dijadikan
Melalui ayat ini, Allah SWT mengingatkan kepada para orang kafir yang
hanya disibukkan dengan harta benda dan anak sehingga berpaling
dari kebenaran yang Haq, yaitu al-Haqq, Allah SWT. Ayat ini
menjelaskan peringatan Allah kepada mereka bahwa harta benda
bukan tujuan hidup dan sangat tidak baik menjadikan harta benda
sebagai tujuan hidup yang kemudian melalaikan amal-amal akhirat di
mana dunia sebagai ladangnya.
Islam memandang harta sebagai sekadar sarana untuk hidup, bukan
sebaliknya. Itulah kenapa, kekayaan sesungguhnya bukan untuk
mencapai kepuasan secara materi saja sebagaimana dimaksudkan
dalam ekonomi konvensional. Hal ini karena secara fitrahnya, secara
kodratnya, manusia tidak akan pernah puas berkaitan dengan materi
tersebut. Dalam ekonomi Islam, orientasi berekonomi, atau disebut
dengan motif ekonomi adalah tidak hanya kebahagiaan di dunia,
bahkan dan yang terpenting kebahagiaan akhirat. Artinya bahwa,
dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja
dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka katakata yang baik.
Ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya. Jika ayat sebelumnya Allah
SWT memerintahkan untuk memberikan harta kepada anak yatim yang
menjadi haknya, namun di sini Allah SWT melarang jika mereka masih dalam
kondisi sufaha (bodoh) karena masih kecil atau belum baligh. Hal ini sangat
penting mengingat pengelolaan harta benda oleh manusia harus dilakukan
atas dasar prinsip amanah. Allah SWT memerintahkan agar menunaikan
amanah kepada yang berhak dan bagi yang mendapat amanah diperintahkan
untuk menjaga amanah tersebut. Termasuk amanah Allah SWT adalah harta
benda.
Solusinya adalah, Allah memerintahkan kepada mereka yang diserahi
tanggung jawab menjaga harta anak yatim tersebut, untuk mengatur
keuangan mereka, dengan memberikan mereka belanja dan pakaian dengan
tata cara dan tutur kata yang baik.
Berkaitan dengan amanah Allah, maka dapat dipahami bahwa harta benda
pada hakikinya bukan milik manusia itu sendiri, melainkan milik Allah SWT.
Harta itu kemudian oleh Allah dititipkan kepada manusia untuk dikelola
dengan baik dan benar sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT.
38. Maka berikanlah kepada Kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan[1171].
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka Itulah orang-orang beruntung.
39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).
Keadilan dan keseimbangan ekonomi
10. apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.