Anda di halaman 1dari 9

Geokimia Petroleum 2016

Temperatur Pembentukan Metana Termogenik dan Biogenik


Penulis: D.A. Stolpera1, M. Lawsonb, C.L. Davisb, A.A. Ferreirac, E.V. Santos Netoc, G.S. Ellisd,
M.D. Lewand, A.M. Martinie, Y. Tangf, M. Schoellg, A.L. Sessionsa, J.M. Eilera
Afiliasi : aDivisi Ilmu Pengetahuan Geologi dan Planetaria, Institut Teknologi California, Pasadena, CA, USA
b

Perusahaan Riset Hulu ExxonMobil, Houston, TX, USA

Divisi Geokimia, Pusat Riset dan Pengembangan Petrobras (CENPES), Rio de Janeiro, RJ, Brazil
d

Badan Survey Geologi Amerika Serikat, Pusat Federasi Denver, Denver, CO, USA
e
f

Departemen Geologi, Kampus Amherst, Amherst, MA, USA

Institut Riset Tenaga, Lingkungan, dan Energi, Covina, CA, USA


g

GasConsult International Inc, Berkeley, CA, USA

Abstrak: Metana merupakan sumber gas rumah kaca dan energi yang penting yang
dihasilkan dominannya oleh metanogen pada temperatur rendah dan melalui
penghancuran molekul organik pada temperatur tinggi. Bagaimanapun, temperatur
pembentukan metana di alam seringnya terbatas. Kami mengukur temperatur
pembentukan metana termogenik dan biogenik menggunakan sebuah teknik
clumped isotope. Gas termogenik dihasilkan dengan temperatur pembentukan
antara 157-221oC, di dalam angka jendela gas, gas biogenik dihasilkan dengan
temperatur pembentukan yang konsisten dengan temperatur pembentukan
rendahnya yang sudah diketahui (<50oC). Pada sistem dimana gas sudah bermigrasi
dan proxy lain dari temperatur pembentukan gas mencapai hasil yang ambigu,
temperatur metana yang terclump isotopnya terbedakan dan memungkinkan untuk
uji independen terhadap model pembentukan gas yang dimungkinkan.

Teks Utama: Kondisi lingkungan, laju, dan mekanisme pembentukan


metana adalah kritis untuk memahami siklus karbon dan memprediksi dimana
sejumlah metana yang ekonomis terbentuk. Model konvensional dari pembentukan
metana memprediksi bahwa: (i) pembentukan gas secara kinetik dikontrol oleh
waktu, temperatur, dan komposisi material organik (1); (ii) gas saling terbentuk
bersama dengan minyak dibawah ~150-160oC (2-4); dan (iii) gas dihasilkan dari
penghancuran (perekahan) minyak atau kerogen refraktoris di atas suhu ~150160oC (2-4). Metana yang dihasilkan oleh mikroba (biogenik) di alam dianggap
kebanyakan terbentuk di bawah ~80oC (5,6).
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

Pemahaman kita mengenai kinetika pembentukan metana termogenik


kebanyakan dibatasi oleh parameter kinetika peramalan dari temperatur tinggi
(~>300oC) hasil eksperimen lab sampai pada temperatur rendah (~100-200oC),
yang secara geologi kondisinya relevan (7). Eksperimen ini sensitif terhadap laju
pemanasan (7) dan aktivitas air (1, 7-10), mineral (1), dan logam transisi (11);
jangkauan pengamatan pada parameter kinetika turunan dapat menghasilkan
perbedaan pada prediksi temperatur pembentukan metana alam (1,10). Sebagai
tambahan, kebanyakan gas termogenik sudah bermigrasi dari sumbernya menuju
reservoar (3, 12-14). Meskipun gas termigrasi ini mendominasi set data yang
digunakan untuk mengkalibrasi model empiris pembentukan metana termogenik (3,
13-15), kemampuan untuk memahami sejarah termalnya, dan juga model kalibrasi
yang akurat, terhambat oleh: (i) kurangnya batasan independed pada sejarah termal
batuan sumber dan reservoar dan waktu dari migrasi gas, dan (ii) kemungkinan
bahwa reservoar mengandung sebuah pencampuran gas dari sumber yang berbeda.
Pada akhirnya, gas biogenik dihasilkan dimana-mana di lingkungan sedimentasi
dekat permukaan (6, 16) dan dapat bercampur bersama dengan gas termogenik (17).
Meskipun banyak alat-alat empiris digunakan untuk membedakan gas biogenik dari
gas termogenik (18), mengidentifikasi sumber dan kontribusi relatif kuantitatif dari
gas biogenik dan termogenik ini masih menjadi tantangan (17).
Kami mengukur temperatur isotop yang dihasilkan metana (19) yang diganti
berulang kali (clumped) melalui pyrolisa eksperimental dari molekul organik besar
dan yang sudah disampel dari endapan termogenik alam pada Haynesville Shale
(USA), Marcellus Shale (USA) dan cekungan Potiguar (Brazil) (20), dan juga dari
sistem alami dengan metanogen dari Tekuk Meksiko dan Antrim Shale (USA).
Kami mengkuantifikasi kemelimpahan dua isotopologue yang terclump baik
13

CH3D dan 12CH2D2, relatif terhadap distribusi isotop acak melalui parameter 18

(20). Untuk sistem yang setimbang secara isotopik, nilai 18 merupakan fungsi
dari temperatur, tergantung hanya pada komposisi isotop metana, dan makanya
dapat digunakan untuk menghitung temperatur pembentukan metana (Fig. 1A;
19, 20, 21). Hal ini tidak jelas dalam pekerjaan ini apa arti dari temperatur
berdasarkan 18 pada sampel alami, sebagian karena model konvensional
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

mengganggap bahwa metana terbentuk melalui reaksi yang dikontrol secara


kinetik (lawan dari kesetimbangan) (1-3, 8, 22-24).
Kami menghasilkan metana dari molekul hidrokarbon yang lebih besar
pada temperatur konstan di dalam dua eksperimen: pirolisis propan pada suhu
600oC (20) dan pirolisis hidrous bersistem tertutup (7, 9) material organik pada
suhu 360oC (20). Bagi keduanya, temperatur 18 berada di dalam temperatur
eksperimental 2 (Fig. 1A; Tabel S1). Hal tersebut mendukung saran (19) bahwa
temperatur metana termogenik berdasarkan temperatur 18 terukur dapat
merekam temperatur pembentukannya.
Kami kemudia memeriksa gas serpih termogenik dari Haynesville Shale
(25). Di dalam sistem gas serpih, batu serpihnya adalah sebagai batuan sumber
dan reservoar bagi hidrokarbon yang dihasilkan (26), sehingga meminimalisir
komplikasi yang berhubungan dengan migrasi gas bagi interpretasi kami.
Batasan geologinya mengindikasi bahwa Haynesville Shale sudah mengalami
pengangkatan (~<0,5 km; 20) semenjak mencapai temperatur penimbunan
maksimal (dimodelkan dengan saat ini di kisaran 5-17oC temperatur
penimbunan maksimalnya; tabel S2, 3; 20). Kisaran temperatur 18 terukur dari
169oC 207oC, mengoverlap, di dalam ketidakpastian, temperatur reservoar saat
ini (163-190oC; Fig. 1A, B; Tabel S2). Kami juga membandingkan temperatur
18 dengan temperatur pembentukan gas yang dikalkulasi tersendiri
menggunakan kinetika generation oleh Burnham (20, 27). Temperatur rerata
pembentukan gas yang dimodelkan dari penghancuran sekunder minyak
berkisar dari 168o-175oC (Tabel S3; 20). Temperatur yang dimodelkan lebih
rendah dibandingkan, dengan ketidakpastiannya, dengan temperatur 18
terukur (Tabel S2). Perbedaan ini lebih merefleksikan fakta bahwa model
menghitung temperatur pembentukan rata-rata yang melingkupi semua gas
hidrokarbon (i.e., C1-5 alkana), namun macam eksperimennya digunakan untuk
mengkalibrasi model menghasilkan metana pada temperatur yang lebih tinggi
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

dibanding gas hidrokarbon lainnya (28). Makanya, temperatur rata-rata


pembentukan metana harusnya lebih tinggi dibanding dengan model dari
temperatur rata-rata pembentukan gas hidrokarbon. Akibatnya, temperatur 18
konsisten dengan temperatur pembentukan metana yang diekspektasikan.
Bagaimanapun, dalam kasus ini, juga dimungkinkan bahwa metana menjadi
setimbang dari lainnya, nilai 18 awal terhadapnya konsisten dengan
temperatur penyimpanan sesudahnya. Selanjutnya, kami menganggap bahwa
gas serpih dari batuan yang terangkat (> 3 km pengangkatan setelah penimbunan
maksimal; 20) di Marcellus Shale (29), mencapai temperatur penimbunan
maksimal yang dimodelkan 183-219oC, namun hari ini berada pada 60-70oC
(Tabel S2, 3; 20). Sistem ini memungkinkan kami untuk menguji efek dari
pendinginan bertahap dan penyimpanan jangka panjang pada temperatur yang
lebih dingin dibanding temperatur pembentukan metana senilai 18. Sampel
memperlihatkan temperatur 18nya 179-207oC, mengoverlap Haynesville dan
lebih panas dibandingkan dengan temperatur reservoar saat ini (Fig. 1B).
Temperatur pembentukan yang dimodelkan (menggunakan kinetika Burnham
sepeti diatas; 27) adalah 171-173oC (Tabel S3) temperatur yang dirancang
kembali sedikit lebih rendah dibanding dengan temperatur 18 terukur (alasan
dibahas di atas), namun keduanya masih masuk dalam ketidakpastian analisa
(Tabel S2). Kami menyimpulkan bahwa temperatur 18 dari metana Marcellus
Shale tidak dapat dibedakan dari ekspektasi independen mengenai temperatur
pembentukan metana dan tidak terlihat terpengaruh oleh pendinginan
berikutnya.
Kami juga menguji gas termogenik dari sektor barat daya cekungan
Potiguar (30) yang bermigrasi dari sumber yang lebih dalam menuju reservoar
yang lebih dangkal (31). Disini, temperatur 18 terukurnya berkisar dari 157221oC dan melampaui temperatur reservoar saat ini (66-106oC; Tabel S2). Hal ini
konsisten dengan migrasi vertikal gas dari sumber yang lebih panas menuju
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

reservoar yang lebih dingin (3). Kami mencatat bahwa beberapa batuan induk
di cekungan Potiguar dekat dengan dimana sampel diambil sudah mengalami
temperatur penimbunan yang cukup untuk mencapai reflektasi vitrinit sebesar
2,7%, di dalam kisaran teramati dari batuan induk gas pada Haynesville dan
Marcellus Shale (1,7 3,1%; Tabel S3) dan konsisten dengan temperatur tinggi
(>150-160oC; 2-4) zona gas kering dimana minyak diduga retak menjadi gas (3).
Maka, temperatur 18 dari metana di cekungan Potiguar (157 221oC) tidak
cocok dengan sejarah termal dari beberapa batuan induk di kawasan ini. Sebagai
tambahan, suatu korelasi yang positif hadir antara temperatur 18 dan nilai 13C
(32) pada gas di cekungan Potiguar (Fig. 2; nilai-p=0,008) dengan slope, 5,3oCl
(2,2; l), dengan kesalahan beberapa estimasi teoritis, 8,8 oCl (20, 23).
Hubungan ini diperkirakan karena adanya metana yang dihasilkan lebih awal
terbentuk pada temperatur yang lebih rendah dengan nilai 13C yag rendah
dibanding dengan metana yang terbentuk belakangan pada temperatur tinggi (2,
3, 15, 23). Sampel cekungan Potiguar mengangkat masalah bahwa pencampuran
gas dengan nilai 13C dan D yang berbeda dapat menghasilkan nilai 18 yang
tidak sesederhana berbobot rerata dari endmember (19, 20). Bagaimanapun,
pada kasus yang spesifik ini (dan pada gas serpih), nilai 13C dan D tidak
mencakup kisaran yang cukup besar bagi pencampuran antara sampel untuk
dihasilkan di dalam temperatur berdasarkan 18 yang berbeda (dengan
ketidakpastian analitik) dari temperatur pembentukan rata-rata yang
sesungguhnya dari pencampuran (Fig. S2; 20).
Data yang didiskusikan di atas konsisten dengan interpolasi bahwa nilai
18 dari metana termogenik mencerminkan kesetimbangan isotop pada
temperatur pembentukan metana dan bahwa temperatur tertutup di atas
dimana nilai 18 dapat dengan bebasnya menjadi setimbang kembali adalah
~>200oC di lingkungan geologi karena: (i) metana yang dihasilkan dari
eksperimen menghasilkan nilai 18 di dalam kesalahan dari temperatur
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

pembentukan (Fig. 1A). (ii) Semua temperatur 18 dari sampel alami adalah
temperatur pembentukan yang masuk akal secara geologi (1-4, 10). (iii)
Temperatur 18 serpih Haynesville masih di dalam ketidakpastian dari
temperatur penimbunan maksimum saat ini dan yang dimodelkan (Fig. 1A, B).
(iv) Temperatur 18 serpih Haynesville dan Marcellus berada di dalam
kesalahan temperatur pembentukan gas yang dimodelkan secara tersendiri. (v)
Temperatur 18 serpih Haynesville dan Marcellus saling tumpang tindih
meskipun ada beda pada sejarah termal masing-masing sistem (Serpih Marcellus
didinginkan pada > 100oC setelah pembentukan gas). Hal ini tidak diharapkan
jika temperatur 18 mewakili temperatur tertutup dan makanya diatur kembali
selama pendinginan batuan induk. Dan (vi), temperatur 18 cekungan Potiguar
dan nilai 13Cnya positif berhubungan (Fig. 2), dengan slope di dalam kesalahan
prediksi teoritis.
Dengan kecocokan antara temperatur 18 metana serpih Haynesville
dan Marcellus dan temperatur pembentukan yang dimodelkan menjelaskan
bahwa model pembentukan gas yang relatif sederhana itu akurat ketika sejarah
termal batuan induknya terbatas. Temperatur pembentukan gas di cekungan
Potiguar merupakan tantangan untuk membatasi dengan model tertentu karena
adanya migrasi gas, yang membuat susah untuk dipahami bagaimana lokasi dan
waktu pembentukan gasnya. Sebelumnya, gas-gas ini diinterpretasikan bahwa
terbentuk bersamaan dengan minyak (30) dan di bawah ~160 oC (2-4).
Ketidakcocokan antara data kami dengan interpretasi yang sudah dipublikasi
menginspirasi kami untuk menguji cakupan model pembentukan gas (20) dari
sampel cekungan Potiguar (Fig.3). Semua model yang ditampilkan umum
digunakan dan dibatasi oleh data kimia gas yang mirip (20); bagaimanapun
banyak ketidaksetujuan satu sama lain dan bersama dalam memprediksi kisaran
lebih dari 170oC pada pembentukan gas (Fig.3). Temperatur 18 memungkinkan
model-model ini untuk secara independen dievaluasi, menolak beberapa
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

(contohnya pembentukan gas dari kerogen pada temperatur rendah) dan


menyempitkan interpretasi yang dimungkinkan. Secara spesifik, metana di
dalam cekungan Potiguar dapat terbentuk melalui pencampuran gas yang
dihasilkan oleh penghancuran kerogen bertemperatur rendah (~<150-180oC)
dengan gas yang dihasilkan dari temperatur yang lebih tinggi (~150-160oC) pada
penghancuran minyak, konsisten dengan model (23) dan (27). Skenario ini
membutuhkan satu set pencampuarn komponen yang spesifik untuk
menghasilkan temperatur pembentukan teramati, nilai C1/C1-5 (tabel S2), dan
korelasi antara temperatur 18 dan nilai 13C metana. Sebagai alternatif, model
(10), yang hanya disajikan untuk memasukkan pada pentingnya air di dalam
pembentukan gas, konsisten dengan temperatur 18 dan nilai C 1/C1-5 (<85%;
Tabel S2) pada gas di cekungan Potiguar. Hal ini mengindikasikan bahwa air
harusnya diperhitungkan di dalam model pembentukan metana. Meskipun
temperatur pembentukan gas diturunkan dari penghancuran kerogen refraktori,
seperti pada model (27), terlihat cocok dengan temperatur 18 (Fig. 3), sumber
organik ini dominannya menghasilkan metana (27) dan tidak dapat menjadi
satu-satunya sumber gas pada sistem karena tingginya konsentrasi alkana C2-5 di
dalam gas (<85% C1/ C1-5; Tabel S2).
Oleh karena itu, selagi penambahan temperatur 18 tidak menyediakan
interpretasi yang unik pada asal gas cekungan Potiguar, namun penambahan itu
mengesampingkan beberapa interpretasi masuk akal yang sebaliknya dan
menempatkan batasan yang spesifik pada model yang tersisa. Pentingnya, hasil
kamu

pada

cekungan

Potiguar

mengindikasikan

bahwa

lingkungan

pembentukan metana meluas ke temperatur tinggi (dan diduga dalam) di sistem


ini dibandingkan dengan banyak model genesa petroleum yang diprediksi (Fg.
3), dan mendukung bukti eksperimen bahwa sejumlah metana yang signifikan
dapat dihasilkan pada temperatur tinggi dibanding yang tiapkali dipahami (33).
Hal ini memerlukan basin yang sebelumnya mempunyai root yang tidak terduga
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

yang mencapai temperatur tinggi pada beberapa titik di sejarahnya,


menghasilkan metana bertemperatur tinggi yang naik menuju reservoar yang
lebih dangkal. Oleh karena itu, temperatur 18 tidak hanya membatasi kondisi
dan mekanisme pembentuka metana, namun juuga menyediakan jendela ke
sejarah termal dan geologi dari cekungan dimana metana terbentuk.
Untuk menguji temperatur berdasar 18 dari sumber metana
bertemperatur rendah yang diketahui, kami mengukur niai 18 dari dua sumber
gas biogenik yang dihasilkan dari biodegradasi minyak (Teluk Meksiko).
Nilainya mengembalikan temperatur 18 (34 8 dan 48 8oC) di dalam error
temperatur reservoar saat ini (42 dan 48oC, berurutan; Fig. 1A, B; Tabel S2).
Kami lebih jauh mengukur dua gas dari Antrim Shale, dimana diinterpretasikan
mengandung pencampuran gas biogenik lebih tinggi pada C 1/ C1-5 dan gas
termogenik lebih rendah pada C1/ C1-5nya (17). Sampel lebih mendekati
endmember biogenik (99,99% C1/ C1-5) yang mengembalikan temperatur 18
40oC (10; l), dimana sampel diinterpretasi disini medekati pada endmember
termogenik (88,9% C1/ C1-5) mengembalikan temperatur lebih tinggi pada
115oC (12; l). Oleh karena itu, gas biogenik alami mempunyai temperatur 18
yang konsisten dengan temperatur pembentukan yang seharusnya, baik sebagai
endmember murni atau campuran komponen dominan. Kami mencatat bahwa
hasil awal bagi metanogen tumbuh di kultur murni (34) mengindikasikan bahwa
mereka dapat menghasilkan metana keluar dari kesetimbangan isotop internal.
Meskipun

demikian,

pengukuran

kami

pada

metaa

biogenik

alami

mengindikasikan bahwa lngkungan alami (setidaknya yang diinvestigasi pada


tanggalnya) dimungkinkan mencapai kesetimbangan lokal.
Hasil ini mengindikasikan bahwa nilai 18 dapat digunakan untuk
menghitung temperatur pembentukan dari metana baik endapan gas
termogenik murni ataupun campuran dan menyelidiki model pembentukan gas
dan sejarah geologi cekungan. Sebagai tambahan, jika interpretasi temperatur
Nama : Agung Bachtiyar Maskur
NIM : 111.140.049
Kelas : A

Geokimia Petroleum 2016

berdasar

18

sebagai

temperatur

pembentukan

adalah

benar,

ini

mengimplikasikan pemahaman kita mengenai kimia pembentukan metana


termogenik dan biogenik. Spesifiknya, hal ini membutuhkan langkah tak
dikenali sebelum ini bagi kedua proses untuk memungkinkan ikatan C-H untuk
menjadi setimbang selama pembentukan metana. Interpretasi ini tidak terduga
karena nilai 13C dari metana termogenik dan biogenik hampir seluruhnya
dianggap dikontrol oleh efek kinetik-isotop dibanding dengan efek
kesetimbangan-termodinamik (2, 16, 22-24, 35). Kontradiksi yang muncul ini
dapat ditengahi jika reaksi perintis metana (contohnya kelompok methyl) di
dalam pertukaran hidrogen lokal lebih cepat dibanding laju pembentukan
metana bersih. Untuk gas termogenik, hal ini dapat terjadi melalui pertukaran
reaksi dengan air (36) atau pertukaran katalis hidrogen pada makromolekul
organik, permukaan mineral, atau logam transisi (11, 37). Untuk metana
biogenik, pertukaran balik hidrogen dapat terjadi pada metana atau perintis
metana jika jalan bagi pembentukan metana sebagian dapat dibalikkan (35, 38).
Oleh karena itu, pengukuran 18 mungkin dapat memperjelas mekanisme kimia
dan biokimia pembentukan metana.

Nama : Agung Bachtiyar Maskur


NIM : 111.140.049
Kelas : A

Anda mungkin juga menyukai