Panas Bumi atau geothermal berasal dari kata bahasa Yunani, tersusun dari
kata "geo" yang berarti bumi dan "thermos" yang berarti panas. Secara sederhana
panas bumi dapat diartikan sebagai sumber energi panas yang berasal dari dalam
bumi. Secara umum, pembentukan energi panas bumi berkaitan dengan kegiatan
vulkanisme dan mekanisme pembentukan magma. Sistem panas bumi pada suhu
tinggi umumnya terletak disepanjang zona vulkanik punggungan pemekaran benua,
di atas zona subduksi, dan anomali pelelehan di dalam lempeng.
Panas bumi merupakan panas yang dihasilkan dan tersimpan di dalam Bumi
yang mana energi kerak Buminya berasal dari pembentukan awal planet dan dari
peleburan radioaktif dari material di dalam inti Bumi (wikipedia). Okandan (1988)
menyebutkan bahwa energi geothermal pada ranah luasnya tersimpan di dalam
kerak Bumi. Jumlah panas yang tersimpan, diperkirakan dengan pendekatan aliran
panas global mencapai 403x1024 joule di atas 20oC pada kedalaman 10km kerak
Bumi.
Batas-batas pertemuan lempeng merupakan pusat lokasi munculnya sistem
hidrotermal. Perpindahan energi panas secara konduktif pada lingkungan tektonik
lempeng, diperbesar oleh adanya gerakan magma dan sirkulasi hidrotermal.
Beberapa definisi lain tentang panas bumi diantaranya adalah menurut:
1. Hochstein dan Browne (2000), mendeskripsikan panas bumi sebagai proses
perpindahan panas dari suatu tempat ke tempat tertentu dalam kerak bumi,
dimana panas (heat) dipindahkan dari sumber panas (heat source) menuju
ke suatu tempat pengeluaran panas di permukaan (heat sink).
2. UU Panas Bumi No 21 Tahun 2014, menyebutkan bahwa panas bumi
didefinisikan sebagai sumber energi panas yang terkandung di dalam air
panas, uap air, serta batuan, bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang
secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi.
1. Geothermometer
Sesuai pada apa yang terangkum di materi, bahwa salah satu analisa ynag
dilakukan pada pekerjaan geothermal adalah analisa geokimia air. Analisa yang
dimaksud adalah analisa geothermometer, yang mana dalam metode ini media yang
digunakan dapat berupa ion – ion atau senyawa yang larut dalam air (solute
geothermal), gas-gas, maupun isotop–isotop dengan kelarutan mineral silika (silica
solubility) dan pertukaran ion–ion alkali dan alkali tanah (NaK,Na-K-Ca, Na-K-
Mg). Metode ini mempunyai beberapa submetode lain yang dibedakan berdasarkan
pada kesetimbangan ion-ion senyawa yang diamati.
Dalam papernya, Blasco, dkk (2017) menggunakan dua teknik yang berbeda:
geothermometer kimia dan permodelan geothermometrik. Dengan
mengkombinasikan hasil dari keduanya, kisaran temperatur yang dapat diandalkan
yaitu 90±20oC tercapai untuk air di dalam reservoar. Kombinasi yang dilakukan
Blasco (2017) menunjukkan hasil yang bagus, yang mana bersamaan dengan
permodelan geothermometriknya, mengindikasikan bahwa air sudah mencapai
kesetimbangan dengan anhidrit, kuarsa, kalsit, dolomit, albit dan K-feldspar di
dalam reservoir.
Penggunaan metode empiris dan non-empiris ini nyatanya cukup baik untuk
digunakan pada sistem geothermal bersistem rendah.
2. Karakteristik Reservoir
Berbeda pada penjelasan materi yang fokus pada pembahasan karakteristik
reservoir, Hahne, dkk (2014) lebih membahas pada pendekatan baru pengembangan
metode seismik untuk karakterisasi reservoir. Hahne, dkk (2014) melakukan
karakterisasi reservoir yang dititikberatkan khusus pada investigasi ciri batuan.
Dalam pengembangan penilaian awal reservoir selama pengeboran, interaksi antara
alat pengeboran dan formasi reservoir diamati. Penyebaran rekahan dan juga
transportnya fluida dan panas di dalam medan bertegangan regional diinvestigasi
menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbeda (studi lapangan, monitoring
seismik, permodelan multi-parameter). Model struktural geologi dibuat untuk
simulasi medan tegangan lokal dan proses hidromekanik. Lebih jauh lagi, dataset
yang komprehensif dari lingkungan hidrokimia terkumpul sehingga menyediakan
karakterisasi dan permodelan hidrokimia reservoir.
Beragam pendekatan didapat yang mengarah pada optimalisasi eksplorasi dan
eksploitasi geothermal dalam reservoir serta pemahaman yang lebih baik tentang
proses kompleks di dalam reservoir itu sendiri, antara lain:
1. Pendeteksian zona sesar menggunakan seismik gelombang-P dan SH
2. Deteksi zona sesar dengan metode listrik dan elektromagnetik
3. Parameter hidrolik dari Induced Polarisation
4. Analisa kuantitatif properti batuan heterogen, efisiensi pengeboran dan
penyebaran rekahan
5. Penentuan atenuasi seismik pada reservoir geothermal menggunakan
seismik induksi
6. Analisa hidrogeokimia pada sistem geothermal
7. Uji hidrolik, panas, dan lacak pada sumur bor dan skala reservoir
8. Uji hidromekanik pada reservoir geothermal
9. Pemodelan proses thermo-hidro-mekanik berpasangan pada reservoir
3. Hidrologi Geothermal
Wurl (2013) menyebutkan bahwa akuifer San Juan Bautista Londό tidak
terpengaruh oleh intrusi air asin secara langsung namun muka airtanah yang
menurun di bawah level laut menyebabkan airtanah yang lebih dalam mengalir ke
atas, yang mana mempunyai efek yang negatif pada kualitas air tanah. Prol-
Ledesma, dan Ortega mengusulkan kehadiran komponen geothermal pada airtanah
di lembah San Juan Bautista Londό.
Untuk bisa memverifikasi hipotesa bahwa tidak ada intrusi laut ke dalam
akuifer SJL namun karena peningkatan komponen thermal di dalam akuifer, Wurl
(2013) menganalisa kualitas airtanah dan membandingkan kondisi aktual
hidrokimianya dengan situasi yang terdokumentasi oleh UNAM pada 1986 dan
oleh Lesser tahun 2006. Tujuan utamanya adalah untuk memahami peningkatan
salinitas pada airtanah di daerah aliran sungai San Juan Bautista Londό dan untuk
mengidentifikasi proses dan reaksi kimia yang terlibat.
Hasilnya adalah tiga sampel akuifer San Juan Bautista Londό, dikenali
sebagai airatanah dengan komponen geothermal yang kuat. Komposisi komponen
geothermal itu diobservasi pada area studi bertepatan dengan reservoir geothermal
yang sejenis di Teluk Concepcion, urat Cekungan Guaymas, dan air sirkulasi dalam
dari Las Tres Virgenes dekat Santa Rosalia. Sehingga hipotesa bahwa perubahan
komposisi air tanah yang berada di akuifer besar dipengaruhi oleh kegiatan thermal
(pada sistem geothermal) ketimbang karena adanya intrusi air laut.
4. Pemanfaatan Geothermal
Herez, dkk (2017) dalam studinya kali ini berurusan dengan studi parametrik
pada pompa panas geothermal horizontal. Model thermal pertama kali
dikembangkan dan kemudian dimasukkan ke software sheet excel. Tujuan studi
parametrik ini adalah untuk mendiskusikan pengaruh beberapa parameter pada
panjang pipa pompa panas geothermal.
Paper ini menyajikan sebuah studi parametrik untuk menginvestigasi efek suhu
air inlet dan outlet serta suhu tanah pada bentangan panjang pipa sebuah sistem
pompa panas geothermal horizontal selama proses pendinginan. Jenis pipa yang
dimaksud adalah Polipex – PE100 Seri 1 – polyethylene dengan diameter dalam 16
mm dan diameter luar 20 mm. Hasil yang didapat mengungkapkan bahwa pada
suhu inlet air 30oC, suhu outlet air 27oC dan suhu tanah 21oC panjang pipa yang
dibutuhkan adalah sebesar 716 meter. Juga, hasil menunjukkan bahwa suhu inlet
air suhu tanah yang lebih tinggi akan menambah panjang pipa yang dibutuhkan;
bagaimanapun, semakin turun suhu outlet air semakin pendek panjang pipa yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA