dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di Amerika serikat, insiden diseentri amoeba mencapai 1-5 % sedangkan disentri basiler
dilaporkan kurang dari 500.000kasus tiap tahunnya. Sedangkan kejadian disentri amoeba di
Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5%
dari 3848 orang penderita diare berat menderita disentri basiler.
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
pada anak-anak dibawah usia 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler
ditemukan di Negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri
amoeba hampir menyebar di seluruh dunia terutama di Negara yang berkembang yang berada
didaerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi
lingkungan dan keadaan sosial ekonomi serta cultural yang menunjang. Penyakit ini biasa
menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi
di dunia. Prevalensi yang tinggi mencapai 50% di Asia, Afrika, dan Amerika selatan.
Sedangkan pada Shigella di Amerika serikat menyerang 150.000 kasus dan di Negara-negara
yang berkembang Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per
tahun.
WHO menyebutkan bahwa sekitar 15 persen dari seluruh kejadian diare pada anak di
bawah usia 5 tahun adalah disentri. Adapun hasil survei evaluasi di Indonesia pada tahun
1989-1990 juga menunjukkan angka kejadian yang sama. Disentri menjadi penyebab panting
pada kesehatan dan kematian yang dikaitkan dengan diare.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari penyakit disentri
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari penyakit disentri
3. Untuk mengetahui bagaimana penyebaran penyakit disentri
4. Untuk mengetahui bagaimana cara penanggulangan penyakit disentri
5. Untuk mengetahui apa saja gejala klinis penderita disentri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000
kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit
Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat dic a t a t a n m e d i s , d a r i
7 4 8 k a s u s y a n g d i r a w a t k a r e n a d i a r e a d a 1 6 k a s u s y a n g disebabkan oleh
disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit
di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare
berat, ditemukan 5% shigella. Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan
10 persen populasiterinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%).
Manusia merupakan host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke
makanandanm i n u m a n , d e n g a n p e r a n t a r a l a l a t , k e c o a k , k o n t a k i n t e r p e r s o n a
l , a t a u l e w a t hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang
padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.
2.4 ETIOLOGI
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dariShigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi
beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel
intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-
kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan
menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa
diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella
sp merupakan penyebab terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan
penyebab lainnya. Hal ini tergambar dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di
Thailand pada tahun 1984.
2. Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal
apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi
patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus
sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit
yang dapat bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit
patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa
menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar
bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-
tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya
dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan
penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan
kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di
sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella
secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam
lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta
pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa
kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang
Shigella namun ileumterminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di
daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan
fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya
tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada
selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri, dan
S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang
mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan
salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon
dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada
infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding
usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui
secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba,
maupun lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil,
tetapidi lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di
permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa
usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi
berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum,
sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
2.6 GEJALA KLINIS
2.8 PENGOBATAN
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan
elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita
turun. Dalam keadaan ini perlu diberikancairan melalui infus untuk menggantikan cairan
yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui
minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa
gula mulai dapat diberikan. Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang
dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam
uji resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan
dosis4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis
yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam
pengobatan disentri basiler karenatidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis
tunggal fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil
baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim
400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap
anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman
S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan
dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan
stadium carrier disentri basiler.
3.1 KESIMPULAN
Disentri merupaka peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perutdan
buang air besar encer yang bercampur lendir dan darah. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu
disenstri basiler yang disebabkan oleh Shigella,sp. Dan disentri amuba yang disebabkan
olehEntamoeba hystolitica
.Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-kecildan
banyak, darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Manifestasi klinis
disentri amuba berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah dantenesmus jarang.
Pencegahan penyakit disentri dapat dengan melakukan program PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat) dari yang paling penting yaitu mencuci tangan, menutup rapat-rapat
tempat menyimpan makanan, melindungi sumber air agar tetap bersih dan terhindar dari
kontaminasi tinja. Tinja dibuang secara saniter dan teratur lembab. Kamar mandi harus
bersih dan diusahakan agar tidak lembab dan ada sinar matahari yang masuk,karena bakteri
dapat hidup di daerah yang lembab.
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika Disentri amuba
Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20
hari.Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari.
Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali sehari selama
5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama
10 hari. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga kali sehari
selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram per hari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari
selama 4 minggu, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
3.2 SARAN
Penulis mengharapkan bagi setiap orang untuk tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat
baik dari hal yang kecil seperti rajin mencuci tangan sampai hal yang besar. Dan untuk
pemerintah hendaknya senantiasa tetap memberikan pemahan tentang pola hidup sehat dan
bersih kepada setiap warga Negara agar mereka terhindar dari berbagai penyakit serta
perlunya pengawasan makanan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA