PENDAHULUAN
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 3555 tahun,
tanpagejalapendahuluan.Lokasidanluasnyamiokardinfarktergantungpadaarteriyang
inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar satu di antara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2
Infark miokard akut merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA)
yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi
ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana
injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. 2
Tahun 2013, 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini,
prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi Infark Miokard.3
Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri koroner
yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi
(NSTEMI): oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
1
STEMI merupakan bagian dari Acute Coronary Syndrome (ACS), yang
menggambarkan cedera miokard transmural, akibat oklusi total arteri koronor oleh thrombus.
Bila tidak dilakukan revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang
berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigma time is muscule yang berarti
bila tidak dilakukan reperfusi segera, maka otot jantung tidak akan diselamatkan. Paradigma
DiagnosisSTEMIditegakkandariditemukannyachestpain,STsegmenelevasiatau
diperkirakan adanya left bundle branch block (LBBB) yang baru pada gambaran EKG
(kompleksQRSpadasadapanyangmerekanventrikelkiri(I,AVL,V5,V6),gelombangR
akanmelebarpadapuncakatauberlekukdanpadasadapanyangmerekamventrikelkanan
akan menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya
peningkatanenzimyangmenunjukanterjadinyanekrosismiokard(troponinT,CKMB).5(6)
DiagnosisinfarkmiokardjenisNSTEMIadalahnyeridadaberupaperasaanterbakar,
nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium. Pada EKG
peningkatanbiomarkerkerusakanmiokardyaitupeningkatantroponindalam34jamdan
CKMB.5
Diagnosis kerja infark miokard harus telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada
yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan
kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap pasien dengan
dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan
interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk
mendukung penatalaksanaan yang berhasil. Gambaran EKG yang atipikal pada pasien
2
dengan tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya
tindakan segera.6
DalampenatalaksanaanSTEMIdapatdiakukanprarumahsakit,dirumahsakitdan
pascarumahsakit.TatalaksanaIMAdenganelevasiSTsaatinimengacupadadatadatadari
evidence based berdaarkan penelitian randomized cinical trial yang terus berkembang
ataupunconsensusdariparaahlisesuaipedoman(guideline).7(7)Klasifikasisindromkoroner
akut akan mempercepat dan mempermudah identifikasi pasien STEMI, oklusi total arteri
coroner,yangmemerlukanvaskularisasisegera.Penangananfaseawalsinromcoronerakut
adalahmenurunkankonsumsioksigen,pemberianantiplateletdanpemantauanyangintensif
secaraterusmenerus.8
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infark miokard akut adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak
mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah
karena pecahnya plak.Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada otot jantung. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi
sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark.9
gangguan aliran darah darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda
dengan angina pectoris stabil, gangguan aliran darah ke miokard pada SKA bukan disebabkan
oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat pembentukan thrombus dalam arteri
coroner yang bersifat dinamis, sehingga gejala yang timbul berupa nyeri dada tiba-tiba
dengan intensitas nyeri yang dinamis sesuai dengan derajat penyempitan yang dipengaruhi
oleh komponen vasospasme arteri koroner dan terutama oleh ukuran trombusnya. Trombus,
terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik. Trombus tersebut bersifat dinamis,
dengan episode pembentukan, pembesaran, dan lisis terjadi secara bersamaan namun tidak
seimbang. Pada keadaan ini pembentukan trombus lebih dominan dari proses lisis, sehingga
terjadi episode peningkatan penyempitan atau bahkan oklusis arteri koroner dengan dampak
4
Gambar 2.1 Patofisiologi IMA
2.2 Patofisiologi
Trombosis Koroner. Penelitian angiografi segera setelah timbulnya keluhan dan studi
pada arteri penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran
Perubahan tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard
umumnya berhubungan dengan retakan plak pada titik tempat tekanan shear stressnya
tinggi dan sering dihubungkan dengan plak aterosklerosis ringan. Plak yang robek
trombus.9
Spasme arteri koroner. Perubahan tonus pembuluh darah koroner melalui NitricOxide
(NO) endogen dapat mengubah ambang rangsang angina antara satu pasien dengan
yang lain, serta antara satu saat dengan saat lain. Beberapa faktor yang dapat
5
mempengaruhi tonus arteri yaitu hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian
histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous
cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
6
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian
akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi
yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,
Gejala-gejala umum infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Pasien sering
mengeluh rasa ditekan atau dihimpit, yang lebih dominan dibanding rasa nyeri. Keluhan -
Rasa tekanan yang tidak nyaman, rasa penuh, diremas, atau nyeri dada retrosternal
dalam beberapa menit, sehingga penderita memegang dadanya atau yang lebih
dikenal sebagai Levine sign, yang merupakan tanda khas untukpenderita pria.11
Nyeri yang menjalar ke bahu, leher, satu atau kedua tangan atau rahang bawah, ke
punggung.11
Nyeri dada yang disertai rasa sempoyongan, mau jatuh, berkeringat, atau mual
dada; seperti pada penderita dengan riwayat diabetes atau hipertensi yang mengeluh
nyeri perut.11
2.4 Diagnosa
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
7
Pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
gelisah. Nadi dapat berupa aritmia, bradikardi, atau takikardi; yang perlu
diperhatikan jika pasien akan diberi -blocker. Penderita infark miokard dapat
mengalami hipertensi akibat respon nyeri hebat atau hipotensi akibat syok
penderita infark miokard ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat
bervariasi sesuai komplikasi yang timbul akibat infark miokard; misalnya mitral
regurgitasi dengan murmur pansistolik dan S1 yang lemah atau VSD dengan
sebagai berikut:
- Dinding inferior: lead II, III, dan aVF
- Dinding anterior: lead V1-V4
- Dinding lateral: lead I, aVL, V5-V6
- Ventrikel kanan: lead V1R-V6R
- Dinding posterior: lead V7-V9
-
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan di
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil
8
pada pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel
kanan.2
Biomarker Jantung:
- Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI
- CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan
nilai normal
- Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1
> LDH-2.12
9
Gambar 2.2 Biomarer Jantung
10
2.5.3 Tatalaksana umum
1) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama
6 jam pertama.
2) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
- Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
- Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan
peroral dengan dosis 75-162 mg.
- Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg
tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.2,7
2.5.4 Tatalaksana di rumah sakit
ICCU
1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
3) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau
lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari
4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan
narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga
dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan
11
penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200
mg/hari).2,7
2.6 Terapi pada pasien STEMI
2.6.1 Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.2
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik
dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.2,7
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap
luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan
trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama
(terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan
angka kematian.2
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika
terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko
perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih
PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan
manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih
efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun),
risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
12
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI
lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
2.6.1.2 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle
time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah merestorasi
patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain
yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi
segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan
hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara
13
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :2
A. Kontraindikasi absolut
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
B. Kontraindikasi relatif
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110
mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3
minggu)
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau reaksi
8. Kehamilan
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.
C. Obat Fibrinolitik
14
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah
antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang
sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA
harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih
tinggi.9
SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya
Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor
Blocker.7,8,12
1) Anti trombotik
15
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan dalam
merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin
menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.13
dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark,
atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan
stenting.14
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated
heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin
dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta
bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif,
riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial
merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi
antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi
2) Thienopiridin
hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani
16
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari
pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan
dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan
pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat
dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal
3) Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang
terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang
jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena
mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
serius.2
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk
yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi
(pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok
4) Inhibitor ACE
terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian
SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan
risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau
fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada
17
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau
pasien hipertensif.2
2.8 Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular
yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
2) Gangguan Hemodinamik
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.2
3) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
18
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.2
miokard.2
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya
8) Fibrilasi atrium
9) Aritmia supraventrikular
2.9 Prognosis
19
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal 6
jantung
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : T.n AS
Usia : 55 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Aceh
No. CM : 1-11-96-78
3.2 Anamnesis
20
Keluhan utama
Nyeri dada.
Keluhan tambahan
Pusing
Pasien datang rujukan dari RSUD Sigi dengan keluhan utama nyeri dada
sebelah kiri sudah dirasakan 4 jam sebelum masuk RSUZA. Nyeri dada terasa
tertusuk dan tertimpa beban yang makin memberat namun tidak dapat ditunjuk
dengan satu jari, tidak hilang dengan istirahat tida dipengaruhi dengan menarik dan
menghembuskan napas. Pasien mengaku ini merupakan kejadian pertama kalinya.
Pasien juga mengeluh pusing sesaat nyeri dada muncul.
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
21
TD : 106/60 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 C
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP R-2 cmH2O
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-) basah halus, wh (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus teraba di ics 5 midclavicula
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas jantung kiri di
ICS V linea midclacicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I>II, regular (+), bising(-)
Abdomen :
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) , bising usus (-)
Ekstremitas:
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)
22
Interpretasi EKG :
Ritme : sinus
Rate : 83 x/menit
Axis : Normoaxis
ST depresi : negatif
T inverted : (-)
RONTGEN THORAKS AP
23
Besar dan bentuk jantung normal
Tampak perselubungan dengan airbronkogram di paru kanan
Kesimpulan: Peneumonia
Laboratorium darah (10 November 2016)
24
<150mg/dl
STEMI Anterior
3.5 Terapi
a. Bed rest
e. ISDN 3x 5 mg
f. Clopidogrel 1x75 mg
g. Atorvastatin 1x20 mg
h. Alprazolam 1x05 mg
3.6 Prognosis
25
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Tanggal S O A Th
31-1- Sesak napas (-), TD :94/62 STEMI a. Bed rest
2017 nyeri dada (+) mmhg Anterior
HR : 74x/I, Killip I b. O2 nasal kanul
H+1 Pusing (+) irregular
RR : 23 x/i 2-4 L/menit
Temp : 36,8 C
c. Inj arixtra Sc
2,5 cc/hr
d. Aspilet 1x80 mg
e. ISDN 3x 5 mg
f. Clopidogrel
1x75 mg
g. Atorvastatin
1x20 mg
d. Aspilet 1x 80mg
e. ISDN 3x 5 mg
f. Clopidogrel
1x75 mg
g. Atorvastatin
1x20 mg
26
2-1- Sesak napas (-), TD : 120/70 STEMI a. Bed rest
2017 nyeri dada (-) mmHg Anterior
HR : 66x/I, Killip I b. O2 nasal kanul 2-4
H+3 Pusing (-) RR : 24 x/i
Temp : 36,5 C L/menit
d. Aspilet 1x 80mg
e. ISDN 3x 5 mg
f. Clopidogrel 1x75
mg
g. Atorvastatin
1x20 mg
BAB IV
ANALISA KASUS
27
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan keluhan nyeri dada, nyeri dada tembus ke
belakan. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan irama sinus, dengan ST Elevasi V2, V3, V4
disimplukan STEMI anterior dengan heart rate 83 kali per menit. Hal utama dalam
didapatkan bahwa pasien mengalami infark miokard akut. Diagnosis miokard akut
ditegakkan berdasarkan keluhan yang dialami pasien yaitu nyeri dada semakin memberat,
menjalar kebagaian belakang sampai keleher dan kedua tangan disertai keringat dingin. Hal
ini sesuai dengan salah satu kriteria miokard akut yang makin bertambah berat. Gambaran
klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa berat, menekan,
seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau
lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. Nyeri pada IMA biasanya berlangsung
beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak
banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah.
Dari anamnesis didapatkan juga bahwa pasien sering merokok Pasien merokok selama
25 tahun sebanyak 20 batang/hari.. Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan
terbentuknya plak di arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh rupture plak yang
kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark
miokard tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
28
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran
ST depresi. nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Pada Kasus ini didapatkan ST-Elevasi pada V2, V3, V4 maka dari itu kasus ini
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik . Oleh sebab itu,
nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
(CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Brown.T.Carol.2003.Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep
Kinis Proses-proses Penyakit.Jakarta: EGC
11. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC; 2007.
12. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
30