PUTRA 021
A. Pendahuluan
Kesejahteraan suatu negara sangat sangat ditentukan oleh produktivitas
warganya. Semakin besar produktivitas warga suatu negara maka semakin tinggi
pula kesejahteraan negara tersebut.1 Seperti negara-negara maju pada umumnya,
perhatian mendalam terhadap kualitas dan kuantitas dalam bekerja terbukti dapat
mendorong kemajuan ekonomi, teknologi, dan pendidikan pada negara-negara
tersebut. Perhatian tersebut muncul didasari oleh kekuatan mental yang kokoh.
Seperti halnya Jepang, meskipun memiliki wilayah dan penduduk yang lebih
kecil dibandingkan negara maju pada umumnya (seperti Amerika dan Cina),
negara tersebut mampu unggul dalam berbagai kompetisi dunia, hingga dikenal
sebagai Pusat Pasar Internasional.2 Kuatnya mental dalam bekerja menjadi modal
besar yang dimiliki warga Jepang. Nilai-nilai kerja seperti Bushido (Loyalitas dan
Pengabdian), Kaizen (Kedisiplinan dan Ketepatan Waktu), dan Makoto (Jujur dan
Amanah) tertanam kokoh di setiap pribadi warganya.
1
Yanti Budiasih, Perkembangan dan Kemajuan Alur Dunia, (Jakarta: Lentara Dunia, 2003), h. 34
2
Cane, The Kaizen Power, (Yogyakarta: Think Yogyakarta), h. 23
3
https://Liputan6.com/12/07/2017/KesejateraanNegaraIndonesiaTerendahdiASEAN. Diakses
pada 12/06/2018
2
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Dengan bercermin dengan realita tersebut pada makalah ini penulis ingin
merefleksikan konsep Budaya Kerja yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk
memberikan kesadaran dalam merubah dan membangun mental manusia dalam
3
bekerja untuk lebih baik dan kokoh sehingga mampu menjadi upaya unggulan
dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari
oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan
kekuatan pendorong yang telah membudayakan dalam kehidupan organasasi.
Budaya kerja secara interent berhubungan perilaku dan kerangka psikologis untuk
meningkatkan efesiensi kerja yang terbentuk akibat adanya kerja sama antar
manusia.
4
Abdurrahmat Fathoni, Antropologi Sosial Budaya suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),
h. 22
5
Adi Gunawan, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 2003), h. 241
6
Ahmad Zainuri, Stategi Penerapan Lima Budaya Kerja di Kementerian Agama Menuju Pelayanan
Prima, (Jurnal Studi Islam: Medina-Te, 2006), Vol. 14, No.1, h. 2
4
menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan hal yang harus ditaati dalam
rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah mental dan juga perilaku
sumber daya manusia yang ada agar meningkatkan kinerja untuk menghadapi
berbagai tantangan di masa yang akan datang. Aplikatif Budaya Kerja yang baik
merupakan faktor utama terciptanya sumber daya manusia yang professional.
7
Osborn & Plastrik, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: BPFE, 2002) h. 252
8
Q.S. Al-Jatsiyah: 18
9
Q.S. Thaha: 104 & Al-Jinn: 16
10
Ali-Imran: 51
11
Q.S. Yusuf: 108
5
166 kali, dan minhaj12 yang diulangi satu kali. Dalam hal ini, Islam adalah jalan
untuk mencari tujuan hidupnya, yaitu Ridha Ilahi. Konotasi dengan ‘jalan’,
memberikan gambaran bahwa ajaran islam dinamis, berubah menuju
kesempurnaan. Namun tetap terbingkai dalam kebaikan.
Islam memberikan penilaian yang tinggi terhadap kerja, karena kerja
merupakan pokok keberlangsungan hidup manusia, baik secara individu maupun
sosial, baik biologis maupun fisiologi. Penilaian tersebut berbentuk nilai-nilai
yang positif yang harus dilakukan disetiap pekerjaan. Keberlangsungan terus-
menerus menjalankan setiap nilai tersebut akan membentuk budaya kerja yang
berbasis Qur’ani.
Nilai-nilai tersebut akan tergambarkan disetiap komponen-komponen budaya
kerja: Landasan dasar kerja; Sikap terhadap pekerjaan; Perilaku ketika bekerja;
Lingkungan dan alat kerja; Ethos kerja
1. Landasan Dasar Kerja
Setiap pekerjaan yang dilakukan harus dilandasi dengan dasar berintergritas.
Hal tersebut dimaknai dengan adanya keselarasan antara hati dan perbuatan. Tidak
dibenarkan seseorang memiliki landasan yang buruk dalam bekerja, karena hal
tersebut pada akhirnya akan berdampak merugikan banyak pihak termasuk
dirinya. Allah berfirman pada surat Al-Qashshash ayat 77,
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
12
Q.S. Al-Maidah: 48
6
Sari ayat diatas menuntun setiap insan untuk bekerja dengan memiliki padangan
yang positif, hal ini akan melahirkan indikator berupa mendorong tekad dan
kemauan dalam untuk baik dan benar, selalu berusaha untuk berfikir positif, arif,
bijaksana dalam melaksanakan tugas, dan mematuhi segala peraturan yang
berlaku.13
Landasan dasar untuk bekerja sangat ditentukan oleh mental yang dimiliki.
Bila mentalnya lemah, hal tersebut bisa menuntunnya mudah untuk berbuat
kerusakan sekalipun perbuatan tersebut di anggap baik pada umumnya.
Melanggar sumpah dan janji dalam bekerja serta melakukan perbuatan rekayasa
atau manipulasi merupakan beberapa indikator negatif yang termasuk dalam
akibat melakukan larangan Allah berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
13
Muhammad Husain Isa Ali Manshur, Syarah 10 Muwashafat, (Solo: Era Adicitra Intermedia), h.
43
14
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 121
7
27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
Allah memerintahkan setiap insan agar senantiasa selalu berlaku tanggung jawab
terhadap segala aktivitas yang dilakukan karena sesungguhnya Allah tidak pernah
lengah terhadap apapun setiap apa yang dikerjakan.15 Keyakinan seperti ini
tentunya hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki mental yang kuat
karena bertanggung jawab dan menjaga amanat memerlukan keberanian dari jiwa.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung
15
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 151
8
Ayat diatas ditafsirkan agar setiap manusia bekerja sesuai dengan kondisi dan
kemampuan yang dimiliki. Dikarenakan sesuatu akan dibalas, maka bekerjalah
dengan pekerjaan yang baik agar senantiasan memperoleh hasil yang baik pula.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu
Bila pekerjaan yang dilakukan adalah suatu pekerjaan maksiat (seperti PSK,
menjual minuman keras) atau bekerja di lingkungan kemaksiatan, tentu akan
menghasilkan sesuatu yang tidak berkah sampai pada keharaman. Begitu pula
bekerja pada instansi yang memiliki indikasi keharaman seperti bank yang
memakai sistem riba. Hal ini akan menimbulkan kerusakan karena perbuatan
tersebut merupakan langkah-langkah syaitan.
16
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 327
9
5. Etos Kerja
Etos Kerja merupakan nilai-nilai yang membentuk kepribadian seseorang
dalam bekerja. Etos kerja hakikatnya di bentuk dan dipengaruhi oleh sistem nilai
yang dianut oleh seseorang dalam bekerja. Yang kemudian membentuk semangat
yang membedakannya antara satu dengan yang lainnya.
Etos kerja dalam Al-Qur’an merupakan refleksi pribadi seorang khalifah. Karena
hal tersebut terbentuk dari iman yang menjadi pandangan hidupnya, yang
memberikan norma-norma dasar untuk membina dan membangun muamalahnya.
Dalam konteks Islam, etos kerja akan meningkatkan kinerja seseorang.
Semangat keimanan yang menumbuhkan kekuatan terhadap segala sesuatu ada
pada Rabb-Nya semakin mengokohkan mental untuk mampu menghadapi setiap
permasalahan. Karena bagi orang yang beretos kerja Islami, akan terpancar dari
sistem keimanan atau aqidah islami berkenaan dengan kerja yang bertolak dari
ajaran wahyu bekerjasama dengan akal.
D. Membangun Budaya Kerja perspektif Al-Qur’an dalam Mewujudkan
Indonesia Sejahatera
10
kerja Qur’ani. Sisi-sisi positif pada konsep ini dapat mengubah mindset untuk
terus berbuat baik serta pada akhirnya akan menghasilkan kemajuan diberbagai
bidang seperti yang diharapkan.
E. Penutup
Mental rendah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sekarang menunjukan
keterpurukan dari nilai-nilai kebaikan. Kelemahan tersebut menyebabkan
rendahnya kesadaran untuk bekerja sesuai dengan nilai dan norma yang positif.
Berbagai macam kecurangan dalam bekerja berani dilakukan tanpa
memperdulikan hasil buruk yang akan di dapat.
Indonesia akan mampu menjadi negara maju dengan syarat mampu
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal. Harapan tersebut tentu akan
tercapai dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Maka memperbaiki mental
warga Indonesia lebih kokoh untuk bekerja menjadi kekuatan utama agar semakin
berkualitas sumber daya manusia yang dilahirkan.
Konsep Budaya Kerja berbasis Qur’ani yang mengedepankan perbaikan
mental melalui nilai-nilai positif, kiranya dapat menjadi produk terbaik yang
mampu mewujudkan indonesia lebih sejahtera.
Daftar Pustaka
12
Osborn & Plastrik. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.