Anda di halaman 1dari 23

Keluhan utama : tidak bisa BAK sejak subuh hari jam 03.

00

Keluhan tambahan : -

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAK sejak subuh hari jam 03.00.
Pasien mengatakan sebelumnya memang sudah sulit dalam berkemih. Pasien biasanya
berkemih terputus-putus dan urin yang keluar hanya menetes. Pasien merasa BAK
yang keluar tidak lampias. Pasien juga mengatakan bahwa pancaran urinnya lemah.
Pasien juga mengatakan nyeri ketika berkemih. Pasien juga mengatakan sering BAK
pada saat malam hari.
Pasien juga memiliki keluhan nyeri pada supra pubik. Namun pasien mengaku
tidak terdapat demam. Pasien juga tidak memiliki gangguan dalam BAB.
Pasien mengatakan belum pernah ke pengobatan apapun. Keluhan tersebut
sudah dirasakan cukup lama namun pasien tidak memperdulikannya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


R. Kencing Manis : disangkal
R. Alergi : disangkal
R. Asma : disangkal
R. Penyakit Jantung : disangkal
R. Hipertensi : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :


R. Kencing Manis : disangkal
R. Alergi : disangkal
R. Asma : disangkal
R. Penyakit Jantung : disangkal
R. Hipertensi : disangkal

RIWAYAT KEBIASAAN :
Frekuensi makan 3x sehari. Pasien merokok sejak kurang lebih 30 tahun
yang lalu, tidak pernah minum alkohol. Pasien jarang melakukan olahraga.

RIWAYAT PENGOBATAN :
Tidak ada diberikan penanganan SMRS.

I. Pemeriksaan Fisik ( 10 Desember 2016)


Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4V5M6
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu Axilla : 36,3 C

Kepala : Normocephali
Rambut : Warna hitam, terdapat uban, persebaran
merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil isokor, diameter 3mm, reflek
cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Hidung : Simetris, sekret -/-, deviasi septum (-),
nafas cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, sekret -/-
Tenggorokan : Arkus faring tidak hiperemis, simetris,
tonsil T1-T1
Leher : Trakea letak di tengah, Deviasi trachea
(-), pembesaran KGB (-)
Paru
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : lapang paru kanan dan kiri vesikuler,
rhonki (-/-) dan wheezing(-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral sela iga 5
MCL Sinistra tidak kuat angkat.
Perkusi :Batas atas ICS II Parasternal Line Sinistra
Batas bawah kiri 1 cm lateral ICS V MCL
Sinistra
Batas bawah kanan ICS IV Sternal Line Dekstra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, kontur tampak simetris , hernia
umbilikalis (-), inflamasi umbilicalis (-), ekskoriasi (-), ulkus (-),
striae (-) , skar (-), hematom (-), gerakan peristaltic tidak tampak,
pulsasi di epigastrium tidak tampak
Palpasi : Supel, defans muskular tidak ada, hepar dan
limpa tidak teraba , nyeri tekan supra pubik, supra pubik teraba
penuh.
Perkusi : Timpani, shifting dullness tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) 12kali/menit, peristaltic normal

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB di aksila dan supraclavicula,


submandibular, submental, inguinal

Ekstremitas: Akral dingin - -


- -
Edema - -
- -
capillary refill time < 2 detik

Pemeriksaan Rectal Toucher: tonus sfingter ani baik, terdapat massa prostat yang
membesar, perabaan 2 buku jari, teraba kenyal, tidak terdapat nodul.

II. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

III. Resume
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa BAK sejak subuh hari jam 03.00.
Pasien mengatakan sebelumnya memang sudah sulit dalam berkemih. Pasien biasanya
berkemih terputus-putus dan urin yang keluar hanya menetes. Pasien merasa BAK
yang keluar tidak lampias. Pasien juga mengatakan bahwa pancaran urinnya lemah.
Pasien juga mengatakan nyeri ketika berkemih. Pasien juga mengatakan sering BAK
pada saat malam hari. Pasien juga memiliki keluhan nyeri pada supra pubik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan supra pubik. Dan pada perabaan
didapatkan kandung kemih teraba penuh. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan
massa prostat yang membesar.
IV. Diagnosa
Retensio Urin ec Benign Prostat Hyperplasia

V. Terapi
Pasang DC
Asam mefenamat 3 x 500 mg tab
Ranitidin 2 x 150 mg tab

VI. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad fungtionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Benign Prostat Hyperplasia

ANATOMI KELENJAR PROSTAT


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli, di
depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas
jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona,
yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona
anterior. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan
stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf,
dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T10-L2 ).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli buli. Di tempat tempat itu banyak
terdapat reseptor adrenergik . Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot polos tersebut.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestoteron ( DHT ) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestoteron
inilah yang secara langsung memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih1,2.

(Gambar 1. Anatomi Prostat)


(Gambar 2. Aliran Urin Normal) (Gambar 3. Aliran Urin pada BPH)

HISTOLOGI KELENJAR PROSTAT


Prostat merupakan suatu kumpulan kelanjar yang terdiri dari 30 - 50 kelenjar
tubuloalveolar, dibentuk dari epitel bertingkat silindris atau kuboid yang bercabang.
Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, menembus prostat. Secara
histologi, prostat memiliki 3 zona yang berbeda yaitu:
1. Zona sentral
2. Zona perifer
3. Zona transisional3

(Gambar 4. Histologi Prostat)

DEFINISI
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Benign Prostat Hipertrofi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika
Hiperplasia kelenjar prostat adalah suatu pertumbuhan yang cepat sehingga
kelenjar prostat membengkak dengan penyebabnya diduga karena adanya
ketidakseimbangan hormonal yaitu kadar testoteron yang tinggi dalam darah.
Pembesaran kelenjar prostat demikian hebat sehingga mengarah ke dalam rongga perut.
Kelenjar prostat yang membesar mungkin rata, tetapi dapat juga membentuk benjolan
yang berisi kista. Dinding kista dapat mengalami pengapuran. Jika terbentuknya
benjolan tidak berisi kista maka kotoran yang keluar melalui preputium bersifat nanah.
Akan tetapi jika terbentuk kista maka kotoran yang keluar dari penis berwarna keabu-
abuan atau kemerahan berisi darah.
Kelainan kelenjar prostat ini sering disertai dengan konstipasi, hernia
perinealis dan urin yang tertahan. Gejala lain yang tampak dari hiperplasia kelenjar
prostat adalah penurunan berat badan dan anorexia. Hiperplasia kelenjar prostat
menyebabkan retensi urine di dalam vesika urinaria dan dalam keadaan ini cenderung
menyebabkan sistitis yaitu radang pada vesika urinaria. Pemeriksaan melalui rektal
menunjukkan adanya pembesaran pada kelenjar prostat yang bersifat rata atau benjolan.
Kondisi kelenjar bervariasi dari lunak sampai keras. Pada kondisi normal ukuran
diameter kelenjar prostat 2,5 - 3 cm sedangkan pada kondisi hyperplasia dapat
mencapai 5 - 6 cm atau lebih besar lagi bila ada kista di dalamnya 4.

EPIDEMIOLOGI
Pembesaran prostat dianggap sebagai bagian dari proses pertambahan usia,
seperti halnya rambut yang memutih. Oleh karena itulah dengan meningkatnya usia
harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of Health Economic Inggris
telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales beberapa
tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991,
diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031.
Bukti histologis adanya benign prostatic hyperplasia (BPH) dapat diketemukan
pada sebagian besar pria, bila mereka dapat hidup cukup lama. Namun demikian, tidak
semua pasien BPH berkembang menjadi BPH yang bergejala (symptomatic BPH).
Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%.
Angka ini me-ningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 yahun mencapai angka sekitar
43%. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai
gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan
Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.

ETIOLOGI
BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang
sering didapatkan gejala voiding.
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging
( menjadi tua ). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
5. teori stem sel 4

PATOFISIOLOGI
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda
obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas
sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi
cukup lama sehingga kontraksi terputus putus. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika
sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk
menentukan berat keluhan klinis.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir
miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat
vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus
meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan
sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu
mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi
pielonefritis6.

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli buli Ginjal dan ureter


- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter
- Trabekulasi - Hidroureter
- selula - Hidronefrosis
- divertikel buli buli - Pionefrosis pilonefritis
- Gagal ginjal

GEJALA KLINIS
Biasanya gejala gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary
Tract Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :
1. Gejala obstuktif
Pancaran melemah
Rasa tidak puas setelah miksi
Terminal dribbling : menetes setelah miksi
Terminal dribbling dan rasa belum puas setelah miksi terjadi karena
jumlah residu urin yang banyak dalam buli buli.
Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama
Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
Straining : harus mengedan jika miksi
Intermittency : kencing terputus putus
Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai
akhir miksi
Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan
inkontinen karena overflow.

2. Gejala iritatif
Frekuensi : sering miksi
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap
pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak
Disuria: nyeri pada saat miksi
Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh
ketidaksatabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

PEMERIKSAAN KLINIS
1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan
gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan
di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan :
- Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal
- Adakah asimetri
- Adakah nodul pada prostat
- Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas
atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.
Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal
,permukaan licin dan konsistensi kenyal.
Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang
nyeri dan pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis


Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50 100 ml
dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total

2. Derajat berat obstruksi


Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin
setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat
keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan
ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.
Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada
waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal
sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8
ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang6.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari
fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4
ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 10 ng/ml, hitunglah Prostate
Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat.
Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intra
vena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan volume
residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun
tidak dengan BPH.
Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis
dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berbelok-
belok di vesica ), indentansi pada dasar buli buli, divertikel, residu urin, atau
filling defect di vesica.
Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini untuk
prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya
dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif
murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal
( TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk
pemeriksaan kelenjar prostat apalagi bila menggunakan transducer yang biplane.
Selain untuk mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula
mendeteksi volume buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti divertikel,
tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula mengukur besarnya prostat yang
diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu apabila besarnya lebih
dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan dilakukan operasi dipilih operasi
buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik atau
trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran volume
prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d 1 x
d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang,
lebar ( pada potongan transversal ), dan panjang prostat adalah potongan sagital.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi
residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor buli buli.

3. Sistoskopi
Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya hematuri atau
pada pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya
kemungkinan tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan dari atas yang dapat
dilihat apabila darah datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang
radiolusent di dalam vesica. Selain itu sistoskopi dapat juga memberi keterangan
mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat
penonjolan prostat kedalam uretra.

4. CT Scan atau MRI


Pencitraan dengan CT Scaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI
dalam praktek jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan
yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan cara lain3,5.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh:
- daya kontraksi otot detrusor
- tekanan intravesica
- resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6
8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat
obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi
otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.
Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat
diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)
dengan membuat foto post voiding atau USG2,4.

DIAGNOSIS
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai
prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas
atas semakin sulit untuk diraba.
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan :
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar
kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti
mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat
yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin
yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap sebagai
batas indikasi untuk melakukan intervensi)7.

PENATALAKSANAAN
Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan keluhan
klinis. Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan
pada colok dubur dan sisa volume urin.
WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut WHO PSS ( WHO Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung berdasarkan
jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan
bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.

DERAJAT I
Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya
dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin.
Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun.
Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

DERAJAT II
Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi
endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR sekitar
1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan
konservatif.

DERAJAT III
Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup
berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak
akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau
perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah
menurut pfannenstiel ; kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan
teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli buli atau
divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan
retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit pfannenstiel dengan
membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai
keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak
lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara
pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR, yaitu
morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat
endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal
tidak dikerjakan lagi.

DERAJAT IV
Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan
TUR atau pembedahan terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,


meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan
pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif
dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas
leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik
ditujukan untuk :
1.
Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2.
Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3.
Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor

Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia


prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :
1. Observasi (Watchful waiting)
Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa
terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines
masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor
sedang (IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS >
7), pancaran urine melemah, dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram
tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting. Pada
watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya:
(1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan
malam,
(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada
buli-buli,
(3)batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin,
(4) kurangi makanan pedas dan asin, dan
(5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju
pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah
jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang
lain.

2. Medikamentosa
Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat kontraksi
otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang
pertama kali diketahui mampu memper-baiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena
menyebab-kan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya adalah
hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.
Diketemukannya obat antagonis adrenergik-1 dapat mengurangi penyulit
sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada-2 dari fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat antagonis adrenergik 1 yang selektif mempunyai
durasi obat yang pendek (short acting) di antaranya adalah prazosin yang
diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu, terazosin, doksazosin, dan
tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
Antagonis adrenergik- terbukti dapat memperbaiki gejala BPH,
menurunkan keluhan BPH yang mengganggu, meningkatkan kualitas hidup, dan
meningkatkan pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki
skor gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dibandingkan dengan
sebelum terapi. Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan
obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat. Golongan obat
ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama dan belum ada bukti-bukti
terjadinya intoleransi dan takhipilaksis sampai pemberian 6- 12 bulan.
Dibandingkan dengan inhibitor 5 reduktase, golongan antagonis
adrenergik- lebih efektif dalam memperbaiki gejala miksi yang ditunjukkan
dalam peningkatan skor IPSS, dan laju pancaran urine. Dibuktikan pula bahwa
pemberian kombinasi antagonis adrenergik- dengan finasteride tidak berbeda
jika dibandingkan dengan pemberian antagonis adrenergik- saja. Sebelum
pemberian antagonis adrenergik- tidak perlu memper-hatikan ukuran prostat
serta memperhatikan kadar PSA.
Berbagai jenis antagonis adrenergik menunjukkan efek yang hampir sama
dalam memperbaiki gejala BPH. Meskipun mempunyai efektifitas yang hampir
sama, namun masing-masing mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap sistem
kardiovaskuler yang berbeda. Efek terhadap sistem kardiovaskuler terlihat
sebagai hipotensi postural, dizzines, dan asthenia yang seringkali menyebabkan
pasien menghentikan pengobatan. Doksazosin dan terazosin yang pada mulanya
adalah suatu obat antihipertensi terbukti dapat memperbaiki gejala BPH dan
menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi. Sebanyak 5-20%
pasien mengeluh dizziness setelah pemberian doksazosin maupun terazosin, <
5% setelah pemberian tamsulosin. Hipotensi postural terjadi pada 2-8% setelah
pemberian doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1% setelah pemberian
tamsulosin. Dapat dipahami bahwa penyulit terhadap sistem kardiovasuler tidak
tampak nyata pada tamsulosin karena obat ini merupakan antagonis adrenergik
yang superselektif, yaitu hanya bekerja pada reseptor adrenergik-1A.
Penyulit lain yang dapat timbul adalah ejakulasi retrograd yang dilaporkan
banyak terjadi setelah pemakaian tamsulosin, yaitu 4,5-10%.
Efektifitas obat golongan antagonis adrenergik- tergantung pada dosis
yang diberikan, yaitu makin tinggi dosis, efek yang diinginkan makin nyata,
namun disamping itu komplikasi yang timbul pada sistem kardiovaskuler
semakin besar. Untuk itu sebelum dilakukan terapi jangka panjang, dosis obat
yang akan diberikan harus disesuaikan dahulu dengan cara meningkat-kannya
secara perlahan-lahan (titrasi) sehingga diperoleh dosis yang aman dan efektif.
Dikatakan bahwa salah satu kelebihan dari golongan antagonis adrenergik-1A
(tamsulosin) adalah tidak perlu melakukan titrasi seperti golongan obat yang
lain. Tamsulosin masih tetap aman dan efektif walaupun diberikan hingga 6
tahun.

3. Operatif
a. Prostatektomi terbuka
- Retropubic infravesika (Terence millin)
- Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)
- Transperineal
b. Endourologi
- Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer
ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan
berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil
dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi
urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi
dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan
perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak


dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-
uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya
daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan
yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril
(aquades).

- Trans urethral incision of prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak
begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya
dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck
incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai
pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara
TUR.

- Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)


Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy
(TULIP)
Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)
Teknik koagulasi
4. Invasif minimal
- Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)
- Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
- Trans urethral needle ablation (TUNA)
- Stent urethra dengan prostacath
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi
pada leher buli-buli. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan,
atau tindakan endourologi yang kurang invasive 1,2,5,7,9

KOMPLIKASI
Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mapu menampung
urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis
dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid5,6.

PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis penyakit ini baik jika diobati dengan cepat dan tepat.
Beberapa kasus BPH dapat menyebabkan masalah serius di sepanjang waktu. Retensi
urin dan tekanan pada buli-buli mengakibatkan terjadinya infeksi saluran kemih,
kerusakan ginjal, batu buli-buli, inkontinensia urine (ketidakmampuan mengontrol
urine). Jika kerusakan buli-buli sudah permanen, pengobatan BPH sudah tidak efektif
lagi. Bila BPH dapat dideteksi lebih dini akan bisa mencegah komplikasi yang lebih
lanjut.
Penderita yang mempunyai keluhan pada BPH sering membutuhkan
pengobatan. Tetapi, beberapa peneliti mempertanyakan apakah pengobatan dini
dibutuhkan pada beberapa kasus BPH yang ringan. Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa pengobatan dini mungkin tidak dibutuhkan karena keluhan-keluhan penderita
bisa hilang sendiri tanpa pengobatan pada kasus BPH ringan. Meskipun demikian,
mereka menyarankan untuk melakukan check up untuk memantau perkembangan dini.
Jika kondisi ini berlanjut ke hal yang bisa membahayakan pasien, maka dibutuhkan
segera pengobatan.
Pada BPH terjadi penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista
yang dilapisi oleh epitel silindris atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk
papila-papila ke dalam lumen. Membrana basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi
penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Di dalam
lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret yang granuler dan kadang-kadang
corpora arnylacea (hyaline concretion). Dalam stroma sering ditemukan infiltrasi sel
limfosit.
Perubahan yang terjadi masih bersifat irreversible. Oleh karena itu, jika diobati
dengan cepat dan tepat, hal ini masih bisa diperbaiki. Meskipun akan menimbulkan
jaringan parut. Terkadang pula, keluhan yang dirasakan penderita bisa muncul lagi.
Oleh karena itu, diperlukan penangan operasi. Pada operasi, jaringan yang membesar
akan dibuang sehingga hanya akan meninggalkan jaringan yang sehat pada tubuh
penderita10.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 8 th


Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.
2. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.
3. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
4. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran ; 2002: 203-7
5. de la Rossette JJMH, Alivizatos G, Madersbacher S, Nording J, Emberton M,
dan Sanz CR. EAU guidelines on benign prostatic Hyperplasia (BPH). Eur Urol
40: 256-263, 2001.
6. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan.
EGC. 1994.
7. Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.
8. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Hoffman RM, MacDonald R, Slaton JW, dan Wilt TJ. Laser prostatectomy
versus transurethral resection for treating benign prostatic obstruction: sytematic
review. J Urol 169: 210-215, 2003
10. Harrison, Oncology and Hematology, Harrisons Principles Of Internal
Medicine, 16th Edition, Fauci, McGraw-Hill Companies, 2005, hal.542-544.

Anda mungkin juga menyukai

  • TUBERKULOSIS
    TUBERKULOSIS
    Dokumen33 halaman
    TUBERKULOSIS
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Anak Bisa Kejang
    Anak Bisa Kejang
    Dokumen4 halaman
    Anak Bisa Kejang
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    Dokumen4 halaman
    Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    galahad
    100% (1)
  • Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    Dokumen4 halaman
    Pertanyaan Dan Jawaban Kejang Demam
    galahad
    100% (1)
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen13 halaman
    Definisi
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen30 halaman
    Bab I Pendahuluan
    galahad
    Belum ada peringkat
  • CLM
    CLM
    Dokumen10 halaman
    CLM
    galahad
    Belum ada peringkat
  • CLM
    CLM
    Dokumen10 halaman
    CLM
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen13 halaman
    Definisi
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Disentri 2
    Disentri 2
    Dokumen15 halaman
    Disentri 2
    galahad
    Belum ada peringkat
  • CLM 1
    CLM 1
    Dokumen5 halaman
    CLM 1
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Stemi
    Stemi
    Dokumen20 halaman
    Stemi
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen34 halaman
    Diare
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Disentri 3
    Disentri 3
    Dokumen13 halaman
    Disentri 3
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Amuba
    Amuba
    Dokumen9 halaman
    Amuba
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Disentri
    Disentri
    Dokumen18 halaman
    Disentri
    galahad
    Belum ada peringkat
  • Pterigium
    Pterigium
    Dokumen12 halaman
    Pterigium
    galahad
    Belum ada peringkat