Anda di halaman 1dari 1

Latar belakang

Semua orang tua pasti berkeinginan agar balitanya dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal, yaitu balita tersebut dapat mencapai tahap pertumbuhan dan perkembangan yang baik
sesuai dengan potensi genetik balita itu. Masa balita yang disebut sebagai masa keemasan
(golden period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis (critical period)
merupakan periode terpenting dalam tumbuh kembang, karena pada masa ini pertumbuhan dasar
akan mempengaruhi dan menetukan perkembangan balita selanjutnya. Pada balita adalah masa
bayi dan kanak-kanak yang tumbuh kembangnya mempunyai ciri khas yang berbeda-berbeda.
Pertumbuhan balita akan berkembang sesuai dengan bertambahnya umur. Aspek tumbuh
kembang pada balita merupakan salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para ahli,
karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang,
baik secara fisik maupun psikososial. Secara alamiah, pertumbuhan dan perkembangan setiap
individu tidak sama dan akan mengalami tahapan yang sangat pesat selama hidupnya yaitu sejak
masa embrio sampai sepanjang kehidupan mengalami perubahan kearah peningkatan baik secara
ukuran maupun secara perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut
dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Dimana faktor eksternal lebih
mempengaruhi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

Tumbuh kembang anak pada dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan akan
tetapi keduanya saling berkaitan. Pertumbuhan (growth) merupakan perubahan dalam ukuran
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur berat
dengan menggunakan (gram/kilogram), ukuran panjang (cm, meter). Sedangkan perkembangan
(development) merupakan bertambahnya kemampuan skill/keterampilan dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks sebagai hasil dari proses pematangan. Sehingga pertumbuhan
dan perkembangan merupakan kaitan yang tidak bisa dipisahkan.

Berdasarkan pengelompokkan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia


(WHO), Indonesia tahun 2004 tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang
tinggi karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47 %) termasuk kelompok
gizi kurang dan gizi buruk. Oleh karena itu perlu dilakukan lagi pengkajian terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita.

Anda mungkin juga menyukai