Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur ke hadirat Alloh SWT atas segala rahmat, taufiq,


dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Fisika
Kesehatan yang berjudul Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan dengan baik. Makalah ini dibuat bertujuan sebagai Ujian
Akhir Semester mata kuliah Organisasi Manajemen Kesehatan.
Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan dan
partisipasi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Yulian Endarto, S.KM. sebagai dosen Organisasi Manajemen
Kesehatan.
2. Ibu Fitriani Ayu Wulandari, S.KM. sebagai dosen Organisasi
Manajemen Kesehatan.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini, masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap agar makalah, dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Januari 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................
Kata Pengantar..............................................................................
Daftar Isi....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................
1.3 Tujuan...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................
2.1 Latar Belakang Pendirian BPJS Kesehatan.....................................
2.2 Dasar Hukum BPJS Kesehatan....................................................
2.3 Sejarah Pembentukan BPJS Kesehatan.........................................
2.4 Besaran Iuran BPJS Kesehatan...................................................
2.5 Hak dan Kewajiban BPJS Kesehatan............................................
2.6 Kepesertaan BPJS Kesehatan.....................................................
2.7 Sistem Rujukan BPJS Kesehatan.................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap

negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun tidak


dapat dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat
kemajuan tiap- tiap negara. Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan
bermacam-macam hal yaitu salah satunya adalah kesehatan dan
penyakit. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin
menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka
mengalami

gangguan

seperti menderita gizi

buruk, pengetahuan

kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman


yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu,
keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap 4
kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi
hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan
tidak mampu.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus
berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2,
yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan
Sosial dalam perubahan UUD 1945, terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang
kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki

komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi


seluruh rakyatnya. Melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan
sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan
menukar beberapa instansi jaminan sosial yang ada di Indonesia yakni
instansi asuransi jaminan kesehatan PT. Askes serta instansi jaminan
sosial ketenagakerjaan PT. Jamsostek. Transformasi PT. Askes serta PT.
Jamsostek jadi BPJS dikerjakan dengan cara bertahap. Pada awal 2014,
PT. Askes akan menjadi

BPJS Kesehatan, setelah itu pada 2015 PT.

Jamsostek jadi BPJS Ketenagakerjaan.


Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) adalah badan
hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai operasional pada
tanggal 1 Januari 2014.
1.2

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
1. Apa latar belakang pendirian BPJS Kesehatan?
2. Apa dasar hukum dari BPJS Kesehatan?
3. Bagaimana sejarah pembentukan BPJS Kesehatan?
4. Berapa besaran iuran BPJS Kesehatan?
5. Apa saja hak dan kewajiban BPJS Kesehatan?
6. Siapa saja kepesertaan BPJS Kesehatan?
7. Sistem rujukan BPJS Kesehatan?

1.3

Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini sebagai berikut :
1. Mengetahui latar belakang pendirian BPJS Kesehatan.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui dasar hukum BPJS Kesehatan.


Mengetahui sejarah pembentukan BPJS Kesehatan.
Mengetahui besaran iuran BPJS Kesehatan.
Mengetahui hak dan kewajiban BPJS Kesehatan.
Mengetahui siapa saja kepesertaan BPJS Kesehatan.
Mengetahui sistem rujukan BPJS Kesehatan.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Pendirian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS adalah instansi


yang dibentuk untuk mengadakan program jaminan sosial di Indonesia
menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 serta Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2011.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan
menukar beberapa instansi jaminan sosial yang ada di Indonesia yakni
instansi asuransi jaminan kesehatan PT Askes serta instansi jaminan
sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek. Transformasi PT Askes serta PT
Jamsostek jadi BPJS dikerjakan dengan cara bertahap. Pada awal 2014,
PT Askes akan menjadi

BPJS Kesehatan, setelah itu pada 2015 PT

Jamsostek jadi BPJS Ketenagakerjaan. Instansi ini bertanggungjawab


pada Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, serta dapat mempunyai
kantor perwakilan di tingkat propinsi dan kantor cabang di tingkat
kabupaten kota.
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan
PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran
BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT
JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu
diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Namun, UU BPJS tidak jelas mengatur apakah ketentuan ini
juga berlaku bagi pembubaran dan transformasi PT. ASABRI (Persero) dan
PT TASPEN (Persero).
Proses transformasi keempat BUMN Persero tersebut tidaklah
sederajat. Ada tiga derajat transformasi dalam UU BPJS.
Tingkat tertinggi adalah transformasi tegas. UU BPJS dengan tegas
mengubah PT. JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan,
membubarkan PT. JAMSOSTEK (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun
1992 tentang JAMSOSTEK.

Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. UU BPJS tidak


secara eksplisit mengubah PT. ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan,
maupun pencabutan peraturan perundangan terkait pembentukan PT.
ASKES (Persero). UU BPJS hanya menyatakan pembubaran PT. ASKES
(Persero) menjadi BPJS Kesehatan sejak beroperasinya BPJS Kesehatan
pada 1 Januari 2014. Perubahan PT. ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan tersirat dalam kata pembubaran PT. ASKES (Persero) dan
beroperasinya BPJS Kesehatan.
Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi.

UU BPJS tidak

menyatakan perubahan maupun pembubaran PT. ASABRI (Persero) dan


PT. TASPEN (Persero). UU BPJS hanya mengalihkan program dan fungsi
kedua Persero sebagai pembayar pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan
selambatnya pada tahun 2029. Bagaimana nasib kedua Persero tersebut
masih menunggu rumusan peraturan Pemerintah yang didelegasikan oleh
Pasal 66 UU BPJS.
Di samping terdapat tingkatan transformasi, UU BPJS menetapkan
dua kriteria proses transformasi BPJS. UU BPJS memberi tenggat 2
tahun sejak pengundangan UU BPJS pada 25 November 2011 kepada PT
ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero) untuk beralih dari
Perseroan menjadi badan hukum publik BPJS.

Namun, saat mulai

beroperasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terpaut 1,5 tahun.


Kriteria

pertama

adalah

transformasi

simultan.

PT ASKES

(Persero) pada waktu yang sama bertransformasi menjadi BPJS


Kesehatan dan beroperasi. Mulai 1 Januari 2014 PT ASKES (Persero)
berubah menjadi BPJS Kesehatan dan pada saat yang sama BPJS
Kesehatan

menyelenggarakan

ketentuan UU SJSN.

program

jaminan

kesehatan

sesuai

Kriteria kedua adalah transformasi bertahap.

PT JAMSOSTEK

(Persero) bertransformasi dan beroperasi secara bertahap.

Pada 1

Januari 2014, PT JAMSOSTEK (Persero) bubar dan berubah menjadi BPJS


Ketenagakerjaan, namun tetap melanjutkan penyelenggaraan tiga
program PT JAMSOSTEK (Persero) jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kematian dan jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan diberi waktu 1,5
tahun untuk menyesuaikan penyelenggaraan ketiga program tersebut
dengan ketentuan UU SJSN dan menambahkan program jaminan pensiun
ke dalam pengelolaannya. Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS
Ketenagakerjaan telah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun sesuai
UU SJSN.
Masa persiapan transformasi PT. ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011
sampai dengan 31 Desember 2013.

Dalam masa persiapan, Dewan

Komisaris dan Direksi PT. Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan


operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan
liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT. Askes (Persero) ke BPJS
Kesehatan.
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:
1. Penyusunan

sistem

dan

prosedur

operasional

BPJS

Kesehatan
2. Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan
3. Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan
UU SJSN.

4. Koordinasi

dengan

Kementerian

Kesehatan

untuk

mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan


Masyarakat (Jamkesmas)
5. Kordinasi dengan KemHan,TNI dan POLRI untuk mengalihkan
penyelenggaraan
anggota

program

TNI/POLRI

pelayanan

dan

PNS

kesehatan
di

bagi

lingkungan

KemHan,TNI/POLRI.
6. Koordinasi

dengan

mengalihkan

PT

Jamsostek

penyelenggaraan

(Persero)

program

untuk
jaminan

pemeliharaan kesehatan Jamsostek.


Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan
kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup penunjukan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:
1. Laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),
2. Laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kesehatan,
3. Laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014,
PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan
semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
Pada saat yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan
laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan
audit kantor akuntan publik.

Menteri Keuangan mengesahkan laporan

posisi keuangan pembuka BPJS Kes dan laporan keuangan pembuka dana

jaminan kesehatan. Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT


Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS
Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan
mulai beroperasi.
Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial
yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS
Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program
Jamkesmas.

Kementerian

Pertahanan,TNI

dan

POLRI

tidak

lagi

menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya,


kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan
operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.

PT

Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan


kesehatan pekerja.
2.2 Dasar Hukum BPJS
1. Undang-undang

Nomor

24

Tahun

2011

tentang

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial.


2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.
2.3 Sejarah Pembentukan

1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang


secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai
Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota
keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun
1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan
Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan

Kesehatan

(BPDPK),

dimana

oleh

Menteri

Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy)


dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.

1984 - Untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan


kesehatan

bagi

peserta

dan

agar

dapat

dikelola

secara

profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah


Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi
Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat
Negara)

beserta

anggota

keluarganya.

Dengan

Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara

diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.


1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991,
kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang
dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan
Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping
itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya

ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.


1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992
status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero)
dengan

pertimbangan

kontribusi

kepada

fleksibilitas

Pemerintah

pengelolaan

dapat

keuangan,

dinegosiasi

untuk

kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih

mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui
Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
RI

Nomor

1241/MENKES/SK/XI/2004

dan

Nomor

56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan


Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
Dasar Penyelenggaraan :
1. UUD 1945
2. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
3. UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN)
4. Keputusan
Menteri
1241/MENKES/SK/XI/2004
56/MENKES/SK/I/2005,

Kesehatan
dan

Nomor
Nomor

Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :


1. Diselenggarakan secara serentak

di

seluruh

Indonesia dengan azas gotong royong sehingga


terjadi subsidi silang.
2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
3. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
4. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
5. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam
pelayanan kepada peserta.
6. Adanya akuntabilitas dan

transparansi

yang

terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati

hatian, efisiensi dan efektifitas.


2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero)
berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan UndangUndang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.

2.4 Besaran Iuran


Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan pemerintah untuk
program jaminan kesehatan. Iuran jaminan kesehatan yang sudah
disepakati di tingkat Pokja yang harus diputuskan lagi oleh pemerintah
bagi anggota keluarga tambahan dari peserta pekerja bukan penerima
upah dan peserta bukan pekerja yang memiliki jumlah anggota keluarga
lebih dari 5 orang termasuk peserta, dibayar oleh peserta dengan
ketentuan :
1. Sebesar Rp 22.200,- (dua puluh dua ribu dua ratus rupiah) per
orang per bulan, bagi peserta yang menghendaki pelayan di ruang
perawatan kelas III.
2. Sebesar Rp 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) per orang per
bulan, bagi peserta yang menghendaki pelayanan di ruang
perawatan kelas II.

3. Sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per orang per bulan,
bagi peserta yang menghendaki pelayanan di ruang perawatan
kelas I.
Pemberi kerja wajib membayar lunas iuran jaminan kesehatan
seluruh peserta yang menjadi tanggung jawabnya pada setiap bulan yang
dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS
Kesehatan. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran
dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Jika pembayaran iurannya
terlambat, maka :
1. Keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan kesehatan
sebagaimana dimaksud, dikenakan denda administratif sebesar
2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak dan
ditanggung pemberi kerja,
2. Dalam hal keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan
kesehatan disebabkan karena kesalahan pemberi kerja, maka
pemberi

kerja

wajib

membayar

pelayanan

kesehatan

pekerjanya sebelum dilakukan pelunasan pembayaran iuran


oleh pemberi kerja.
Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja
wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan pada setiap bulan yang
dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bula kepada BPJS.
Besaran iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud diatas ditinjau
palung lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan
Presiden.
Apabila

terjadi

kelebihan

atau

kekurangan

iuran

jaminan

kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta, maka :


1. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
jaminan kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta,

2. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran


sebagaimana dimaksud, BPJS

Kesehatan

memberitahukan

secara tertulis kepada pemberi kerja atau peserta selambatlambatnya 14 hari sejak diterimanya iuran.
3. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan dengan pembayaran
iuran bulan berikutnya.
2.5 Hak dan Kewajiban BPJS
HAK BPJS
Undang-undang BPJS memberikan hak dan kewajiban kepada BPJS
dalam melaksanakan kewenangan dan tugas yang ditentukan dalam UU
BPJS.

Undang-Undang

BPJS

menentukan

dalam

melaksanakan

kewenangannya, BPJS berhak:


a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program
yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
program jaminan sosial dari DJSN.
Dalam Penjelasan Pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan dana operasional adalah bagian dari akumulasi
iuran jaminan sosial dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan
BPJS untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program
jaminan sosial.
UU BPJS tidak memberikan pengaturan mengenai berapa besaran
dana operasional

yang dapat diambil dari akumulasi iuran jaminan

sosial dan hasil pengembangannnya. UU BPJS tidak juga mendelegasikan


pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut kepada peraturan

perundang-undangan di bawah Undang-undang. Dana Operasional yang


digunakan

oleh

BPJS

untuk

membiayai

kegiatan

operasional

penyelenggaraan program jaminan sosial tentunya harus cukup pantas


jumlahnya agar BPJS dapat bekerja secara optimal, tetapi tidak boleh
berlebihan apalagi menjadi seperti kata pepatah lebih besar pasak
daripada tiang.
Besaran dana operasional harus dihitung dengan cermat,
mengunakan

ratio

yang

wajar

sesuai

dengan

best

practice

penyelenggaraan program jaminan sosial. Mengenai hak memperoleh


hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial
dari DJSN setiap 6 bulan, dimaksudkan agar BPJS memperoleh umpan
balik sebagai bahan untuk melakukan tindakan korektif memperbaiki
penyelenggaraan program jaminan sosial. Perbaikan penyelenggaraan
program akan memberikan dampak pada pelayanan yang semakin baik
kepada peserta.
Tentunya DJSN sendiri dituntut untuk melakukan monitoring dan
evaluasi

secara

terselenggaranya

objektif
program

dan

profesional

jaminan

sosial

untuk
yang

menjamin

optimal

dan

berkelanjutan, termasuk tingkat kesehatan keuangan BPJS.


KEWAJIBAN BPJS
Undang-Undang

BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan

tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:


a. Memberikan

nomor

identitas

tunggal

kepada

Peserta;

Yang dimaksud dengan nomor identitas tunggal adalah nomor


yang diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta
untuk menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap

peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program


jaminan sosial,
b. Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan asset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta,
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya,
Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan BPJS mencakup
informasi mengenai jumlah asset dan liabilitas, penerimaan, dan
pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/atau jumlah
asset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS,
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU
SJSN,
e. Memberikan

informasi

kepada

peserta

mengenai

hak

dan

kewajiban untuk mengikuti ketentuan yang berlaku,


f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban,
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo JHT dan
pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun,
h. Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun
1 kali dalam 1 tahun,
i. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik
aktuaria yang lazim dan berlaku umum,
j. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntasi yang
berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial, dan

k. Melaporkan

pelaksanaan

setiap

program,

termasuk

kondisi

keuangan, secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan


tembusan kepada DJSN.
Jika dicermati ke 11 kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan
governance BPJS sebagai badan hukum publik. BPJS harus dikelola sesuai
dengan prinsip-prinsip transparency, accountability and responsibility,
responsiveness, independency, danfairness.
Dari 11 kewajiban yang diatur dalam UU BPJS, 5 diantaranya
menyangkut kewajiban BPJS memberikan informasi. UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memang mewajibkan badan
publik untuk mengumumkan informasi publik yang meliputi informasi
yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan
kinerja badan publik, informasi mengenai laporan keuangan, dan
informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dengan keterbukaan informasi tersebut diharapkan ke depan BPJS
dikelola lebih transparan dan fair, sehingga publik dapat turut
mengawasi kinerja BPJS sebagai badan hukum publik yang bertanggung
jawab kepada pemangku kepentingan.
2.6 Kepesertaan BPJS
Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan
kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah
bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar
iuran. Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :
1. PBI jaminan kesehatan,
PBI ( Penerima Bantuan Iuran) adalah Peserta Jaminan Kesehatan
bagi

fakir

miskin

dan

orang

tidak

mampu

sebagaimana

diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai


peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir

miskin yang ditetapkan pemerintah dan diatur melalui peraturan


pemerintah. Yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan
lainnya adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak
mampu. Cacat total tetap merupakan kecacatan fisik dan atau
mental yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan. Penetapan cacat total tetap oleh dokter
yang berwenang.
2. Bukan PBI jaminan kesehatan.
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri atas :
1. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Yang dimaksud
dengan pekerja penerima upah adalah setiap orang yang
bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah.
Pekerja penerima upah terdiri atas :
1) Pegawai negeri sipil,
2) Anggota TNI,
3) Anggota POLRI,
4) Pejabat negara,
5) Pegawai pemerintah non pegawai negeri,
Pegawai pemerintah non pegawai negeri sipil adalah
pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus, dan
pegawai lain yang dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah,
6) Pegawai swasta, dan
7) Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima
upah.
2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya.
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja
atau berusaha atas risiko sendiri.
Pekerja bukan penerima upah terdiri atas:
1) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri,
2) Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja bukan
penerima upah.
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya.

Bukan pekerja adalah setaip orang yang tidak bekerja tapi


mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan.
Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
1) Investor,
2) Pemberi kerja,
3) Penerima pensiun,
4) Veteran,
5) Perintis kemerdekaan,
6) Bukan pekerja lain yang memenuhi kriteria bukan
pekerja penerima upah.
Anggota keluarga yang dimaksud diatas meliputi :
1. Satu orang istri atau suami yang sah dari peserta,
2. Anak kandung, anak tiri, dan atau anak angkat yang sah dari
peserta, dengan kriteria :
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri,
b. Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang
masih melanjutkan pendidikan formal.
Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung oelh
jaminan kesehatan paling banyak adalah 5 orang. Peserta yang memiliki
jumlah

anggota

lebih

dari

orang

termasuk

peserta,

dapat

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain dengan membayar iuran


tambahan. Penduduk Indonesia harus menjadi peserta BPJS Kesehatan
karena kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib, meskipun yang
bersangkutan sudah memiliki Jaminan Kesehatan yang lain. Jika kita
tidak menjadi peserta BPJS maka ketika kita sakit dan harus berobat
atau dirawat maka semua biaya yang timbul harus dibayar sendiri dan
kemungkinan bisa sangat mahal diluar kemampuan kita. Seluruh
penduduk Indonesia harus sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan paling
lambat tahun 2019 yang akan dilakukan secara bertahap.
Pentahapan kepesertaan BPJS Kesehatan, sebagai berikut :

1. Tahap pertama dimulai pada tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit


meliputi :
a. PBI Jaminan Kesehatan,
b. Anggota TNI atau Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementrian Pertahanan dan anggota keluarganya,
c. Anggota Polri atau Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri
dan anggota keluarganya,
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero, Asuransi
Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya,
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan
Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
dan anggota keluarganya.
2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk
sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1
Januari 2019.
Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai peserta
kepada BPJS Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Setiap orang bukan pekerja wajib mendaftarkan
dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Kesehatan
dengan membayar iuran. Setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan
dirinya dan pekerjanya sebagai peserta jaminan pemeliharaan kesehatan
kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran. Peserta yang sudah
terdaftar pada BPJS Kesehatan berehak mendapatkan identitas peserta.
Identitas peserta paling sedikit memuat nama dan nomor identitas
tunggal.
Jika terjadi perubahan daftar susunan keluarganya, maka yang
harus dilakukan peserta adalah sebagai berikut :
1. Peserta

pekerja

penerima

upah

wajib

menyampaikan

perubahan daftar susunan keluarganya kepada pemberi kerja


paling lambat 14 hari kerja sejak terjadi perubahan data
kepesertaan,

2. Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan


dan perubahan daftar susunan keluarganta kepada BPJS
Kesehatan paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya
perubahan data peserta,
3. Peserta pekerja bukan penerima upah wajib menyampaikan
perubahan daftar susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan
14 hari kerja sejak terjadi perubahan data kepesertaan,
Jika terjadi perubahan status kepesertaan dari peserta PBI
menjadi bukan peserta PBI atau sebaliknya :
1. Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI Jaminan
Kesehatan menjadi bukan peserta PBI Jaminan Kesehatan
dilakukan melalui pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan
membayar iuran yang pertama,
2. Perubahan status kepesertaan dari bukan peserta PBI Jaminan
Kesehatan menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
3. Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud tidak
mengakibatkan terputusnya manfaat jaminan kesehatan.
Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal
masih menjadi peserta program jaminan kesehatan selama memenuhi
kewajiban membayar iuran. Peserta yang pindah kerja wajib melaporkan
perubahan status kepesertaannya dan identitas pemberi kerja yang baru
kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta.
2.7 Sistem Rujukan
Saat ini jangkauan pelayanan kesehatan belum merata, terutama
di DTPK dan miskin. Sistem rujukan pasien dirasakan masih tidak efektif
dan efisien, masih banyak masyarakat belum dapat menjangkau
pelayanan kesehatan. Akibatnya, terjadi penumpukan pasien yang luar
biasa

di

rumah

sakit

besar

tertentu.

Oleh

karena

itu,

harus

dikembangkan

sistem

mengembangkan

rujukan

sistem

yang

rujukan

lebih

regional,

baik,
yang

yaitu

dengan

terstruktur

dan

berjenjang.
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan
dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan
kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam
kondisi emergensi. Beberapa alur sistem rujukan regional, yaitu :
a. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang
yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D
selanjutnya RS kelas B dan akhirnya RS kelas A.
b. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan
dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari
dokter disertai surat rujukan , dilakukan atas pertimbangan
tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau
keluarga pasien.
c. RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke Rs kelas B atau RS kelas
A antar atau lintas kabupaten yang telah ditetapkan.
Yang dimaksud dengan antar kabupaten/kota adalah pelayanan
ke RS Kabupaten/Kota yang masih dalam satu region yang telah
ditetapkan.

Sedangkan

yang

dimaksud

dengan

lintas

kabupaten/kota adalah pelayanan RS kabupaten/kota diluar


wilayah region yang telah ditetapkan. Misalnya, RS A merujuk
pasiennya ke RS B karena pertimbangan waktu, jarak atau karena
pertimbangan lainnya yang disepakati antara rumah sakit dengan
pasien atau keluarga pasien.
Perencanaan kegiatan harus memperhitungkan waktu yang
ada,

usahakan

sebelum

pemberlakuan

Jaminan

Kesehatan

Nasional 1 Januari 2014, regionalisasi sistem rujukan sudah


selesai, untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah kunjungan.
Langkah-langkah yang harus dipersiapkan, yaitu :

1. Pemetaan sarana kesehatan : Gate keeper (Praktek dokter/drg


pelayanan Primer), Puskesmas, Klinik Pratama, RS dan fasilitas
kesehatan lainnya per provinsi.
2. Pemetaan tenaga kesehatan di sarana kesehatan yang ada.
3. Menetapkan RS pusat rujukan regional.
4. Menetapkan kabupaten/kota sebagai pusat rujukan regional
dari beberapa sarana kesehatan disekitarnya.
5. Melakukan uji coba kewilayahan melalui Workshop Sistem
Rujukan di pusat rujukan regional, bersama Tim Koordinasi
Sistem Rujukan Tingkat Pemerintah Daerah, yang terdiri Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten dan Kota, Tim Profesi Ahli,
Rumah

Sakit

Umum

Daerah,

dan

Askes

yang

akan

bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan Daerah.


6. Mengadakan pelatihan bagi tenaga dokter Puskesmas, dokter
keluarga

mitra

Askes

dari

wilayah

tersebut

untuk

penatalaksanaan kasus-kasus yang dirujuk dari Puskesmas


terutama pada 4 bagian besar (Obgyn, Penyakit Dalam, Anak
dan Bedah), dengan kegiatan teknis sebagai berikut :
a. Dilakukan Monitoring selama 3 bulan dan dievaluasi
melibatkan RS Rujukan Regional, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Organisasi Profesi turun langsung ke Puskesmas, Dinas
Kesehatan, dan RSUD di wilayah uji coba.
b. Penyusunan SK Kepala Dinas Kesehatan tentang Tim
Koordinasi Sistem Rujukan yang terdiri dari Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Direktur Utama RS, Ketua DPM PT
Askes, Direktur PT Askes Regional dan Pejabat Struktural di
lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi. Dalam Tim tersebut
terdiri dari 2 POKJA yaituPokja Teknis Medis dan Pokja
Konseling Sistem Rujukan.
7. Penyusunan 4 Buku Pedoman Sistem Rujukan :
a. Bersama RS, FK, DPM PT Askes Persero regional, dan 10
Organisasi Profesi yang terdiri dari PAPDI, POGI, IDAI, IKABI,
PERDAMI, PERHATI-KL, PERDOSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDGI.
b. Buku Pedoman Terdiri dari :

Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan

Kewenangan Tingkat Pelayanan Kesehatan di Provinsi.


Panduan Standar Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Berdasarkan Kewenangan Pemberi Pelayana Kesehatan

di Provinsi.
Pedoman

Kewenangan Pemberi Pelayanan Kesehatan di Provinsi.


Panduan Standar Minimal Alat Kesehatan Pemberi

Standar

Obat-Obatan

Berdasarkan

Pelayanan Kesehatan di Provinsi.


8. Penyusunan Peraturan Gubernur
a. Penyusuna Perda tentang Penyelenggaraan Kesehatan di
wilayah Provinsi yang diketuai oleh Gubernur, disusun
bersama Walikota dan Bupati, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten dan Kota, beserta DPRD Provinsi serta
unsut terkait, dengan menyebutkan bahwa :
Upaya
Kesehatan
dilaksanakan

secara

berkesinambungan, terpadu dan paripurna melalui

sistem rujukan.
Rujukan upaya kesehatan harus secara terstruktur dan

berjenjang sesuai kebutuhan medis dan kesehatan.


Sistem rujukan diselenggarakan menggunakan prinsip
efektif dan efisien melalui pendekatan kewilayahan,
dan diutamakan untuk kemudahan akses teerhadap
pelayanan medik dasar, spesialistik dan subspesialistik

yang bermutu.
Rujukan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk
mengatasi permasalahan kesehatan yang timbul akibat
kondisi sarana, tenaga, ilmu pengetahuan dan teknologi

serta kondisi geografis.


Melakukan penetapan wilayah yang menjadi Rujukan

Regional dan Rumah Sakit Pusat Rujukan Regional.


b. Penyusunan Pergub Rujukan dengan melibatkan Organisasi
Profesi, RS, FK, DPM PT Askes, PT Askes Persero regional,

Praktisi Hukum, perwakilan dari RSUD, dan Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota.
c. Proses penyusunan Pergub melalui Biro Hukum Setda
Provinsi unttuk segera ditetapkan.
d. Termasuk Keputusan Gubernur tentang Uji Coba Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan di wilayah uji coba yang telah
ditetapkan.
9. Lakukan Pembagian Peran untuk mewujudkan Regionalisasi
Sistem Rujukan, sebagai berikut :
a. Peran Dinas Kesehatan (terintegrasi Provinsi, Kabupaten,
dan Kota)
Menetapkan level pelayanan dan jenis pelayanan
pada setiap level (PPK Primer, PPK Sekunder, dan ppk
Tersier) dalam peraturan Gubernur tentang Sistem

Rujukan Regional Pelayanan Kesehatan.


Penetapan peran dan tanggung jawab stakeholder

kunci, terkoordinasi dalam sebuah Tim.


Penetapan pedoman rujukan antar level rujukan.
Penetapan kebijakan, protokol dan pedoman
administrative rujukan untuk mendukung sistem

rujukan.
Menetapkan

implementasi,

sistem

monitoring,

supervisi dan evaluasi kualitas pelayanan, sistem

rujukan serta mekanisme pendukungnya.


Menyiapkan sarana dan SDM yang mampu dalam

implementasi sistem rujukan.


Memfasilitasi pemenuhan standar sarana, prasarana
dan alat kesehatan, menetapkan akreditasi serta

sertifikasi bagi RS dan PKM.


b. Peran Rumah Sakit
Pembinaan RS dalam rujukan regional berdasarkan

wilayah administrasi pemerintahan dan PKM.


Mengintegrasi dalam e Medical Record.
Pengaturan Rujuk Balik dengan supervise Dokter
Spesialis ke PKM setempat.

Berkoordinasi

dengan

Provider

pembiayaan

kesehatan secara berkesinambungan.


c. Peran Fakultas Kedokteran dan institusi lainnya.
Penempatan tenaga residen dan tenaga kesehatan

lainnya pada RS kabupaten/kota dan Puskesmas.


Penetapan protokol penanganan kasus standar.
Pelatihan dr/dr spesialis sebagai pembimbing di RS

dan PKM.
10. Lakukan Sosialisasi dan Monev ketat terhadap usaha yang
telah dilakukan, termasuk Kendali Mutu dan Biaya dengan
Pemanfaatan Sistem Informasi dan Teknologi.
Dalam rangka melaksanakan regionalisasi rujukan, provinsi dan
kabupaten/kota harus mengadakan kerja sama dengan daerah lain
yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas
pelayanan kesehatan rujukan. Kerja sama dituangkan dalam
bentuk perjanjian kerja sama.

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS adalah

instansi yang dibentuk untuk mengadakan program jaminan sosial


di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 serta
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011.
Dasar hukum tentang BPJS adalah Undang-undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang
dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan
pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Iuran jaminan
kesehatan yang sudah disepakati di tingkat Pokja yang harus
diputuskan lagi oleh pemerintah bagi anggota keluarga tambahan
dari peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan
pekerja yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang
termasuk peserta. Undang-undang BPJS memberikan hak dan
kewajiban kepada BPJS dalam melaksanakan kewenangan dan
tugas yang ditentukan dalam UU BPJS.
Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan
kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang
telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah

membayar iuran. Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :


PBI jaminan kesehatan dan Bukan PBI jaminan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI.2013.Buku FAQ (Frequently Asked Questions)
BPJS Kesehatan.Jakarta:Kementrian Kesehatan RI.
www.jamsosindonesia.com
http://id.wikipedia.org/wiki/BPJS_Kesehatan
http://laskarpenasukowati.blogspot.com/2013/05/sejarah-perjalananjaminan-sosial-di.html

Anda mungkin juga menyukai