Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

I. Konsep Penyakit Asma


I.1 Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas.
Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat
hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh faktor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena kontraksi bronkus, sumbatan mucus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)

I.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma
sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan
oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

I.3 Tanda dan gejala


Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari.
Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan
malam hari, sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas
(whezzing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan
gangguan tidur karena batuk atau sesak napas/susah bernapas.
Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang
(Yayasan Asma Indonesia, 2008; GINA, 2004; Lewis,
Heitkemper, Dirksen, 2000). Pada keadaan asma yang parah
gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress
pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retracsi iga,
pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah (Schulte, Price,
Gwin, 2001). Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan
lingkungan, seperti berhadapan
dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu,
obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi
sistem respirasi, asap rokok dan stress (GINA, 2004). Gejala
asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi
terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap
distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status
Asmaticus (Brunner & Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa


pernapasan
whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(pepanjangan ekshalasi), perbesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di
bronkus maka suara whizing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma
dapat
mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga
sangat penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan
untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya (Sundaru,
2008; Dahlan, 1998)

I.4 Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran
mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel
radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa
dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan
sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian
dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas
darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi. Pada
respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi
otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka
dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang
iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin
memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu
alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme,
pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang
merupakan silinder sel-sel cabang-cabang
bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen
dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau
normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
b. Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan
tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun
penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
c. Kadang kadang pada darah terdapat SGOT dan
LDH yang meninggi
d. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat
infeksi
e. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang
meninggi pada waktu seranggan, dan menurun
pada waktu penderita bebas dari serangan.
f. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi
dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma
normal. Pada serangan asma, gambaran ini
menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus
akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD)
menimbulkan gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka
terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita
menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan
bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi
RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu
menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan
asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan
dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi
deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum
jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni
tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus
takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif
ST depresi.
I.6 Komplikasi
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan
gagal nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang
terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut status
asmatikus, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).

I.7 Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asthma yang ada pada lingkungannya,
serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4
kali semprot dan jarak antara semprotan pertama
dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan
teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak
memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma,
khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2
x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan
secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam
bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal
kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-
pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5
mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
I.8 Patway

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan kebutuhan makan dan


minum cukup
II.1Pengkajian
II.1.1 Riwayat keperawatan
II.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik
yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah
nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3. Thorak
1. Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan
kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan.
2. Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan,
ekspansi dan taktil fremitus.
3. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah.
4. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat
disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.

II.1.3 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal kristal charcot leyden yang
merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral
yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang
bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen
dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan
eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat
meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
a. Gas analisa darah
b. Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan
tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun
penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
c. Kadang kadang pada darah terdapat SGOT
dan LDH yang meninggi
d. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan
terdapat infeksi
e. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE
yang meninggi pada waktu seranggan, dan
menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
f. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe
asma atopik.

3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada
asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini
menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen
yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal
serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus
akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD)
menimbulkan gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka
terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita
menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan
bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang
meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,
FRC selalu menurun, sedangan penurunan
TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi
serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan
disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi
deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum
jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung,
yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus
takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya
relatif ST depresi.

II.2Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Pembersihan jalan nafas, ketidakefektifan
II.2.1 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan
jalan nafas yang bersih (NICNOC, 2007)
II.2.2 Batasan karakteristik
a. Subjektif
b. Dispnea
c. Objektif
II.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Lingkungan
b. Obstruksi jalan nafas
c. Fisiologis
Diagnosa 2 : Pertukaran gas, gangguan
II.2.4 Definisi
Kelebihan dan kekurangan oksigenasi dan atau
eliminasi karbon dioksida di membran kapilar-
alveolar (NICNOC, 2007)
II.2.5 Batasan karekteristik
a. Subjektif
b. Dispnea
c. Sakit kepala saat bangun
d. Gangguan penglihatan
e. Objektif
II.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Perubahan membran kapilar-alveolar
b. Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

II.3Perencanaan
Diagnosa 1 : Pembersihan jalan nafas, ketidakefektifan
II.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi
nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku
untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misalnya
batuk efektif dan mengeluarkan sekret
II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
a. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior.
Rasional: Adanya penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan adanyaa bunyi tambahan.
b. Pengisapan jalan nafas
Rasional: Memindahkan sekresi jalan nafas
dengan memasukan kateter pengisap ke dalam
jalan nafas oral atau trakea.
Diagnosa 2 : Pertukaran gas, gangguan
II.3.3 Tujuan dan kriteria hasil
Mempertahankan jalan nafas dengan gas darah yang
normal
Kriteria Hasil : pasien akan menunjukan prilaku
tidak menggunakan pernafasan mulut.
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional: ada apa tidak bunyi tambahan di paru
b. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional: mengurangi dyspnea

III. Daftar Pustaka

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru


untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

http://lpkeperawatan.blogspot.co.uk/2014/01/laporan-pendahuluan-
asma.html?m=1
Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(........................................) (......................................)

Anda mungkin juga menyukai