Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat

mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 3555 tahun,

tanpagejalapendahuluan.Lokasidanluasnyamiokardinfarktergantungpadaarteriyang

oklusidanalirandarahkolateral.1Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat

inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan

lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju

mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar satu di antara 25 pasien

yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2

Infark miokard akut merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA)

yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi

ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana

injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 2

Tahun 2013, 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini,

prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard.3

Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri koroner

yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang

ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi

(NSTEMI): oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan

miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.4

1
STEMI merupakan bagian dari Acute Coronary Syndrome (ACS), yang

menggambarkan cedera miokard transmural, akibat oklusi total arteri koronor oleh thrombus.

Bila tidak dilakukan revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang

berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigma time is muscule yang berarti

bila tidak dilakukan reperfusi segera, maka otot jantung tidak akan diselamatkan. Paradigma

ini menekan perlunya reperfusi sedini mungkin.4

DiagnosisSTEMIditegakkandariditemukannyachestpain,STsegmenelevasiatau

diperkirakan adanya left bundle branch block (LBBB) yang baru pada gambaran EKG

(kompleksQRSpadasadapanyangmerekanventrikelkiri(I,AVL,V5,V6),gelombangR

akanmelebarpadapuncakatauberlekukdanpadasadapanyangmerekamventrikelkanan

akan menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya

peningkatanenzimyangmenunjukanterjadinyanekrosismiokard(troponinT,CKMB).5(6)

DiagnosisinfarkmiokardjenisNSTEMIadalahnyeridadaberupaperasaanterbakar,

nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium. Pada EKG

didapatkan ST segmen depression dan T wave inverted. Selanjutnya juga didapatkan

peningkatanbiomarkerkerusakanmiokardyaitupeningkatantroponindalam34jamdan

CKMB.5

Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada

yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian

nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan

kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan

dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan

interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk

mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien

2
dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya

tindakan segera.6

DalampenatalaksanaanSTEMIdapatdiakukanprarumahsakit,dirumahsakitdan

pascarumahsakit.TatalaksanaIMAdenganelevasiSTsaatinimengacupadadatadatadari

evidence based berdaarkan penelitian randomized cinical trial yang terus berkembang

ataupunconsensusdariparaahlisesuaipedoman(guideline).7(7)Klasifikasisindromkoroner

akut akan mempercepat dan mempermudah identifikasi pasien STEMI, oklusi total arteri

coroner,yangmemerlukanvaskularisasisegera.Penangananfaseawalsinromcoronerakut

adalahmenurunkankonsumsioksigen,pemberianantiplateletdanpemantauanyangintensif

secaraterusmenerus.8

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infark miokard akut adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak

mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah

karena pecahnya plak.Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen

mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada otot jantung. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi

sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di

sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau

alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan

mengalami infark.9

Sindrom koroner akut merupakan terminology yang digunakan pada keadaan

gangguan aliran darah darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda

dengan angina pectoris stabil, gangguan aliran darah ke miokard pada SKA bukan disebabkan

oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat pembentukan thrombus dalam arteri

coroner yang bersifat dinamis, sehingga gejala yang timbul berupa nyeri dada tiba-tiba

dengan intensitas nyeri yang dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang dipengaruhi

oleh komponen vasospasme arteri koroner dan terutama oleh ukuran trombusnya. Trombus,

terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik. Trombus tersebut bersifat dinamis,

dengan episode pembentukan, pembesaran, dan lisis terjadi secara bersamaan namun tidak

seimbang. Pada keadaan ini pembentukan trombus lebih dominan dari proses lisis, sehingga

terjadi episode peningkatan penyempitan atau bahkan oklusis arteri koroner dengan dampak

iskemia hingga infark jaringan miokard.8

4
Gambar 2.1 Patofisiologi IMA

2.2 Patofisiologi

Secara teoritis infark miokard disebabkan oleh:

Trombosis Koroner. Penelitian angiografi segera setelah timbulnya keluhan dan studi

postmortem pasien MI menunjukkan lebih dari 85% mendapatkan oklusi trombus

pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran

trombus putih dan trombus merah.9


Retakan plak. Trombosis koroner umumnya dihubungkan dengan retakan plak.

Perubahan tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard

umumnya berhubungan dengan retakan plak pada titik tempat tekanan shear stressnya

tinggi dan sering dihubungkan dengan plak aterosklerosis ringan. Plak yang robek

kemudian merangsang agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk

trombus.9
Spasme arteri koroner. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui NitricOxide

(NO) endogen dapat mengubah ambang rangsang angina antara satu pasien dengan

yang lain, serta antara satu saat dengan saat lain. Beberapa faktor yang dapat

5
mempengaruhi tonus arteri yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif

(serotonin, adenosine diphosphat).9

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah

oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner

berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya

banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti

merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.10

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous

cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik

terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI

memberikan respon terhadap terapi trombolitik.10

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,

serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.Setelah mengalami konversi fungsinya,

reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang

larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah

molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,

menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi. 10

6
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.

Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang

kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian

akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi

yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.10

2.3 Gejala Klinis

Gejala-gejala umum infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Pasien sering

mengeluh rasa ditekan atau dihimpit, yang lebih dominan dibanding rasa nyeri. Keluhan -

keluhan yang mengarah pada infark miokard antara lain:

Rasa tekanan yang tidak nyaman, rasa penuh, diremas, atau nyeri dada retrosternal

dalam beberapa menit, sehingga penderita memegang dadanya atau yang lebih

dikenal sebagai Levine sign, yang merupakan tanda khas untukpenderita pria.11
Nyeri yang menjalar ke bahu, leher, satu atau kedua tangan atau rahang bawah, ke

punggung.11
Nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau mual

muntah (khas untuk infark miokard inferior).11


Sesak napas yang tidak dapat dijelaskan, yang dapat terjadi dengan atau tanpa nyeri

dada; seperti pada penderita dengan riwayat diabetes atau hipertensi yang mengeluh

nyeri perut.11

2.4 Diagnosa

Penegakan diagnosa pasien dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

7
Pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas

pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan

banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.12


2. Pemeriksaan fisik
Kondisi umum pasien infark miokard dapat pucat, berkeringat banyak, atau

gelisah. Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi; yang perlu

diperhatikan jika pasien akan diberi -blocker. Penderita infark miokard dapat

mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok

kardiogenik. Peningkatan tekanan vena jugularis umumnya ditemukan pada

penderita infark miokard ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat

bervariasi sesuai komplikasi yang timbul akibat infark miokard; misalnya mitral

regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1 yang lemah atau VSD dengan

murmur pansistolik yang kerasdan tinggi dan S1 yang normal.12


3.
Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiografi
Temuan EKG 12 leadpada infark miokard menurut evolusinya dapat berupa

gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST, dan gelombang Q patologis.

Menurut lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas EKG adalah

sebagai berikut:
- Dinding inferior: lead II, III, dan aVF
- Dinding anterior: lead V1-V4
- Dinding lateral: lead I, aVL, V5-V6
- Ventrikel kanan: lead V1R-V6R
- Dinding posterior: lead V7-V9
-
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri

dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di

IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika

pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap

simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10

menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk

mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil

8
pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel

kanan.2

Lokasi Infark Gelombang Q/ Elevasi ST Arteri koroner


Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Ekstensif Anterior I, AVL, V1-V6 LAD, LCX
High Lateral I, AVL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7-V9 LCX PL
Inferior II, III, AVF PDA
Right ventrikel V2R-V4R RCA
-

Pada NSTEMI temuan EKG dapat normal, ST depression, T flat, atau T

inversion, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan serial untuk melihat

dinamika perubahannya. Perbedaan NSTEMI dan Unstable Angina Pectoris

adalah pada hasil pemeriksaan biomarker jantung.12

Biomarker Jantung:
- Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI
- CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan

dua hasil pemeriksaan lebih dari 25%


- CK-MB 10 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK
- Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan

peningkatanaktivitas CK-MB lebih dari 50%


- Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat

nilai normal
- Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1

> LDH-2.12

9
Gambar 2.2 Biomarer Jantung

2.5 Tata Laksana

2.5.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit


Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital
pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain2,6,7:
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih.
4) Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu
mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini
dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan
mengenai pentingnya tatalaksana dini.2,6
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI
serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian
terapi.2,6,7
2.5.2 Tatalaksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase
pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan
cepat pasien dengan STEMI.2,6,7

10
2.5.3 Tatalaksana umum
1) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama
6 jam pertama.
2) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
- Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
- Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan
peroral dengan dosis 75-162 mg.
- Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg
tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.2,7
2.5.4 Tatalaksana di rumah sakit
ICCU
1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
3) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau
lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari
4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan
narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga
dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan

11
penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200
mg/hari).2,7
2.6 Terapi pada pasien STEMI
2.6.1 Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.2
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik
dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.2,7
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap
luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan
trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama
(terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan
angka kematian.2
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika

terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko

perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih

PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan

manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama

apakah PCI dapat dikerjakan.2

2.6..1.1 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik

disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada

STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih

efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan

dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI

primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun),

risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika

12
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI

lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan

tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.2,6

2.6.1.2 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle

time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah merestorasi

patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain

tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA),

yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan

melisiskan trombus fibrin.2,6

Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi

segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan

hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara

reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.

13
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :2

A. Kontraindikasi absolut

1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral

2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)

3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial

4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam

5) Dicurigai diseksi aorta

6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)

7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

B. Kontraindikasi relatif

1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali

2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110

mmHg)

3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi

intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi

4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3

minggu)

5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu

6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi

7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau reaksi

alergi sebelumnya terhadap obat ini

8. Kehamilan

9. Ulkus peptikum aktif

10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.

C. Obat Fibrinolitik

14
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah

terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya

antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang

murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah.8

2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open

Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari

sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA

harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih

tinggi.9

3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding

SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena

waktu paruh yang lebih panjang.10

4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas

fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).

Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3

flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.11

Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya

sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.

2.7. Terapi lainnya


ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan

STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,

thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular

Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor

Blocker.7,8,12

1) Anti trombotik

15
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan dalam

memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark.Aspirin

merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin

menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.13

Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada

pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan abciximab

dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark,

atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan

stenting.14

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated

heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin

dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta

mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.Dosis yang direkomendasikan adalah

bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum

1000 U/jam).Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus

mencapai 1,5-2 kali.2

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif,

riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial

merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi

antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi

warfarin minimal 3 bulan.2

2) Thienopiridin

Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien dengan

hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani

reperfusi primer atau fibrinolitik.7,12

16
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari

pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan

dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan

pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat

dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal

(8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%).15

3) Penyekat Beta

Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang

terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang

jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena

memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri,

mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang

serius.2

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk

yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi

(pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok

jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).2

4) Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat

terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian

SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan

risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau

fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada

pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.

17
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian

inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal

jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi

ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau

pasien hipertensif.2

2.8 Komplikasi

1) Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada

segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular

yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan

atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi

dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada

apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih

sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.2

2) Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah

sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.2

3) Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama

perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai

penyakit arteri koroner multivesel.2

4) Infark ventrikel kanan

18
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat

(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.2

5) Aritmia paska STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf

autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi

miokard.2

6) Ekstrasistol ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI

dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas

ektopik ventrikel pada pasien STEMI.2

7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel

Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya

dalam 24 jam pertama. 2

8) Fibrilasi atrium

9) Aritmia supraventrikular

10) Asistol ventrikel

11) Bradiaritmia dan Blok

12) Komplikasi Mekanik

Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.2

2.9 Prognosis

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA11 :

1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop,

kongesti paru dan syok kardiogenik

Tabel 1. Klasifikasi KILLIP pada Infark Miokard Akut

19
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal 6
jantung
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan


pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

Tabel 2. Klasifikasi Forrester pada Infark Miokard Akut


Kelas Indeks Kardiak PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
(L/min/m2)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : T.n AS

Usia : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kec Bandar Dua, Kab Pidie Jaya

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Suku : Aceh

Status Perkawinan : Menikah

No. CM : 1-11-96-78

Tanggal masuk Rumah Sakit : 30 Januari 2017

Tanggal pemeriksaan : 31 Januari 2017

3.2 Anamnesis

20
Keluhan utama

Nyeri dada.

Keluhan tambahan

Pusing

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang rujukan dari RSUD Sigi dengan keluhan utama nyeri dada
sebelah kiri sudah dirasakan 4 jam sebelum masuk RSUZA. Nyeri dada terasa
tertusuk dan tertimpa beban yang makin memberat namun tidak dapat ditunjuk
dengan satu jari, tidak hilang dengan istirahat tida dipengaruhi dengan menarik dan
menghembuskan napas. Pasien mengaku ini merupakan kejadian pertama kalinya.
Pasien juga mengeluh pusing sesaat nyeri dada muncul.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengyangkal pernah mengalami riwayat hipertensi, DM, nyeri dada


sebelumnya (-).

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada dikeluarga pasien menderita penyakit yang sama.

Riwayat penggunaan obat


Pasien tida pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Saat di RSU Sigli os mendapatan oabat yang diletakan di bawah lidah, namun

nyeri tidak banyak perubahan.

Riwayat kebiasaan sosial


Pasien merupakan pensiunan tentara yang saat mudah rutin berolahraga,

namun seja umur 40-an pasien sudah sangat jarang berolahraga.


Pasien merokok selama 25 tahun sebanyak 20 batang/hari.

Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign

21
TD : 106/60 mmHg
Nadi : 84 kali/menit

RR : 20 kali/menit

Suhu : 36,6 C

3.3 Pemeriksaan Fisik

Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-) basah halus, wh (-/-)

Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus teraba di ics 5 midclavicula
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas jantung kiri di
ICS V linea midclacicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I>II, regular (+), bising(-)

Abdomen :
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) , bising usus (-)

Ekstremitas:
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

EKG (31 Januari 2017)

22
Interpretasi EKG :

Ritme : sinus

Rate : 83 x/menit

Axis : Normoaxis

P Wave : 0,08 detik

P-R Interval : 0,12 detik

Kompleks QRS : 0,08 detik

ST elevasi : V2, V3, V4

Q Patologis : V1, V2, V3, V4

ST depresi : negatif

T inverted : (-)

Kesimpulan : sinus ritme, STEMI Anterior

RONTGEN THORAKS AP

23
Besar dan bentuk jantung normal
Tampak perselubungan dengan airbronkogram di paru kanan
Kesimpulan: Peneumonia
Laboratorium darah (10 November 2016)

JenisPemeriksaan Hasil NilaiRujukan


Hemoglobin 14,9gr/dL 14,017,0gr/dL
Hematokrit 44%
4555%
Eritrosit 5,1x103/mm3
Leukosit 9,6x103/mm3 4,76,1x103/mm3
Trombosit 237x103/mm3
4,510,5x103/mm3
Eos/Bas/N.Bat/N.Seg/Lim/Mon 1/0/1/71/16/11
Na/K/Cl 151/4,3/110mmol/L 150450x103/mm3
Ureum 20mg/dL
06/02/26/5070/2040/28%
0,54mg/dL
Kreatinin
5,4mg/dL 135145/3,54,5/94106mmol/L
AsamUrat 223g/dl
1343mg/dL
>50.00ng/ml
GDS
342U/L 0,671,17mg/dL
TroponinI 174mg/dl
3,57,2mg/dL
40mg/dl
CKMB
111mg/dl <200g/dl
KolestrolTotal 114mg/dl
<1,5ng/ml
KolestrolHDL
<25U/L
KolestrolLDL
<200mg/dl
Trigleserida
>60mg/dl
<150mg/dl

24
<150mg/dl

3.4 Diagnosis Kerja

STEMI Anterior

3.5 Terapi

a. Bed rest

b. O2 nasal kanul 2-4 L/menit

c. Drip Streptokinase 1.500.000 IU dalam 45 menit dengan 100 cc NaCl 0,9%

d. Inj arixtra Sc 2,5 cc/hr

e. ISDN 3x 5 mg

f. Clopidogrel 1x75 mg

g. Atorvastatin 1x20 mg

h. Alprazolam 1x05 mg

3.6 Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

25
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

3.7 Follow up harian

Tanggal S O A Th
31-1- Sesak napas (-), TD :94/62 STEMI a. Bed rest
2017 nyeri dada (+) mmhg Anterior
HR : 74x/I, Killip I b. O2 nasal kanul
H+1 Pusing (+) irregular
RR : 23 x/i 2-4 L/menit
Temp : 36,8 C
c. Inj arixtra Sc
2,5 cc/hr

d. Aspilet 1x80 mg

e. ISDN 3x 5 mg

f. Clopidogrel
1x75 mg

g. Atorvastatin
1x20 mg

1-2- Sesak napas (-), TD : 84/52 STEMI a. Bed rest


2017 nyeri dada (-) mmHg Anterior
HR : 72x/i, Killip I b. O2 nasal kanul
H+2 Pusing (+) irregular
RR : 20x/i 2-4 L/menit
Temp : 36,8 C
c. Inj arixtra Sc
2,5 cc/hr

d. Aspilet 1x 80mg

e. ISDN 3x 5 mg

f. Clopidogrel
1x75 mg

g. Atorvastatin
1x20 mg

26
2-1- Sesak napas (-), TD : 120/70 STEMI a. Bed rest
2017 nyeri dada (-) mmHg Anterior
HR : 66x/I, Killip I b. O2 nasal kanul 2-4
H+3 Pusing (-) RR : 24 x/i
Temp : 36,5 C L/menit

c. Inj arixtra Sc 2,5


cc/hr

d. Aspilet 1x 80mg

e. ISDN 3x 5 mg

f. Clopidogrel 1x75
mg

g. Atorvastatin
1x20 mg

BAB IV
ANALISA KASUS

27
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan nyeri dada, nyeri dada tembus ke

belakan. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan irama sinus, dengan ST Elevasi V2, V3, V4

disimplukan STEMI anterior dengan heart rate 83 kali per menit. Hal utama dalam

mendiagnosis infark miokard meliputi anamnesis, pemeriksaan EKG 12 lead, dan

pemeriksaan biomarker jantung.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

didapatkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut. Diagnosis miokard akut

ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat,

menjalar kebagaian belakang sampai keleher dan kedua tangan disertai keringat dingin. Hal

ini sesuai dengan salah satu kriteria miokard akut yang makin bertambah berat. Gambaran

klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan,

seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau

lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. Nyeri pada IMA biasanya berlangsung

beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak

banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah.

Dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien sering merokok Pasien merokok selama

25 tahun sebanyak 20 batang/hari.. Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan

terbentuknya plak di arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh rupture plak yang

kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark

miokard tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area

tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika

elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk

28
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area

injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST

depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury

oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran

ST depresi. nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark

akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen

ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi

gelombang Q. Pada Kasus ini didapatkan ST-Elevasi pada V2, V3, V4 maka dari itu kasus ini

dapat digolongkan STEMI.

Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan

masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik . Oleh sebab itu,

nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan

kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate

dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III

(CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).

Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.

DAFTAR PUSTAKA

29
1. Brown.T.Carol.2003.Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep
Kinis Proses-proses Penyakit.Jakarta: EGC

2. Sudoyo AW,Setyohadi B, Alwi I, Simodibrata M, Setati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing: Pusat Penelitian Ilmu Penyakit Dalam.
2009
3. Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013
4. Morris F, Brady WJ. Acute Myocardial Infarction-Part I. In: Morris F, Edhouse J,
Brady WJ, Camm J eds. ABC of Clinical Electrocardiography 1st ed. London: BMJ
Books; 2003:29-32.
5. Reznik, AG. Morphology of acute myocardial infarction at prenecrotic stage.
Kardiologi. 2010; 50(1):48.

6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Pedoman Tatalaksana


Sindroma Koroner Akut, edisi ketiga. 2015
7. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Disease : A textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier; 2008.

8. Lily I. Rilantono. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Badan Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
9. Ryan TJ, Antman EM, Brooks NH, et al. ACC/AHA Pocket Guidelines for The
Management of Patients with Acute Myocadial Infarction. ACC & AHA ,Inc.; 2000:6-
11.
10. Irmalia.1996.Infark Miokard dalam Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

11. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.

12. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

30

Anda mungkin juga menyukai