Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PANDANGAN WANITA MENURUT AL-KITAB

A. Asal-Usul Penciptaan Wanita menurut al-Kitab


Kitab Kej (Kejadian) menjelaskan bahwa Allah melakukan penciptaan
terhadap alam selama enam hari kerja. Allah menciptakan bumi dan langit
serta binatang darat dan tumbuh-tumbuhan serta isinya. Baru pada hari yang
keenam puncaknya, yaitu penciptaan manusia. Manusia diciptakan berbeda
dari binatang dan dari segala makhluk yang lain, karena dia dijadikan menurut
gambar dan rupa Allah. Dalam Kejadian 1:26-28 dapat kita temukan tiga
keterangan yang menjelaskan manusia mempunyai hubungan khusus dengan
Allah, manusia mempunyai hubungan khusus dengan sesama manusia dan
manusia mempunyai hubungan khusus dengan makhluk-makhluk lain.1
Dalam Kejadian 2:7 disebutkan sebagai berikut:
Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia
menjadi makhluk yang hidup.2

Menurut ayat tersebut Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu
tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, sehingga
manusia menjadi mahluk hidup. Manusia pertama yang diciptakan Allah ini
kemudian diberi nama Adam. Setelah Allah menciptakan manusia, maka Ia
mengaruniai manusia dengan kemungkinan untuk hidup dan Tuhan membuat
taman Firdaus di Eden.3
Taman Firdaus telah melukiskan keadaan yang sempurna tentang
adanya dua pohon, yakni pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik
dan yang jahat. Pohon-pohon itu mempunyai arti simbol arti perlambangan
pohon kehidupan yang melambangkan hidup kekal yang akan dialami

1
F.L. Bakler, Sejarah Kerajaan Allah: Perjanjian Lama, Gunung Mulia, 1990, hal. 16-18
2
Lembaga al-Kitab Indonesia, Al-Kitab, Lembaga Al-Kitab Indonesia (LAI), Jakarta,
1993, hal.2
3
Ibid , hal. 20-21

28
29

manusia apabila ia tetap hidup damai dengan Allah. Pohon pengetahuan yang
baik dan yang jahat di sini adalah lebih dari ilmu pengetahuan intelektual,
lebih dari otak manusia, artinya penentuan apa apa yang baik atau yang jahat.
Manusia harus melakukan dengan taat apa yang ditetapkan Allah. Sebagai
tanda ketaatan itu manusia tidak boleh memakan buah pohon pengetahuan
tentang yang baik dan yang jahat. Jika ia tidak taat tentu ia akan mati.
Ketika Adam telah melaksanakan tugas memberi nama kepada semua
binatang, dengan menentukan sifat binatang itu dan menguasainya. Kemudian
Tuhan Allah berfirman: Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku
akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia. (Kejadian
2:18). Maka Tuhan mendatangkan kantuk bagi manusia, dan sementara dia
tidur, Tuhan mengambil salah satu tulang iga yang telah diambil oleh Tuhan
dari manusia itu untuk menciptakan seorang wanita.4
Sesuai dengan firman Tuhan yang berbunyi :
22. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada
manusia itu.
23. Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia tulang dari tulangku dan
daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia
diambil dari laki-laki.5

Ketika manusia bangun dari tidurnya dan menyambut wanita itu dari
tangan Allah, dan Adam mengakui bahwa laki-laki dan perempuan merupakan
satu kesatuan yang erat dan satu dengan yang merupakan kesatuan yang
mutlak. Dalam Kejadian 3:20 yang berbunyi: Manusia itu memberi nama
Hawa kepada istrinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.
Manusia mendapat tugas mengusahakan dan memelihara taman
Firdaus, tetapi setan dan iblis musuh manusia masih di taman itu. Pada suatu
saat setan berubah menjadi sebuah ular dan kemudian mendatangi perempuan,
kemudian ular merayu Hawa agar memakan buah yang ada di tengah-tengah
taman yang terlarang. Lama-lama perempuan itu tergoda oleh setan, kemudian

4
Maurice Bucaille, Asal Usul Manusia: Menurut Bibel, al-Quran, Sains, Mizan,
Bandung, 1992, hal. 170-171
5
Lembaga al-Kitab Indonesia, op. Cit, hal. 3
30

ia memakan buah yang terlarang tersebut dan sebagian tersebut diberikan


kepada suaminya dan laki-laki itu memakannya. Karena laki-laki dan
perempuan itu telah melanggar larangan Tuhan, maka manusia dikeluarkan
dari taman Firdaus dan dibuang ke bumi. Sehingga laki-laki tersebut
kesusahan dalam mencari rizki di bumi. Sedangkan perempuan dihukum
dengan susah payah waktu mengandung, akan kubuat sangat banyak dengan
kesakitan, engkau akan melahirkan anakmu, namun engkau akan birahi
kepada suamimu dan ia akan berkuasa atas dirimu (Kejadian 3:1-7)6.
Dengan demikian penciptaan manusia selanjutnya baru melahirkan,
seperti dalam firman Allah Kejadian 4:1 yang berbunyi:
Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa istrinya, dan
mengandunglah perempuan itu lalu melahirkan Kain, maka kata
perempuan itu: Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan
pertolongan Tuhan.7

Semenjak itu terjadinya manusia selanjutnya melalui proses tersebut


hingga sampai sekarang.

B. Status Wanita menurut al-Kitab


Dalam Kitab Kejadian 1 dan 2, dikisahkan tentang Tuhan Allah yang
menciptakan langit dan bumi, laut serta segala isinya juga manusia, baik laki-
laki maupun perempuan. Dari sini bisa kita lihat pengertian dan pemahaman
tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dalam dunia.
Berabad-abad lamanya, keberadaan perempuan dipahami hanya
sebagai penyebab jatuhnya manusia ke dalam dosa. Ada juga yang
memandang bahwa perempuan sebagai penolong laki-laki sebagai obyek
seksualitas. Dari pemahaman-pemahaman tadi bisa membawa kepada
diskriminasi seksual dan diskriminasi dalam segala aktivitas.
1. Status Wanita dalam Hukum
Berdasarkan Kejadian 1:27, dilihat dari penciptaan perempuan
maupun laki-laki diberi kuasa atas alam. Kenyataannya yang sering

6
F.L. Bakler, op. cit., hal. 24-35
7
Lembaga al-Kitab Indonesia, op. cit., hal. 4
31

mendapat kekuasan adalah laki-laki, sedangkan perempuan tidak diberi


kekuasaan. Hal ini bisa dilihat dari sejarah pada zaman kuno terkenal
sebagai dunia kaum pria, dunia sistem patriarkhal. Pada zaman itu wanita
menjadi ternama hanya karena penyimpangan perilaku mereka dalam
dunia politik, masyarakat, atau akibat perbuatan seksual mereka atau
karena tindakan mereka yang luar biasa. Dalam dunia patrialkhal nilai,
norma masyarakat dan budaya ditentukan oleh pola tingkah laku pria,
sehingga pria sangat berpengaruh dan wanita cenderung direndahkan.8
Status seorang wanita pada saat itu terkait pada status ayahnya,
dan hanya diubah (naik atau turun) melalui perkawinan, sedangkan
seorang wanita jarang mendapatkan kebebasan untuk memilih pendamping
hidupnya dan yang mengatur adalah keluarganya. Pada waktu itu seorang
wanita tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa pasrah mengikuti jalan
hidupnya.
Pada pertengahan abad ke-17 mulai muncul teolog-teolog
perempuan, yang kemudian terkenal dengan teolog Feminisme. Teolog
feminisme adalah suatu gerakan emansipasi wanita dalam
memperjuangkan kaum perempuan agar kaum perempuan dibebaskan dari
budaya di mana laki-laki mendominasi segala aspek kehidupan yang
mengakibatkan perbedaan kedudukan dan peran seorang perempuan.
Teolog feminisme ini mula-mula berkembang di Amerika Serikat dan baru
berkembang ke seluruh dunia. Seperti Margaret Fell (1667) dan Sarah
Grioke (1837).9
Sehingga sejak waktu itu dari sedikit demi sedikit mulai berubah,
karena bisa kita lihat dari perkembangan zaman bahwa wanita juga
mempunyai peran dalam keluarga, masyarakat ataupun dalam gereja,
seperti tokoh wanita Agatha Christie dan Ratu Victoria tokoh lain yang

8
Elisabeth Moltman Wendel, Pembebasan Kesetaraan Persaudarian: Emansipasi
Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, Gunung Mulia, Jakarta, 1995, hal. 1-3
9
Kapahang Kaunang. K.A., Perempuan; Pemahaman Teologis Perempuan dalam
Konteks Budaya Minahasa, Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hal. XII-XIII
32

mampu memperjuangkan hak wanita. Dan setelah mereka tiada, dunia


mulai berbeda.10
Seorang laki-laki sebenarnya juga mengakui bahwa wanita juga
mempunyai kedudukan dalam kehidupan, seperti halnya seorang suami
juga menghawatirkan kesehatan seorang istri, melindungi, mengasihi,
dipuji dan melakukan sesuatu untuk sang istri. Begitu pula seorang wanita
ia akan berusaha mendampingi seorang laki-laki dan akan ikut membantu
seorang laki-laki dari hal yang kecil sampai yang besar.
Kejadian 2:18 menerangkan bahwa seorang wanita adalah
penolong bagi laki-laki dan dia sepadan dengannya. Sehingga sangatlah
jelas dari firman tersebut wanita dan laki-laki itu sejajar dan antara wanita
dan laki-laki adalah seorang kemitraan dan tidak ada yang ditinggikan
ataupun yang direndahkan.11
Dalam Gal 3:28 yang berbunyi:
Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada
hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan,
karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. 12

Dari firman Tuhan tersebut menjelaskan bahwa di hadapan Tuhan


manusia itu sama. Tuhan tidak membedakan hambanya baik dari suku,
bangsa, ras, laki-laki ataupun perempuan, namun yang membedakan
hanyalah Iman dan ketaatan menjalankan perintah Tuhan Allah, karena
semua manusia adalah anak-anak Tuhan yang dibuat sesuai dengan
GambarTuhan.13
Dalam Pekabaran Injil, wanita juga ikut terlibat secara penuh
dalam kegiatan gereja, yakni dipercaya untuk tugas-tugas yang
menentukan, seperti halnya saat Yesus melakukan perjalanan untuk
menyebarkan Injil bersama 12 muridnya. Di dalam perjalanan tersebut

10
Ruth Tiffany Barhause, Identitas Wanita; Bagaimana Mengenal dan Membentuk Citra
Diri, Kanisius, Jakarta, 1988, hal. 32-35
11
M. Masyhur Amin, op. cit., hal. 40
12
Lembaga al-Kitab Indonesia, op.cit., hal. 246
13
St. Darmawijaya Pr., Perempuan dalam Perjanjian Baru, Kanisius, Yogyakarta, 1991,
hal. 13
33

juga terdapat beberapa wanita yang melayani keperluan Beliau dengan


iman, ketaatan dan tenggang rasa, yang kemudian biasa membuat
kemandirian seorang wanita. Dalam jemaat gereja adalah persekutuan laki-
laki dan wanita bahkan wanita diberi kepercayaan menjalankan tugas
dalam gereja.14
2. Status Wanita dari Segi Sosial

3. Status Wanita dari Segi Hukum


Status wanita dalam hukum dapat dilihat dari perannya sebagai
saksi. Menurut kisah para Rasul, para Rasul dan semua orang Kristen
harus menjadi saksi tentang Yesus dan wartanya (Kis 1:8, 21-22, 2:32,
5:32). Sebagaimana telah dimaklumi bahwa para wanita berada di antara
para pengikut Yesus dan menjadi saksi tentang hidup dan ajaran-Nya . Di
sini tampil lagi wanita Samaria, lantaran oleh kesaksiaannya orang-orang
Samaria yang lain menjadi percaya kepada Yesus (Yoh 4:39).
Para wanita secara khusus penting sebagai saksi-saksi
kebangkitan. Walaupun tidak ada seorang saksi pun untuk kejadian
aktualnya, namun ada saksi-saksi untuk situasi-situasi seputar peristiwa
kebangkitan itu. Artinya, ada saksi untuk wafat dan pemakaman Yesus,
ada saksi untuk makam kosong dan untuk penampakan-penampakan
Tuhan yang bangkit. Di antara para saksi ini adalah para wanita yang
paling banyak.
Ada sebuah tradisi kuat yang menampilkan para wanita sebagai
saksi-saksi utama, jika bukan satu-satunya, untuk wafat dan pemakaman
Yesus. Lukas mengisahklan bahwa semua murid hadir para saat
penyaliban dan Yohanes berbicara tentang murid yang dikasihi Yesus,
tetapi Matius dan Markus hanya menunjuk pada para wanita. Matius,
Markus dan Yohanes memberi nama tiga dari wanita ini, walaupun ketiga
penginjil ini tidak sepakat dalam semua nama mereka (Mat 27:55-56, Mrk
15:40-41, Yoh 19:25). (Lukas sebelumnya sudah menanamkan tiga wanita

14
Elisabeth Moltman Wender, op. cit.,, hal. 3-12
34

sebagai urid dalam 8:2-3). Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa Maria
Magdalena disebut oleh semua tersebut yang menjadi saksi-saksi
penguburan Yesus (Mat 27:55-56, Mrk 15:40-41, Yoh 19:25). (Lukas )

C. Peranan Wanita menurut al-Kitab


Kata peran diambil dari istilah teater dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kelompok-kelompok masyarakat. Peran ialah bagian yang
kita mainkan pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku untuk
menyelaraskan diri terhadap keadaan. Ada beberapa peran yang kita miliki
sejak lahir dan tidak pernah kita pikirkan karena peran tersebut merupakan
bagian dari kehidupan. Seperti saat kita sebagai anak perempuan, kemenakan,
kekasih, istri, ibu, saudara perempuan dan bibi. Sehingga perubahan dari
kanak-kanak ke masa dewasa membawa serta peran-peran baru yang
mengubah peran-peran sebelumnya.15
Iman orang Kristen adalah bahwa Kristus telah mengorbankan dirinya
untuk manusia dan manusia harus meneladaninya, untuk melayani yang lain
demi Dia. Jadi inti iman orang Kristen adalah kasih dan pelayanan.16
Zaman dahulu peran wanita hanya dalam keluarga saja yaitu sebagai
istri dan sebagai ibu, yang mana wanita bertugas di rumah melayani suami dan
memelihara anak saja. Karena perkembangan dan tuntutan zaman sehingga
peran wanita juga mengalami perubahan, seorang wanita juga mempunyai
peluang yang sama seperti laki-laki. Dalam pembahasan ini, peran dibedakan
menjadi dua, yakni peran seksualitas dan peran gender.
1. Peranan Seksualitas Wanita
Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang mana
keluarga adalah lingkungan pertama yang dijumpai anak yang lahir ke
dunia dan sebagai tempat pendidikan yang primer. Keluarga dapat

15
Brunettor Wolfman, Peran Kaum Wanita; Bagaimana Menjadikan Cakap dan
Seimbang dalam Antar Peran, Kanisius, Yogyakarta, 1989, hal. 9-11
16
Anne Borroder, Tugas Rangkap Wanita; Mengubah orang Kristen, Gunung Mulia,
Jakarta, 1993, hal. VII
35

berfungsi memenuhi berbagai kebutuhan manusiawi dari kebutuhan primer


(sandang, pangan, papan). Kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai, kebutuhan akan harga diri sampai dengan
kebutuhan aktualisasi diri.17
Kebanyakan wanita telah mengetahui bahwa masyarakat
mengharapkan mereka menjadi istri dan ibu serta mengurus rumah tangga.
Peran umum ini dipertahankan banyak orang yang berumur lebih tua dan
berpegang teguh pada tradisi yang mempertahankan bahwa menjadi istri
dan ibu yang baik membutuhkan seluruh tenaga seorang wanita.18
Seringkali peran ini hanya diberikan kepada wanita, padahal laki-
laki juga sama mempunyai peran sebagai suami dan sebagai ayah, karena
laki-laki sibuk bekerja dan peran tersebut dibebankan kepada sang istri.
Bahkan dalam 1 Petrus 3:7 yang berbunyi:
Demikian juga kamu, Hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan
istrimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka
sebagai teman pewaris dari kasih karunia yaitu kehidupanmu
supaya doamu jangan terhalang.19

Tuhan sendiri memerintahkan agar berkeluarga dengan


berpasangan suami istri mempunyai kewajiban yang sama yakni saling
mengisi, saling menghormati, saling tolong menolong, dan seorang suami
hendaklah melindungi seorang istri karena seorang istri dapat menolong
seorang suami dan supaya kasih Allah tidak terhalang.
Peranan wanita dalam al-Kitab dapat dilihat sebagai berikut:
1. Perjanjian Lama
a. Perempuan diciptakan oleh Tuhan agar bersama-sama dengan laki-
laki boleh melaksanakan amanat Tuhan di dunia ini. Dalam hal ini,
penciptaan melalui Hawa. Sebagaimana dalam Kejadian 1:26 dan
2:25

17
Anne Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat,
Kanisius, Yogyakarta, t.th, hal. 2
18
Brunetar. Wolfman, ibid., hal 22
19
Lembaga al-Kitab Indonesia, op.cit., hal. 300
36

b. Perempuan sebagai bidan, dipakai oleh Tuhan untuk


menyelamatkan nyawa anak-anak. Mereka itu adalah Sifra dan
Pua, sebagaimana dalam Keluaran 1:15-21.
c. Perempuan sebagai nabi, seperti Miryam (Keluaran 15:20), Debora
(Hakim-Hakim 4), Hulda (2 Raja-raja 22:14; 2 Tawarikh 4:22),
Istri Yesaya, sebagaimana dalamYesaya 8:3.
d. Perempuan sebagai pemimpin dan hakim, seperti Miryam
(Keluaran 15-21) dan Debora (Hakim-hakim 4-5).
e. Perempuan yang berani mengambil keputusan, seperti Rut (Rut
1:16).
f. Perempuan yang tabah dan gigih, seperti Hana (1 Samuel 1:1-
2:10).
g. Perempuan yang menyelamatkan Israel dari kebinasaan, yaitu Ester
(Ester 1-10).
2. Perjanjin Baru
a. Perempuan dipakai oleh Tuhan sebagai sarana kedatangan Juru
selamat, yakni melalui Maria, ibu Tuhan Yesus (Matius 1:18-25;
Lukas 2:1-7).
b. Perempuan bersama dengan laki-laki disebut sebagai yang benar
dihadapan Allah, dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan
Tuhan dengan tidak bercacat, yakni Elisabet (Lukas 1:5-6).
c. Perempuan sebagai pelayan, sibuk melayani makanan dan
minuman, seperti Martha, sebagaimana dalam Lukas 10:40.
d. Perempuan beroleh kesempatan untuk mendengarkan pengajaran
Tuhan Yesus sebagaimana layaknya murid Tuhan Yesus yang
semuanya laki-laki. Tuhan Yesus menyebut tindakan Maria dari
Baitani (Lukas 10:39,42) sebagai yang telah memilih bagian
terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya.
e. Perempuan yang melayani Tuhan Yesus, seperti Maria,
Magdalena, yohana dan Susana (lukas 8:1-3).
37

f. Perempuan yang turut hadir di ruangan atas, setelah kenaikan


Tuhan Yesus ke Sorga (Kisah Para Rasul 1:14)
g. Perempuan sebagai saksi pertama atas kebangkitan Tuhan Yesus,
dan yang pertama meneruskan berita itu. Mereka itu adalah Maria
Magdalena, Yohana dan Maria ibu Yakobus (Matius 28:1-8,
Lukas 24:1-12, Yohanes 20:1-10).
h. Perempuan yang telah bekerja keras untuk pelayanan. Dialah Maria
(Roma 16:6).
i. Perempuan yang melayani jemaat, sebagai pemimpin jemaat.
Dialah Febe (Roma 16:1).
j. Perempuan sebagai pemimpin jemaat rumah, seperti Priskila (1
Korintus 16:19).
k. Perempuan yang beribadat kepada Allah, dan yang menyokong
tugas-tugas pelayanan Paulus. Dialah Lidia (Kisah Para Rasul
16:14-25).
l. Perempuan yang bekerja keras di dalam Tuhan dengan beraksi,
berdoa, mengajar dan menolong. Mereka adalah Trifena dan
Trifosa (Roma 16:12).
m. Perempuan sebagai nabi. Dialah Hana (Lukas 2:36-38).
n. Perempuan yang banyak berbuat baik dan memberi sedekah.
Dialah Dorkas atau Tabita (Kisah Para Rasul 9:36).
o. Perempuan sebagai pengusaha, seperti Lidia (Kisah Para Rasul
16:14).
a. Peranan Wanita sebagi Istri
Apabila seorang wanita yang sudah dewasa dan sudah mapan,
maka wajar bila ia akan menikah dan mempunyai sebuah keluarga dan
membina sebuah rumah tangga. Maka secara otomatis seorang wanita
tersebut berstatus istri.
Pada zaman modern ini, ada sebagian wanita bersuami yang
memulai mempertanyakan kembali model hubungan mereka dengan
suami mereka. Karena itu wanita dituntut untuk menuju model
38

hubungan yang egalitarian yang seharusnya ditempuh secara


bijaksana.Wanita mendapat kesempatan untuk mengungkapkan isi
hatinya dan berbagi rasa dengan suaminya tanpa merasa risuh dan
takut. Model yang tradisional, pria hanya sebatas sebagai pencari
nafkah, figur penguasa, pantang mengungkapkan perasaannya, dan
menjadikan seks sebagai tolok ukur kejantanannya, dan wanita
sebagai pengurus rumah tangga, perawat anak, figur seorang wanita
yang penuh perasaan welas asih, dan seks sebagai kewajiban terhadap
suami.20
b. Peranan Wanita sebagai Ibu
Fungsi sebagai ibu merupakan tahap biologis wanita yang ada
batasnya, yang menjadikan beberapa perilaku tertentu seperti
pemeliharaan dan sebagainya, menjadi sangat berarti. Namun perilaku
itu bukanlah ciri-ciri khas seumur hidup pada hakekat wanita itu.
Gereja dan masyarakat konservatif yang masih saja memberlakukan
kultus keibuan seperti itu adalah penghambat bagi wanita dalam
pertumbuhannya menuju kesempurnaan kepribadiaanya yang
21
merupakan hakekat dari penciptaannya.

2. Peranan Gender Wanita menurut al-Kitab


Secara biologis, manusia dilahirkan sebagai laki-laki (pria) atau
sebagai perempuan (wanita). Kemudian ia dididik sebagai seorang anak
laki-laki atau sebagai anak perempuan, supaya nanti dapat menjadi
seorang laki-laki dewasa atau seorang perempuan dewasa sesuai dengan
harapan masyarakat. Jadi secara sosiologis, ia dikonstruksi menjadi
seorang laki-laki atau seorang perempuan dengan tugas dan peran tertentu.
Akibat dari konstruksi sosial tersebut seorang manusia akhirnya
mendapatkan identitas gender menurut jenis kelaminnya ia masuk ke

20
Marjorie Hansen Shaevitz, Wanita Super, Kanisius, Yogyakarta, 1989, hal. 57
21
Elisabeth Moltman dan Wendel, Pembebasan Kesetaraan Persaudaraan; Emansipasi
Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, terj. S.L. Tobing dan Kartohadiprojo, Gunung Mulia,
Jakarta, 1995, hal. 60
39

dalam suatu stereotip bentukan masyarakat, sehingga ia kehilangan


identitas diri sebagaimana dikehendaki oleh sang pencipta.22
a. Peranan Wanita sebagai Individu
Banyak wanita yang tidak memikirkan kemampuan dan
kecakapan mereka sendiri untuk menangani peran ganda dalam
hubungannya dengan masa kanak-kanaknya. Penulis mencoba menilai
lagi kekuatan kita sejak awal mula.
Di dalam gereja, ajaran Kant lebih banyak dikhotbahkan
kepada wanita daripada ajaran Kristus. Dalam banyak kelompok
Kristiani, hingga saat ini, hal meniadakan kepentingan diri masih
dipandang sebagai suatu kewajiban, sedangkan mengembangkan diri
dan mengasihi diri sendiri dipandang sebagai dosa. Jawaban ya
terhadap aku kita harus berawal dengan kesadaran bahwa kasih
Allah itulah yang membuat kita berharga, membuat kita dikasihi
sekalipun kita sendiri menganggapnya demikian.23
Meniadakan kepentingan diri dengan sungguh-sungguh hanya
mungkin jika hakekat diri memang benar-benar dikesampingkan apa
yang disebut hakekat diri pada wanita dalam gereja dan masyarakat
kita ialah suatu penyesuaian diri, yaitu hakekat diri yang menolong
supaya bagian-bagian yang kosong terisi tanpa adanya ruang tersendiri
untuk hakekat diri itu dan fungsi tersendiri atau kesadaran diri.
Apabila para wanita masa kini mau menemukan kembali
hakekat dirinya yang hilang, mereka memerlukan diri sendiri tidak
dapat dilakukan seorang diri dalam suasana atau lingkup kehidupan
pribadi. Menemukan diri sendiri dalam kelompok-kelompok wanita
yang beraneka ragam sifatnya, dalam hal itulah harus ada keterbukaan
untuk mengakui ketergantungan ekonomis dan psikologis kita serta

22
Kartini Kartono, Psikologi Wanita, Alumni, Bandung, 1986, hal. 5
23
Hardjito Notopuro, Masalah Wanita; Kedudukan dan Peranannya, Binacipta,
Bandung, 1977, hal.
40

mengadakan uji coba atas berbagai bentuk baru dalam pergaulan


hidup.24
Wanita bukan saja sebagai pelengkap bagi pria, melainkan
satu kepribadian yang utuh dan mandiri yang bukan merupakan
bawahan pria (sebagaimana dikatakan oleh Luther dan Bonhoeffer),
dan bukan pula merupakan bagiannya (Karl Barth). Perbedaan-
perbedaan biologis jauh lebih kecil dari anggapan orang pada masa
lampau, sementara perbedaan-perbedaan sosiologis jauh lebih besar
maknanya untuk kedua jenis tersebut. Hakekat wanita yang
sebenarnya, apa artinya dia sebagai mitra yang sungguh-sungguh bagi
pria, baru akan menjadi nyata apabila segala pengharapan akan
peranan kedua jenis itu dimundurkan selangkah.25
b. Peranan Wanita dalam Masyarakat
Wanita tidak mungkin secara total mengisolir diri dari
identitasnya dan mengesampingkan untuk hidup di lingkungan
masyarakat. Lingkungan masyarakat adalah kawasan di mana,
manusia dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Di samping itu, masyarakat akan membentuk karakter dan identitas
wanita dalam sebuah sosok anggota pribadi dalam sebuah komunitas.
Sehingga keseimbangan antara wanita sebagai pribadi dan bagian
masyarakat harus dilakukan.
Oleh karena itu sebagaimana telah disebutkan wanita juga
berhak memiliki peran yang sama sebagaimana laki-laki dalam
masyarakat, misalnya, Perempuan sebagai pemimpin dan hakim,
seperti Miryam (Keluaran 15-21) dan Debora (Hakim-hakim 4-5),
Perempuan beroleh kesempatan untuk mendengarkan pengajaran
Tuhan Yesus sebagaimana layaknya murid Tuhan Yesus yang
semuanya laki-laki. Tuhan Yesus menyebut tindakan Maria dari
Baitani (Lukas 10:39,42) sebagai yang telah memilih bagian terbaik,

24
Ibid., hal. 59
25
Ibid., hal. 60
41

yang tidak akan diambil daripadanya, Perempuan yang turut hadir di


ruangan atas, setelah kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga (Kisah Para
Rasul 1:14), Perempuan yang telah bekerja keras untuk pelayanan.
Dialah Maria (Roma 16:6), Perempuan yang melayani jemaat, sebagai
pemimpin jemaat. Dialah Febe (Roma 16:1) dan sebagainya sehingga
wanita juga dianggap sebagai warga yang berhak mendapat
perlindungan dan berkreasi.
Dengan demikian al-Kitab juga menaruh perhatian yang cukup
besar terhadap peran wanita dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai