Penelitian menunjukan program terapi substitusi sangat bermanfaat untuk mennekan HIV/AIDS
dan blood borne disease lainnya dan pemmulihan life style
Penggunaan farmakoterapi dalam programterapi bertujuan untuk;
Menambah holding power untuk pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya
pengobatan
Menciptakan suatu window of opportunity sehingga pasien dapa menerima intervensi
Abstinensia
Menjauhkan diri dari teman, tempat, benda dan hal lain yang dapat menimbulkan
1) Fase pra-terapi
Sebagai akibat kecanduan napza, pasien terpaksa terus menerus menggunakan napza.
Kadang- kadang mereka merasa yakin dapat mampu mengendalikan penggunaan napza.
Namun realita menunjukan mereka gagal, dan akhirnya tetap menggunakan terus.
2) Fase stabilisasi
Paa fase stabilisasi, pasien mulai mengetahui bahwa kalau berhenti, akan timbul
dorongan ingin mennggunakan kembali (disebut suges atau craving) dan akibatnya fisik
dapat menimbulkan gejala- gejala sakauw atau gejala- gejala putus/lepas zat atau
withdrawal. Bila pasien gagal pada fase ini, mereka tidak dapat menahan gejala- gejala
withdrawal, dank arena tidak dapat menahan penderitaan menggunakan napza kembali.
3) Fase pemulihan dini
Pada fase ini pasien telah belajar mengenai masalah adiksi, mengambil jarak dengan
teman- teman pengguna lain, menjalin huhbungan hanya dengan teman- teman yang
mendukung pemulihan diri. Penyebab terjadiny relaps pada fase ini terutama disebabkan
kurangnya kemampuan berinteraksi sosial.
4) Fase pemulihan menengah
Pasien mulai menggembangkan pola hidup pada nilai- nilai wajar dalam bidang
pendidikan, suasana pekerjaan, lingkungan keluarga. Relaps terjadi karena stress yang
timbul terhadap kehidupan yang nyata.
5) Fase pemulihan akhir
Pada fase ini seharusnya sudah mulai dikembangkan self-esteem, kemampuan untuk
hidup produktif dan bahagia. Kegagalan disini umumnya mengatasi inner child
problem.
6) Fase maintenance
Pasien pada fase ini harus bisa mengatasi stress dalam kehidupan dengan clean &
sober. Relaps terjadi karena tidak mampu mempertahankan program pemulihannya
akibat tekanan sosial yang berat yang tidak mampu diatasi.
Dalam proses pemulihan ada suatu gejala penting yang harus dipahami, yaitu; relaps. Relaps
dapat dianggap sebagai titik awal dari menggunakan napza kembali 9serin juga dimulai dengan
sebutan slip, terpeleset atau lapse), setelah sebelumnya didahului oleh abstinensia. Relaps bukan
suatu kejadian yang berdiri sendiri, tapi merupakan manifestasi perilaku disfungsional yang terus
menerus meningkat dan kembali menggunakan napza. Jadi merupakan suatu proses yang
sebetulnya dapat dikendalikan atau diatasi. Penelitian membuktikan bahwa relaps dimulai oleh
sejumlah warning signs yang umumnya tidak diketahui pasien. Banyak teknik terapi yang
dikembangkan khusus untuk mengetasi relaps seperti: Relapse PPrevention Therapy.
HARM REDUCTION
Pecandu jarum suntuk (intravenous drug users) telah menyumbang banyak penyebaran HIV
/AIDS di Indonesia. Harm reduction adalah pendekatan untuk menncegah terjadiny penularan
HIV/AIDS. Ada beberapa metode yang digunakan secara universal:
1. Penjangkauan
2. Komunikasi, informasi dann edukasi (KIE)
3. Konseling pegurangan resiko
4. Konseling testing sukarela (VCT)
5. Program desinfeksi
6. Program jarum suntik
7. Pembuangan jarum suntik dan alat bekas pakai
8. Pelayanan pengobatan ketergantungan napza
9. Program terapi substitusi
10. Pengobatan dan perwatan HIV
11. Pelayanan kesehatan primer
12. Pendidikan kelompok sebaya
Meskipun relaps adalah salah satu simtom adiksi, namun relaps tersebut dapat dicegah. Faktor
kunci pencegahan relaps adalah memperbaiki penyesuaian sosial atau improved social
adjustment. Penyesuaian diri yang lemah seperti pada tahhanan criminal menyebabkan mereka
cenderung relaps dan selalu dikaitkan dengan perilaku criminal. Metoda dari pencegahan relaps
merupakan titik kritis keberhasialn suatu terapi adiksi. Relaps didaului oleh faktor pencetus atau
trigger yang disebut sebagai warning signs.
Berbagai bentuk dari warning signs sangat banyak. Sebagian kecil dari warning signs tersebut
antara lain:
1. Berbohong. Ciri paling penting dalam sinyal relaps adalah berbohong (pada diri sendiri
atau pada orang lain). Banyak bentuk variasi dari berbohong. bohong hanya sedikit,
bohong untuk kebaikan (white lie), mennyangnkal, mengeyel, ngotot, menutupi
kebenaran dan lain- lain.
2. Mempersalahkan orang lain. Ingat bila pecandu napza mempermasalahkan orang lain
karena perbuatannya, berarti dia membuat dirinya menjadi korban. Kalau dia menjadi
korban, siapa yang mempermasalahkan dirinya karena perbuatanya sendiri? Dia harus
mengambil resiko bertaggung jawab.
3. Perasaan malu. Banyak adiksi yang mmalu mengakui kesalahannya. Pecandu napza
khawatir kalau mengakui, dia akan tidak dihargai dan dipercaya lagi.
4. Euphoria. Euphoria adalah perasaan yang tidak lazim berlebihan. Bila pecandu napza
tampak euphoria, tampak optimistic dan umumnya kurang sensitive. Kalau dia
menggunakan napza lagi dia merasa kurang bertanggung jawab.
Ketidakmampuan pecandu napza memiliki keteraampilan mengidetifikasi warning signs dan
cara- cara mengatasi perlu mendapatkan pelatihan yang disebut relapse prevention training
atau therapy. Dewasa ini berkembang terapi mengatasi relaps yang berasaskan pada
perubahan perilaku dan kognitif yang disebut Cognitive behavior Therapy.
STAGES OF CHANGE
Dalam proses pemulihan, seorang adiksi napza mengalami banyak perubahan- perubahan
yang dapat dinilai dari motivasinya. Model stages of change dilakukan oleh Prochaska dkk
(1993) untuk memahami prroses seorang adiksi napza dalam upaya untuk menghentikan
kebiasaanya. Model tersebut berupa lingkaran spiral yang menggambarkan fase- fase
perubahan. Mulai darri fase prekontemplasi, kontemplasi, preparasi, aksi, rumatan. Setiap
fase memiliki ciri- ciri spesifik. Bila pasien beranjakmaju, namun terjadi relaps, maka ia akan
kembali ke fase yang lebih awal. Ciri- ciri spesifik dari setiap- setiap fase adalah sebagai
berikut:
Fase prekontemplasi:
o Pasien masih sama sekali belum menyadari adanya perubahan dalam dirinya
akibat penggunaan napza.
o Pasien tidak memiliki minaat untuk berubah, meskipun keluarga atau orangorang dekat dengannya telah mengingatkannya bahwa telah terjadi masalah
akibat tingkkah lakunya.
o Kalau mereka telah masuk ke sentra- sentra rehabilitasi umumnya karena
paksaan, ditipu atau karena pelanggaran hukum.
o Pasien menganggap bahwa kecanduan diakui sebagai urusan pribadi.
orangtua, orang lain atau siapapun tidak perlu mencampuri persoalan
dirinya.
o Kewajiban sebagai anggota keluarga tetap dianggap tidak terganggu, mereka
tetap mempertahankan argumentasinya meskipun fakta- fakta berbeda. Dia
berulang kali mencari alasan- alasan.
o saya tidak perlu berubah, karena saya merasa tidak melakuka suatu
kesalahan
Fase kontemplasi:
o Pasien sudah mulai mengakui telah terjadi kesulitan akibat napza (mungkin
telah mulai ada keluhan fisik), tetapi menolak suatu komitmen untuk
berubah