Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

OSTEOMYELITIS TUBERKULOSA

Pembimbing:
dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Penyusun:
Anasthasya Giovani G
030.11.023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 19 DESEMBER 2016 28 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Anasthasya Giovani G


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Periode : Periode 19 Desember 2016 28 Februari 2017
Judul : Osteomyelitis Tuberkulosa
Pembimbing : dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.

Jakarta, Januari 2017

dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Osteomyelitis Tuberkulosa dengan baik dan tepat waktu.
Case ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi. Di samping itu,
laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
osteomyelitis tuberkulosa
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan

2
laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................2


KATA PENGANTAR.................................................................................................3
DAFTAR ISI .............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS ...............................................................................6
BAB III ANALISIS KASUS ...............................................................................19
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................21
4.1 Definisi..............................................................................................21

3
4.2 Epidemiologi....................................................................................21
4.3 Etiologi.............................................................................................21
4.4 Faktor risiko.....................................................................................22
4.5 Patofisiologi.....................................................................................23
4.6 Manifestasi klinis.............................................................................28
4.7 Diagnosis..........................................................................................29
4.8 Penatalaksanaan...............................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................36

4
BAB I
PENDAHULUAN

(TB) paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang,
tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di
negara maju. Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah
kasus TB anak per tahun adalah 5 - 6% dari total kasus TB. Pada tahun 1989, WHO
memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000
anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB.1
Di Asia tenggara, selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah kasus
baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO
(1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta
kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10%
dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun. Peningkatan jumlah kasus TB
di berbagai tempat saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1) diagnosis
tidak tepat, 2) pengobatan tidak adekuat, 3) program penanggulangan tidak
dilaksanakan dengan tepat, 4) infeksi endemik HIV, 5) migrasi penduduk, 6)
mengobati sendiri (self treatment), 7) meningkatnya kemiskinan dan 8) pelayanan
kesehatan yang kurang memadai. 2
Salah satu masalah yang selalu terkait erat dengan TB yaitu masalah gizi yang
dalam hal ini adalah malnutrisi (Kekurangan Energi Protein/KEP). Prevalensi yang
tinggi terdapat pada anak dibawah usia 5 tahun. KEP diklasifikasikan menjadi KEP
derajat ringan (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala yang khas dan kelainan biokimia, hanya dijumpai gangguan
pertumbuhan. Telah lama diketahui adanya hubungan sinergis antara KEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi.3

BAB II
LAPORAN KASUS

5
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. C Tn. R Tn. S
Umur 7 tahun 32 tahun 31 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Kp. Babelan RT/RW 05/03, Babelan II
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Betawi
Pendidikan SD SMA SMA
Pekerjaan Pelajar Karyawan Swasta IRT
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung
Tanggal Masuk 24 Desember 2016
RS

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 29 Desember 2016
pukul 14.00 di bangsal Melati RSUD Bekasi.
a. Keluhan Utama :
Nyeri pada kaki kiri sejak 1 bulan SMRS.
b. Keluhan Tambahan :
Batuk, demam naik turun dan keringat malam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa ke Poliklinik Spesialis Bedah Tulang RSUD Bekasi
pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 11.00 oleh Ibunya dengan keluhan
nyeri pada kaki kiri sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul,
semakin hari semakin bertambah berat, terutama muncul saat jalan terlalu
lama. Kaki kiri bengkak dan merah tanpa sebab, riwayat trauma seperti jatuh
atau terbentur disangkal. Sebelumnya sudah pernah dirawat 2 minggu yang
lalu dengan keluhan yang sama. Pada tanggal 24 Desember OS datang untuk
kontrol dan kemudian dirawat kembali dan di minta rawat bersama dengan
bagian anak. Os mengatakan ada batuk selama 7 hari dan demam naik turun,
sebelumnya memang sering demam namun tidak terlalu tinggi (sumang-
sumang), dan orangtua mengatakan bahwa saat tidur malam OS sering keluar
keringat. Napsu makan pasien menurun dimana menjadi sulit makan dan
pasien semakin kurus sejak 2 bulan terakhir.

6
Orangtua pasien menyangkal adanya riwayat trauma, sakit paru-paru, sakit
jantung, alergi dan asma. BAB dan Bak normal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Candidiasis - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Gastritis - Radang paru -
Otitis - Herpes - Tuberkulosis -
Zooster paru
Parotis - Operasi - Morbili -

e. Riwayat Penyakit Keluarga

TB Paru (-)
Alergi (-)
Asma (+)
Riw. sakit jantung (-)

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Morbiditas Tidak ada


KEHAMILAN
Perawatan antenatal Rutin kontrol, 1x perbulan

Tempat kelahiran RSUD Kota Bekasi

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinan Spontan


KELAHIRAN Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)

BBL : 2800 gram


PB : cm
Keadaan bayi
Apgar Score tidak diketahui
Tidak ada kelainan bawaan

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I : usia 6 bulan (normal: 5-9 bulan)

7
Psikomotor
Tengkurap : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Duduk : 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Bicara : 15 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik

h. Riwayat Makanan

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim

0-2 +/+ - - -

2-4 +/+ + - -

4-6 +/- + + -

6-7 +/- + + -

8-10 +/- + - +

Kesan : Pasien mendapat ASI hingga pasien berusia 18 bulan.

i. Riwayat Imunisasi

Vaksin Dasar (umur)

BCG 1 bln

DPT 2 bln 4 bln 6 bln 24 bln 5 th

Polio Lahir 2 bln 4 bln 6 bln 18 bln

Campak 9 bln 24 bln 6 th

Hepatitis B Lahir 1 bln 6 bln

Kesan : Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap

j. Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama Tn. R Ny. S

Perkawinan ke 1 1

Umur perkawinan 25 tahun 24 tahun

8
Keadaan kesehatan Sehat Sehat

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah sendiri, dinding terbuat dari tembok, atap
terbuat dari genteng, dan ventilasi kurang. Dalam 1 rumah terdapat 4 anggota
keluarga. Menurut pengakuan keluarga pasien, lingkungan rumah padat
penduduk sehingga ventilasi dan pencahayaan kurang baik, dan ada tetangga
pasien yang memiliki sakit flek. Sumber air bersih berasal dari PAM.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 28 Desember 2016 di bangsal Melati
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Tanda Vital

Kesadaran : Compos mentis


Frekuensi nadi : 102 x/m
Frekuensi pernapasan : 24 x/m
Suhu tubuh : 36,60C

c. Data antropometri
Berat badan : 16,5 kg
Tinggi badan : 118 cm
o BB/TB : 86,8% (gizi kurang)
o BB/U : 16,5/23 x 100% = 71,7% (gizi kurang)
o TB/U : 112/122 x 100% = 96,7% (normal)

9
Kepala
Bentuk : Normocephali, simetris
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil bulat isokor.

10
Telinga : Normotia, sekret -/-, otalgia -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/-, hematom (-)
Mulut : Bibir kering, lidah kotor (-)
Leher : Bentuk simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Gerak napas simetris
Perkusi : Redup pada hemithorax kiri setinggi ICS V-
VIII linea axillaris anterior kiri
Auskultasi
Pulmo : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 2x/menit
Palpasi : Teraba supel, nyeri tekan (-) pada regio epigastrika,
turgor kembali cepat
Perkusi : Shifting dullness (-) , nyeri ketuk (-), timpani diseluruh
lapang abdomen
Kulit : Pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
Ekstremitas
Atas : simetris, tidak ada deformitas, akral hangat, tidak ada edema
Bawah : simetris, tidak ada deformitas, nyeri tekan kaki kiri, bengkak (+)
,minimal, kemerahan, akral hangat.

d. Status Lokalis
Look : simetris, bengkak pada kaki kiri, tidak ada deformitas, kemerahan,
tidak ada luka/jejas, tidak ada atrofi
Feel : teraba hangat pada bagian yang bengkak, nyeri tekan (+) pada kaki kiri
Move : aktif, tidak ada krepitasi.

e. Status neurologis

11
Kesadaran kuantitatif : GCS (E4 V6 M5 = 15)
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan Kanan Kiri

Superior dan Inferior

Bisep + +

Trisep + +

Patela + +

Achiles + Tdk diperiksa

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium hematologi (23/12/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11,5 g/Dl 13 17,5

Hematokrit 36,0 % 40 54

Eritrosit 4,42 juta/uL 45

Leukosit 9,7 ribu u/L 5 10

LED 60 mm/jam 0 10

Trombosit 591 ribu/uL 150 400

MCV 81,5 fL 75 87

MCH 26,0 pg 24 30

MCHC 31,9 % 31 37

GDS 82 mg/dL 60 110

Natrium 135 mmol/L 135 145

Kalium 4.2 mmol/L 3,5 5,0

Clorida 100 mmol/L 94 111

b. Rontgen

- Foto : Thorax PA (9 desember 2016)

12
Deskripsi : - cor : tampak pembesaran ventrikel kanan.
- Pulmo: hilus sulit di nilai karena tertutup jantung
Kesan : tampak seperti RVH?

- Foto : foto cruris AP Lateral Sinistra

Deskripsi : - tampak lesi lusent di


tibia sinistra.
- Reaksi periosteal pada Os tibia sinistra.
Kesan : Osteomielitis Os Tibia Sinistra

c. Mantoux test
Hasilnya negatif

d. RESUME

Pasien dibawa ke Poliklinik Spesialis Bedah Tulang RSUD Bekasi pada


tanggal 24 Desember 2016 pukul 11.00 oleh Ibunya dengan keluhan nyeri pada
kaki kiri sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul, semakin hari
semakin bertambah berat, terutama muncul saat jalan terlalu lama. Kaki kiri
bengkak dan merah tanpa sebab. Os mengatakan ada batuk berdahak dan demam
naik turun selama 7 hari, sebelumnya memang sering demam namun tidak terlalu

13
tinggi (sumang-sumang), dan orangtua mengatakan bahwa saat tidur malam OS
sering keluar keringat. Napsu makan pasien menurun dimana menjadi sulit makan
dan pasien semakin kurus sejak 2 bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, RR 24 x/menit, HR 102 x/menit dan suhu 36,6 0C. Status
gizi pasien menurut CDC termasuk gizi kurang. Status lokalis didapatkan
kemerahan, bengkak, dan nyeri tekan pada kaki kiri.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi ditemukan Hematokrit 36,0% dan
trombosit 591ribu/ul. Pada foto thorax didapatkan gambaran jantung yang
membesar dan hilus tidak dapat dinilai, karena tertutup jantung. Pada mantoux tes
hasilnya positif. Pada foto cruris sinistra tampak osteomielitis pada Os tibia
sinistra.

e. DIAGNOSIS KERJA
- Osteomielitis TB

f. DIAGNOSIS BANDING
- Sarcoma ewing

g. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Sputum BTA

h. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
2RHZE + B6
- Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari 225 mg/hr
- INH 10 mg/kgBB/hari 150 mg/hr
- B6 10mg/hari
- Pirazinamid 30-40 mg/kgBB/hr 200 mg/hari
- Etambutol 200mg/hari
Non medikamentosa
Tirah baring

14
Memberikan penjelasan kepada keluarga, bahwa TB tulang memerlukan
pengobatan yang lama 12 bulan.
Edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya kepatuhan meminum obat
setiap hari.
Skrining terhadap saudara pasien dan kedua orang tua pasien.
Pengobatan pada keluarga yang menderita TB.
Kontrol tiap 1 bulan sekali.

i. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

j. FOLLOW UP
S O A P
28/12/201 Nyeri kaki kiri (+), KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
6 sulit berjalan, RR: 24 x/mnt TB 14tpm
demam (-), batuk ( T: 36,60C, HR: - cefotaxime 2x750
+), sudah mau 102x/mnt mg i.v
makan dan minum Mata: ca-/-, si-/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+5)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+), NT,
kemerahan,
bengkak pada kaki
kiri
29/12/201 Nyeri kaki kiri (+) KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
6 berkurang, sulit HR: 108x/m TB 14tpm
berjalan, demam RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
(-), batuk ( T: 36,70C mg i.v
+), Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+6)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)

15
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT,
kemerahan,
bengkak pada kaki
kiri berkurang.
30/12/201 Nyeri kaki kiri (+) KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
6 berkurang, sudah HR: 96x/m TB 14tpm
bisa berjalan RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
sedikit-sedikit, T: 36,00C mg i.v
demam (-), batuk ( Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
+), Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+7)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT (+),
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri berkurang.
31/12/201 Nyeri kaki kiri (+) KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
6 berkurang, sudah HR: 98x/m TB 14tpm
bisa berjalan , RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
demam (-), batuk ( T: 36,20C mg i.v
+), Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+8)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT (+),
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri berkurang.
02/01/201 Nyeri kaki kiri (-), KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
7 sudah bisa HR: 96x/m TB 14tpm
berjalan, demam RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
(-), batuk (+), T: 36,00C mg i.v
Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+9)
m(-), g(-), snv +/+,

16
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT (+),
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri sangat
minimal.
03/01/201 Nyeri kaki kiri (-), KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
7 sudah bisa HR: 104x/m TB 14tpm
berjalan, demam RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
(-), batuk (+) T: 36,40C mg i.v
berkurang, Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+10)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT (+),
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri mulai hilang.
04/01/201 Nyeri kaki kiri (-), KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A
7 sudah bisa HR: 106x/m TB 14tpm
berjalan, demam RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
(-), batuk (+) T: 36,00C mg i.v
berkurang, Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+11)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT (+),
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri sudah hilang.

05/01/201 Nyeri kaki kiri (-), KU: CM, TSS - osteomielitis - IVFD tridex 27 A

17
7 sudah bisa HR: 96x/m TB 14tpm
berjalan, demam RR: 20x/m - cefotaxime 2x750
(-), batuk (+) T: 36,00C mg i.v
berkurang, Mata: ca +/+, si -/- - ambroxol 3 x 1 cth
Thorax: bj I-II reg, - RHZE (H+12)
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT,
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri menghilang.
06/01/201 Nyeri kaki kiri (-), KU: CM, TSS - osteomielitis - ambroxol 3 x 1 cth
7 sudah bisa HR: 98x/m TB - RHZE (H+13)
berjalan, demam RR: 20x/m - evaluasi BB (18
(-), batuk (+) T: 36,00C kg)
berkurang, Mata: ca +/+, si -/-
Thorax: bj I-II reg,
m(-), g(-), snv +/+,
rh -/-, wh -/-
Abd: supel, BU +
(N), NT (-)
Ekstremitas: Akral
hangat (+). NT,
kemerahan mulai
menghilang,
bengkak pada kaki
kiri (-).

BAB III
ANALISIS KASUS

No Kasus Teori
.

18
1. Anamnesis
Nyeri pada tungkai kiri Karena terjadi reaksi inflamasi dari tubuh
akibat perjalanan hematogen dari
mycobacterium tuberkulosa.
Demam tidak terlalu tinggi Proses inflamasi yang terjadi selama masa
selama7 hari inkubasi (4-8 minggu) dimana kuman
berkembang hingga mencapai jumlah 103-
104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular
produksi sitokin pro-inflamasi.
Berat badan menurun Berkurangnya napsu makan
terganggunya metabolisme akibat respon
imun dan inflamasi disertai berkurangnya
massa otot.
Batuk berdahak 7 hari Refleks batuk terjadi karena tubuh berespon
untuk mengeluarkan alergen yang masuk ke
dalam tubuh.
2.
PemeriksaanFisik
Dimasukkan ke dalam kriteria Waterlow,
Dataantropometri: BB/TB:
maka termasuk gizi kurang yaitu 70 90%
86,8% (gizi kurang)

PemeriksaanPenunjang
3.
Meningkat menandakan adanya infeksi
Trombosit meningkat :
591ribu
Proses infeksi kronis
LED meningkat : 60
mm/jam

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

19
4.1 Definisi
Osteomielitis Tuberkulosis adalah infeksi yang terjadi akibat penyebaran
sekunder dari penyakit tuberkulosis paru yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Penyebaran infeksi secara hematogen dan
biasanya menyerang anak anak. TB anak adalah penyakit TB yang terjadi
pada anak usia 0-14 tahun.

4.2 Epidemiologi
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah
seluruh populasi. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB
anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian
menjadi 8,5% pada tahun 2011, dan 8,2% pada tahun 2012. Kasus TB anak
dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun dengan jumlah
kasus pada kelompok umur 5-14 tahun lebih tinggi. Kasus BTA positif pada TB
anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan pada tahun
2011 meningkat menjadi 6,3% dan pada tahun 2012 sebesar 6%.
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Insidens TB sendi berkisar 1
7% dari seluruh TB.

4.3 Etiologi
Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
ini berbentuk batang lengkung, gram positif, pleimorfik, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 mikrometer dan tahan terhadap
asam sehingga disebut basil tahan asam (BTA). Bakteri ini cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Pada spesimen klinis yang diwarnai atau dalam media
biakan kuman ini dapat tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok. Bakteri ini
sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.
4.4 Faktor risiko
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya infeksi TB
dimana dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan progresi infeksi menjadi
penyakit.
1. Risiko infeksi

20
Anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang padat penduduk dan hygiene serta sanitasi
yang tidak baik. Risiko transmisi yaitu:
Pasien TB paru BTA positif, dewasa maupun anak
Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di
sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type
TB.
Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkatan
penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak.
Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien BTA positif sebesar
65%, BTA negatif dengan hasil kultur positif sebesar 26%, pasien TB
dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.
2. Risiko penyakit
Usia
Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami
progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum
berkembang sempurna (imatur).
Infeksi baru yang ditandai dengan adanya uji tuberkulin (dari negatif
menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir.
Sosial ekonomi rendah, padat penduduk dan hunian, dan pendidikan
rendah.
Malnutrisi, imunocompromized (HIV, keganasan, pengobatan
imunosupresi).

4.5 Patofisiologi dan pathogenesis


Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup
setelah melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan
tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus
akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi,
sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang

21
biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon
(fokus primer).
Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat
adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan
limfadenitis dinamakan kompleks primer.
Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya
komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat
terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu
timbulnya respon positif terhadap uji tuberculin.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat
mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna,
atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh
fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar
melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga
terjadi obstruksi total yang menyebabkan atelectasis.
Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi
penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman

22
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran
hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread) sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum
terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap
hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh
pejamu turun.

23
Patofisiologi TB Anak
Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic (occult
hematogenic spread). Kuman TB kemudia membuat fokus koloni di
berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi
mengalami reaktivasi di kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
limfadenitis regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB).

Perjalanan alamiah

Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,


sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya
TB di berbagai organ.

24
Kalender perjalanan penyakit TB primer

Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya


positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal
terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum,
tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB
primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi
pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Sebagian
besar manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun
pertama, dan 90% kematian karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis
TB.

4.6 Manifestasi klinis


Tulang yang sering terkena adalah: tulang belakang (spondilitis TB), sendi
panggul (koksitis), sendi lutut (gonitis), dan tulang tulan panjang (tibia,dll).
Vertebra torakal bawah dan lumbal atas merupakan situs tersering dari penyakit.
Pasien TB tulang secara khas mempunyai riwayat 2 minggu sampai 3 bulan
mengalami nyeri pada bagian yang terinfeksi, berupa bengkak, kaku,
kemerahan, demam, penurunan berat badan dan nyeri pada saat melakukan
pergerakan dan sering ditemukan setelah trauma. Bisa ditemukan gibbus yaitu
benjolan pada tulang belakang yang umumnya seperti abses tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda peradangan. Warna benjolan sama dengan sekitarnya,
tidak nyeri tekan, dan menimbulkan abses dingin. Kelainan neurologis terjadi
pada keadaan spondilitis yang lanjut, membutuhkan operasi bedah sebagai
tatalaksananya . Abses paravertebral terjadi di antara 50% pasien. Pasien dengan
Potts disease biasanya mempunyai bukti radiologis dari keterlibatan tulang
belakang, dan 50% pasien mempunyai bukti radiologis dari salah satu TB paru
lama atau aktif. Diagnosis memerlukan biopsi dan kultur dari tulang yang
terinfeksi (Fitzpatrick & Braden, 2000).

25
Kelainan pada sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang dan
kesulitan berdiri. Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di daerah
lutut/mata kaki, anak sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan
atrofi otot paha dan betis. Pada kelainan minimal umumnya dapat kembali
normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat menimbulkan sekuele
(cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.
TB artritis secara khas bermanifestasikan sebagai sebuah arthritis
monoartikular dari sendi-sendi yang menopang berat (lutut, pinggul,
pergelangan kaki dan tangan). Nyeri merupakan gejala paling umum, dan
pembengkakan dengan rentang pergerakan yang menurun pada sendi yang dapat
terlihat. Infeksi diawali trauma pada 25% kasus. Biopsi jaringan sinovial dapat
mengandung granuloma, dan hasil kultur adalah positif untuk M. Tuberculosis
60-70% dari waktu itu (Fitzpatrick & Braden, 2000).

Manifestasi klinis TB dibagi menjadi gejala sistemik/umum TB dan gejala klinis


spesifik terkait organ. Gejala sistemik/umum pada TB, antaralain:
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama ( 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten/menetap (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare.

4.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terlihat
dari gejala sistemik ataupun yang terkait dengan organ yang terkena. Untuk
menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan maka dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti TB anak.

26
Diagnosis pasti TB seperti lazimnya adalah dengan menemukan kuman
penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan
sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan. Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan
melakukan uji tuberkulin/mantoux test. Interpretasi hasil uji tuberkulin:

Tabel Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin


Pembacaan Indurasi Penafsiran

Negatif 0-4 - Tidak ada infeksi


- Sedang dalam masa inkubasi
- Anergi

Positif meragukan 5-9 - Infeksi M. Atipik


- BCG
- Infeksi TB alamiah
- Kesahan teknis

Positif 10-14 - Infeksi TB alamiah


- BCG
- Infeksi M. atipik

15 Sangat mungkin infeksi TB alamiah

Interpretasi uji tuberkulin


Selain itu, pada osteomielitis tb pemeriksaan penunjang lain yang cukup
penting :

27
Foto radiologi
- Thorax
- Tulang yang terinfeksi : adanya gambaran osteomielitis
CT scan
MRI
Biopsi tulang

Apabila ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis seperti


keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan sistem
skoring sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB
anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.

Parameter 0 1 2 3 Sko
r
Kontak TB Tidak - Laporan BTA (+)
jelas keluarga,
BTA (-)/
tidak tahu/
BTA tidak
jelas

Uji Tuberkulin Negatif - - Positif


(Mantoux) ( 10 mm atau
5 mm pada
keadaan
imunosupresif)

Berat badan/ - BB/TB < 90% Klinis gizi -


keadaan gizi atau buruk atau
BB/U < 80% BB/TB <
70%
atau
BB/U < 60%

Demam yang tidak - 2 minggu - -


diketahui
penyebabnya

Batuk kronik - 3 minggu - -

Pembesaran kelenjar - 1 cm, - -


limfe kolli, aksila, jumlah > 1,
inguinal tidak nyeri

Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi panggul, pembengkakan
lutut, falang

Foto toraks Normal/ Gambaran - -


kelainan sugestif TB
tidak jelas

28
TOTAL SKOR

Skoring TB Anak
Keterangan:

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)


Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan
hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut. Foto
toraks bukan merupakan alat diagnosis utama pada TB anak

Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas

4.8

Penatalaksanaan
Tatalaksana medikamentosa Osteomielitis TB adalah pemberian OAT,
rehabilitasi dan pada kasus yang berat dibutuhkan pembedahan.

29
Beberapa hal penting dalam penatalaksanaan TB anak adalah:

Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam


monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat.
Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak:

OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk


mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler.
Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan, pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan.
Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis
dan berat ringannya penyakit.
Tahap lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60 mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tapering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuannya untuk mengurangi
proses inflamasi dan mencegah terjadi perleketan jaringan.
Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
Kategori anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
Kategori anak dengan 4 macam obat: 2 HRZE(S) /4-10HR
Paduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

30
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.

Paduan OAT kategori anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan
tabel dibawah ini:

Obat TBC Lini I

Nama Obat Dosis harian Dosis Efek Samping


(mg/kgBB/hari) maksimal
(mg/hari)

Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer,


hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan enzim
hati, cairan tubuh berwarna oranye
kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan
berkurang, buta warna merah-hijau,
penyempitan lapang pandang,

31
hipersensitivitas, gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoksik

Panduan OAT kategori anak dan peruntukannya secara lebih


lengkap sesuaidengan tabel berikut :

Kombinasi dosis tetap OAT KDT (FDC : Fixed Dose Combination)

Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:

Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin 75 mg), H


(Isoniazid 50 mg), dan Z (Pirazinamid 150 mg) yang digunakan dalam tahan
intensif
Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin 75 mg) dan H
(Isoniazid 50 mg) yang digunakan pada tahap lanjutan.

2 bulan 4 bulan
Berat badan (kg)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet

8-11 2 tablet 2 tablet

12-16 3 tablet 3 tablet

17-22 4 tablet 4 tablet

32
23-30 5 tablet 5 tablet

DAFTAR PUSTAKA

1. Price.A,Wilson. L.M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-ProsesPenyakit,bab 4, EdisiVI. Jakarta:EGC, 2004 :85264.

2. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of


Pediatrics. Chapter XVII Infection : Section III Bacterial Infection:
Tuberculosis. 18th edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2007

3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT).


2008.

4. Wibowo. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 63: 25


8.

5. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis


Paru. FKUI Jakarta, 1985.

33
6. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Ppru. Pedoman
Diagnostikdan Terapi. FKUI Jakarta, 1989.

7. WHO. Treatment of Tuberculosis. Guidelines for national programmes.


Tuberculosis Unit. Division of Communicable, Diseases.

8. Nastiti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar respirologi


anak, edisi pertama. IDAI 2010. 162-252

9. NN.Pedoman Nasional PenanggulanganTuberkulosis. 27 Jul i2009.Available


from http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf .

10. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK
Pulmonologi PP IDAI, Juni, 2005.

11. Tierney Jr., Lawrence M, Current Medical Diagnosis and Treatment. Chapter
9 Lung : Pulmonary Infections: Pulmonary Tuberculosis, Mc Graw Hill, 2008.

12. Anne A G, Peter J, dkk. Tuberculosis.Chapter 39. Infectious diseases of


children. Eleventh edition. Krugmans. 2004

13. World Health Organization. Implementing the WHO Stop TB Strategy-A


handbook for national TB control programmes. Chapter 4- Tuberculosis in
Children. Geneva, WHO. 2008

14. Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Tuberkulosis Pada Anak. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2005

15. Perkumpulan Pemberantasan Tuberukulosis Indonesia. Jurnal Tuberkulosis


Indonesia. Vol 3. 2 September 2006

16. Hsu KHK. Thirty years after isoniazid: its impact on tuberculosis in children
and adolescents. JAMA 1984;251:1283--1285.

17. 16.Nolan CM, Goldberg SV, Buskin SE. Hepatotoxicity associated with
isoniazid preventive therapy. JAMA 1999;281:1014--1018.

18. Steele MA, Burk RF, DesPrez RM. Toxic hepatitis with isoniazid and
rifampin. Chest 1991;99:465471

34
19. Shafran SD, Singer J, Zarowny DP, Phillips P, Salit I, Walmsley SL, et al. A
comparison of two regimens for the treatment of Mycobacterium avium
complex bacteremia in AIDS: rifabutin, ethambutol, and clarithromycin versus
rifampin, ethambutol, clofazamine, and ciprofloxacin. N Engl J Med
1996;335:377383

20. Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society. Control and
prevention of tuberculosis in the United Kingdom: Code of Practice 2000.
Thorax 2000;55:887-901

35

Anda mungkin juga menyukai