut dimaknai dengan adanya keselarasan antara hati dan perbuatan. Tidak
dibenarkan seseorang memiliki landasan yang buruk dalam bekerja, karena hal
tersebut pada akhirnya akan berdampak merugikan banyak pihak termasuk
dirinya. Allah berfirman pada surat Al-Qashshash ayat 77,

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.

12
Q.S. Al-Maidah: 48
6

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S.


Al-Qashshash: 77)

Sari ayat diatas menuntun setiap insan untuk bekerja dengan memiliki padangan
yang positif, hal ini akan melahirkan indikator berupa mendorong tekad dan
kemauan dalam untuk baik dan benar, selalu berusaha untuk berfikir positif, arif,
bijaksana dalam melaksanakan tugas, dan mematuhi segala peraturan yang
berlaku.13

Landasan dasar untuk bekerja sangat ditentukan oleh mental yang dimiliki.
Bila mentalnya lemah, hal tersebut bisa menuntunnya mudah untuk berbuat
kerusakan sekalipun perbuatan tersebut di anggap baik pada umumnya.
Melanggar sumpah dan janji dalam bekerja serta melakukan perbuatan rekayasa
atau manipulasi merupakan beberapa indikator negatif yang termasuk dalam
akibat melakukan larangan Allah berbuat kerusakan di (muka) bumi.

2. Sikap terhadap Pekerjaan


Pekerjaan yang optimal akan dapat dihasilkan jika memiliki sikap yang baik
terhadap pekerjaan tersebut. Al-Qur’an berkomitmen menetapkan setiap manusia
untuk bekerja secara tuntas dan konsekuen terhadap semua pekerjaan. 14 Dalam
surah Al-Hasyr ayat 18, Allah SWT berfirman.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.

13
Muhammad Husain Isa Ali Manshur, Syarah 10 Muwashafat, (Solo: Era Adicitra Intermedia), h.
43
14
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 121
7

Surat al-Anfal ayat 27,

27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui

Allah memerintahkan setiap insan agar senantiasa selalu berlaku tanggung jawab
terhadap segala aktivitas yang dilakukan karena sesungguhnya Allah tidak pernah
lengah terhadap apapun setiap apa yang dikerjakan.15 Keyakinan seperti ini
tentunya hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki mental yang kuat
karena bertanggung jawab dan menjaga amanat memerlukan keberanian dari jiwa.

3. Perilaku ketika Bekerja


Setelah kita menentukan sikap terhadap perkerjaan, maka hal tersebut harus
dilakukan dengan nilai-nilai yang mendukung. Perilaku dalam bekerja dituntut
untuk dapat disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan hasil terbaik. Bekerja
dengan profesionalitas mencerminkan kompetensi dan keahlian. Dalam Al-Qur’an
profesionalisme sebagai nilai budaya kerja telah dijelaskan dalam surat al-
Jumu’ah ayat 10,

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung

Kemudian dalam surat az-Zumar ayat 39 Allah berfirman,

15
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 151
8

Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya


aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui

Ayat diatas ditafsirkan agar setiap manusia bekerja sesuai dengan kondisi dan
kemampuan yang dimiliki. Dikarenakan sesuatu akan dibalas, maka bekerjalah
dengan pekerjaan yang baik agar senantiasan memperoleh hasil yang baik pula.

4. Lingkungan dan Alat Kerja


Setiap pekerjaan yang berjalan pada lingkungan yang baik maka akan
menghasilkan yang baik pula. Islam dalam hal ini sangat memperhatikan setiap
kondisi lingkungan serta alat yang digunakan dalam bekerja. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah ayat 168

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu

Syaikh Wahbah az-Zuhaili mengkategorikan ayat diatas pada kelompok


“Penghalalan Barang-Barang yang Baik dan Sumber Pengharaman Benda-Benda
yang Haram”. Selain perintah untuk memakan-makanan yang halal dan baik, juga
mengisyarakatkan kepada manusia agar memperhatikan lingkungan dan alat
pekerjaannya.16

Bila pekerjaan yang dilakukan adalah suatu pekerjaan maksiat (seperti PSK,
menjual minuman keras) atau bekerja di lingkungan kemaksiatan, tentu akan
menghasilkan sesuatu yang tidak berkah sampai pada keharaman. Begitu pula
bekerja pada instansi yang memiliki indikasi keharaman seperti bank yang
memakai sistem riba. Hal ini akan menimbulkan kerusakan karena perbuatan
tersebut merupakan langkah-langkah syaitan.

16
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 327
9

5. Etos Kerja
Etos Kerja merupakan nilai-nilai yang membentuk kepribadian seseorang
dalam bekerja. Etos kerja hakikatnya di bentuk dan dipengaruhi oleh sistem nilai
yang dianut oleh seseorang dalam bekerja. Yang kemudian membentuk semangat
yang membedakannya antara satu dengan yang lainnya.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"

Etos kerja dalam Al-Qur’an merupakan refleksi pribadi seorang khalifah. Karena
hal tersebut terbentuk dari iman yang menjadi pandangan hidupnya, yang
memberikan norma-norma dasar untuk membina dan membangun muamalahnya.
Dalam konteks Islam, etos kerja akan meningkatkan kinerja seseorang.
Semangat keimanan yang menumbuhkan kekuatan terhadap segala sesuatu ada
pada Rabb-Nya semakin mengokohkan mental untuk mampu menghadapi setiap
permasalahan. Karena bagi orang yang beretos kerja Islami, akan terpancar dari
sistem keimanan atau aqidah islami berkenaan dengan kerja yang bertolak dari
ajaran wahyu bekerjasama dengan akal.
D. Membangun Budaya Kerja perspektif Al-Qur’an dalam Mewujudkan
Indonesia Sejahatera
10

Urutan pekerja Indonesia yang berada di nomor 60 dunia (versi Efisiensi


Kinerja Manusia)17 semakin menunjukan lemahnya mental para pekerja
Indonesia. Hal tersebut didasari dengan banyaknya kegagalan bangsa Indonesia
dalam mengolah sumber daya alam dinegaranya sendiri. Berbagai bidang seperti
perminyakan, pertambangan, konstruksi, dan kehutanan mayoritas telah dikuasai
oleh pihak asing yang terus ‘menjajah’ Indonesia.
Ditambah lagi dengan Indeks Keefektifan Pemerintahan di Indonesia menurut
Forum Ekonomi Dunia pada tahun 2017 berada pada level 34 (dari skala 1
terburuk hinggal 100 terbaik). Hal ini jika dibandingan kinerja pada lembaga
pemerintahan pada tahun 2013 mengalami penurunan yang sebelumnya
menduduki level 42.18 Fakta tersebut memperburuk wajah administrasi negara.
Budaya kerja Indonesia yang masih sangat buruk menjadi sorotan utama.
Lemahnya mental pada pekerja sangat mudah menjadikan mereka buta terhadap
kebenaran. Contoh kecil yang sering terjadi dalam dunia kerja Indonesia bisa di
lihat pada fakta sebagian PNS yang sering tidak bertanggung jawab dalam
menjalankan amanah yang diembannya. Mulai dari sistem absensi yang curang,
sampai melakukan korupsi uang negara. Memang hal tersebut tampak sederhana,
namun bisa berdampak pada terganggunya sistem pemerintahan negara. Belum
lagi kemungkinan-kemungkinan akan adanya regenerasi yang mencontoh perilaku
tersebut.
Mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera merupakan persoalan yang
begitu kompleks. Pada dunia kerja, perubahan mental yang kokoh melalui konsep
Budaya Kerja berbasis AL-Qur’an kiranya bisa menjadi andalan dalam
pembenahan persoalan tersebut. Pembuktian yang dicapai oleh generasi terdahulu
(yang menganut sistem Islam secara menyeluruh –Rasulullah dan Sahabat-)
menjadi acuan berhasilnya konsep tersebut.
Bila kita melihat lima komponen yang berisi nilai-nilai positif memang sangat
ideal dan sejalan dengan program Presiden Joko Widodo terkait dengan revolusi
mental. Perubahan mental kearah positif sangat berkaitan dengan konsep budaya
17
http://kompas.com/23/01/2016/EfisiensiKinerjaManusiadiDunia, diakses pada 25/06/2018
pada pukul 23.00 WIB
18
Ahmad Zainuri, Stategi Penerapan Lima Budaya..., h. 5
11

kerja Qur’ani. Sisi-sisi positif pada konsep ini dapat mengubah mindset untuk
terus berbuat baik serta pada akhirnya akan menghasilkan kemajuan diberbagai
bidang seperti yang diharapkan.

E. Penutup
Mental rendah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sekarang menunjukan
keterpurukan dari nilai-nilai kebaikan. Kelemahan tersebut menyebabkan
rendahnya kesadaran untuk bekerja sesuai dengan nilai dan norma yang positif.
Berbagai macam kecurangan dalam bekerja berani dilakukan tanpa
memperdulikan hasil buruk yang akan di dapat.
Indonesia akan mampu menjadi negara maju dengan syarat mampu
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal. Harapan tersebut tentu akan
tercapai dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Maka memperbaiki mental
warga Indonesia lebih kokoh untuk bekerja menjadi kekuatan utama agar semakin
berkualitas sumber daya manusia yang dilahirkan.
Konsep Budaya Kerja berbasis Qur’ani yang mengedepankan perbaikan
mental melalui nilai-nilai positif, kiranya dapat menjadi produk terbaik yang
mampu mewujudkan indonesia lebih sejahtera.

Daftar Pustaka
12

Budiasih, Yanti. 2003. Perkembangan dan Kemajuan Alur Dunia. Jakarta:


Lentara Dunia.
Cane. 2001. The Kaizen Power. Yogyakarta: Think Yogyakarta.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Antropologi Sosial Budaya suatu Pengantar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan, Adi. 2003. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika.
https://Liputan6.com/12/07/2017/KesejateraanNegaraIndonesiaTerendahdiASEA
N. Diakses pada 12/06/2018
Muhammad Husain Isa Ali Manshur. 2016. Syarah 10 Muwashafat. Solo: Era
Adicitra Intermedia.

Osborn & Plastrik. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Wahbah Az-Zuhaili. 2003. Tafsir Al-Munir Jilid 1. Jakarta: Gema Insani.


Wahbah Az-Zuhaili. 2003. Tafsir Al-Munir Jilid 4. Jakarta: Gema Insani.
http://kompas.com/23/01/2016/EfisiensiKinerjaManusiadiDunia, diakses pada
25/06/2018 pada pukul 23.00 WIB
Zainuri, Ahmad. 2006. Stategi Penerapan Lima Budaya Kerja di Kementerian
Agama Menuju Pelayanan Prima. Jurnal Studi Islam: Medina-Te. Vol. 14,
No.1.

Anda mungkin juga menyukai