Taksonomi Bloom PDF
Taksonomi Bloom PDF
d. Analisis (analysis)
Mengacu kepada kemampun menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktorfaktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan
yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan
tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
e. Sintesis (synthesis)
Mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga
membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerluakn tingkah laku yang
kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada
kemampuan sebelumnya.
f.
Evaluasi (evaluation)
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakangerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa
menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat
minimum.
d. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan
mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik
maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat
kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi
instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau
pelaksanaan, di mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat
kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan
dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung
jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain,
dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang.
Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi
afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang
harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil
belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan. Sedangkan psikomotor
hanya mengarah pada memahami, mengetahui dan merefleksikan pada tidakan seperti
menjawab pertanyaan, protes dan melangkah kedepan untuk mengkritik seseorang.
Psikomotor hanyalah sebuah sikap dan segala refleksinya. Siswa yang kemampuan
psikomotornya rendah walaupun mempunya banyak gagasan dan ide namun tidak mampu
mengutarakan ide tersebut dikarenakan dia terbiasa menuangkannya pada secarik kertas,
buikan pada sikap.
Ada beberapa model pemebelajaran afektif. Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih
Sukmadinata (2005) akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang populer
dan banyak digunakan.
1. Model Konsiderasi
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan, dan sibuk dan
sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi (consideration
model) siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka
dapat bergaul, bekerja sama, dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi:
menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi
meminta siswa menganalisis situasi untuk menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi
berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain
siswa menuliskan responsnya masing-masing
siswa menganalisis respons siswa lain
mengajak siswa melihat konsekuesi dari tiap tindakannya
meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri
2. Model pembentukan rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala
aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara
eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut. Model
pembentukan rasional (rational building model) bertujuan mengembangkan kematangan
pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional:
menigidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian atau penyimpangan tindakan
menghimpun informasi tambahan
menganalisis situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atau ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat
mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya,
mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuen-ketentuan legal dalam
masyarakat
3. Klarifikasi nilai
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak.
Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan pendekatan mengajar dengan
menggunakan pertanyaan atau proses menilai (valuing process) dan membantu siswa
menguasai keterampilan menilai dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model
ini bertujuan, agar para siswa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan
merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai:
pemilihan: para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah
alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-akibatnya
mengharagai pemilihan: siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-mempertegas
pilihannya
berbuat: siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya, mengulanginya
pada hal lainnya
4. Pengembangan moral kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi atau reorganisasi
kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui tahap pra-konvensi, konvensi dan
pasca konvensi. Model ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampauan
mempertimbangkan nilai moral secara kognitif.
Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif
menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau pertentangan
nilai
siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral tertentu,
siswa diminta mendiskusikan/ menganalisis kebaikan dan kejelekannya,
siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik,
siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan
pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya
menghargai potensi dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator/konselor dalam
pengembangan kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa
mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirekif:
(1) menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas,
(2) pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang
dihadapinya,guru menerima dan memberikan klarifikasi,
(3) pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah, guru memberikan
dorongan,
(4) perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan menentukan keputusan,
guru memberikan klarifikasi,
(5) integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatankegiatan positif.
Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan
pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah
afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai.
Dengan adanya pembelajaran dengan model CTL diharapkan siswa dapat belajar secara
efektif dan menyenangkan sehingga dapat memenuhi standar kelulusan yang telah ditentukan
oleh BSNP.
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil
afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi
cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah
kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan
dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar
dalam bidang pendidikan.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang
yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar
secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu
membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah
ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat
kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk
itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan
ranah afektif.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh
kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif
terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini,
namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk
meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang
optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta
didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
Sedangkan pembelajaran aktif menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu
Aryani (2007:xvi) adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar
secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi
aktifitas pembelajaran.
Dalam proses belajar mengajar agar didapatkan suatu hasil yang maksimal maka diperlukan
suatu teknik pembelajaran yang efisien dan afektif sehingga tidak mengahabiskan waktu yang
lama dan bertele-tele yang kadang hasilnya kurang memuaskan, apalagi untuk siswa didik
yang mengikuti program akselerasi yang waktu belajarnya relatif lebih cepat dibanding
dengan siswa didik yang duduk di kelas regular