Untuk mengetahui asal usul Bahasa Melayu kita perlu mengetahui asal usul penutur aslinya
terlebih dahulu, yaitu orang Melayu. Asal-usul bangsa Melayu sehingga kini masih kabur. Akan
tetapi beberapa sarjana Eropah seperti Hendrik Kern (Belanda) dan Robert von Heine Geldern
(Austria) telah melakukan penyelidikan secara kasar latar belakang dan pergerakan masyarakat
Melayu kuno. Teori mereka menyatakan bahawa bangsa Melayu berasal daripada kelompok
Austronesia, iaitu kelompok manusia yang berasal dari daerah Yunan di China yang
kemudiannya berhijrah dalam bentuk beberapa gelombang pergerakan manusia dan akhirnya
menduduki wilayah Asia Tenggara.
Gelombang pertama dikenali sebagai Melayu Proto dan berlaku kira-kira 2500 tahun sebelum
Masehi. Kira-kira dalam tahun 1500 tahun Sebelum Masehi, datang pula gelombang kedua yang
dikenali sebagai Melayu Deutro. Mereka mendiami daerah-daerah yang subur di pinggir pantai
dan tanah lembah Asia Tenggara. Kehadiran mereka ini menyebabkan orang-orang Melayu Proto
seperti orang-orang Jakun, Mahmeri, Jahut, Temuan, Biduanda dan beberapa kelompok kecil
yang lain berpindah ke kawasan pedalaman. Justeru itu, Melayu Deutro ini merupakan
masyarakat Melayu yang ada pada masa kini.
Bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia, manakala bahasabahasa
Austronesia ini berasal daripada keluarga bahasa Austris. Selain daripada rumpun bahasa
Austronesia, rumpun bahasa Austro-Asia dan rumpun bahasa Tibet Cina.
Rumpun bahasa Austronesia ini pula terbagi pada empat kelompok yang lebih kecil :
Bahasa-bahasa Kepulauan Melayu atau Bahasa Nusantara. Contoh : bahasa Melayu, Aceh, Jawa,
Sunda, Dayak, Tagalog, Solo, Roto, Sika dan lain-lain.
Bahasa-bahasa Polinesia. Contoh : bahasa Hawaii, Tonga, Maori, Haiti
Bahasa-bahasa Melanesia. Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Fiji, Irian and Kepulaun
Caledonia
Bahasa-bahasa Mikronesia. Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Marianna, Marshall, Carolina
dan Gilbert. Bahasa Melayu tergolong dalam cabang Bahasa-bahasa Nusantara yang mempunyai
bahasa yang paling banyak, yaitu kira-kira 200 hingga 300 bahasa. Bentuk Bahasa Melayu yang
dituturkan di Kepulauan Melayu pada zaman dahulu dikenali sebagai Bahasa Melayu Kuno dan
jauh berbeda dengan Bahasa Melayu yang modern. Bentuk Bahasa Melayu Kuno hanya dapat
dilihat melalui kesan tinggalan sejarah seperti batu-batu bersurat.
Batu-batu bersurat yang menggunakan Bahasa Melayu dipercayai ditulis bermula pada akhir
abad ke-7. Sebanyak empat batu bersurat telah dijumpai yang mempunyai tarikh tersebut :
Batu Bersurat Kedukan Bukit (683 M) - Palembang
Batu Bersurat Talang Tuwo (684 M) Palembang
Batu Bersurat Kota Kapor (686 M) Pulau Bangka, Palembang
Batu Bersurat Karang Brahi (686 M) Palembang
Berpandukan isinya, penulisan di batu bersurat tersebut dibuat atas arahan raja Sriwijaya, sebuah
kerajaan yang mempunyai kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, Semenanjung Tanah Melayu,
Segenting Kra dan Sri Lanka. Oleh itu, ini menunjukkan bahwa Bahasa Melayu telah digunakan
sebagai bahasa resmi dan bahasa pentadbiran kerajaan Sriwijaya, sekaligus meluaskan
penyebaran Bahasa Melayu ke tanah jajahan takluknya. Walaupun bahasa pada batu bersurat itu
masih berbahasa Sanskrit, akan tetapi masih terdapat pengaruh Bahasa Melayu Kuno di
dalamnya.
Istilah Melayu timbul buat pertama kali dalam tulisan Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi.
Tulisan ini menyebut mengenai orang Mo-Lo-Yue yang mengirimkan utusan ke Negeri China
untuk mempersembahkan hasil-hasil bumi keada Raja China. Letaknya kerajaan Mo-Lo-Yue
ini tidak dapat dipastikan dengan tegas. Ada yang mencatatkan di Semenanjung Tanah Melayu
dan di Jambi, Sumatera. Selain daripada empat batu bersurat yang disebutkan tadi, terdapat juga
bahan-bahan lain yang dihasilkan dalam zaman kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 hingga ke13.Masehi.
1.
2.
Bahasa Sanskrit terletak dalam kelas bangsawan, dan dikatakan mempunyai hierarki yang
tinggi
3.
Sifat bahasa Melayu yang mudah dilentur mengikut keadaan dan keperluan. Bahasa
Bahasa Melayu kuno pada batu bersurat di Gandasuli, Jawa Tengah (832 M) ditulis dalam huruf
Nagiri.
Bermula pada abad ke-19. Hasil karangan Munsyi Abdullah dianggap sebagai permulaan zaman
bahasa Melayu modern. Sebelum penjajahan Inggris, bahasa Melayu mencapai kedudukan yang
tinggi, berfungsi sebagai bahasa perantaraan, pentadbiran, kesusasteraan, dan bahasa pengantar
di pusat pendidikan Islam. Selepas Perang Dunia Kedua, Inggris merubah dasar menjadikan
bahasa Inggris sebagai pengantar dalam sistem pendidikan. Semasa Malaysia mencapai
kemerdekaan, Perlembagaan Persekutuan Perkara 152 menetapkan bahasa Melayu sebagai
bahasa kebangsaan.
Akta Bahasa Kebangsaan 1963 atau 1967 menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa rasmi
negara. Laporan Razak 1956 mencadangkan bahasa Melayu sebagai pengantar dalam sistem
pendidikan negara. Walaupun demikian, tidak ada bukti bahwa ketiga bentuk bahasa Melayu
tersebut saling bersinambung. Selain itu, penggunaan yang meluas di berbagai tempat
memunculkan berbagai dialek bahasa Melayu, baik karena penyebaran penduduk dan isolasi,
maupun melalui kreolisasi. Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut-nyebut mengenai
perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk bertransaksi perdagangan. Seiring dengan runtuhnya
kekuasaan Portugis di Malaka, dan bermunculannya berbagai kesultanan di pesisir Semenanjung
Malaya, Sumatera, Kalimantan, serta Selatan Filipina, dokumen-dokumen tertulis di kertas
dalam bahasa Melayu mulai ditemukan. Surat-menyurat antar pemimpin kerajaan pada abad ke16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa Melayu,
mereka menggunakan bahasa Melayu yang "disederhanakan" dan mengalami percampuran
dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay).
Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau
juga menggunakan huruf setempat, seperti hanacaraka. Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern
dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis
menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke19. berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai
mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam
urusan administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern
dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran
bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa ini.
Di Indonesia, pendirian Balai Poestaka (1901) sebagai percetakan buku-buku pelajaran dan
sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu dan bahkan membentuk suatu varian bahasa
tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, bahasa Melayu Riau. Kalangan peneliti sejarah
bahasa Indonesia masa kini menjulukinya "bahasa Melayu Balai Pustaka"[6] atau "bahasa
Melayu van Ophuijsen". Van Ophuijsen adalah orang yang pada tahun 1901 menyusun ejaan
bahasa Melayu dengan huruf Latin untuk penggunaan di Hindia-Belanda. Ia juga menjadi
penyunting berbagai buku sastra terbitan Balai Pustaka.
Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini kemudian dikenal luas di
kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia.
Puncaknya adalah ketika dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan,
"menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat
menjadi bahasa kebangsaan.
Introduksi varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa Melayu lain, termasuk bahasa
Melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa Melayu Pasar, yang telah populer dipakai
sebagai bahasa surat kabar dan berbagai karya fiksi di dekade-dekade akhir abad ke-19. Bentukbentuk bahasa Melayu selain varian kebangsaan dianggap bentuk yang "kurang mulia" dan
penggunaannya berangsur-angsur melemah.
Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan
bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka
apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu menjadi
semakin populer. Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis
Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) berencana menjadikan bahasa
Melayu sebagai bahasa resmi dalam organisasi ASEAN, dengan memandang lebih separuh
jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Rencana ini belum pernah
terealisasikan, tetapi ASEAN sekarang selalu membuat dokumen asli dalam bahasa Inggris dan
diterjemahkan ke dalam bahasa resmi masing-masing negara anggotanya.
Bahasa Melayu sangat bervariasi. Penyebab yang utama adalah tidak adanya institusi yang
memiliki kekuatan untuk mengatur pembakuannya. Kerajaan-kerajaan Melayu hanya memiliki
kekuatan regulasi sebatas wilayah kekuasaannya, padahal bahasa Melayu dipakai oleh orangorang jauh di luar batas kekuasaan mereka. Akibatnya muncul berbagai dialek (geografis)
maupun sosiolek (dialek sosial). Pemakaian bahasa ini oleh masyarakat berlatar belakang etnik
lain juga memunculkan berbagai varian kreol di mana-mana, yang masih dipakai hingga
sekarang. Bahasa Betawi, suatu bentuk kreol, bahkan sekarang mulai memengaruhi secara kuat
bahasa Indonesia akibat penggunaannya oleh kalangan muda Jakarta dan dipakai secara meluas
di program-program hiburan televisi nasional.