TINJAUAN PUSTAKA
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan / tanpa gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Pasien Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan
Injury
Failure
6/jam
penurunan GFR . 25 %
Kenaikan Kreatini serum .
12 / jam
>24 jam
minimal 0,5 mg
Persisten AKI > 4 minggu
Function
End Stage disease
Tahap
1
nilai dasar
AKI Prarenal
I. Hipovolemia
Vasokonstriksi ginjal
V. Sindrom hiperviskositas
Glomerulonefritis, vaskulitis
Toksin
10
normal. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama
3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal. Meskipun terdapat reduksi
laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1 3 %, tatapi hal ini sacara klinin tidak
signifikan. (Smeltzer, 2002).
13
1.4. Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan yang telah
dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah keadaan tersebut memang
merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum
yang dapat membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat
etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan
14
penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal
polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuan etiologi,
tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
1.5. Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan
berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS,
penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi
ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal
jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan
status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan
dengan data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya
mioglobin, hemoglobin, asam urat)
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang
menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi maligna. AKI
pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut costovertebra atau suprapubik akibat
distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik
yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.
Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran
prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran
prostat.Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan
temuan disfungsi saraf otonom.
Hal yang sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah
mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada
beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radio kontras dan mioglobinuria,
terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara dini dengan fungsi tubulus
ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil kurang dari 1%.
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah
pemeriksaan urin residu pasca berkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc,
didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi
pelviokalises, kecil kemungkinan penyebabAKI adalah pascarenal.
Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto polos abdomen, CT-scan, MRI, dan
angiografi ginjaldapat dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan
pada pasien dengan penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan
pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada
dugaan AKI renal nonATN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti glomerulonefritis,
vaskulitis, dan lain lain.
Penanda Biologis Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis
AKI (Cr serum, LFG dan UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr serum
antara lain (1) sangat tergantungdari usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang
berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan tipe kerusakan ginjal (iskemia,
nefrotoksik, kerusakan glomeru-lus atau tubulus); (3) tidak sensitif karena peningkatan
kadarterjadi lebih lambat dibandingkan penurunan LFG dan tidak baik dipakai sebagai
parameter pemulihan. Penghitungan LFG menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr
serum merupakan perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi kadar Cr serum
yang stabil.
1.7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab AKI dan pada
tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria
RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana optimal penyakit dasar
untuk mencegah pasien jatuh pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi
bila penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat
nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
16
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin. Selama
tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa pasien dapat
mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus
diawasi secara ketat dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta
elektrolit urin dan serum.
Terapi Farmakologi
Furosemid, Manitol, dan Dopamin. Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai
macam obatyang sudah digunakan selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan
penggunaannya bersifat kontoversial. Obat-obatan tersebut antara lain diuretik, manitol,
dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisiluminal sel,
menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian
dari tata laksana AKI adalah:
a
Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikanpasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15-30 menit. Bila jumlah urin
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya
pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain.
Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
toksisitas. Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler
sehingga dapat digunakan untuk tatalaksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun
kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih
17
18
1.9. Pencegahan
Terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan, maka pencegahan sangat
penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat ini, tidak ada pencegahan
umum yang dapat diberikan pada seorang dengan penyakit dasar yang dapat
menyebabkan AKI, seperti usia lanjut dan seseorang dengan PGK. Pencegahan AKI
terbaik
adalah
dengan
memperhatikan
status
hemodinamik
seorang
pasien,
Tekanan darah
sistolik, mm Hg
<120
120-139
140-159
160
dan
atau
atau
atau
Tekanan darah
diastolik, mm Hg
<80
80-89
90-99
100
20
Etiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
21
22
Patofisiologi Hipertensi
Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial
b.
c.
d.
23
e.
f.
Diabetes mellitus
j.
Resistensi insulin
k. Obesitas
l.
24
25
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang
akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan
ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2
pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama
2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik140 mmHg atau 90 mmHg
untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi
stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah
sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 100 mmHg (Cohen, 2008).
2.6
Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
26
Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan
27
28
29
Hipertensi Stage 1
Hipertensi Stage 2
Indikasi Mutlak
Diabetes Melitus:
ACE Inhibitor, Beta
Bloker, Calsium
Chanel Bloker.
Gagal Jantung:
ACE Inhibitor, Beta
Bloker, Calsium
Chanel Bloker.
Stroke: Diuretik,
ACE Inhibitor.
30
obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal
dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah
melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi
dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi
ortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik dan
lansia (Depkes, R.I., 2006).
2.7.2 Terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien
Petunjuk dari JNC 7 merekomendasikan diuretik tipe tiazid bila
memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik sendiri
atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB, penyekat beta,
CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada
kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive
and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik
tidak tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi.
Kecuali pada the Second Australian National Blood Pressure Trial; dimana
dilaporkan hasil lebih baik dengan ACEI dibanding dengan diuretik pada laki-laki
kulit putih. Diuretik meningkatkan efikasi antihipertensi dari banyak regimen
obat, berguna dalam mengontrol tekanan darah dan harganya lebih dapat
dijangkau dibanding obat antihipertensi lainnya. Sayangnya disamping kenyataan
ini, diuretik tetap kurang digunakan (underused) (Depkes, R.I., 2006).
2.8
Kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan
dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan adalah menuruti
suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam
31
32
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Laki Laki
Alamat
: Solok
KELUHAN UTAMA : nyeri perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
-
Nyeri perut sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut yang dirasakan seperti ditusuk tusuk. Nyeri dirasakan terus menerus.
Pasien mengeluhkan nyeri pinggang. Nyeri pinggang dirasakan sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri pinggang dirasakan pada bagian pinggang sebelah kiri dan kanan. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk tusuk dan timbulnya mendadak. Nyeri pinggang ini
dirasakan bertambah sakit jika pasien beraktivitas dan berkurang jika pasien tidur
terlentang.
Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri ulu hati ini
dirasakan menetap dan disertai dengan rasa mual.
Pasien mengeluhkan bengkak pada keempat anggota gerak. Bengkak pada keempat
anggota gerak ini dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasakan
sakit pada persendian anggota gerak.
Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan dirasakan
sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengeluhkan mual sejak 1 minggu yang lalu. Mual yang dirasakan tidak
disertai dengan muntah.
Keluhan pasien ini tidak disertai dengan demam, sesak nafas, nyeri dada, BAB hitam
dan muntah darah.
Pasien pernah dirawat di RST pada bulan Agustus 2016 dengan keluhan yang sama
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Melitus
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: di sangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
Pasien seorang laki laki berumur 55 tahun yang bekerja sebagai petani
mempunyai 4 orang anak. Pasien tinggal bersama keluarga. Pasien tidak mempunyai
kebiasaan merokok dan minum kopi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tinggi Badan
Berat badan
BMI
: Sakit Sedang
: Compos Mentis Cooperative
: 140/100 mmHg
: 90 x/i
: 20 x/i
: 370 C
: 160 cm
: 58 kg
: 22,65 (normoweight)
Status Generalisata
Kepala
mudah dicabut
Mata
: Konjungtiva anemis (-)
Sklera ikterik (-)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm
Refleks Cahaya (+/+)
Telinga
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut
: Dalam batas normal
Leher
: JVP 5-2 cmH2O
34
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
Inspeksi
Palpasi
Tes sensibilitas
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps
Refleks Triceps
Refleks
Kanan
+
+
+
Kiri
+
+
+
Kanan
Kiri
Brachioradialis
Refleks Patologis
Refleks
Hoffman- -
Tromer
Inferior
Inspeksi : Edema (+/+), sianosis (-/-)
35
Palpasi
Kanan
+
+
Kiri
+
+
Refleks Patologis
Refleks Babinski
Kanan
-
Kiri
-
Refleks Gordon
Refleks
Oppenheim
Refleks Chaddoks
I.
II.
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb
: 8,0 gr/dl
(L)
Ht
: 25,4 %
(L)
Leukosit
: 19.450 /ul (N)
Trombosit
: 162.000/ul (N)
Faal Ginjal
Ureum
: 77,4 mg/dl (H)
Creatinin
: 3,43 mg/dl (H)
GDR
: 101 mg%
(N)
DIAGNOSA KERJA
Acute Kidney Injury
DIAGNOSA BANDING
a. Oliguria
b. Acute on chronic renal failure
c. Retensi urine
36
I.
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 8 jam/kolf
Furosemid 40 mg 1x1 tab
Ranitidine 2x1 amp IV
Domperidone
II.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
III.
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)
Pemeriksaan faal ginjal (ureum, creatinin)
Pemeriksaan elektrolit (natrium, kalium, klorida)
Pemeriksaan gula darah, gula darah rutin
Pemeriksaan urinalisa
USG ginjal dan abdomen
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Follow up
37
Hari /
Subject
Object
Assesment
Plan danAnjuran
Tanggal
Selasa
27/12/2016
- Perut
terasa
sakit
- Badan
mudah
lelah
KU : sakitsedang
TTV :
Kesadaran: CMC
- mual (+)
- acute
kidney injury
- hipertensi
stage 2
- muntah (-)
- kaki terasa kaku
- BAB (-)
Terapi
-IVFD NaCL 0,9% 8
jam/kolf
- ceftriaxone 2x2 gr
Nafas : 19 x/menit
- candesartan 1x 16 mg
Suhu : 37.8 C
- Sakit kepala
- Badan
terasa
kaku
- Badan lemah
KU : sakit sedang
TTV :
Kesadaran: CMC
Tek.darah : 160/100
acute kidney
injury
- hipertensi
stage 2
Terapi
- IVFD NaCL 0,9% 8
jam/kolf
- ceftriaxone 2x2 gr
mmHg
Nadi : 83 x/menitreguler
- candesartan 1x 16 mg
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36.5 C
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
38
Kamis
29/12/2016
- Perut
terasa
sakit
- Badan
mudah
lelah
- mual (+)
- muntah (-)
- kaki terasa kaku
- BAB (-)
KU : sakitsedang
TTV :
Kesadaran: CMC
Tek.darah:150/100 mmHg
Nadi : 80 x/menitreguler
Nafas : 168x/menit
Suhu : 36.5 C
acute kidney
injury
- hipertensi
stage 2
Terapi:
-istirahat
- IVFD NaCL 0,9% 8
jam/kolf
- ceftriaxone 2x2 gr
-lasix 2x1 amp iv
- candesartan 1x 16 mg
-asam folat 3x1 mg
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
39
Jumat
- Sesak nafas
terasa
KU : sakitsedang
TTV :
Kesadaran: CMC
Tek.darah:160/100 mmHg
Nadi : 86x/menitreguler
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36.8 C
acute kidney
injury
- hipertensi
stage 2
Terapi :
istirahat
- IVFD NaCL 0,9% 8
jam/kolf
- ceftriaxone 2x2 gr
-lasix 2x1 amp iv
- vit k 3x1 mg
-asam folat 3x1 mg
- furosemid 1x1 mg
- domperidone 3x1 mg
40
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki 50 tahun diarawat di RSUD solok
masuk bangsal penyakit dalam pria pada tanggal 26 desember 2016 dengan diagnosa akhir
Akut Kidney injury. Dari anamnesa ditemukan Nyeri perut sebelah kanan sejak 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut yang dirasakan seperti ditusuk tusuk.
Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang. Nyeri pinggang
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri pinggang dirasakan pada bagian pinggang
sebelah kiri dan kanan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk dan timbulnya mendadak.
Nyeri pinggang ini dirasakan bertambah sakit jika pasien beraktivitas dan berkurang jika
pasien tidur terlentang. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu.
Nyeri ulu hati ini dirasakan menetap dan disertai dengan rasa mual. Pasien mengeluhkan
bengkak pada keempat anggota gerak. Bengkak pada keempat anggota gerak ini dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien merasakan sakit pada persendian anggota
gerak. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan dirasakan
sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan mual sejak 1
minggu yang lalu. Mual yang dirasakan tidak disertai dengan muntah. Keluhan pasien ini
tidak disertai dengan demam, sesak nafas, nyeri dada, BAB hitam dan muntah darah. Dan
pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 140/100 mmHg, Nadi 90 x/i, Pernafasan
20 x/i, Suhu 370 C, Tinggi Badan 160 cm, Berat badan 58 kg, BMI 22,65 (normoweight)
Acute kidney injury merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diagnosis AKI ditegakkan berdasarkan
klasifikasi RIFLE/AKIN, yang selain menggambarkan berat penyakit juga dapat
menggambarkan prognosis kematian dan prognosis kebutuhan terapi pengganti ginjal.
Diagnosis dini yang meliputi diagnosis etiologi, tahap penyakit, dan komplikasi AKI
mutlak diperlukan. Tata laksana AKI
mencakup upaya tata laksana etiologi, pencegahan penurunan fungsi ginjal lebih jauh,
terapi cairan dan nutrisi, serta tata laksana komplikasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
7. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I, Edisi IV. Hal: 455-459. Pusat
Penererbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Juni 2006.
8. Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2 . Hal 408-423. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 2008
9. Gani, Abdulah. Gastroentero Hepatologi: Edisi I. Hal 370-381. Info Medika
Airlangga. Jakarta: 1990
10. Axelrod, David, MD,MBA. Hepatocellular Carcinoma diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview last up date: 22 Juli 2016
42
43
44
45