Anda di halaman 1dari 34

AL-HASR 15-17

[13] Yakni orang-orang Yahudi yang terlantar dan dikhianati kawan-kawan mereka.
[14] Maksudnya, Yahudi Bani Qainuqa'. Ada pula yang menafsirkan dengan kaum
musyrikin Mekah yang terbunuh dalam perang Badar, dimana hal itu terjadi sebelum
pengusiran Bani Nadhir. Menurut Ibnu Katsir, bahwa yang lebih mirip dengan
kebenaran adalah bahwa mereka ini adalah orang-orang Yahudi Bani Qainuqa, dimana
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengusir mereka sebelumnya.
[15] Maksud akibat buruk perbuatan mereka adalah mereka (orang-orang Yahudi Bani
Qainuqa) diusir dari Madinah ke Syam. Atau jika tertuju kepada kaum musyrikin Mekah
yang terbunuh dalam perang Badar adalah bahwa mereka kalah dalam perang Badar,
tokoh-tokoh mereka tewas terbunuh, sebagiannya melarikan diri dan sebagian lagi
tertawan, dan mereka merasakan akibat kesyirkkan dan kezaliman mereka. Ini
merupakan azab untuk mereka di dunia, sedangkan di akhirat mereka mendapatkan
azab yang pedih.
[16] Ia menghias kekafiran dan mengajak kepadanya.
[17] Yakni aku tidak dapat menghilangkan azab yang menimpamu dan tidak dapat
memberikan kebaikan kepadamu meskipun sedikit.
[18] Yaitu pengajak (setan) dan yang diajak (manusia ketika ia menurutinya).
[19] Sebagaimana firman Allah Taala, Sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak
golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.(Terj.
Fathir: 6) Inilah kebiasaan setan terhadap orang-orang yang menjadikannya sebagai
walinya, ia mengajak mereka kepada hal yang membahaya mereka dengan tipuan yang
seakan-akan mengajak mereka kepada kebaikan, kemudian ketika mereka telah jatuh ke
dalam jaringnya dan telah diliputi oleh sebab-sebab kebinasaan, maka ia (setan)
berlepas diri dan berpisah dari mereka. Maka celaan sebanyak-banyaknya kepada
mereka yang menaati setan yang telah diingatkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dimana
Dia telah memberitahukan maksud dan tujuan setan. Oleh karena itu, orang yang
mendatanginya adalah pelaku maksiat di atas ilmu dan ia tidak mendapatkan uzur.
[20] Yang ikut serta dalam kezaliman dan kekafiran, meskipun mereka berbeda-beda
dalam hal kerasnya azab dan beratnya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hasyr-ayat-11-17.html#more

AN-NISA 141
[1] Mereka pun sudah menyiapkan alasan jika terjadi sesuatu yang menimpa kaum
mukmin agar tidak disalahkan.
[2] dan ghanimah.
[3] Yakni sama denganmu dalam agama dan ikut berjihad. Mereka memperlihatkan,
bahwa diri mereka ikut bersama kaum mukmin, baik lahir maupun batin agar tidak

disalahkan, tidak dicela dan agar mereka mendapatkan ghanimah dan fai' (harta
rampasan tanpa melalui peperangan).
[4] Digunakan kata "nashiibun" (bagian) bukan fat-h (kemenangan), karena orangorang kafir tidak mendapatkan kemenangan yang menjadi awal untuk kemenangan
selanjutnya. Kalau pun mendapatkan kemenangan, namun itu tidak selamanya.
[5] Yaitu dengan membukakan rahasia-rahasia orang mukmin dan menyampaikan hal
ihwal mereka kepada orang-orang kafir, dan kalau pun mereka berperang bersama kaum
mukmin, maka mereka berperang dengan tidak sepenuh hati.
[6] Dengan tidak membantu mereka dan menyampaikan kepada kaum kafir keadaan
kaum mukmin atau dengan menyalahkan pendapat kaum mukmin, membuat mereka
benci berperang, memberikan bantuan kepada musuh dsb.
[7] Dengan memisahkan orang-orang mukmin dan orang-orang munafik, serta
memasukkan orang-orang mukmin ke dalam surga, sedangkan orang-orang munafik
dimasukkan ke dalam neraka.
[8] Oleh karena itu, akan senantiasa ada segolongan kaum mukmin yang tegak di atas
kebenaran meskipun mereka tidak dibantu dan banyak yang menyelisihi, dan Allah akan
senantiasa mengadakan sebab kemenangan bagi kaum mukmin dan menyingkirkan
kekuasaan kaum kafir terhadap kaum mukmin. Oleh karenanya, meskipun sebagian
kaum muslim berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir, namun mereka tetap
dihormati, tidak direndahkan dan tidak dipermasalahkan, bahkan mereka mendapatkan
kemuliaan yang sempurna dari sisi Allah, wal hamdulillah awwalan wa aakhira wa
zhaahiran wa baatinan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#more

AT-TAUBAH 68-69
[16] Sebagai balasan untuk mereka.
[17] Yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.
[18] Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengumpulkan kaum munafik dan orang-orang kafir
di dalam neraka karena mereka berkumpul di atas kekafiran ketika di dunia, menentang
Allah dan Rasul-Nya serta kafir kepada ayat-ayat-Nya.
[19] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperingatkan kaum munafik agar
mereka menyadari bahwa jika mereka tetap di atas sikapnya itu, mereka bisa
memperoleh azab seperti yang menimpa generasi sebelum mereka yang mendustakan
para rasul.
[20] Termasuk di antaranya mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-6274.html#more

AN-NISA 145-147
[18] Hal itu, karena mereka berbuat syirk kepada Allah, memerangi rasul-Nya, membuat
makar dan tipu daya terhadap kaum mukmin serta melancarkan serangan kepada kaum
mukmin secara diam-diam. Mereka sudah merugikan umat Islam, namun mereka
disikapi oleh kaum muslim secara baik karena zhahirnya yang menampakkan keislaman.
Mereka memperoleh sesuatu yang sebenarnya tidak mereka peroleh. Karena inilah
mereka mendapatkan siksa yang paling keras dan tidak ada yang menolong mereka dari
azab itu. Ayat ini adalah umum, mengena kepada setiap orang munafik, kecuali orang
yang dikaruniakan Allah bertobat dari segala maksiat.
[19] Dari kemunafikan.
[20] Memperbaiki diri berarti mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik untuk
menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
[21] Yakni membersihkan amalan mereka dari riya' dan kemunafikan. Disebutkan kata
"berpegang teguh kepada Allah dan berbuat ikhlas" setelah kata memperbaiki diri
meskipun sudah cukup dengan kata-kata "memperbaiki diri" adalah karena pentingnya
masalah tersebut, khususnya dalam usaha membersihkan diri dari nifak. Oleh
karenanya, kemunafikan sangat sulit disingkirkan kecuali dengan benar-benar
berpegang teguh kepada Allah, kembali dan meminta kepada-Nya agar disingkirkan
serta berbuat ikhlas.
[22] Baik ketika di dunia, di alam barzakh maupun di hari kiamat.
[23] Yaitu surga.
[24] Syukur artinya tunduknya hati dan pengakuannya terhadap nikmat Allah, lisan
memuji Allah dan anggota badan mengerjakan ketaatan kepada Allah, serta tidak
menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat.
[25] Allah mensyukuri hamba-hamba-Nya dengan memberi pahala terhadap amal-amal
hamba-Nya, memaafkan kesalahannya dan menambah nikmat-Nya. Oleh karena itu,
barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberikan
ganti yang lebih baik.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-141-147.html#more

AL-FATH AYAT 6
[13] Yaitu menyangka bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan menolong RasulNya dan kaum mukmin.
[14] Kaum munafik laki-laki maupun perempuan, demikian pula kaum musyrik laki-laki
maupun perempuan, maka Allah akan mengazab mereka dan memperlihatkan kepada
mereka sesuatu yang menyakitkan mereka, karena maksud mereka adalah agar kaum
mukmin terlantar dan karena mereka berprasangka buruk kepada Allah, yakni bahwa
Allah tidak akan menolong agama-Nya, tidak akan meninggikan kalimat-Nya, dan

bahwa orang yang berada di atas kebatilan akan terus berada di atas orang-orang yang
berada di atas yang hak.
[15] Karena perbuatan mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.
[16] Yakni menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-fath-ayat-1-9.html#more

AL-HADID 13-15
[1] Ketika itu cahaya orang-orang munafik padam dan mereka berada dalam kegelapan
sambil merasa heran, sedangkan mereka melihat cahaya orang-orang mukmin tetap
bersinar dan mereka berjalan dengannya, maka mereka berkata kepada orang-orang
mukmin seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.
[2] Agar kami dapat selamat dari azab.
[3] Yaitu yang berada dekat orang-orang mukmin.
[4] Yaitu yang dekat dengan orang-orang munafik.
[5] Yakni di dunia, kami sama seperti kamu mengucapkan Laailaahaillallah, kami
shalat, kami puasa dan beramal seperti amal kamu?
[6] Ya, benar secara zhahir amalmu sama seperti amal kami, akan tetapi amalmu adalah
amal orang-orang munafik yang tidak didasari iman dan niat yang benar.
[7] Dengan berbuat munafik.
[8] Bahwa kamu akan mendapatkan seperti yang didapatkan kaum mukmin, namun
kamu tidak yakin.
[9] Yaitu kematian, sedangkan kamu dalam keadaan seperti itu.
[10] Setan telah menghias kekafiran dan keragu-raguan kepada kamu, lalu kamu merasa
tenang dengannya dan kamu percayai janjinya yang dusta dan membenarkan beritanya.
[11] Meskipun kamu menebus dirimu dengan emas sepenuh bumi.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hadid-ayat-13-21.html#more

AS-SAF 5
Sikap orang-orang Yahudi terhadap Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimas salam dan
bagaimana keduanya mendapatkan gangguan di jalan Allah, dimana di sana terdapat
hiburan bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap gangguan yang
diterimanya dari kaum Quraisy. - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsirash-shaff-ayat-1-14.html#more[7] Dengan kata-kata dan perbuatan.

[8] Yang seharusnya dihormati, dimuliakan, diikuti perintahnya dan diikuti


ketetapannya. Hal itu, karena rasul telah berbuat baik kepada manusia yang seharusnya
dibalas dengan kebaikan. Menimpalinya dengan keburukan merupakan tindakan kurang
ajar, berani dan menyimpang dari jalan yang lurus.
[9] Dengan sengaja.
[10] Maksudnya karena mereka berpaling dari kebenaran, maka Allah membiarkan
mereka sesat dan bertambah jauh dari kebenaran sebagai hukuman terhadap
penyimpangan mereka atas pilihan mereka sehingga Allah tidak memberi mereka taufiq
kepada petunjuk karena memang mereka tidak layak memperolehnya dan tidak cocok
mendapatkan kebaikan.
[11] Yaitu mereka yang senantiasa berlaku fasik dan tidak ada maksud mencari petunjuk.
Ayat yang mulia ini memberikan faedah bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah
menyesatkan seseorang karena Dia berbuat zalim kepada mereka, bahkan karena
keadilan-Nya dan bahwa mereka tidak memiliki hujjah terhadap-Nya. Yang demikian
disebabkan oleh mereka sendiri; mereka tutup untuk diri mereka pintu petunjuk setelah
mereka mengetahuinya sehingga Allah membalas mereka dengan menyesatkan dan
menyimpangkan mereka serta membalikkan hati mereka sebagai hukuman dan keadilan
dari-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-ash-shaff-ayat-1-14.html#more

AL-BAQARAH 26-27
[4] Mereka tidak bisa memahami perumpamaan itu.
[5] Perumpamaan yang dibuatkan oleh Allah Ta'ala itu merupakakan ujian untuk
membedakan siapa yang mukmin dan siapa yang kafir. Oleh karena itu, dengan
perumpamaan itu ada yang disesatkan Allah karena olok-olokkan yang mereka lakukan
dan ada juga yang ditambahkan oleh-Nya iman dan hidayah dari-Nya. Disesatkan Allah
berarti bahwa orang itu sesat karena keingkarannya dan tidak mau memahami
petunjuk-petunjuk Allah. Allah tidaklah menzhalimi seorang pun, karena tidak ada yang
dijauhkan dari yang hak kecuali karena perbuatannya yang keluar dari keta'atan kepadaNya dan karena mereka tidak cocok memperoleh hidayah-Nya sesuai kebijaksanaan-Nya
[6] Padahal mereka telah berjanji untuk mentauhidkan Allah Ta'ala dan menta'ati-Nya
serta beribadah kepada-Nya sebagai amanah yang dibebankan kepada mereka ketika
langit, bumi dan gunung enggan memikulnya karena khawatir tidak bisa melaksanakan,
diperkuat lagi dengan diutusnya para rasul dan diturunkan kitab-kitab agar mereka mau
memenuhi amanah itu. Di samping itu, mereka juga melanggar ajaran Allah seperti
dengan memutuskan tali silaturrahim dan menyebarkan kerusakan di muka bumi,
mereka itulah orang-orang yang rugi di dunia dan akhirat.
[7] Ada yang menafsirkan sebagai menyambung tali silaturrahim dan ada yang
menafsirkan lebih luas lagi, yaitu memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk
disampaikan berupa hak-hak. Kepada Allah Ta'ala, seperti dengan beriman dan
beribadah kepada-Nya. Kepada rasul-Nya, seperti dengan beriman kepadanya,
mencintainya, membelanya dan memenuhi hak-haknya. Demikian juga termasuk ke
dalamnya memenuhi hak orang tua, kerabat dan orang lain.

- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-2629.html#sthash.d91ZU0ZE.dpuf

AL-MAIDAH 47-50
[37] Orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah bisa menjadi kafir apabila ia
menghina hukum Allah, menganggap halal berhukum dengan hukum selain Allah,
menganggap bahwa hukum selain Allah lebih baik atau lebih cocok dipakai seperti
orang-orang yang membuat undang-undang yang menyalahi syariat Islam, di mana
mereka tidaklah membuat undang-undang tersebut kecuali karena adanya anggapan
bahwa hukum Allah tidak cocok lagi atau kurang tepat dsb.
Orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah bisa juga menjadi zalim (tidak kafir)
apabila ia melakukan hal itu, namun ia yakin bahwa hukum Allah-lah yang benar, yang
baik, yang cocok, hukum yang dipakainya yang salah, ia juga tidak meremehkannya.
Dan bisa menjadi fasik (tidak kafir), apabila ia melakukan hal itu (yakni tidak
menggunakan hukum Allah) karena ada rasa sayang kepada orang yang terkena
hukuman itu atau karena diberi sogokan (risywah) namun ia tetap yakin bahwa hukum
Allah-lah yang benar dan hukumnya yang salah, seperti karena si pencuri itu adalah
kerabatnya dsb.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-3847.html#more
[1] Maksudnya Al Quran mengandung apa yang dikandung dalam kitab-kitab
sebelumnya, dan menambah lagi tuntutan-tuntutannya dan akhlak bagi diri. Al Qur'an
mengandung semua kebenaran yang dibawa kitab-kitab sebelumnya, sehingga ia
memerintahkannya dan mendorongnya. Di dalam Al Qur'an terdapat berita tentang
orang-orang yang terdahulu dan yang akan datang, di dalamnya terdapat hukum dan
hikmah serta hukum-hukum yang ditunjukkan kitab-kitab sebelumnya, oleh karenanya
isi kitab-kitab terdahulu, jika disaksikan oleh Al Qur'an sebagai kebenaran, maka hal itu
diterima, namun jika tidak disaksikan demikian, bahkan didustakan, maka hal itu
ditolak karena telah dirobah oleh tangan manusia.
[2] Maksudnya umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan umat-umat
yang sebelumnya.
[3] Aturan di sini seperti yang tertera dalam Al Quran, dan jalan yang terang di sini
adalah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penjelasan atau praktek
nyata dari Al Quran. Dengan demikian, sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
merupakan tolok ukur benar tidaknya kita memahami Al Quran.
Syari'at bagi setiap umat berbeda-beda sesuai kondizi zaman dan keadaan pada waktu
itu, dan semua syari'at itu merujuk kepada keadilan yang memang layak diterapkan
pada zaman itu, adapun ushul (dasar-dasar agama) yang menjadi maslahat dan
kebijaksanaan di setiap zaman, maka tidak berbeda-beda, seperti pada ayat berikut:
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-

orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membangga-banggakan diri." (Terj. An Nisaa': 36)
dan ayat-ayat yang lain seperti di surat Al Baqarah: 83 dan 177, Al An'aam: 151-153, Al
Israa': 23-38 dan Luqman: 12-19.
[4] Kalau Allah menghendaki, tentu Dia menjadikan kamu satu umat saja dan di atas
satu syari'at, akan tetapi Dia pecah-pecahkan kamu untuk mengujimu terhadap syari'at
yang berbeda sesuai keadaan waktu itu, agar Dia melihat siapa di antara kamu yang taat
dan siapa di antara kamu yang bermaksiat. Demikian juga agar kamu dapat berlombalomba dalam kebaikan dengan umat sebelum kamu.
[5] Ayat ini menunjukkan agar seseorang bersegera melaksanakan ketaatan dan tidak
menundanya, seperti melaksanakan shalat di awal waktu, dan agar seseorang tidak
membatasi diri melakukan kewajiban saja, bahkan sepatutnya ia mengerjakan hal yang
sunat yang mampu dikerjakan agar amalan menjadi sempurna dan dapat membalap
orang lain dalam mengerjakan kebaikan.
[6] Baik kamu maupun umat-umat terdahulu.
[7] Tentang syari'at dan amal, lalu Dia akan memberikan balasan kepada pengikut
kebenaran dan pelaku amal salih, serta akan memberikan balasan kepada pengikut
kebatilan dan pelaku amal buruk.
[8] Yaitu yang disebutkan dalam Al Qur'an dan As Sunnah, dan itulah keadilan.
[9] Sehingga kamu meninggalkan hukum Allah karena mengikuti hawa nafsu mereka.
[10] Untuk dosa-dosa ada hukumannya, baik segera maupun ditunda nanti, di antara
hukuman yang paling besar adalah dijadikan indah kemaksiatan akibat kefasikannya.
[11] Hukum jahiliah adalah setiap hukum yang menyelisihi hukum Allam dan RasulNya. Barang siapa yang berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia ditimpa
bala' dengan hukum jahiliah yang tegak di atas kebodohan, kezaliman dan kesesatan,
adapun hukum Allah, maka ia tegak di atas ilmu, keadilan, cahaya dan petunjuk.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-4856.html#more

AL-HUJURAT 6
Ayat ini juga sama menerangkan adab yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang
berakal, yaitu apabila ada orang fasik yang memberitahukan kepada mereka suatu
berita, maka hendaknya mereka menelitinya dan tidak langsung menerima beritanya,
karena jika demikian terdapat bahaya yang besar dan terjatuh ke dalam dosa. Hal itu
karena jika berita orang fasik menempati posisi berita orang yang yang benar lagi adil
sehingga dibenarkan dan dilanjutkan konsekwensinya tentu akan menimbulkan bahaya,
seperti binasanya jiwa dan harta tanpa alasan yang benar sehingga membuat seseorang
menyesal. Oleh karena itu, yang wajib dalam menerima berita orang fasik adalah

tatsabbut (meneliti), jika ada dalil dan qarinah (tanda) yang menunjukkan
kebenarannya, maka diberlakukan dan dibenarkan. Tetapi jika dalil dan qarinah
menunjukkan kedustaannya, maka didustakan dan tidak diberlakukan. Dalam ayat ini
terdapat dalil bahwa berita orang yang jujur adalah diterima dan bahwa berita orang
yang berdusta adalah ditolak, sedangkan berita orang fasik, maka tergantung dalil dan
qarinah. Oleh karena itulah, kaum salaf sampai menerima banyak riwayat dari orangorang Khawarij yang terkenal kejujurannya meskipun fasik, demikianlah yang
diterangkan oleh Syaikh As Sadiy. - See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hujuraat-ayat-1-11.html#more

AL-HUJURAT 7-8
[14] Yakni hendaknya kamu tetap mengetahui, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam masih berada di tengah-tengah kamu; dimana Beliau adalah orang yang baik,
mulia, cerdas dan menginginkan kebaikan bagi kamu, sedangkan kamu menginginkan
yang buruk bagimu yang Beliau tidak setuju dengannya. Kalau sekiranya, Beliau menaati
kamu dalam banyak hal, tentu yang demikian akan memberatkan kamu dan
menyusahkan kamu, akan tetapi Beliau membimbing dan memilihkanyang terbaik
bagimu. Dan Allah Taala yang menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menghiasinya di hati kamu. Dia telah menanamkan ke dalam hatimu rasa cinta kepada
kebenaran dan mengutamakannya, disamping Dia telah menegakkan syahid (penguat)
dan bukti yang menunjukkan kebenarannya, dan siapnya hati serta fitrah untuk
menerimanya. Demikian juga karena Dia telah memberikan taufik kepada kamu untuk
kembali kepada-Nya, dan karena Dia telah membuat kamu benci kepada kekafiran dan
kefasikan (dosa-dosa besar) serta kemaksiatan (dosa-dosa kecil), Dia telah menanamkan
rasa benci terhadapnya ke dalam hatimu, tidak ada keinginan untuk melakukannya dan
karena Dia telah menegakkan dalil dan syahid yang menunjukkan kebatilannya,
disamping itu, fitrah juga tidak mau menerimanya.
[15] Oleh karena itu, janganlah berkata yang batil, karena Allah akan
memberitahukannya segera.
[16] Seperti mengikuti berita yang kamu sampaikan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
[17] Bisa juga diartikan, tentu kamu berdosa, bukan Beliau.
[18] Yaitu orang-orang yang telah dihiasi (dijadikan indah) oleh Allah keimanan dalam
hatinya, dibuat cinta kepadanya, serta dibuat benci kepada kekafiran, kefasikan dan
kemaksiatan.
[19] Yaitu mereka yang baik ilmu dan amalnya, tetap lurus di atas agama dan jalan yang
lurus. Kebalikan dari mereka adalah orang-orang yang sesat, dimana Dia telah
menjadikan mereka cinta kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan serta
menjadikan mereka benci kepada keimanan. Dosanya adalah dosa mereka, karena
ketika mereka berbuat fasik, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengunci hati mereka
sebagaimana firman-Nya, Wa lammaa zaaghu azaaghallahu quluubahum (ketika
mereka menyimpang, maka Allah menyimpangkan hati mereka), dan karena mereka
tidak beriman kepada kebenaran saat ia datang pada pertama kali, maka Allah balikkan
hati mereka.

[20] Maksudnya, kebaikan yang diperoleh mereka adalah karena karunia Allah dan
ihsan-Nya kepada mereka, bukan karena usaha dan kekuatan mereka.
[21] Dia mengetetahui siapa yang mensyukuri nikmat sehingga Dia memberinya taufik
dengan orang yang tidak mensyukurinya, sehingga Dia meletakkan karunia-Nya sesuai
kebijaksanaan-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-hujuraat-ayat-111.html#more

AL-MUNAFIQUN AYAT 5
[18] Terhadap hal yang terjadi padamu agar keadaanmu menjadi baik dan amalmu
diterima.
[19] Mereka menolak meminta doa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[20] Dari kebenaran sambil membencinya.
[21] Inilah keadaan mereka ketika diajak meminta doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan hal ini termasuk kelembutan Allah dan karamah(kemuliaan)-Nya kepada
Rasul-Nya yaitu mereka (kaum munafik) tidak mau datang kepada Beliau agar Beliau
memintakan ampunan untuk mereka, dan sama saja bagi mereka baik Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memintakan ampunan untuk mereka atau tidak, maka Allah
Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan mengampuni mereka karena mereka adalah orangorang yang fasik; yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan mengutamakan kekafiran
daripada keimanan. Oleh karena itu, istighfar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam tidaklah bermanfaat bagi mereka meskipun melakukan istighfar untuk mereka
sebanyak tujuh puluh kali (lihat At Taubah: 80).
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-munafiqun-ayat-111.html#more

AT-TAUBAH 80-84
[8] Sehingga permintaan ampun untuk mereka dan amal mereka tidak bermanfaat.
[9] Hal ini menunjukkan ketidakadaan iman dalam hati mereka dan lebih memilih
kekufuran daripada keimanan. Perbuatan mereka ini mengandung banyak perkara dosa,
dari mulai takhalluf (meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), ridha di
atas sikap itu dan bergembira.
[10] Mereka lebih suka istirahat yang sebentar daripada istirahat yang kekal
[11] Di dunia.
[12] Di akhirat.
[13] Berupa kekufuran, kemunafikan dan tidak mau taat kepada perintah Tuhan mereka.

[14] Disebutkan suatu golongan, karena di antara mereka ada yang bertobat dari
kemunafikan dan menyesali sikap mereka meninggalkan berperang, maka sebagai
hukuman bagi mereka, mereka tidak diizinkan ikut berperang.
[15] Setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam selesai dari perang Tabuk
dan kembali ke Madinah lalu bertemu segolongan orang-orang munafik yang tidak ikut
perang, mereka meminta izin kepada Beliau untuk ikut berperang pada peperangan yang
lain, maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dilarang oleh Allah untuk
mengabulkan permintaan mereka, karena mereka sejak awal tidak mau berperang
sebagai hukuman bagi mereka, di samping itu ikut sertanya mereka menimbulkan
mafsadat.
[16] Ayat ini turun ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyalatkan
Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafik. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu
Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa ketika Abdullah bin Ubay wafat, maka anaknya
datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, Wahai Rasulullah,
berikanlah gamismu agar aku kafankan dia dengannya. Salatkanlah dia dan mintakanlah
ampunan untuknya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan gamisnya dan
bersabda, Beritahukan saya (jika sudah selesai dikafankan), agar saya
menyalatkannya. Maka diberitahukanlah kepada Beliau. Ketika Beliau hendak
menyalatkannya, maka Umar radhiyallahu 'anhu menarik Beliau dan berkata,
Bukankah Allah melarang engkau menyalatkan orang-orang munafik? Beliau
bersabda, Aku berada di antara dua pilihan. Dia berfirman, (Sama saja) engkau
(Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan
bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali,
Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Maka Beliau pun
menyalatkannya, kemudian turunlah ayat kepada Beliau, Wa laa tushalli alaa ahadim
minhum...dst.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-at-taubah-ayat-7589.html#more

AL-BAQARAH 108
[4] Di ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala melarang kaum mukmin dan orang-orang
Yahudi meminta kepada rasul mereka (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam)
seperti halnya Nabi Musa 'alaihis salam diminta juga dahulu.
[5] Sebagian mufassir mengartikan kata "am" (ataukah) dengan "bal" yang artinya
bahkan, sehingga artinya, "Bahkan kamu hendakdst."
[6] Permintaan di sini adalah permintaan atau pertanyaan yang memberatkan diri dan
sikap I'tiraadh (membantah), sebagaimana firman Allah di surat An Nisaa': 153 dan Al
Maa'idah: 101. Adapun pertanyaan dalam arti meminta bimbingan dan pengajaran,
maka hal ini perbuatan terpuji dan diperintahkan sebagaimana firman Allah
Ta'ala "Fas'aluu ahladz dzkri in kuntum laa ta'lamuun" (An Nahl: 43 dan Al Anbiyaa':
7).
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-106113.html#sthash.tQSc96nK.dpuf

AN-NISA 137
[11] Misalnya di samping kekafirannya, ia merendahkan Islam pula.
[12] Ada yang menafsirkan ayat di atas sebagai berikut, "Sesungguhnya orang-orang
yang beriman kepada Nabi Musa, yaitu orang-orang Yahudi, lalu kafir karena
menyembah anak sapi, kemudian beriman lagi setelahnya, lalu kafir lagi kepada Nabi
Isa dan bertambah lagi kekafirannya dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka Allah tidak akan mengampuni mereka selama mereka seperti itu dan
tidak menunjukkan mereka jalan yang lurus." Yakni jauh dari taufiq dan hidayah ke
jalan yang lurus. Ayat di atas juga menunjukkan bahwa jika mereka tidak bertambah
kafir, bahkan kembali kepada Islam serta meninggalkan kekafirannya, maka Allah akan
mengampuni mereka meskipun telah melakukan kemurtadan berkali-kali. Jika orang
yang melakukan kekafiran saja seperti ini, yakni Allah akan menerima tobatnya jika dia
kembali, maka terhadap dosa-dosa yang di bawahnya sudah tentu Allah akan
membukakan pintu tobat kepadanya jika dia kembali bertobat, meskipun ia telah
berkali-kali melakukan dosa.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-135-143.html#more

AN-NISA 115
[12] Yakni jalannya para sahabat dalam beragama baik dalam 'aqidah, manhaj maupun
amal. Berdasarkan ayat ini, ijma' umat ini (ulamanya) adalah hujjah dan terpelihara dari
kesalahan.
[13] Allah membiarkan mereka bergelimang dalam kesesatan. Hal itu, karena dia setelah
mengetahui kebenaran, namun malah meninggalkannya, oleh karena itu Allah
membalasnya dengan adil, yaitu dengan membiarkannya di atas kesesatan dan
kebingungan, dan kesesatannya akan semakin bertambah. Hal ini sebagaimana firman
Allah Ta'ala, "Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan
hati mereka...dst." (Terj. Ash Shaff: 5) dan firman Allah, "Dan (begitu pula) Kami
memalingkan hati dan penglihatan mereka sebagaimana mereka belum pernah
beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat."(Terj. Al An'aam: 110)
Mafhum ayat di atas adalah bahwa barang siapa yang mengikuti Rasul dan jalannya
kaum mukmin, di mana yang terdepannya adalah para sahabat, niatnya juga mencari
ridha Allah, mengikuti rasul-Nya dan menetapi jama'ah kaum muslimin, namun di
tengah perjalanannya muncul kesalahan atau keinginan untuk melakukannya, maka
Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak membiarkannya dan tidak menjadikan setan
menguasai dirinya, bahkan dengan kelembutan-Nya Dia akan menarik orang itu,
menjaganya dan memelihara dari keburukan, sebagaimana firman Allah Ta'ala tentang
Nabi-Nya Yusuf 'alaihis salam, "Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami
yang terpilih." (Terj. Yusuf: 24), yakni dengan sebab keikhlasannya, Allah memalingkan
keburukan dari Beliau, demikian juga Allah memalingkan keburukan dari orang-orang
yang ikhlas lainnya.
[14] Ancaman akibat menyelisihi rasul dan jalannya kaum mukmin ada beberapa
tingkatan yang hanya diketahui tingkatan-tingakatan tersebut oleh Allah, tergantung

keadaan dosa; besar atau kecil. Di antara dosa itu ada yang mengekalkan di neraka, yaitu
syirk dan ada pula yang tidak. Nampaknya ayat selanjutnya merupakan perincian
kemutlakan ini.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-113-121.html#more

AL-IMRAN 90-91
Allah mengancam orang-orang yang kafir setelah beriman kemudian tetap dalam kekafirannya
sampai mati. Allah memberitahukan bahwa taubat mereka tidak akan diterima pada saat kematiannya. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam ayat lain yang artinya, Tiada taubat bagi orang-orang
yang melakukan berbagai keburukan sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di
antara mereka. (QS An-Nisa: 18). Allah berfirman yang artinya, Maka tidak akan diterima
taubatnya. Mereka adalah orang-orang yang sesat. Yakni orang-orang yang meninggalkan kebenaran untuk menuju kebathilan.
Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya, Ibnu Abbas, ia berkata, Sesungguhnya ada suatu kaum
yang masuk Islam, kemudian mereka murtad, kemudian masuk Islam lagi, lalu murtad lagi. Kemudian
dikirim utusan kepada mereka yang bertanya tentang mereka. Lalu mereka menceritakannya kepada
Rasulullah SAW. Maka diturunkanlah ayat yang artinya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir
setelah mereka beriman, kemudian mereka semakin bertambah kekafirannya, tidak akan diterima
taubatnya..
Kemudian Allah Taala berfirman yang artinya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir sedang mereka
tetap dalam kekafirannya, tidak akan diterima dari salah seorang di antara mereka emas sepenuh
bumi jika dijadikan tebusan. Maksudnya, barang siapa mati dalam keadaan kafir, tidak akan diterima
kebaikan darinya, walaupun ia suka menghormati tamu, menolong orang yang kesusahan, dan
memberi makan. Semua itu tidak berguna baginya, walaupun ia telah menginfakkan emas sepenuh
bumi yang dipandangnya sebagai perbuatan taqarub kepada Allah.
Nabi SAW pernah ditanya ihwal Abdullah bin Judan yang suka menjamu tamu, menolong orang yang
kesusahan, dan memberi makan, apakah hal itu bermanfaat baginya?
Nabi bersabda, Tidak. Sesungguhnya ia tidak pernah mengatakan pada suatu hari sepanjang
hidupnya, Tuhanku, ampunilah aku atas kesalahanku pada hari Kiamat..
Demikian pula tidak akan diterima jika dia memberikan tebusan dengan emas sepenuh bumi,
sebagaimana Allah berfirman yang artinya, Tidak akan diterima darinya tebusan dan tidak berguna
pula baginya suatu syafaat.
Allah berfirman yang artinya, Sesungguhnya orang-orang yang kafir sedang mereka tetap dalam
kekafirannya, tidak akan diterima dari seorang di antara mereka emas sepenuh bumi jika dijadikan
tebusan. Itu berarti, tidak ada satu perkara pun yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah
walaupun ia telah mambelanjakan emas sepenuh bumi.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda, Pada hari Kiamat,
seorang penghuni neraka ditanya, Bagaimana pendapatmu jika kamu memiliki sesuatu kekayaan di
bumi, apakah kamu akan menjadikannya untuk tebusan?
Orang itu mengatakan, Ya.
Kemudian Allah Taala berfirman, Sesungguhnya Aku hanya mengharap sesuatu yang lebih rendah
dari itu, suatu janji yang telah Kuambil darimu ketika engkau berada dalam tulang sulbi ayahmu,

Adam, yaitu bahwa engkau tidak akan menyekutukan Aku dengan apa pun, lalu engkau
membangkang dan berbuat syirik..
Allah Taala berfirman yang artinya, Bagi mereka itu adzab yang pedih dan mereka tidak memiliki
penolong. Yakni tidak ada seorang pun yang akan menyelamatkan mereka dari adzab Allah yang
pedih.

AL-MAIDAH 5
[31] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa kali tentang halalnya yang
baik-baik untuk menerangkan nikmat-Nya, mengajak hamba mensyukurinya dan
banyak menyebut nama-Nya, karena Dia telah menghalalkan kepada mereka semua
yang dibutuhkan dan mereka dapat memanfaatkannya.
[32] Yakni Yahudi dan Nasrani, tidak orang-orang kafir yang lain. Hal itu karena Ahli
Kitab masih menyandarkan diri kepada nabi dan kitab. Para rasul semuanya sepakat
haramnya menyembelih untuk selain Allah, karena yang demikian adalah syirk, dan
orang-orang Yahudi serta Nasrani beragama dengan meyakini haramnya menyembelih
kepada selain Allah.
Faedah:
Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya tentang hukum daging ayam impor, ia
menjawab, "Ayam impor dari negara asing, yakni non Islam, jika yang menyembelihnya
adalah Ahli Kitab, yaitu Yahudi atau Nasrani maka boleh dimakan dan tidak
sepantasnya dipertanyakan bagaimana cara penyembelihannya atau apakah disembelih
atas nama Allah atau tidak? Yang demikian itu karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
pernah memakan daging domba yang dihadiahkan oleh seorang perempuan yahudi
kepadanya di Khaibar, dan beliau juga memakan makanan ketika beliau diundang oleh
seorang yahudi, yang di dalam makan itu ada sepotong gajih dan beliau tidak
menanyakan bagaimana mereka menyembelihnya atau apakah disembelih dengan
menyebut nama Allah atau tidak? .
Ia juga mengatakan, Adapun kalau hewan potong itu datang dari negara asing dan
orang yang melakukan penyembelihannya adalah orang yang tidak halal sembelihannya,
seperti orang-orang majusi dan penyembah berhala serta orang-orang yang tidak
menganut ajaran agama (atheis), maka ia tidak boleh dimakan, sebab Allah Subhanahu
wa Taala tidak membolehkan sembelihan selain kaum muslimin, kecuali orang-orang
Ahli Kitab; yaitu Yahudi dan Nasrani. Apabila kita meragukan orang yang
menyembelihnya, apakah berasal dari orang yang halal sembelihannya ataukah tidak,
maka yang demikian itu tidak apa-apa."
Para fuqaha (ahli fiqih) berkata, Apabila anda menemukan sesembelihan dibuang di
suatu tempat yang sembelihan mayoritas penduduknya halal, maka sembelihan itu
halal.
[33] Ada juga yang mengartikan wanita-wanita yang merdeka. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa wanita-wanita pezina yang tidak menjaga diri dari zina, maka tidak
boleh menikahinya -baik mereka mereka muslimah atau Ahli Kitab- sampai jelas
keadaannya (sudah bertobat atau belum), berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Laki-laki
yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan

yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki
yang berzina atau laki-laki musyrik." (Terj. An Nuur: 3).
[34] Namun tidak termasuk wanita musyrik.
[35] Jika wanita itu tidak cerdas, maka suami menyerahkan mahar kepada walinya.
Disandarkannya mahar kepada wanita itu terdapat dalil bahwa wanita yang memiliki
semua maharnya, dan tidak ada hak bagi seorang pun terhadapnya, kecuali jika si wanita
memberikan dengan kerelaan kepada suaminya, walinya atau lainnya.
[36] Di mana ia melakukan zina bersamanya secara bersembunyi.
[37] Jika dia meninggal di atas kekafiran sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al
Baqarah ayat 217.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-maidah-ayat-1-5.html#more

AN-NISA 18
[14] Saat hendak dicabut nyawanya (sekarat).
[15] Hal itu, karena tobat dalam kondisi seperti ini merupakan tobat karena terpaksa.
[16] Yakni ketika mereka bertobat di akhirat saat menyaksikan azab. Allah Subhaanahu
wa Ta'aala berfirman, " Maka iman mereka tidak berguna bagi mereka ketika mereka
telah melihat siksa kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hambahamba-Nya. dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir." (Al Mu'min: 85)
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-13-21.html#more

AL-IMRAN 106
[11] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitakan tentang keadaan pada
hari kiamat dan atsar (pengaruh) dari balasan yang adil atau lebih baik, di mana di
dalamnya terdapat targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman) agar seseorang memiliki
rasa takut dan harap.
[12] Yakni hari kiamat.
[13] Mereka adalah orang-orang kafir.
[14] Ketika mereka dilemparkan ke dalam neraka.
[15] Maksudnya: "Bagaimana kamu lebih mengutamakan kekafiran dan kesesatan
daripada keimanan dan petunjuk?"
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-ali-imran-ayat-102109.html#sthash.Oj9ipnpr.dpuf

AL-IMRAN 176-178
AL-BAQARAH 170
[8] Yakni orang-orang kafir atau orang-orang yang sesat.
[9] Seperti mentauhidkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, menghalalkan yang baik-baik
dan meninggalkan tradisi yang menyalahi ajaran agama.
[10] Ayat ini menunjukkan tercelanya sikap taqlid (ikut-ikutan) dan bahwa taqlid
merupakan kebiasaan orang-orang kafir.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-168173.html#sthash.F3ByYmdl.dpuf

AL-MAIDAH 103-105
[1] Ayat ini merupakan celaan terhadap orang-orang musyrik yang menetapkan aturan
agama yang tidak diizinkan Allah, mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah,
mereka mengharamkan binatang ternak berdasarkan pendapat mereka semata.
[2] Bahiirah adalah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan,
lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan
tidak boleh diambil air susunya.
[3] Saaibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi ke mana saja karena suatu nazar;
tidak ditunggangi, tidak dipakai memikul barang dan tidak disembelih. Seperti, jika
seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, maka ia
biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah jika maksudnya berhasil atau
perjalanannya selamat.
[4] Washiilah adalah seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari
jantan dan betina, maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak boleh disembelih dan
diserahkan kepada berhala. Ada yang berpendapat, bahwa washiilah adalah seekor unta
betina yang melahirkan anak betina, kemudian lahir lagi betina tanpa diselangi anak
laki-laki. Unta ini d tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.
[5] Haam adalah unta jantan yang tidak boleh diganggu lagi, karena telah
membuntingkan unta betina beberapa kali. Unta ini sama diserahkan kepada berhala
dan dibiarkan tidak ditunggangi dan tidak boleh dipikul barang-barang di atasnya.
Binatang-binatang yang disebutkan itu dianggap haram oleh orang-orang musyrik tanpa
dalil, bahkan atas dasar dusta yang disandarkan kepada Allah, muncul dari kejahilan
mereka dan tidak menggunakan akalnya.
[6] Dengan demikian, perbuatan mereka tidak didukung dalil naqli maupun dalil 'aqli.
Meskipun begitu, mereka merasa ujub (bangga) dengan pendapat mereka yang tegak di
atas kejahilan dan kezaliman.
[7] Berupa agama dan aturan dari nenek moyang mereka meskipun tidak benar.

[8] Yakni berusahalah memperbaiki dirimu, menyempurnakannya dan tetap berada di


atas jalan yang lurus. Apabila kamu telah berada di atas jalan yang lurus, maka tidaklah
membahayakan kamu orang yang tersesat, ia hanyalah membahayakan dirinya sendiri.
[9] Akan tetapi tidaklah berarti bahwa orang lain kemudian tidak disuruh berbuat yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Amr ma'ruf dan nahi munkar menjadi tidak
wajib adalah ketika kekikiran ditaati oleh manusia, dunia diutamakan dan masingmasing manusia bangga dengan pendapatnya, sehingga amr ma'ruf tidak dipedulikan
lagi. Akan tetapi, tetap beramr ma'ruf dan bernahi munkar adalah lebih utama.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-103109.html#more

AL-HUD 109
[24] Maksudnya jangan ragu-ragu bahwa menyembah berhala itu adalah perbuatan
yang sesat dan buruk akibatnya, mereka akan diazab karenanya sebagaimana generasi
sebelum mereka. Ayat ini merupakan hiburan bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
[25] Yakni tidak ada alasan mereka menyembah berhala selain karena mengikuti nenek
moyang mereka dahulu, padahal yang demikian bukanlah alasan.
[26] Maksudnya azab. Ada pula yang menafsirkan, bahwa mereka akan memperoleh
bagian yang ditentukan untuk mereka di dunia dengan sempurna meskipun bagian
(kenikmatan) yang ditentukan untuk mereka banyak. Namun yang demikian tidaklah
menunjukkan baiknya keadaan mereka, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai, dan tidak
memberikan iman dan amal saleh keculai kepapa orang yang Dia cintai. Kesimpulan
ayat ini adalah, janganlah kita tertipu oleh orang-orang zalim karena sepakatnya mereka
dengan orang-orang terdahulu yang tersesat dan jangan pula tertipu karena kenikmatan
yang Allah berikan kepada mereka.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-hud-ayat-96113.html#sthash.uqNVsmjB.dpuf

AL-HIJR 2-3
[3] Bisa juga diartikan sering.
[4] Pada hari kiamat, ketika mereka menyaksikan keadaan mereka dan keadaan kaum
muslimin, atau ketika datang awal-awal akhirat, dan pengantar kepada kematian.
[5] Oleh karena itu, janganlah tertipu karena penundaan Allah terhadap mereka, karena
hal itu memang Sunnah-Nya yang biasa dilakukan-Nya terhadap orang-orang yang
mendustakan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-hijr-ayat-1-15.html#more

AL-BAQARAH 6-7
[16] Yakni orang-orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu.
[17] Baik engkau memperingatkan mereka dengan azab Allah atau pun tidak.
[18] Kepada mereka hanyalah ditegakkan hujjah agar mereka tidak dapat beralasan lagi
di hadapan Allah Ta'ala pada hari kiamat.
[19] Yakni orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehat tidak
akan berbekas kepadanya disebabkan kekafiran dan kerasnya hati mereka setelah
nampak kebenaran bagi mereka. Oleh karena itu, Allah tidak memberi mereka taufiq
untuk mengikuti petunjuk itu.
[20] Maksudnya: mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al
Quran yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda
kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri
mereka sendiri. Sarana-sarana untuk memperoleh petunjuk dan kebaikan telah ditutup
bagi mereka. Ini merupakan hukuman yang disegerakan dan hukuman yang akan datang
kepada mereka adalah azab yang sangat pedih berupa azab neraka dan kemurkaan Allah
Ta'ala.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-al-baqarah-ayat-1-7.html#more

AL-BAQARAH 171
[11] Penyeru orang-orang kafir adalah orang-orang yang berdakwah kepada mereka,
mengajak mereka beriman dan mengikuti petunjuk. Dalam ayat ini, penyeru tersebut
diumpamakan seperti penggembala, sedangkan orang-orang kafir diumpamakan sebagai
binatang ternak yang tidak memahami kata-kata si penggembala selain mendengar
suara sebagai penegak hujjah, namun mereka tidak memahaminya.
[12] Mereka tidak mendengarkan yang hak dengan pendengaran yang membuahkan
pemahaman dan sikap menerima.
[13] Bisu dari mengatakan yang hak (benar).
[14] Penglihatan mereka tidak mampu melihat bukti-bukti yang jelas.
[15] Mereka tidak mengerti nasehat yang disampaikan. Inilah sebab mereka bersikap
seperti itu, yakni mereka tidak memiliki akal yang sehat, dan tidak mengerti hal-hal yang
bermaslahat bagi mereka padahal penyeru itu mengajak kepada keselamatan dan agar
jauh dari kesengsaraan, mengajak masuk ke dalam surga dan jauh dari neraka.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-168173.html#more

AL-ANAM 25-47

[7] Namun tidak ada niat untuk mencari yang benar dan mengikutinya. Oleh karena
itu, mendengarnya mereka bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
memberikan manfaat kepada mereka, karena dalam hati mereka tidak ada keinginan
kepada kebaikan.

[8] Sehingga mereka tidak mendengarkan dengan pendengaran yang bermanfaat


bagi mereka (yang menjadikan mereka tunduk menerima).
[9] Bahkan mereka malah mendebatnya.
[10] Adapula yang mengartikan, "Mereka melarang orang lain mengikuti Nabi".
[11] Dan tidak beriman kepadanya. Mereka menggabung antara keadaannya yang
sesat dan menyesatkan orang lain. Mereka melarang orang lain mengikuti kebenaran
dan mereka juga menjauhinya.
[12] Maksudnya, bahwa mereka sebenarnya tidak bercita-cita ingin dikembalikan ke
dunia untuk beriman kepada Allah, tetapi perkataan itu semata-mata diucapkan
karena melihat kedahsyatan neraka, di mana mereka ingin dihindarkan daripadanya.
[13] Seperti syirk (menyekutukan Allah).
[14] Sambil mengingkari adanya kebangkitan.
[15] Yakni jika mereka dikembalikan ke dunia, mereka akan mengatakan demikian.
[16] Yakni mendustakan kebangkitan, di mana hal itu membuatnya berani
mengerjakan perbuatan haram dan perbuatan yang dapat membinasakan.
[17] Sedangkan mereka dalam keadaan yang paling buruk, lantas mereka
menampakkan penyesalan yang mendalam.
[18] Akan tetapi penyesalan pada saat itu tidak berguna lagi.
[19] Maksudnya kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak
kekal. Janganlah seseorang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta
lalai dari memperhatikan urusan akhirat berupa ketaatan dan hal-hal yang
membantunya.
[20] Maksudnya surga.
[21] Yaitu mereka yang mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Di surga terdapat apa yang mereka inginkan dan yang menyejukkan pandangan
mereka, terdapat kenikmatan bagi hati maupun badan, dan penuh dengan
kegembiraan, ini semua diperuntukkan bagi mereka yang bertakwa.
[22] Yakni tidakkah mereka dapat membedakan mana yang lebih layak didahulukan;
dunia atau akhirat?

- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-anaam-ayat-2132.html#more


[1] Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bersabar agar Beliau dapat memperoleh
derajat yang tinggi di akhirat.
[2] Karena mereka mengetahui bahwa kamu adalah orang yang jujur dan amanah.
[3] Dalam ayat ini Allah menghibur Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrik yang mendustakan Nabi, pada
hakekatnya adalah mendustakan Allah, karena Nabi itu diutus untuk menyampaikan
ayat-ayat Allah.
[4] Ayat ini merupakan hiburan pula bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
[5] Oleh karena itu, bersabarlah sebagaimana mereka bersabar, niscaya kamu akan
memperoleh kemenangan sebagaimana mereka.
[6] Yang membuat hatimu tenang.
[7] Maksudnya janganlah kamu merasa keberatan atas sikap mereka berpaling
daripada Kami. Kalau kamu merasa keberatan, cobalah mengusahakan suatu
mukjizat yang dapat memuaskan hati mereka, dan kamu tentu tidak akan sanggup,
dan lagi hal itu tidaklah bermanfaat bagi mereka, karena menunjukkan orang yang
tidak diinginkan Allah memperoleh hidayah bukanlah kemampuanmu, oleh karena
itu bersabarlah sampai datang keputusan Allah.
[8] Akan tetapi hikmah Allah menghendaki untuk membiarkan mereka di atas
kesesatan.
[9] Yakni orang-orang yang tidak mengetahui hakikat perkaranya dan tidak
menempatkan sesuatu pada tempatnya.
[10] Yakni dengan hatinya hal yang bermanfaat bagi mereka, karena jika sematamata mendengar, maka orang yang baik dan jahat pun sama mendengar. Namun
mendengar di sini adalah mendengar yang masuk ke hati lalu mematuhinya.
[11] Orang yang mati di sini ada dua makna:
Pertama, mati dalam arti mati hatinya, sehingga artinya hanya orang-orang yang
hidup hatinya yang mendengarkan seruanmu, adapun orang-orang yang telah mati
hatinya, maka mereka tidak mendengarnya.
Kedua, mati dalam arti yang sesungguhnya, sehingga maksudnya bahwa Allah
Subhaanahu wa Ta'aala akan membangkitkan orang-orang yang telah mati.pada hari
kiamat kemudian akan memberitahukan apa yang mereka kerjakan. Sehingga ayat di
atas merupakan dorongan untuk memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya, serta
ancaman melakukan sebaliknya.
[12] Lalu Dia akan memberikan balasan kepada mereka.

[13] Karena akal mereka yang dangkal (lihat juga Surah Al Israa': 90-93.
[14] Padahal jika diturunkan suatu mukjizat, maka ia akan menjadi bala' bagi
mereka, di mana jika mereka tetap mengingkarinya, maka mereka akan segera
dibinasakan sebagaimana hal itu merupakan sunnatullah yang tidak berubah.
Namun demikian, jika maksud mereka ayat-ayat yang menerangkan kebenaran dan
menjelaskan jalan, maka Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah
membawa ayat yang jelas dan hujjah yang nyata yang menunjukkan benarnya apa
yang Beliau bawa, di mana seorang hamba menemukan di sana dalil 'aqli dan naqli
yang tidak meninggalkan keraguan sedikit pun di hati, maka Mahasuci Allah yang
telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar dan
menguatkannya dengan bukti-bukti yang nyata.
[15] Yakni sama Allah yang menciptakannya sebagaimana Dia menciptakan kamu,
Allah yang memberinya rezki sebagaimana Dia memberi kamu rezki, dan berlaku
pada mereka kehendak dan kekuasaan-Nya sebagaimana berlaku pula pada kamu.
[16] Sebagian mufassir menafsirkan Al-Kitab tersebut dengan Lauhul Mahfuzh
sehingga maksudnya bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan)
dalam Lauhul Mahfuzh, oleh karenanya apa yang terjadi sejalan dengan apa yang
tertulis di sana. Hal ini merupakan salah satu di antara tingkatan qadha' dan qadar,
yakni mengimani bahwa apa yang akan terjadi telah diketahui Allah, telah ditulisNya dalam Al Lauhul Mahfuzh, telah dikehendak, dan telah diciptakan, termasuk
amal mereka.
Ada pula yang menafsirkan kitab di sana dengan Al-Quran sehingga maksudnya
bahwa dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukumhukum, hikmah-hikmah dan petunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan
akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
[17] Kemudian Allah memutuskan masalahnya dan diadakan pengqishasan, setelah
itu Allah menjadikan binatang-binatang itu menjadi tanah.
[18] Ayat ini menerangkan keadaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah
lagi mendustakan rasul-Nya, bahwa mereka telah menutup pintu hidayah terhadap
diri mereka dan membuka pintu kebinasaan. Telinga mereka tuli dari mendengarkan
kebenaran dan mulut mereka bisu dari menyebutkannya sehingga yang mereka
sebut adalah kebatilan.
[19] Yakni tenggelam dalam gelapnya kebodohan, kekufuran, kezaliman, sikap
membangkang, dan berbuat maksiat. Hal ini termasuk penyesatan Allah untuk
mereka.
[20] Disesatkan Allah berarti bahwa orang itu sesat karena keingkarannya dan tidak
mau memahami petunjuk-petunjuk Allah.
[21] Yaitu Islam. Allah yang sendiri memberi hidayah dan menyesatkan sesuai
karunia dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya.
[22] Ataukah kamu akan menyeru Allah.

[23] Yakni dalam situasi sulit. Jika demikian keadaan kamu kepada sesembahan
kamu, yakni kamu lupakan mereka ketika situasi sulit karena kamu mengetahui
bahwa mereka tidak mampu menolong kamu, dan kamu alihkan doa kamu kepada
Allah karena kamu mengetahui bahwa hanya Dia yang mampu menolong kamu, lalu
mengapa kamu menyekutukan Allah dalam situasi tenang dan mengadakan sekutu
bagi-Nya dengan menyembah patung, padahal kamu mengetahui keadaannya yang
lemah?
[24] Dengan tidak berdoa kepada patung dan apa yang mereka persekutukan lainnya
dengan Allah.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-anaam-ayat-3341.html#more
[1] Kemudian mereka mendustakannya.
[2] Seperti kemiskinan, sakit, penderitaan, dan musibah karena rahmat Allah kepada
mereka.
[3] Dan mereka mau beriman.
[4] Mahabenar Allah, banyak manusia yang setelah mendapatkan musibah atau
melihat musibah menimpa orang lain, bukan mengambil pelajaran darinya,
menjadikan hatinya lunak dan tunduk kepada Allah, tetapi malah menjadikan
hatinya mengeras, membuatnya semakin jauh dari Allah, bahkan ada yang
mengiringi musibah itu dengan kekufuran dan kemaksiatan, fa innaa lillahi wa
innaa ilaihi raajiuun.
[5] Sebagai istidraj (penangguhan azab).
[6] Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:




"
....
.
Apabila kamu melihat Allah memberikan kenikmatan dunia yang disenangi kepada
seorang hamba padahal ia berada di atas maksiat, maka sebenarnya hal itu adalah
istidraj, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan ayat:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka;
sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada
mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka

terdiam berputus asa. (Terj.Al Anaam: 44). HR. Ahmad dengan isnad yang jayyid,
Shahihul Jami' no. 561]
[7] Atas pertolongan-Nya kepada para rasul dan dibinasakan-Nya orang-orang yang
kafir. Dengan begitu semakin jelas ayat-ayat-Nya, pemuliaan-Nya kepada wali-waliNya, penghinaan kepada musuh-musuh-Nya dan benarnya apa yang dibawa para
rasul.
[8] Dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan, bahwa
sebagaimana Dia hanya sendiri yang mencipta dan mengatur segala sesuatu, Dia
pula yang Esa dan yang berhak disembah.
[9] Sehingga kamu tidak mengetahui apa-apa.
[10] Jika selain Allah tidak mampu mengembalikannya, maka mengapa kamu
menyembah di samping-Nya sesembahan yang tidak mampu berbuat apa-apa? Hal
ini termasuk bukti kebenaran tauhid dan batalnya syirk.
[11] Yakni orang-orang kafir. Oleh karena itu, takutlah jika tetap di atas kekafiran
sebelum azab Allah datang.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-anaam-ayat-4255.html#more

AL-KAHFI 57
[32] Diterangkan kebenaran dan petunjuk kepadanya serta diberi targhib dan tarhib.
[33] Berupa kekafiran dan kemaksiatan serta tidak merasakan pengawasan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala. Ia tidak ingat peringatan itu dan tidak kembali dari sikap itu. Ia
lebih zalim daripada orang yang berpaling karena belum datang ayat-ayat Allah
kepadanya, meskipun ia zalim juga, namun masih di bawah orang yang tadi. Hal itu,
karena orang yang bermaksiat di atas ilmu jelas lebih besar dosanya daripada orang
yang tidak seperti itu. Oleh karena orang tersebut berpaling dari ayat-ayat-Nya,
melupakan dosa-dosanya, ridha dengan keburukan terhadap dirinya padahal dia
mengetahui, maka Allah hukum dengan menutup pintu-pintu hidayah, yakni dengan
menjadikan hatinya tertutup sehingga ia tidak dapat memahami ayat-ayat Allah
meskipun mendengarnya.
[34] Jika keadaan mereka seperti ini, maka tidak ada jalan untuk menunjukkan mereka.
[35] Yang demikian karena ketika mereka melihat yang hak (benar), mereka tinggalkan,
ketika melihat yang batil mereka malah menempuhnya, maka Allah hukum dengan
mengunci hati mereka dan mengecapnya, sehingga tidak ada cara dan jalan untuk
memberinya petunjuk. Dalam ayat di atas terdapat ancaman bagi orang yang
meninggalkan kebenaran setelah mengetahuinya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-kahfi-ayat-47-59.html#more

AT-TAHA 134-135
[41] Bisa juga diartikan, Sebelum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
diutus.
[42] Pada hari kiamat.
[43] Di hari kiamat.
[44] Dengan masuk ke neraka Jahanam.
[45] Kepada orang-orang yang mendustakanmu, yang berkata, Kami tunggu-tunggu
kecelakaan menimpanya" (lihat Ath Thuur: 30)
[46] Yakni nantikanlah kematianku olehmu, dan aku menanti azab untukmu. Tidak ada
yang kamu nantikan dariku selain dua kebaikan; kemenangan atau syahid. Sedangkan
kami menantikan untukmu azab dari sisi Allah atau melalui tangan kami.
[47] Pada hari kiamat.
[48] Untuk menempuh jalan yang lurus itu, yakni aku atau kamu. Orang yang
menempuhnya adalah orang yang berhasil, selamat dan beruntung, sedangkan orang
yang menyimpang darinya akan rugi, kecewa dan tersiksa. Jelas, orang yang berada di
atas jalan yang lurus adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
pengikutnya, sedangkan musuh-musuhnya tidak berada di atasnya. Selesai tafsir surah
Thaha dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya dan al hamdulillah di awal dan di
akhirnya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-thaha-ayat-124135.html#sthash.jFymUK1s.dpuf

AL-M UMINUN 78
[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan nikmat-nikmat-Nya yang
dikaruniakan kepada hamba-hamba-Nya yang menghendaki mereka untuk bersyukur
kepada-Nya dan memenuhi hak-Nya.
[2] Agar kamu dapat mendengar semua yang dapat didengar sehingga kamu
memperoleh manfaat baik bagi agama kamu maupun dunia kamu.
[3] Agar kamu dapat melihat semua yang dapat dilihat sehingga kamu memperoleh
maslahatmu dengannya.
[4] Sehingga kamu mengetahui sesuatu dan dapat membedakan antara yang satu
dengan yang lain, dan ia pula yang membedakan kamu dengan hewan ternak. Jika kamu
tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat bagaimanakah keadaanmu? Dan apa
saja maslahat dharuri (primer) dan kamali (sekunder) yang luput darimu? Tidakkah
kamu bersyukur kepada yang telah memberimu nikmat-nikmat itu, sehingga kamu pun
mentauhidkan-Nya dan menaati-Nya?

[5] Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini adalah menggunakan alat-alat tersebut
untuk memperhatikan bukti-bukti kekuasaan, kebesaran dan keesaan Allah, yang dapat
membawa mereka beriman kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta taat dan patuh
kepada-Nya. Kaum musyrikin ternyata tidak berbuat demikian.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-muminun-ayat-7892.html#more

AS-SYUARA 2-6

[1] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberi isyarat yang menunjukkan keagungan


terhadap ayat-ayat kitab Al Quran yang jelas, menerangkan semua tuntutan ilahi dan
tujuan syariat sehingga orang yang memperhatikannya tidak ragu dan samar lagi pada
berita yang dikabarkannya atau apa yang ditetapkannya karena begitu jelasnya dan
menunjukkan makna yang tinggi, keterikatan hukum-hukum dengan hikmah-Nya dan
pengkaitan-Nya dengan munasib (penyesuainya). Oleh karena itu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memperingatkan manusia dengannya dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus, lalu hamba-hamba Allah yang bertakwa memperoleh
petunjuk dengannya, tetapi orang-orang yang telah tercatat sebagai orang yang celaka
berpaling darinya. Oleh karena itu, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersedih
sekali ketika manusia tidak beriman karena keinginan Beliau agar mereka memperoleh
kebaikan dan rasa tulus Beliau kepada mereka.
[2] Menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil.
[3] Yakni membinasakannya dan menyusahkannya.
[4] Maksudnya, jangan lakukan hal itu, dan janganlah engkau biarkan dirimu binasa
karena kesedihan kepada mereka, karena hidayah di tangan Allah, dan engkau telah
menunaikan kewajibanmu yaitu menyampaikan risalah, dan tidak ada lagi ayat
(mukjizat) setelah Al Quran yang jelas ini, sehingga Allah perlu menurunkannya agar
mereka beriman, karena ia (Al Quran) sudah cukup memenuhi kebutuhan orang yang
hendak mencari hidayah.
[5] Yang mereka usulkan.
[6] Akan tetapi hal itu tidak perlu dan tidak ada maslahatnya, karena ketika itu iman
tidaklah bermanfaat, karena iman hanyalah bermanfaat jika kepada yang masih ghaib
(tidak nampak).
[7] Maksudnya, ayat-ayat Al Quran yang baru diturunkan yang di dalamnya
mengandung perintah dan larangan untuk mereka serta mengingatkan mereka hal yang
bermanfaat dan hal yang bermadharrat.
[8] Baik dengan hati maupun dengan badan mereka. Inilah sikap mereka terhadap ayat
yang baru turun, lalu bagaimana dengan ayat yang telah turun sebelimnya. Hal ini tidak
lain, karena tidak ada lagi kebaikan dalam diri mereka dan semua nasehat tidak
bermanfaat.

[9] Sehingga mendustakan menjadi watak mereka yang tidak berubah. Oleh karenanya
azab yang diberikan kepada mereka adalah azab yang kekal.
[10] Karena mereka telah pantas menerima azab
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-asy-syuaraa.html#more

AL-IMRAN 117
[18] Yakni orang-orang kafir.
[19] Untuk menghalangi manusia dari jalan Allah dan memadamkan cahaya Allah .
[20] Dengan kekafiran dan kemaksiatan.
[21] Sehingga tanaman itu tidak dapat diambil manfaatnya. Demikian juga harta yang
mereka keluarkan tersebut akan sia-sia tidak ada manfaatnya. Mereka hanya
memperoleh kelelahan, kerugian dan kekecewaan.
[22] Dengan menjadikan infak mereka sia-sia.
[23] Dengan kekafiran yang menjadikannya sia-sia.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-ali-imran-ayat-110120.html#sthash.6XJ03caW.dpuf

AL-IBRAHIM 18
[12] Yakni perbuatan mereka yang saleh, seperti silaturrahim, sedekah, dan sebagainya
dalam hal tidak ada manfaatnya adalah seperti abu yang ditiup angin kencang. Bisa juga
maksud perbuatan di sini adalah usaha atau tipu daya mereka untuk menolak
kebenaran, yakni akan menjadi sia-sia dan kembali menimpa mereka.
[13] Sehingga berhamburan, yang menunjukkan sia-sianya amal mereka.
[14] Yakni mereka tidak mendapatkan pahalanya, karena amalan tersebut dibangun di
atas kekafiran dan mendustakan.
[15] Yakni kebinasaan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-ibrahim-ayat-1322.html#sthash.DgXzR2YO.dpuf

AL-KAHFI 103-106
[10] Yakni dalil-dalil tentang keesaan-Nya baik dari Al Quran maupun lainnya.

[11] Maksudnya, tidak beriman kepada kebangkitan di hari kiamat, hisab dan
pembalasan.
[12] Yakni tidak ada beratnya sama sekali karena kosong dari kebaikan. Akan tetapi amal
mereka tetap dihitung dan dijumlahkan, lalu dibuat mereka mengakuinya, kemudian
mereka dipermalukan di hadapan banyak makhluk lalu diazab.
[13] Yakni perkara yang telah disebutkan tentang hapusnya amal mereka.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-kahfi-ayat-99-110.html#more

FUSSILAT 41-43
AN-NISA 36

[1] Allah Ta'ala dalam ayat ini memerintahkan kita hanya menyembah kepada-Nya saja
dan mengarahkan berbagai bentuk ibadah kepada-Nya, baik berdoa, meminta
pertolongan dan perlindungan, ruku' dan sujud, berkurban, bertawakkal dsb. serta
masuk ke dalam pengabdian kepada-Nya, tunduk kepada perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya dengan rasa cinta, takut dan harap serta berbuat ikhlas dalam semua
ibadah baik yang nampak (ibadah lisan dan anggota badan) maupun yang tersembunyi
(ibadah hati). Allah Ta'ala juga melarang berbuat syirk, baik syirk akbar (besar) maupun
syirk asghar (kecil).
Syirk Akbar (besar) adalah syirk yang biasa terjadi dalam uluhiyyah maupun
rububiyyah. Syirk dalam Uluhiyyah yaitu dengan mengarahkan ibadah kepada selain
Allah Taala, misalnya berdoa dan meminta kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada
selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk jin atau
penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah dan mengarahkan segala bentuk
penyembahan/ibadah lainnya kepada selain Allah Taala. Sedangkan syirk dalam
rububiyyah yaitu menganggap bahwa di samping Allah ada juga yang ikut serta
mengurus alam semesta. Syirk dalam uluhiyyah dan rububiyyah termasuk syirk akbar.
Sedangkan Syirk Asghar (kecil) adalah perbuatan, ucapan atau niat yang dihukumi oleh
agama Islam sebagai Syirk Asghar karena bisa mengarah kepada Syirk Akbar contohnya
adalah:
q Bersumpah dengan nama selain Allah.
q Memakai jimat dengan keyakinan bahwa jimat tersebut sebagai sebab terhindar dari
madharat (namun bila berkeyakinan bahwa jimat itu dengan sendirinya bisa
menghindarkan musibah atau mendatangkan manfaat maka menjadi Syirk Akbar).
q Meyakini bahwa bintang sebagai sebab turunnya hujan. Hal ini adalah Syirk Asghar
karena ia telah menganggap sesuatu sebagai sebab tanpa dalil dari syara, indra,
kenyataan maupun akal. Dan hal itu bisa menjadi Syirk Akbar bila ia beranggapan
bahwa bintang-bintanglah yang menjadikan hujan turun.
q Riya (beribadah agar dipuji dan disanjung manusia). Contohnya adalah seseorang
memperbagus shalat ketika ia merasakan sedang dilihat orang lain.

q Beribadah dengan tujuan mendapatkan keuntungan dunia.


q Thiyarah (merasa sial dengan sesuatu sehingga tidak melanjutkan keinginannya).
Misalnya, ketika ia mendengar suara burung gagak ia beranggapan bahwa bila ia keluar
dari rumah maka ia akan mendapat kesialan sehingga ia pun tidak jadi keluar, dsb.
Pelebur dosa thiyarah adalah dengan mengucapkan,

Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada nasib sial kecuali

yang Engkau tentukan. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.(HR.
Ahmad)
Termasuk syirk juga adalah apa yang disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berikut ketika menafsirkan ayat "Falaa taj'aluu lillahi andaadaa"artinya: "Maka
janganlah kamu adakan bagi Allah tandingan-tandingan sedang kamu mengetahui" (Al
Baqarah: 22) :

















:








:







.



(
"Tandingan-tandingan tersebut adalah perbuatan syirk, di mana ia lebih halus daripada
semut di atas batu yang hitam di kegelapan malam, yaitu kamu mengatakan "Demi
Allah dan demi hidupmu hai fulan", "Demi hidupku", juga mengatakan "Jika
seandainya tidak ada anjing kecil ini tentu kita kedatangan pencuri", dan kata-kata
"Jika seandainya tidak ada angsa di rumah ini tentu kita kedatangan pencuri", juga
pada kata-kata seseorang kepada kawannya "Atas kehendak Allah dan kehendakmu",
dan pada kata-kata seseorang "Jika seandainya bukan karena Allah dan si fulan
(tentu)", janganlah kamu tambahkan fulan padanya, semua itu syirk."
Kata-kata "Jika seandainya tidak ada anjing kecil ini tentu kita kedatangan pencuri"
adalah syirk jika yang dilihat hanya sebab tanpa melihat kepada yang mengadakan sebab
itu, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau seseorang bersandar kepada sebab dan lupa
kepada siapa yang mengadakan sebab itu, yaitu Allah Azza wa Jalla.
Namun, tidak termasuk syirk jika seseorang menyandarkan kepada sesuatu yang
memang sebagai sebab berdasarkan dalil syar'i atau hissiy (inderawi) atau pun waqi'
(kenyataan), ssebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Abu Thalib,

"Jika seandainya bukan karena saya, tentu ia berada di lapisan neraka yang paling
bawah."
Demikian pula termasuk syirk:
- Meyakini ramalan bintang (zodiak),
- Melakukan pelet, sihir/santet,
- Membaca jampi-jampi syirk,
- Mengatakan bahwa hujan turun karena bintang ini dan itu, padahal hujan itu turun
karena karunia Allah dan rahmat-Nya.
- Mengatakan Hanya Allah dan kamu saja harapanku, Aku dalam lindungan Allah dan
kamu, Dengan nama Allah dan nama fulan dan kalimat lain yang terkesan
menyamakan dengan Allah Taala.
Perbedaan Syirk Akbar dengan Syirk Asghar adalah bahwa Syirk Akbar mengeluarkan
seseorang dari Islam, sedangkan Syirk Asghar tidak. Syirk Akbar menghapuskan seluruh
amal sedangkan Syirk Asghar tidak dan Syirk Akbar mengekalkan pelakunya di neraka
bila pelakunya meninggal di atas perbuatan itu sedangkan Syirk Asghar tidak (yakni
tahtal masyii'ah; jika Allah menghendaki, maka Dia akan menyiksanya dan jika Allah
menghendaki, maka Dia akan mengampuninya), kalau pun pelakunya disiksa, namun
tidak kekal.
Setelah Allah memerintahkan memenuhi hak-Nya, yaitu dengan mentauhidkan-Nya,
Dia juga memerintahkan untuk memenuhi hak hamba, dari mulai yang terdekat lebih
dahulu, yaitu kedua orang tua.
[2] Yakni berbuat baiklah kepada mereka baik dalam hal ucapan maupun dalam hal
perbuatan. Dalam hal ucapan misalnya dengan berkata-kata yang lembut dan baik
kepada kedua orang tua, sedangkan dalam hal perbuatan misalnya menaati kedua orang
tua dan menjauhi larangannya, menafkahi orang tua dan memuliakan orang yang
mempunyai keterkaitan dengan orang tua serta menyambung tali silaturrahim dengan
mereka.
[3] Baik kerabat dekat maupun jauh, yakni kita diperintah berbuat baik kepada mereka
dalam ucapan maupun perbuatan, serta tidak memutuskan tali silaturrahim dengan
mereka.
[4] Anak yatim adalah anak-anak yang ditinggal wafat bapaknya saat mereka masih
kecil. Mereka memiliki hak yang harus ditunaikan oleh kaum muslimin. Misalnya
menanggung mereka, berbuat baik kepada mereka, menghilangkan rasa sedih yang
menimpa mereka, mengajari adab dan mendidik mereka sebaik-baiknya untuk maslahat
agama maupun dunia mereka.
[5] Misalnya dengan memenuhi kebutuhan mereka, mendorong orang lain memberi
mereka makan serta membantu sesuai kemampuan.
[6] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, ada pula yang
mengartikan dengan hubungan kekerabatan. Yakni tetangga dekat maksudnya tetangga

yang memiliki hubungan kekerabatan. Sedangkan maksud tetangga jauh adalah


tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan.
Tetangga yang memiliki hubungan kekerabatan memiliki dua hak, hak tetangga dan hak
sebagai kerabat. Oleh karenanya, tetangga tersebut berhak mendapatkan haknya sebagai
tetangga dan berhak diberlakukan secara ihsan yang ukurannya sesuai uruf (kebiasaan
yang berlaku). Demikian juga tetangga yang jauh, yakni yang tidak memiliki hubungan
kekerabatan pun berhak mendapatkan haknya sebagai tetangga, semakin dekat
tempatnya (rumahnya), maka haknya pun semakin besar. Selaku tetangganya,
hendaknya ia tidak lupa memberinya hadiah, sedekah, mengundang, bertutur kata yang
baik serta bersikap yang baik dan tidak menyakitinya.
[7] Ada yang mengartikan "teman sejawat" dengan teman dalam perjalanan, ada pula
yang mengartikan istri, dan ada pula yang mengartikan dengan "teman" secara mutlak.
Selaku teman hendaknya diberlakukan secara baik, misalnya dengan membantunya,
menasehatinya, bersamanya dalam keadaan senang maupun sedih, lapang maupun
sempit, mencintai kebaikan didapatkannya dsb.
[8] Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan bukan untuk maksiat dan bekalnya
habis sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan. Termasuk juga anak yang tidak
diketahui ibu bapaknya. Ibnu Sabil memiliki hak yang ditanggung oleh kaum muslimin,
yaitu dengan menyampaikan ibnu sabil ke tempat tujuannya atau kepada sebagian
tujuannya, memuliakannya dan bersikap ramah terhadapnya.
[9] Mencakup budak maupun hewan yang dimilikinya. Berbuat baik kepada mereka
adalah dengan memberikan kecukupan kepada mereka dan tidak membebani mereka
dengan beban-beban yang berat, membantu mereka mengerjakan beban itu dan
membimbing mereka terhadap hal yang bermaslahat bagi mereka.
Orang yang berbuat baik kepada mereka yang disebutkan dalam ayat di atas, maka
sesungguhnya dia telah tunduk kepada Allah dan bertawadhu' (berendah hati) kepada
hamba-hamba Allah; tunduk kepada perintah Allah dan syari'at-Nya, di mana ia berhak
memperoleh pahala yang besar dan pujian yang indah. Sebaliknya, barang siapa yang
tidak berbuat baik kepada mereka yang disebutkan itu, maka sesungguhnya dia
berpaling dari Tuhannya, tidak tunduk kepada perintah-Nya serta tidak bertawadhu'
kepada hamba-hamba Allah, bahkan sebagai orang yang sombong; orang yang bangga
terhadap dirinya lagi membanggakan diri di hadapan orang lain.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-816.html#more

AN-NISA 117-119
[17] Asal arti Inaatsan dalam ayat di atas adalah perempuan-perempuan. Patung-patung
berhala yang disembah oleh orang-orang Arab Jahiliyah itu biasanya diberi nama
dengan nama-nama perempuan seperti Laata, Uzza dan Manah. Sudah menjadi
maklum, bahwa nama menunjukkan orang yang dinamai. Jika namanya adalah namanama perempuan yang memang memiliki kekurangan, maka yang demikian
menunjukkan kelemahan berhala-berhala itu. Hal ini sebagaimana Allah Subhaanahu
wa Ta'aala telah menerangan di beberapa tempat dalam Al Qur'an tentang kelemahan
berhala, yakni bahwa berhala-berhala itu tidak dapat menciptakan, memberi rezki,

menolak musibah yang menimpa penyembahnya, bahkan berhala itu tidak dapat
menolak bahaya yang datang menimpa dirinya. Berhala juga tidak mempunyai
pendengaran, penglihatan dan hati. Jika demikian, mengapa makhluk yang begitu lemah
ini disembah, sedangkan Allah yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat
yang tinggi malah tidak disembah; padahal Dia Tuhan yang berhak mendapat pujian,
Tuhan yang memiliki kesempurnaan, kemuliaan, keagungan, keperkasaan, keindahan,
kasih sayang, kebaikan, ihsan, sendiri dalam mencipta dan mengatur serta memiliki
hikmah yang besar dalam syari'at dan qadar-Nya. Di samping itu, ibadah yang mereka
arahkan kepada berhala, pada hakikatnya adalah menyembah setan; makhluk yang
menjadi musuh mereka, makhluk yang menginginkan mereka binasa, dan berusaha
mencari jalan untuk itu.
[18] Pada setiap manusia ada potensi untuk baik dan ada potensi untuk jahat, setan akan
mempergunakan potensi untuk jahat dalam mencelakakan manusia. Ada pula yang
mengatakan bahwa maksudnya, setan yang terlaknat ini mengetahui bahwa dirinya
tidak mampu menyesatkan semua hamba Allah, dan bahwa mereka tidak berkuasa apaapa terhadap hamba-hamba Allah yang ikhlas, dia hanyalah berkuasa terhadap orangorang yang menjadikannya sebagai kawannya, menaatinya dan meninggalkan ketaatan
Ar Rahman. Setan mengambil bagian mereka, dia akan menyesatkan mereka dari jalan
yang lurus; baik sesat dalam hal ilmu maupun amal.
[19] Yakni menaruh dalam hati mereka rasa lamanya hidup di dunia dan tidak adanya
kebangkitan serta hisab. Ada pula yang menafsirkan, bahwa di samping menyesatkan
manusia, dia juga akan menghias kesesatan itu, sehingga manusia mengira bahwa yang
demikian merupakan kebaikan. Hal ini merupakan keburukan ditambah keburukan,
mereka mengerjakan amalan penghuni neraka, namun mereka mengira bahwa amalan
itu memasukkan ke surga sebagaimana yang menimpa orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekalikali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". Yang demikian (hanyalah) angan-angan mereka yang kosong belaka.
" (Terj. Al Baqarah: 111) Demikian pula seperti yang menimpa orang-orang munafik,
"Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) sambil berkata,
"Bukankah Kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab, "Benar,
tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan
kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan
Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu." (Terj. Al
Hadiid: 14)
[20] Menurut kepercayaan Arab jahiliyah, binatang-binatang yang akan
dipersembahkan kepada patung-patung berhala, harus dipotong telinganya lebih
dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak dipergunakan
lagi, serta harus dilepaskan saja. Termasuk pula dalam hal ini unta Bahirah, Sa'ibad,
Washilah dan Haam seperti yang disebutkan dalam Al Ma'idah ayat 103. Semua ini
termasuk penyesatan setan, di mana yang demikian menghendaki mengharamkan apa
yang Allah halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haramkan. Termasuk pula
kepercayaan-kepercayaan lain dan adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran Islam,
seperti pada adat-adat yang biasa dilakukan di daerah Jawa dan lainnya, mereka
melakukan berbagai acara dengan adanya keyakinan-keyakinan tertentu. Misalnya
memandikan keris, melempar sesaji ke tengah laut, dsb. di mana di dalamnya banyak
kemusyrikan, wallahul musta'aan.
[21] Imam Thabari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Abbas,
bahwa ia membenci melakukan pengebirian, ia berkata, "Tentang hal ini turunlah ayat,

"dan akan kusuruh mereka mengubah ciptaan Allah." (Hadits ini shahih sesuai syarat
Muslim)
[22] Mengubah ciptaan Allah dapat berarti mengubah agama Allah dan menggantinya
dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa
yang dihalalkan-Nya. Ada pula yang menafsirkan dengan "mengubah penampilan fisik"
untuk kecantikan, seperti melakukan tato, menipiskan gigi, mencabut alis,
merenggangkan gigi dsb. hal itu, karena di dalamnya terdapat sikap tidak suka dengan
ciptaan Allah, mengkritik kebijaksanaan-Nya, menganggap bahwa apa yang mereka buat
dengan tangan mereka lebih baik daripada ciptaan Allah. Ada pula yang menafsirkan
dengan "Mengubah fitrah yang tertanam dalam jiwa manusia", yakni karena Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan hamba-hamba-Nya dalam keadaan hanif (lurus),
diciptakan dalam keadaan mau menerima yang hak dan lebih mengutamakannya, lalu
setan pun datang dan menarik mereka dari akhlak yang mulia ini serta menghias
keburukan, kesyrikkan, kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan kepada mereka. Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan manusia di atas fitrah Islam, namun kedua orang
tuanya yang mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala menciptakan manusia di atas tauhid, rasa cinta dan mengenal-Nya, namun setan
menyerang mereka bagaikan serigala yang yang menyerang kambing yang sedang
sendiri. Kalau bukan karena kelembutan Allah dan kepemurahan-Nya kepada hambahamba-Nya yang ikhlas, tentu akan menimpa mereka sebagaimana yang menimpa
orang-orang yang terfitnah lainnya karena berpaling dari Ar Rahman beralih mendekati
setan yang terkutuk, dan barang siapa yang menjadikan setan sebagai walinya, maka
sungguh ia telah menderita kerugian yang nyata. Kerugian manakah yang melebihi
kerugian agama dan dunia serta dibinasakan hidupnya oleh maksiat dan dosa-dosa, di
mana ia akan memperoleh kesengsaraan yang kekal dan hilangnya kenikmatan.
Sebaliknya, barang siapa yang menjadikan Allah sebagai walinya dan lebih
mengutamakan ridha-Nya, maka ia akan mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan
di dunia dan akhirat.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-113-121.html#more
AL-MAIDAH 60
[5] Karena celaan mereka yang ditujukan kepada kaum mukmin menunjukkan bahwa
mereka menganggap orang-orang mukmin itu di atas keburukan, maka Allah
Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab mereka dengan mengatakan apa yang disebutkan dalam ayat di atas.
[6] Yaitu orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al
Baqarah ayat 65).
[7] Thagut artinya setan dan apa yang disembah selain Allah.
[8] Dari orang-orang mukmin, di mana rahmat Allah dekat dengan mereka, Allah
meridhai mereka, memberikan balasan yang baik kepada mereka di dunia dan akhirat
karena berbuat ikhlas kepada-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-5764.html#more

AL-ANAM 100
[17] Dengan berdoa dan menyembah mereka.
[18] Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak seperti orang Yahudi
mengatakan Uzair putera Allah dan orang musyrikin mengatakan bahwa malaikat putraputra Allah. Mereka mengatakan demikian karena kebodohannya. Padahal siapakah
yang lebih zalim daripada orang yang berkata tentang Allah tanpa ilmu dan mengadakan
kedustaan terhadap-Nya?
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-anaam-ayat-95110.html#more

AL-ANAM 56

[1] Kepada orang-orang musyrik.


[2] Baik patung maupun sesembahan lainnya, yang memang tidak berkuasa
memberikan manfaat atau menghindarkan bahaya, tidak mampu mematikan maupun
menghidupkan, dan tidak ada sedikitpun alasan yang membenarkan demikian meskipun
beerupa syubhat, selain mengikuti hawa nafsu, di mana mengikutinya merupakan
kesesatan yang paling besar.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-anaam-ayat-5665.html#more

YUNUS 18
[28] Jika mereka tidak menyembahnya.
[29] Jika mereka menyembahnya, seperti patung dan berhala.
[30] Kalimat ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang
menyangka bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat Allah. Kalimat pertanyaan
ini disebut istifham ingkar, yakni pertanyaan untuk mengingkari, karena jika Allah
memiliki sekutu, tentu Dia mengetahui dan tidak samar bagi-Nya, dan lagi Dia telah
memberitahukan, bahwa Diri-Nya tidak memiliki sekutu dan tidak ada tuhan selainNya. Apakah mereka lebih tahu ataukah Allah?
[31] Dari memiliki sekutu atau tandingan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-yunus-ayat-11-20.html#more

AN-NISA 48

[6] Yakni dengan memasukkannya ke surga tanpa azab, atau jika Dia menghendaki,
maka Dia mengazab pelaku maksiat di bawah syirk (yakni orang mukmin yang berbuat
maksiat) karena dosa-dosanya kemudian Dia masukkan ke dalam surga. Dosa-dosa yang
berada di bawah syirk telah Allah adakan sebab-sebab yang menghapusnya, contoh:
tobatnya, istighfarnya, amal salehnya, musibah yang menimpanya di dunia, azab di alam
barzakh atau di hari kiamat, peristiwa dahsyat di hari kiamat, dan dengan doa kaum
mukmin antara yang satu dengan lainnya, syafaat dari orang-orang yang diberi izin
memberi syafaat dan dengan rahmat (kasih sayang) Allah Ta'ala yang diberikan-Nya
kepada orang yang beriman dan bertauhid. Berbeda dengan syirk, di mana pelakunya
telah menutup pintu ampunan dan rahmat bagi dirinya, oleh karenanya amal baiknya
tidaklah bermanfaat, demikian juga musibah yang menimpanya, dan pada hari kiamat
mereka tidak memperoleh syafaat.
[7] Hal itu, karena di dalam syirk, pelakunya menyamakan antara makhluk yang lemah
dari berbagai sisi dan memiliki kekurangan dengan Al Khaaliq yang Maha Sempurna
dari berbagai sisi, Yang Maha Kaya tidak memerlukan makhluk-Nya, di mana tidak ada
satu pun kenikmatan yang diterima makhluk kecuali berasal dari-Nya. Namun
demikian, ayat ini tertuju kepada pelaku syirk yang tidak bertobat, adapun jika ia
bertobat, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengampuni syirk dan dosa-dosa di
bawahnya sebagaimana firman Allah:
Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka
sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (Terj. Az Zumar: 53)
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-47-55.html#more\

AN-NISA 116
[15] Dosa syirk tidak diampuni Allah karena di dalamnya mengandung pencacatan
Rabul 'alamin dan keesaan-Nya, demikian juga karena di dalam menyamakan antara
makhluk yang tidak berkuasa memberi manfaat dan madharrat dengan Al Khaliq yang
berkuasa memberi manfaat dan madharrat, di mana tidak ada satu pun nikmat kecuali
dari-Nya dan tidak ada yang dapat menolak bahaya selain Dia. Dia memiliki
kesempurnaan secara mutlak dari berbagai segi dan Maha Kaya dari segala sisi. Oleh
karena itu, kezaliman yang paling besar dan kesesatan yang paling jauh adalah
mengalihkan ibadah kepada makhluk yang memiliki kelemahan dan kekurangan.
[16] Dosa-dosa di bawah syirk tahta masyii'atillah (di bawah kehendak Allah); jika Allah
menghendaki, maka Dia mengampuninya dengan rahmat dan kebijaksanaan-Nya, dan
jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengazabnya dengan keadilan dan
kebijaksanaan-Nya.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-113-121.html#more

Anda mungkin juga menyukai