Anda di halaman 1dari 12

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 11 Desember 2015 pkl. 09.00 WIB

Keluhan utama : Selaput putih di bagian hitam mata kanan sejak 2 minggu SMRS

Keluhan tambahan : Mata kanan terasa silau dan kadang merah

Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh adanya selaput putih di bagian hitam mata
kanannya. Selaput putih itu dirasakan semakin lama semakin melebar. Keluhan dirasakan
pasien saat melihat matanya di cermin. Pasien merasa mata kanannya sering silau dan tidak
nyaman saat melihat cahaya. Pasien juga mengeluh kadang mata kanannya seperti berpasir
dan merah tetapi biasanya menghilang setelah ditetesi dengan obat tetes mata yang dibeli
sendiri. Pasien menyangkal adanya mata kabur, sakit, berair, mengeluarkan kotoran dan gatal
di kedua mata. Keluhan seperti sakit kepala sebelah, mual dan muntah juga disangkal oleh
pasien. Riwayat trauma pada mata pasien disangkal. Pasien tidak pernah mengenakan
kacamata. Pasien bekerja sebagai seorang pekerja yang lebih banyak beraktifitas di lapangan
sehingga sering terpapar sinar matahari. Pasien tidak pernah menggunakan kacamata
pelindung dan topi saat bekerja serta saat mengendarai motor menuju tempat kerjanya.

Riwayat penyakit dahulu :

Umum :

Hipertensi : Tidak ada


Diabetes melitus : Tidak ada
Asma : Tidak ada
Gastritis : Tidak ada
Alergi obat : Tidak ada

Mata :

Riwayat penggunaan kacamata (-)


Riwayat operasi mata (-)
Riwayat trauma mata (-)

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada kelainan pada mata yang pernah diderita anggota keluarga pasien yang lain.

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis
Keadaan umum/kesadaran : tidak tampak sakit / compos mentis

Tanda vital :

TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36.5C

Kepala : normocephali, rambut hitam merata

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

THT : septum deviasi (-), uvula di tengah, T1-T1 tenang

Paru-paru : nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-) di semua ekstremitas

KGB : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Status Oftalmologikus

OD OS
Visus 6/6 6/6
Kedudukan bola mata
- Deviasi Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Palpebra superior, inferior
- Edema Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
- Ektoprion Tidak ada Tidak ada
- Entropion Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva tarsalis superior
dan inferior
Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis
Tidak ada Tidak ada
- Folikel
Tidak ada Tidak ada
- Papil
Tidak ada Tidak ada
- Anemis
Konjungtiva bulbi
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Injeksi konjungtiva Ada Tidak ada
- Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
Sklera
- Warna Putih Putih
- Ikterik Tidak ada Tidak ada
Kornea
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Tampak jaringan Rata dan licin
fibrovaskular melewati
tepi limbus kornea,
- Infiltrat Tidak ada
ukuran 2 mm
Tidak ada
Bilik mata depan
- Kedalaman Sedang Sedang
- Kejernihan Jernih Jernih
Iris
- Warna Cokelat Cokelat
- Kripte Jelas Jelas
- Sinekia Tidak ada Tidak ada
Pupil
- Letak Sentral Sentral
- Bentuk Bulat Bulat
- RC langsung Positif Positif
- RC tdk langsung Positif Positif
Lensa
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Sentral Sentral
Palpasi
- Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
- Tensi okuli Normal Normal

RESUME
Laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan adanya selaput putih pada mata kanannya
sejak 2 minggu SMRS. Selaput tersebut semakin lama semakin melebar. Pasien merasa mata
kananya sering silau dan tidak nyaman jika melihat cahaya. Pasien juga mengeluh kadang
mata kanannya seperti berpasir dan merah tetapi biasanya menghilang setelah diberi obat
tetes mata yang dibelinya sendiri. Pasien masih dapat melihat dengan jelas. Pasien bekerja
sebagai seorang karyawan yang lebih sering beraktifitas di lapangan dan pasien tidak pernah
menggunakan kacamata pelindung dan topi saat bekerja atau saat mengendarai motor. Pada
pemeriksaan fisik : TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36.5C. Pada
pemeriksaan mata didapatkan VOD 6/6, VOS 6/6, konjungtiva bulbi OD tampak injeksi
konjungtiva dan kornea OD tampak jaringan fibrovaskular yang melewati tepi limbus kornea
2 mm.

DIAGNOSIS KERJA

OD : Pterigium grade II

Dasar diagnosis :

Dari anamnesis, keluhan adanya selaput putih di mata kanannya yang semakin lama semakin
melebar, mata merah, silau dan seperti berpasir, tetapi penglihatan pasien masih jelas. Umur
pasien yang masih 40 tahun. Adanya faktor risiko berupa seringnya mata terpapar sinar
matahari tanpa menggunakan kacamata pelindung. Dari pemeriksaan mata, didapatkan VOD
6/6, konjungtiva bulbi OD tampak injeksi konjungtiva dan kornea OD tampak jaringan
fibrovaskular yang melewati tepi limbus kornea, ukuran 2 mm.

OS : Emetropia

Dasar diagnosis :

Dari anamnesis, tidak ada keluhan pada mata kirinya. Dari pemeriksaan mata, didapatkan
VOS 6/6, dan tidak ditemukan adanya kelainan pada bagian okular lainnya.

DIAGNOSIS BANDING
Pinguekula

Pinguekula Pterigium
Dasar yang Adanya pertumbuhan jaringan konjungtiva dengan ukuran yang
mendukung makin membesar
Tanda iritasi mata (+) : mata merah, berpasir, silau
Dasar yang tidak Pertumbuhan jaringan tidak Pertumbuhan jaringan sampai
mendukung sampai mengenai kornea mengenai kornea disertai
dengan bentuk penonjolan adanya gambaran vaskular
warna putih kekuningan yang terlihat
(Pada pasien grade II, sudah
melewati tepi limbus kornea)

PENATALAKSANAAN

1. Artificial Tears (Rohto Tears) 3 x 2 tetes


2. Nafazoline HCl 0.05%, Antazoline Fosfat 0.5% (Vasacon) 3 x 2 tetes
3. Edukasi pasien :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa faktor risiko yang dapat menyebabkan kelainan
mata yang dideritanya berupa paparan sinar matahari, debu dan angin. Oleh karena
itu, pasien harus menggunakan kacamata pelindung dan topi setiap bepergian keluar.
- Tidak menggosok mata ketika terasa mengganjal, perih ataupun gatal.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa kelainan pada matanya ini dapat bersifat progresif
(selaput putih bisa mencapai ke tengah mata) dan dapat mengganggu penglihatan.
Oleh karena itu, kelainan ini hanya dapat ditangani dengan melakukan pembedahan
dengan melakukan pengangkatan selaput tersebut. Selain itu juga mengatakan pada
pasien bahwa kelainan mata ini dapat berulang meskipun sudah dilakukan
pembedahan.

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam


Tinjauan Pustaka

PTERIGIUM

DEFINISI
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari
arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk
sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu
pteron yang artinya sayap. Pterigium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang
menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke dalam
kornea, dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang menuju ke
puncak pterigium. Pada kornea penjalaran ini mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan
membran bowmann.

EPIDEMIOLOGI

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.
Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Pasien di bawah umur 15
tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama
dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian
berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih
resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat
terpapar lingkungan di luar rumah.

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium adala lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar
matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.

1. Radiasi ultraviolet
Faktor risiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah
terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva
menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Waktu di luar rumah, penggunaan
kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.
2. Faktor genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan
berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya pterygium. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari
bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga bisa menjadi penyebab dari
pterygium.

ETIOPATOGENESIS

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang
yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang
hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap
matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor
iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell.
Tanpa apoptosis, transforming growth factor beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan
menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya
terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular.
Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah
epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan
membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi
ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal
stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari
defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis,
kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan
pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau difungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar
ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.

MANIFETASI KLINIS

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral
atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan
temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang
ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium dapat
sampai ke medial dan lateral limbus sehingga mengganggu media refraksi, menyebabkan
penglihatan kabur.

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang
meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat
juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea
anteror dari kepala pterygium (stokers line).

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga
yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus disebut body, sedangkan
bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A. Subepithelial cap atau halo
timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :

a. Progresif pterygium : tebal dan tampak vaskular dengan beberapa infiltrat di depan
kepala pterygium (disebut cap pterygium)
b. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya membentuk membran
tetapi tidak pernah hilang.

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika
pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan
fibrosis pada tahap regresi.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :

a. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.


b. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
c. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)
d. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.

DIAGNOSIS BANDING
Pinguekula

Pterigium biasanya memiliki kemiripan klinis dengan pinguekula. Pinguekula merupakan


suatu pertumbuhan jinak pada konjungtiva yang sering terjadi. Pinguekula berupa
penonjolan berwarna putih kekuningan yang tumbuh pada konjungtiva di dekat kornea,
tetapi tidak sampai mengenai kornea. Penyebab pasti pinguekula ataupun pterygium tidak
diketahui. Keduanya sering terjadi pada orang yang terpapar radiasi ultraviolet (sinar
matahari) jangka lama dan adanya iritasi mata. Pinguekula dapat muncul pada sisi luar
maupun sisi dalam kornea, tetapi lebih sering terjadi pada sisi bagian dalam kornea (nasal).
Ukurannya bisa semakin besar. Pertumbuhan ini bisa tidak enak dilihat, tetapi pada
umumnya tidak menimbulkan gangguan yang signifikan dan tidak perlu dibuang.

PENATALAKSANAAN

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan
menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan
kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.
Lubrikans diberikan bertujuan untuk memberikan pelumas pada permukaan mata pasien
yang tidak teratur seperti pada pterigium. Vasokonstriktor diberikan bertujuan untuk
menurunkan kongesti pada konjungtiva dengan membatasi respon vaskular konjungtiva.
Sedangkan kortikosteroid diberikan untuk memberikan inflamasi pada permukaan mata dan
jaringan okular lainnya, namun pemberiannya harus dibatasi untuk mata yang mengalami
inflamasi yang sudah berat. Dan untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti
menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan
pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, dan adanya gangguan
pergerakan bola mata.

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin. Suatu
teknik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau
yang datar untuk mendiseksi pterygium ke arah limbus. Memisahkan pterygium ke arah
bawah pada limbus lebih disukai, kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma
jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.
Beberapa teknik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu
daerah sklera yang terbuka.
2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya
defek konjungtiva sangat kecil).
3. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,
mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru
mengungkapkan menekan TGF-B pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.

KOMPLIKASI

Ko
mplikasi pterygium berupa mata merah, iritasi, luka pada konjungtiva dan kornea. Pada
pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, luka pada otot rektus
medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan
degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem, graft
hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion
cysts, bekas luka konjungtiva, bekas luka kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus.
Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi.

PROGNOSIS

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari
pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat
beraktivitas kembali.
Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk
mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau
antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium
dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi
membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 6 bulan pertama setelah operasi.

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena
terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi
terpapar sinar matahari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2006. h.204-16.
2. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asburys oftalmologi umum
[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.169-176.
3. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book]. Edisi
ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.h.270-303.
4. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.59-60.
5. Suhardjo, Hartono [editor]. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi pertama. Cetakan pertama.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2007.h.85-101.

Anda mungkin juga menyukai