Anda di halaman 1dari 9

Efektifitas Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Gejala

Depresi Ada Lansia di Panti Wredha Hisosu Binjai Tahun 2012

Ayu dalam Kasra Erna dkk 2012), Efektifitas Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Gejala
Depresi Ada Lansia di Panti Wredha Hisosu Binjai
Ayu dalam Kasra Erna dkk 2012), Efektifitas Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Gejala
Depresi Ada Lansia di Panti Wredha Hisosu Binjai

Abstrak

Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang paling banyak ditemui
padalanjut usia (lansia). Prevalensi rata-rata depresi pada usia lanjut adalah 13,5%,
dengan perbandingan wanita 14,1% dan pria 8,6% . Studi di Amerika juga menyatakan
bahwa gejala-gejala penting dari depresi menyerang kira-kira hampir 10 sampai 15 % dari
semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun yang tidak diinstitusionalisasi, sedangkan
angka depresi meningkat secara drastis diantara lansia yang berada di instiitusi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas terapi tertawa terhadap penurunan
gejala depresi pada lansia di Panti Wredha Hososu Binjai. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian quasy xperiment pre test post test kelompok kontrol, dengan
jumlah sampel 26 orang lansia yang diambil secara total sampling. Untuk mengukur
gejaladepresi pada lansia digunakan alat ukur Hamilton Rating Scale for Depression
(HRS-D) yang memuat 21 kelompok gejala depresi. Terapi Tertawa diberikan sebanyak
dua kali seminggu selama empat minggu berturut-turut. Hasil Penelitian ini menunjukkan
ada perubahan yang signifikan antara gejala depresi sebelum dan sesudah dilakukan terapi
tertawa (P.value < ) dengan rata-rata gejala depresi sebelum terapi tertawa 28.27
dengan standar deviasi 3.863 dan rata-rata gejala depresi sesudah terapi tertawa 24.50 dengan
standar deviasi 3.901. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti factor-faktor yang
mempengaruhi penurunan gejala depresi pada lansia.

Kata-kata Kunci : Depresi, lansia,Terapi Tertawa


PENDAHULUAN mudah terserang kemunduran fisik dan
Menurut organisasi kesehatan dunia mental termasuk depresi. Depresi pada
(WHO), lanjut usia meliputi : Usia lansia disebabkan oleh stres dalam
pertengahan (middle age) yaitu menghadapi perubahan-perubahan
kelompok usia 45 sampai 59 tahun, kehidupan. Perubahan perubahan yang
lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun, dimaksud adalah masa pensiun, penyakit
lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun, atau ketidakmampuan fisik, ditempatkan
Usia sangat tua (very old) di atas 90 dalam panti wreda, kematian pasangan,
tahun. Sedangkan Batasan usia lanjut dan kebutuhan untuk merawat pasangan
usia yang tercantum dalam Undang- yang kesehatannya menurun, kemiskinan,
undang No. 13/1998 tentang kegagalan yang beruntun, stress yang
kesejahteraan lanjut usia adalah berkepanjangan, ataupun konflik dengan
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke keluarga atau anak, atau kondisi lain
atas. Pembagian lanjut usia adalah Usia seperti tidak memiliki keturunan yang
prasenius atau vinilitas yaitu seseorang bisa merawatnya dan lain sebagainya
berusia antara 45-49 tahun, usia lanjut (Suadirman, 2011).
yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, usia lanjut resiko tinggi yaitu Menurut sebuah penelitian di Amerika,
seseorang yang berusia 70 tahun atau Sejauh ini prevalensi depresi pada lansia
lebih (Harry, 2012). di dunia berkisar 8-15 % . Dari laporan
negara-negara di dunia, prevalensi rata rata
Di Indonesia sendiri jumlah penduduk depresi pada usia lanjut adalah 13,5%,
lansia meningkat setiap tahun nya, hal ini dengan perbandingan wanita 14,1% dan
sesuai dengan survey yang dilakukan oleh pria 8,6%. Studi di Amerika juga
United States Bureau of Census 1993, menyatakan bahwa gejala-gejala penting
populasi usia lanjut di Indonesia dari depresi menyerang kira-kira hampir
diproyeksikan pada tahun 1990 2023 10 sampai 15 % dari semua orang yang
akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di berusia lebih dari 65 tahun yang tidak
seluruh dunia dan pada tahun 2020, diinstitusionalisasi. Sedangkan Angka
Indonesia akan menempati urutan depresi meningkat secara drastis diantara
keempat jumlah usia lanjut paling Lansia yang berada di instiitusi, dengan
banyak sesudah Cina, India, dan sekitar 50 % sampai 75 % lansia yang
Amerika. Fenomena ini akan berdampak menghuni perawatan jangka panjang
pada semakin tingginya masalah yang memiliki gejala depresi ringan sampai
akan dihadapi baik secara biologis, sedang (Stanley, 2007). Sedangkan di
psikologis dan sosiokultural (Harry, 2012). Indonesia prevalensi depresi pada orang
yang berusia lebih dari 65 tahun adalah
Lansia merupakan kelompok masyarakat 15% dari komunitas umum, 25% pada
yang memiliki peran penting dalam pasien di praktek dokter dan 30% di
membangun bangsa (Mentri Sosial Salim perumahan, hal ini sesuai dengan
Segaf Al Jufri, 2012), namun pernyataan Dr. Petrin Redayani L.
masyarakat yang berusia lanjut adalah Sugijanto, SpKJ, sekretaris Seksi
masyarakat yang rentan terhadap Psikoterapi, Perhimpunan Dokter
gangguan kesehatan, seperti pernyataan Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada bee-health yang mengatakan
yang telah mengidentifikasi lansia bahwa depresi merupakan masalah
sebagai kelompok masyarakat yang
mental yang paling banyak ditemui pada eksperimen dengan desain kelompok
usia lanjut (NANDA, 2001). kontrol pretest-posttest, hasil analisis
statistik dengan uji t berpasangan
Lansia yang mengalami depresi tentu menunjukkan hasil signifikansi dari
akan mengurangi produktifitas dan peran kelompok eksperimen dengan p = 0,000
serta dalam pembangunan bangsa, selain dan p = 0,007 dengan depresi berarti
depresi pada lansia adalah menurunnya sebelum percobaan 8.125, berarti setelah
harapan dan kualitas hidup pada lansia percobaan pertama 5.750 dan setelah
itu sendiri, serta meningkatkan ratio percobaan kedua 5.875 artinya terjadi
ketergantungan usia lanjut (old age penurunan dari skor depresi tingkat 2.375
ratiodependency). Sehingga diperlukan dan 2.250. Penelitian diatas didukung oleh
penanganan serius terhadap masalah penelitian yang dilakukan Dr. Lee
psikologis yang dialami lansia Berk, seorang imunolog dari Loma
khususnya depresi (Mensos, 2012). Linda University di California USA,
tertawa bisa mengurangi peredaran dua
Penanganan terhadap depresi pada lansia hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan
bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik kortisol, yang bisa mengalangi proses
secara farmakologik atau non- penyembuhan penyakit baik fisik maupun
farmakologik. Dalam dunia kesehatan mental, menurut penelitian terbaru yang
terapi komplementer juga efektif diterbitkan dalam jurnal Geriatrics dan
digunakan dalam mengatasi depresi Gerontology nternational, para peneliti
pada lansia seperti terapiherbal, terapi menemukan terapi tawa bisa mengatasi
nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, depresi pada individu (Kataria, 2004).
terapi tawa, akupuntur, akupresur, Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
aromaterapi, terapi bach flower remedy, dilakukan peneliti di Panti Wredha Hisosu
dan refleksologi (Ayu, 2011). Selama lebih Binjai pada tanggal 5 Desember 2012,
dari dua dekade terakhir telah dilakukan dari sekretaris pengurus panti diperoleh
penelitian mendalam di seluruh dunia data jumlah lansia yang tinggal di panti
yang membuktikan bahwa tertawa wredha tersebut sebanyak 33 orang.
berdampak positif bagi berbagai sistem
di tubuh kita. Terapi tertawa untuk Dari hasil wawancara 33 orang lansia
mengurangi depresi sudah banyak di- ditemukan gejala depresi pada
lakukan orang, berdasarkan penelitian keseluruhan lansia yang tinggal dipanti
yang dilakukan di India, tertawa dapat tersebut, dengan keluhan yang beragam
menangani kecemasan dan perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak
depresi, yaitu sebanyak 19,5 %. berdaya, kesepian, susah tidur pada
malam hari, dan malas mengikuti
Menurut President National Integration aktivitas dengan lansia lain. Tujuh orang
Movement (NIM) Maya Safira Muchtar dari 33 lansia mengalami kemunduran
depresi dapat diatasi dengan tertawa, fisik seperti kebutaan akibat diabetes
karena tertawa dapat menghasilkan mellitus, stroke dan kelumpuhan. Hasil
energi positif, membuat kita lebih optimis observasi juga menunjukkan lansia lebih
dan sehat (Ayu, 2010). banyak berdiam diri di tempat tinggal
masing-masing,tanpa melakukan aktivitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan atau komunikasi dengan sesamanya. Pada
Andiati Nugraheni tentang pengaruh saat melakukan survey lapangan peneliti
terapi tertawa terhadap depresi pada =melihat tidak adanya penanganan
lansiadi Wirosaban RW XIV Sorosutan terhadap masalah depresi yang dialami
Umbulharjo Yogyakarta tahun 2006, lansia tersebut apalagi dengan terapi
dengan menggunakan metode tertawa. Sehingga peneliti merasa tertarik
melakukan penelitian untuk mengetahui Analisis yang digunakan dalam
apakah ada pengaruh terapi tertawa penelitian ini adalah dengan analisis
terhadap penurunan gejala depresi pada univariat dan analisis bivariat. Analisis
lansia di Panti Wreda Hisosu Binjai univariat dilakukan peneliti untuk
2013. mendapatkan gambaran distribusi subyek
penelitian serta menggambarkan variabel
bebas yaitu terapi tertawa dan variabel
METODE PENELITIAN terikat yaitu gejala depresi pada lansia.
Sedangkan analisis bivariat dilakukan
Penelitian ini menggunakan desain peneiti untuk mengetahui apakah ada
penelitian eksperimen semu (Quasy pengaruh terapi tertawa terhadap
experiment). Karena peneliti tidak penurunan gejala depresi pada lansia.
mengontrol semua variabel yang relevan, Data yang diperoleh dari hasil
dengan pendekatan One Group Pre-Post observasi dan wawancara, dimana
Test (kelompok kontrol pretest-posttest) pengukuran dilakukan dua kali yaitu
yang bertujuan untuk melihat efektifitas sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
terapi tertawa terhadap penurunan gejala Hasil pengukuran tersebut dibandingkan
depresi pada lansia. untuk menjawab pertanyaan penelitian,
sehingga dapat diketahui apakah ada
Penelitian ini dilakukan sejak 13 April pengaruh pemberian terapi tertawa
2012 sampai dengan 24 Mei 2012. terhadap penurunan tingkat depresi pada
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia.
semua lansia yang mengalami gejala
depresi di Panti Wredha Hisosu Binjai Uji statistik dalam penelitian ini adalah uji
yang berumlah 26 lansia. Tehnik Paired T-Test (T-Dependent), dengan
pengambilan sampel dalam penelitian ini rumus (Hastono, 2010). Uji signifikan
adalah total sampling atau keseluruhan terhadap hasil perhitungan adalah dengan
populasi dijadikan sampel, dan lansia membandingkan hasil perhitungan
yang sudah dijadikan sampel dalam signifikan (p) untuk level of
penelitian ini ada sebanyak 26 lansia significance () = 5 % (0,050) atau CI
yang mengalami gejala depresi dan (Confidence Interval) 95 %. Bila nilai p
mampu melakukan terapi tertawa < maka dapat disimpulkan bahwa terapi
sertatidak mengalami keadaan yang tertawa efektif untuk menurunkan
kontraindikasi dengan pemberian terapi tingkat depresi pada lansia dan
tertawa. dinyatakan signifikan secara statistik.

Tingkat depresi pada lansia diukur HASIL PENELITIAN


dengan menggunakan lembar observasi
dan wawancara baku yang dikenal Dari hasil penelitian yang dilakukan pada
dengan Hamilton Rating Scale for 26 orang responden didapat bahwa
Depression (HRS-D) (Hawari, 2011), yang karakteristik lansia yang tinggal di Panti
telah teruji reabilitas dan validitasnya, Wreda Hisosu Binjai bervariasi, untuk
dimana HRS-D ini memuat 21 kelompok lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
gejala depresi, dengan skor tertinggi 68 distribusi frekuensi responden
dan skor terendah 0, dalam menganalisa berdasarkan karakteristik demografi di
data menggunakan skala interval dengan bawah ini:
masing-masing nilai angka dari ke 21
gejala tersebut dijumlahkan.
TabeL 1
Distribusi Frekuensi dan Persentase
Responden Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin dan Lama Tinggal di Panti Lansia
di Panti Wreda Hisosu Binjai Tahun 2012 PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini lansia yang paling


banyak mengalami depresi adalah wanita
yaitu 57% (15 orang lansia), ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh
Sadock bahwa depresi paling banyak
dialami oleh lansia yang berjenis
kelamin wanita, karena perbedaan
hormonal, efek-efek dari melahirkan,
perbedaan stressor psikososial, dan
model-model prilaku dari learn
helplessness. Hasil penelitian ini sejalan
Tabel 2 dengan yang disampaikan Indian Woman
Analisa Perubahan Gejala Depresi Lansia Health (2009) bahwa depresi pada
Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi perempuan ditemukan 3 kali lebih banyak
Tertawa di Panti Wredha Hisosu Binjai daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh
Tahun 2012 faktor biologis, yaitu neurotransmitter
serotonin yang merupakan salah satu
unsur biologi yang berpengaruh terhadap
terjadinya depresi pada seseorang.

Para peneliti dari Montreal Neurological


Institute di Kanada melaporkan bahwa
otak pria dan wanita memiliki kemampuan
yang berbeda dalam menghasilkan
hormone serotonin. Serotonin merupakan
senyawa kimia yang dilepaskan tubuh
ke dalam sel-sel otak yang berfungsi
Tabel 3 sebagai jembatan penghantar pesan di
Hasil Uji Paired T-Test Efektifitas Terapi dalam otak yang berhubungan dengan
Tertawa Terhadap Penurunan Gejala emosi. Pada seseorang yang sedang
Depresi Lansia di Panti Wredha Hisosu mengalami depresi maka kadar serotonin
Binjai Tahun 2012 akan menurun dibandingkan saat normal.
Pada keadaan normal otak pria dan
wanita mempunyai kadar serotonin yang
seimbang, namun otak pria lebih cepat
52% dari otak permpuan dalam
menghasilkan serotonin, hal ini lah yang dari lima tahun (53.8%). Menurut Wahit
diduga menjadi penyebab perempuan (2006), individu yang belum lama
lebih mudah mengalami depresi tinggal di panti belum menyatu dengan
(Ausrianti, 2010). kegiatan-kegiatan di panti, mereka
belum dapat menikmati kegiatan tersebut
Selain itu, premenopause dan dan masih perlu beradaptasi dengan
menopause juga merupakan faktor yang lingkungan baru. Lanjut usia yang
meningkatkan resiko untuk terjadinya belum terlibat dalam kegiatan-kegiatan
depresi pada perempuan. Faktor di panti akan merasakan dirinya tidak
psikologis, koping mekanisame dan berarti dan tidak memiliki peran sehingga
response perempuan terhadap stress kemungkinan depresi akan lebih tinggi.
cenderung lebih mudah untuk mengalami Dari hasil penilitian dengan menggunakan
depresi dibandingkan laki-laki. Dengan uji T-Paired diperoleh nilai P value 0.000
demikian secara biologis perempuanlebih yang berarti bahwa kondisi gejala depresi
berpotensi untuk mengalami depresi lansia yang mendapat terapi tertawa
(Ausrianti, 2010). menunujukkan ada penurunan yang
bermakna sebelum dan sesudah terapi
Dari hasil penelitian ini juga didapatkan diberikan. Penurunan yang dimaksud
bahwa rata-rata lansia yang mengalami dalam hasil penelitian ini adalah bahwa
depresi adalah mereka yang berusia 66 kondisi gejala depresi lansia semakin
- 75 tahun (61.5%), hal ini sesuai membaik, dimana nilai pengukuran
dengan teori yang menyatakan bahwa gejala depresi semakin menurun setelah
kira-kira tiga dari 100 orang lansia mendapatkan terapi tertawa.
berusia diatas 65 tahun mengalami
depresi. Angka ini akan meningkat pada Penelitian ini didukung oleh penelitian
lansia yang berusia 80 tahun atau lebih. yang dilakukan Dr. Lee Berk, seorang
Hal ini di dukung oleh penelitian yang imunolog dari Loma Linda University di
dilakukan Suryo (2011) dengan judul California USA pada tahun 2008,
Gambaran Depresi Lansia di Panti tertawa bisa mengurangi peredaran dua
Werdha Dharma Bakti Suryakarta, hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan
didapatkan hasil gambaran tingkat depresi kortisol, yang bisa mengalangi proses
lansia dari perspektif umur yang penyembuhan penyakit baik fisik
menunjukkan bahwa semakin tua lansia maupun mental, menurut penelitian
tingkat depresi pun cenderung meningkat terbaru yang diterbitkan dalam jurnal
(Ausrianti, 2010). Geriatrics dan Gerontology International,
para peneliti menemukan terapi tawa
Studi di Amerika juga menyatakan bisa mengatasi depresi pada individu
bahwa gejala-gejala penting dari depresi (Kataria, 2004).
menyerang kira-kira hampir 10 sampai
15% dari semua orang yang berusia lebih Untuk mengetahui sejauh mana gejala
dari 65 tahun yang tidak depresi pada lansia dalam penelitian ini
diinstitusionalisasi, sedangkan angka menggunakan alat ukur (instrumen) yang
depresi meningkat secara drastis diantara dikenal dengan nama Hamilton Rating
lansia yang berada di instiitusi (NANDA, Scale for Depression (HRS-D). Dari hasil
2001). Penelitian rata-rata gejala depresi sebelum
terapi tertawa adalah 28.27 dengan standar
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa deviasi 3.863, dan rata-rata gejala depresi
semua lansia yang mengalami depresi sesudah terapi tertawa 24.50 dengan
mayoritas berada di panti selama kurang standar deviasi 3.901. Penurunan gejala
depresi pada lansia dalam penelitian ini
bervariasi , hal ini dipengaruhi oleh percobaan kedua 5.875, artinya terjadi
banyak faktor, seperti tingkat konsentrasi penurunan dari skor depresi tingkat 2.375
dan fokus responden selama mengikuti dan 2.250. Sementara kelompok kontrol
instruksi terapis di setiap tahap terapi menunjukkan hasil yang tidak memiliki
tertawa. Hal ini sesuai dengan teori makna, dengan p = 0,451 dan p =
yang dikemukakan Lubis (2010) bahwa 0.351 dengan depresi berarti sebelum
individu yang mengalami depresi akan percobaan 8.250, berarti setelah
mengalami kesulitan dalam percobaan pertama 8.500 dan setelah
memfokuskan perhatian atau pikiran pada percobaan kedua 8.000 arti terjadi
suatu hal atau pekerjaan. peningkatan dari 0,250 dan penurunan
Mengingat kondisi ini maka peneliti 0,250. Dan hasil penelitian tersebut
berasumsi bahwa tingkat konsentrasi dan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
keseriusan lansia dalam mengikuti signifikan sebelum dan setelah diberikan
instruksi terapis di setiap tahap terapi terapi tertawa.
tertawa berpengaruh terhadap penurunan
gejala depresi pada lansia. Faktor lain Sedangkan menurut sebuah studi terbaru
yang berpengaruh terhadap penurunan yang meneliti efek terapi tertawa pada
gejala depresi lansia adalah penilaian depresi, kognisi dan tidur pada lanjut
lansia terhadap dirinya, ini didukung usia yang tinggal di sebuah panti yang
dengan teori kognisi depresi yang melibatkan 109 subyek berusia 65 tahun
dikemukakan oleh Wilkinson bahwa dan lebih tua. Para peserta dibagi
kognisi depresi merupakan penyebab menjadi dua kelompok dengan 48 mata
utama depresi, atau yang memperburuk pelajaran dalam kelompok terapi tawa dan
keadaan dan memelihara kondisi 61 subyek pada kelompok kontrol.
tersebut. Menurut Moh Sholeh (2006), Kelompok-kelompok dibandingkan
seorang yang mempunyai pandangan dengan menggunakan evaluasi depresi,
negative tentang dirinya, dunia, dan pemeriksaan kesehatan mental dan tes
masa depan, tidak akan mudah keluar kualitas tidur. Pada awal penelitian,
dari situasi penuh tekanan yang tidak ada perbedaan signifikan antara
membuatnya depresi. kedua kelompok pada salah satu
evaluasi. Ketika penelitian berakhir,
Hasil penelitian ini juga menunjukkan ditemukan bahwa tingkat depresi dan
perbedaan yang signifikan antara gejala insomnia telah secara signifikan
depresi sebelum dan sesudah diberikan menurun pada kelompok terapi tawa.
terapi tertawa, dengan kata lain terapi Penelitian ini juga menemukan bahwa
tertawa efektif dilakukan pada lansia kualitas tidur secara keseluruhan dan
untuk menurunkan gejala depresi yang kesadaran mental telah meningkat dalam
dialaminya. Penelitian ini didukung kelompok terapi tawa. Temuan ini
dengan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terapi tawa adalah
Andiati Nugraheni pada Bulan Juni 2004 pilihan pengobatan yang berguna dan
tentang Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap hemat biaya untuk menurunkan gejala
Depresi Lansia di Wirosaban RW XIV depresi pada lansia (Alicia, 2010).
Sorosutan Umbulharjo Yogyakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Analisis statistik dengan uji t berpasangan
menunjukkan hasil signifikansi dari Berdasarkan pembahasan hasil penelitian
kelompok eksperimen dengan p = 0,000 yang berkaitan dengan bab sebelumnya,
dan p = 0,007 dengan depresi berarti maka dapat dibuat kesimpulan dan saran
sebelum percobaan 8.125, berarti setelah sebagai berikut : Rata-rata gejala depresi
percobaan pertama 5.750 dan setelah sebelum terapi tertawa adalah 28.27
dengan standar deviasi 3.863. Rata-rata elderly/risk-factors.html.Diakses 2
gejala depresi sesudah terapi tertawa Mei 2010. Dilihat 1 Juni 2013.
24.50 dengan standar deviasi 3.901.
Terapi tertawa efektif menurunkan gejala Ausrianti, Rizka. 2010. Hubungan antara
depresi pada lansia di Panti Wredha Hisosu Tingkat Depresi Dengan Tingkat
Binjai, hal ini diketahui berdasarkan Kemampuan Melaksanakan
analisa kuantitatif yang menunjukkan Aktivitas Dasar Sehari-Hari Pada
bahwa terdapat perbedaan yang Lanjut Usia
signifikan pada skor gejala depresi pada Di Pstw Sabai Nan Aluih Sicincin.
lansia sebelum dan sesudah diberikan http://wordpress.com. Diakses
terapi tertawa. Nopember 2010. Dilihat Mei 2013.

Saran, agar dapat mengikuti rutinitas Ariana, Atika Dian. 2006. Terapi Humor
terapi tertawa yang diadakan panti untuk Menurunkan Tingkat Stres pada
secara teratur untuk merangsang Mahasiswa Baru. Skripsi:
pengeluaran endorphin dan serotonin Fakultas Psikologi UNAIR.
dan juga melatonin sehingga lansia bisa Yogyakarta.
merasa lebih tenang dan bisa
menurunkan gejala depresi yang dialami Ayu, Anastasia. 2010.Terapi Tertawa.
lansia. Bagi Pihak Panti Wredha Hisosu Yogyakarta : Pustaka Larasati.
Binjai Agar dapat meningkatkan mutu Dadang
kesehatan lansia serta penanganan baik
terhadap lansia yang mengalami depresi Hawari D. 2011. Manajemen Stress,
di panti wredha dengan cara Cemas dan Depresi. Jakarta : Gaya
memberikan terapi-terapi komplementer Baru Harry. Depresi pada lansia.
pada lansia seperti terapi tertawa. http://Depkes.go.id. Diakses 8
Penambahan tenaga medis di panti Maret 2012. Dilihat 17 Januari
wredha terutama perawat, dokter, dan 2013.
psikiater agar lansia yang mengalami
masalah psikiatri dapat ditangani dengan Hastono. S. Priyo. 2010. Statistika
baik. Penelitian ini dapat dijadikan Kesehatan. Jakarta : PT
bahan pembelajaran dan pengembangan RajaGrafindo Persada.
ide untuk penelitian yang selanjutnya
yang berkaitan dengan depresi pada lansia. Hasanat, Nida. I. 1996. Pelatihan Ekspresi
Penelitian ini dapat dilakukan kembali Wajah Positif untuk Mengurangi
untuk mengetahui faktor-faktor yang Depresi. Tesis. Yogyakarta:
mempengaruhi depresi pada lansia yang Fakultas Pascasarjana UGM.
tinggal di panti.
Hodgkinson, Liz. 1991. Smile Therapy.
KEPUSTAKAAN London. Optima book.

Aftina, Humor Mati (Sebuah Mekanisme Kataria, M. 2004. Laugh For No


Pertahanan). http://wordpress.com. Reason (Terapi Tawa). Jakarta:
Diakses October 17, 2012. Dilihat PT Gramedia Pustaka Utama
17 Januari 2013.
Lewis, Michael et al. 2004. Handbook of
Alicia. 2010. Health Guides disease Emotions Second Edition. New
depression elderly Risk factor. York: The Gulford Press. Mensos .
(http://health.nytimes.com/he Maksimalkan peran lansia .
alth/guides/disease/depression- http://www.kemsos.go.id/. Diakses
28 Nopember 2012. Dilihat 18
Februari 2013.

Muhammad, Asadi.2011.Tertawalah Biar


Sehat. Yogjakarta : DIVAPress.

NANDA. 2001. Nursing Diagnosis


Definition and Classification
(2001-2002). Philadelphia

Plutchik, Robert. 2002. Emotions and Life


Perspective from Psychology,
Biology, and Evolution.
Washington DC: American
Psychological Association.

Purba, Jenny Marlindawani dkk. Asuhan


Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Jiwa. 2011.
Medan: USU Press. Simanungkalit,

Bona & Pasaribu, Bien. 2007. Terapi


Tawa Efektif Menagkal Stres dan
Membantu Mengobati Kanker,
Darah Tinggi, Sakit Kepala,
Gangguan Syaraf, Maag danlain-
lain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Stanley, Mickey. Patricia Gauntlett


Bearre. 2007. Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan
Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta :
ECG.

Suardiman, Siti Partini. 2011. Psikologi


Usia Lanjut. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.

Syamsudin. Depresi pada lansia.


http://Depsos.go.id. Diakses 1
Agustus 2010. Dilihat 18 Februari
2013. Yosep, Iyus. 2011.
Keperawatan Jiwa. Refika
Aditama. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai