PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intrauterine fetal death (IUFD) masih menjadi salah satu permasalahan
obstetri yang perlu perhatian khusus. Menurut WHO, IUFD didefinisikan
sebagai kematian janin sebelum ekspulsi atau ekstraksi komplit dari produk
konsepsi setelah usia viabilitas (Olyai dan Chalwal, 2012). Menurut American
College of Obstetricians and Gynecologist, ACOG, usia viabilitas adalah 22
minggu (ACOG, 1993). Banyak faktor yang dapat menyebabkan IUFD baik
dari faktor ibu maupun faktor janin. Adanya penyulit-penyulit selama
kehamilan memperbesar resiko IUFD.
Preeklamsia dan persalinan postdate menjadi salah satu faktor resiko
yang dapat menyebabkan IUFD. Prevalensi preeklamsia saat ini semakin
menunjukan tren kenaikan. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia
merupakan penyebab kematian ibu berkisar1,5 persen sampai 25 persen,
sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. Djannah dan
Arianti (2010) melaporkan sebanyak 118 kasus dari 3039 persalinan normal
di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah preeklamsia berat ataupun
ringan.
Menurut Angsar (2010), peningkatan terjadinya kematian janin
intrauterin pada preeklampsia dan eklampsia secara tidak langsung merupakan
akibat daripertumbuhan janin terhambat. pertumbuhan janin terhambat
ditentukan bila berat janinkurang dari 10% dari berat yang harus dicapai pada
usia kehamilantertentu. Penurunan aliran darah uteroplasenta menyebabkan
janinkekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul
pertumbuhan janin terhambat, ditandai dengan lingkar perut yang jauh lebih
kecil daripada lingkar kepala (Wiknjosastro, 2010). Salah satu penyebab
sering terjadinya pertumbuhan janin terhambat adalah kehamilan yang
melampui usia gestasi normal, yakni lebih dari 41 minggu atau disebut
kehamilan postdate / postterm (Galal et al, 2012). Pada titik ini, preeklamsia,
IUFD dan kehamilan postdate menjadi sebuah lingkaran yang saling terkait.
Oleh karena itu, masalah-masalah tersebut harus bisa ditangani untuk
tercapainya kesejahteraan ibu dan janin sekaligus menurunkan angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mendefinisikan dan menjelaskan mengenai preeklamsia, IUFD dan
kehamilan postdate
2. Mendiskusikan penatalaksanaan yang tepat pada kasus preeklamsia,
IUFD dan kehamilan postdate
BAB II
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 24 Juli 2016 terhadap pasien.
1
Identitas Pasien
Nama
: Ny. SW
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Kuli Pasar
Agama
: Islam
Alamat
Status Perkawinan
Paritas
: P1A0
HPMT
: 10 Oktober 2015
HPL
: 17 Juli 2016
UK
: 41 minggu
Tanggal Masuk
: 24 Juli 2016
No.CM
: 01-34-xx-xx
Berat badan
: 70 Kg
Tinggi Badan
: 157 cm
IMT/LILA
: 28,45 / 31 cm
Keluhan Utama
Gerakan janin tidak dirasakan
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Fertilitas
Baik
Riwayat Obstetri
I
: Hamil sekarang
Riwayat Menstruasi
a
Menarche
: 12 tahun
Lama menstruasi
: 5-7 hari
Siklus menstruasi
: 28 hari
10 Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, selama 1 tahun
11 Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien tidak KB.
B.
Pemeriksaan Fisik
1
Status Generalis
a
b
Keadaan Umum
Tanda Vital
Tensi
: 170/100 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Suhu
c
d
e
f
g
Kepala
Mata
THT
Leher
Thorax
: Mesocephal
: Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Discharge (-/-)
: Kelenjar getah bening tidak membesar
: Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
1 Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
2 Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h Abdomen
- Inspeksi
Palpasi
Genitalia:
Inspeksi
VT
portio lunak, mecucu, bukaan 3 cm, eff 50%, kepala di Hodge II,
kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, AK (-), sarung
tangan lendir darah (+)
C. Pemeriksaan Penunjang
1
Hemoglobin
: 12,0 g /dL
Hematokrit
: 36 %
Eritrosit
: 4.45 x 106/L
Leukosit
: 14,8 x 103/L
Trombosit
: 294 x 103/L
Golongan darah : A
PT
: 11,9
APTT
: 23,3
Kimia Klinik
a GDS
: 89 mg/dL
b SGOT
: 13
c SGPT
: 10
d Albumin
: 4,3
e Kreatinin
: 0,5
f Ureum
: 13
g LDH
: 339
Ultrasonografi (USG) tanggal 24 Juli 2016
Tampak janin tunggal, intrauterin, puka, preskep, DJJ (-). BPD : 9,22 ,
AC : 34,15, FL : 7,36, EFBW 3364. Plasenta insersi di corpus grade III.
Air kawah kesan sedikit. Kesan janin saat ini IUFD
D. Diagnosis Awal
PEB, IUFD pada primigravida hamil postdate dalam persalinan kala 1 fase
laten
E. Prognosis
Fetus
: malam
Ibu
: Dubia ad Bonam
G. Outcome
1. Lahir bayi perempuan, BB 3400 gram, maserasi grade I
2. Plasenta lahir lengkap , bentuk cakram, ukuran 2,5 X 20 X 20
H. FOLLOW UP
1.
P1A0, 30 tahun
Keluhan
: flek (-)
Mata
Thorax
Abdomen
Genital
kontraksi +
: darah (-), discharge (-), lochia +
Diagnosis
Terapi
2.
:-
Mata
Thorax
Abdomen
Genital
Diagnosis
kontraksi +
: darah (-), discharge (-), lochia (+)
: Post VE, IUFD, PEB pada primipara hamil postdate
Terapi
(perawatan hari ke 2)
:
- Infus RL 12 tpm
- Cefadroxil 500 mg / 12 jam
- Asam mefenamat 500 mg/ 8 jam
- Vit C 50 mg / 12 jam
- Nifedipin jika TD > 160 / 100
- Cripsa 1 tab / 12 jam
- Monitoring KUVS, tanda tanda
impending
P1A0, 30 tahun
Keluhan
:-
Mata
Thorax
Abdomen
Genital
Diagnosis
kontraksi +
: darah (-), discharge (-), lochia (+)
: Post VE, IUFD, PEB pada primipara hamil postdate
Terapi
(perawatan hari ke 3)
:
- Infus RL 12 tpm
- Cefadroxil 500 mg / 12 jam
- Asam mefenamat 500 mg/ 8 jam
- Vit C 50 mg / 12 jam
- Nifedipin jika TD > 160 / 100
- Cripsa 1 tab / 12 jam
- Monitoring KUVS, tanda tanda
eklamsia, tanda tanda pendarahan/ syok
10
impending
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. PREEKLAMPSIA
1. Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya
inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria
pada usia kehamilan diatas 20 minggu (Prawirohardjo, 2010). Dulu,
preeklampsia
didefinisikan
sebagai
penyakit
dengan
tanda-tanda
11
2. Diagnosis
Preeklampsia termasuk kelainan hipertensi dalam kehamilan.
Penggolongan kelainan hipertensi dalam kehamilan antara lain : hipertensi
kronis, Preeklampsia, superimposed eklampsia pada hipertensi kronis dan
hipertensi gestasional. Hipertensi kronik adalah peningkatan tekanan darah
yang timbul sebelum kehamilan, terjadi sebelum usia kehamilan 20
minggu, atau menetap setelah 12 minggu post partum. Sebaliknya,
Preeklampsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan
proteinuria yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu. Eklampsia,
komplikasi berat preeklampsia adalah munculnya kejang pada wanita
dengan preeklampsia. Kejang eklampsia relatif jarang dan muncul <1%
wanita dengan eklampsia.
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik ditandai dengan
proteinuria (atau dengan peningkatan tiba-tiba level protein jika
sebelumnya sudah ada proteinuria), peningkatan mendadak hipertensi
(dengan asumsi telah ada proteinuria) atau terjadi HELLP Syndrome.
Hipertensi gestasional didiagnosis jika terjadi kenaikan tekanan
darah tanpa proteinuria setelah usia kehamilan 20 minggu dan tekanan
darah kembali normal dalam 12 minggu post partum. Seperempat wanita
dengan hipertensi gestasional mengalami proteinuria dan belakangan
berkembang menjadi preeklampsia (Bari, 2000).
12
Proteinuria
(+) /
meningkat, TD
meningkat,
HELLP
Syndrome
Hipertensi
kronik
Preeklampsia
superimposed
pada Hipertensi
kronik
Preeklampsia
Hipertensi
Gestasional
13
toxaemia. Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi
peroksida
lemak
yang
akan
merusak
endotel
pembuluh
14
e.
Teori Genetik
Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal.
Ibu dengan preeklampsi memungkinkan 26% anak perempuannya
juga mengalami preeklampsi.
f.
g.
Teori inflamasi
Lepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan
nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan
mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal
jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan
plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga
semakin banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu.
(Sarwono, 2010)
4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya Preeklampsia dapat dijelaskan sebagai
berikut (Hariadi, 2004):
15
kehamilan normal.
16
17
Umur
18
Perkembangan
preeklampsia
semakin
meningkat
pada
umur
Hiperplasentosis
Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa, kehamilan
multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
d.
e.
f.
6. Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan dan
19
saat yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat (Sarwono, 2010). Pada
preeklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu pengeluaran
trofoblas. Dalam penanganan preeklampsia perlu
ditentukan
jenis
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
syndrome
2) Janin :
i.
Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
20
ii.
iii.
iv.
21
22
23
24
sesar. Pembedahan sesar dapat dilakukan jika tidak ada indikasi untuk
persalinan pervaginam atau bila induksi persalinan gagal, terjadi
maternal distress, terjadi fetal distress, atau umur kehamilan kurang
dari 33 minggu. Sementara bila sudah inpartu, kala II hendaknya
diperpendek dan diperingan karena pada penderita dengan hipertensi,
bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syaratsyarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam
atau vakum. Selain itu dilakukan pembedahan cesar bila terdapat
maternal distress dan fetal distress.
7. Komplikasi dan Prognosis
Preeklampsia yang terlambat penanganannya dapat berdampak pada ibu
dan
janinnya.
Pada
ibu
dapat
terjadi
eklampsia,
perdarahan
25
preeklampsia
sangat
berhubungan
dengan
kunjungan
26
primer
preeklampsia.
Tirah
baring
tidak
dan
komplikasinya
selama
mencegah
kehamilan
tidak
direkomendasikan.
c.
27
d.
dan
tidak
28
29
30
tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan pada
kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia gestasi
32 minggu.
4) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom,
khususnya dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin.
Keberhasilan analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten
meningkat.
Kadang-kadang,
amniosentesis
dilakukan
untuk
31
3. Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kematian
Janin
Dalam
Kandungan
a. Faktor Ibu
1. Umur
Bertambahnya
usia
ibu,
maka
terjadi
juga
perubahan
kehamilan
yang
tidak
secara
langsung
dapat
32
berguna
untuk
mengetahui
pertumbuhan
dan
konsepsi
seperti
janin,
plasenta
dan
darah
membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan butirbutir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi. Jumlah
ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya
anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi
33
34
gula
dalam
darah
metabolisme
tubuh
secara
yang
tinggi
dan
mempengaruhi
menyeluruh
dan
mempengaruhi
35
36
37
patologik
sehingga
dapat
mengakibatkan
kematian
janin
(Wiknjosastro, 2005).
b. Faktor Janin
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengankelainan
kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah
bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk
suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital
yang berbentuk deformitas secara anatomik mungkin susunannya
masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal. Kejadian ini
umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik atau
pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital
malformitas, susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah.
Kelainan
kongenital
dapat
dikenali
melalui
pemeriksaan
38
39
40
5. Diagnosis IUFD
1. Anamnesis
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau
gerakan janin sangat berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah
kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.
c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan
merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat
terlihat terutama pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak
teraba gerakan-gerakan janin.
b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
4. Auskultasi
41
6. Patofisiologi IUFD
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada
kehamilan yang telah lanjut, maka akan mengalami perubahanperubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati
kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini
mula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3. Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.
Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat
longgar edema di bawah kulit.
7. Komplikasi IUFD
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang
mempertahankan janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka
42
8. Pengelolaan IUFD
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim
sebaiknyasegera dikeluarkan secara:
1) Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2) Persalinan anjuran :
a. Dilatasi serviks dengan batang laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan
dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan
plasenta.
b. Dilatasi serviks dengan kateter folley.
1. Untuk umur kehamilan > 24 minggu.
2. Kateter folley no. 18, dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar
kantong amnion.
3. Diisi 50 ml aquades steril.
4. Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat katrol, ujung
tali diberi beban sebesar 500 gram.
5. Dilanjutkan infus oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml,
mulai 8 tetes/menit dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his
adekuat.
43
c. Infus oksitosin
1. Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan skor Bishop, bila nilai = 5 akan lebih berhasil.
2. Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8
tetes / menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampai his adekuat.
d. Induksi prostaglandin
1. Dosis :
-
9. Pencegahan IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah kematian janin,
khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa
gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta.Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
D. KEHAMILAN POSTTERM
44
1. Pengertian
Kehamilan
post
matur
menurut
Prof.
Dr.
dr.
Sarwono
Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari
42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus
Gede Manuaba kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi
waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.Kehamilan Post Date atau
Postterm disebut juga kehamilan serotinusyaitu kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu atau lebih dihitung darihari pertama haid
terakhir menurut rumus neagle dengan siklus rata-rata 28hari (WHO
1977, FIGO 1986).
2. Etiologi
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu sampai saat ini belum
kitaketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang tidak diketahui
pasti,kelainan pada janin sehingga tidak ada kontraksi. Ada beberapa teori
yangdiajukan sebagai penyebab kehamilan postdate, antara lain sebagai
berikut:
Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan
45
kadar
kortisol
plasma
janin.
Kortisol
janin
akan
sekresi
estrogen,
selanjutnya
berpengaruh
Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
postterm
pada
saat
melahirkan
anak
3. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu
dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya
fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan
resiko 3 kali.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul
his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping
adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai
kematian dalam rahim.
Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan
tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah
47
Penimbunan
kalsium.
Pada
kehamilan
postterm
terjadi
48
biasanya
mengalami
gangguan
sehingga
dapat
49
kaseosa dan terjadi maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah
mengelupas.
Stadium II
Stadium III
bayi.
Insufisiensi plasenta yang berakibat:
Pertumbuhan janin terhambat
Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium
51
diperkirakan.
Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
52
persalinan
operatif
sehingga
dianjurkan
untuk
dilakukan
53
kali/20 menit).
Amnioskop. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit
54
55
Pemantauan
yang
baik
terhadap
ibu
(aktivitas
uterus)
dan
sangat bermanfaat.
Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
Awasi jalannya persalinan.
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin.
Cegah aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus
dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan
56
BAB IV
ANALISIS KASUS
A. Analisis Kasus
Saat masuk, pasien terdiagnosis sebagai IUFD PEB pada
primigravida hamil postdate. Dari riwayat ANC pasien, dimulai dari usia
kehamilan 9 minggu, tekanan darah pasien relatif stabil (Tabel 2). Di usia
kehamilan 22 minggu, pasien pernah menjalani pemeriksaan analisis urin.
Hasilnya menunjukan ewitz (-).
Tabel 2. Tabel riwayat ANC pasien
Tanggal
17/12/15
17/1/16
18/2/16
17/3/16
UK (minggu)
9+ 3
13 + 5
18 + 3
22 + 5
TD (mmHg)
120 / 80
120/80
120/70
130/80
17/4/16
18/5/16
1/6/16
11/7/16
19/7/16
27 + 3
31 + 6
33 + 6
39 + 1
40 + 2
110/70
120/80
134/84
138/95
142/95
Hasil Lab
GDS : 188
Proteinuri : AFV : 156 ml
AFV : 124 ml
buruk
menyebabkan
terutama
kematian
terhadap
fetus.
jaringan
Kekurangan
paru
cairan
serta
dapat
amnion
dapat
58
B. Analisis Terapi
Terapi PEB yang dipilih untuk pasien ini merupakan penanganan aktif
berupa terminasi kehamilan mengingat telah terjadi IUFD, antara lain:
1.
O2 3 lpm
2.
3.
59
5.
6.
Persalinan
pervaginam
menggunakan
vakum
60
61
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta.
ACOG technical bulletin. International Journal of Gyn and Obs 1993;42(3).
Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku
Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
Cunningham, et.al. 2006. Obstetric Williams, edisi 21, volume 2. EGC, Jakarta.
Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill
Companies, USA.
Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi
14. EGC, Jakarta.
Galal et al. 2012. Postterm pregnancy. FVV in ObGyn 4 (3): 175-187.
Jannah dan Arianti. 2010. Gambaran epidemiologi kejadian preeklamsia/eklamsia
di RSU PKU muhammadiyah yogyakarta tahun 2007 2009. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378385.
Kadri, N. (2005), Kelainan Kongenital, dalam Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Llewellyn, J. (2001), Setiap Wanita, Delapratasa, Jakarta.
Manuaba, I.B.G. (2001), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
62
Mochtar, R. (2004), Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta.
Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
Monintja, H.E. (2005), Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal, dalam Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Norwitz, E.R., Schorge, J.O., (2008). At a GlanceObstetri dan Ginekologi edisi 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nugroho (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Olyai R, Mittal C. Fetal death. In.Dutta D K, editor. Recent advances in high risk
pregnancy. India: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2010. P15564
Prawirohardjo, S (2004), Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Prawirohardjo, S (2010). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A.B. (2002), Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Stridje, D. (2000), Kehamilan dan Diabetes, EGC, Jakarta.
63
64