Anda di halaman 1dari 23

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama Mahasiswa : Christovani Cesar Tanda Tangan


NIM : 11 2015 216
Dokter pembimbing : dr. Junior P.I.S SpBS ....................

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S Pendidikan : SMP


Umur : 48 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : perempuan Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pedagang sayur No. RM : 450652
Alamat : Sidoluhur, RT 23 RW 03 Sidoluhur, Jaken, Pati

II.ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 8 Septemberi 2016, pukul 14.30 di
ruang Betani.

Keluhan Utama:
Kepala terasa pusing (cekot-cekot) disebelah kiri depan sejak 2 minggu SMRS

Keluhan Tambahan: -

Riwayat Penyakit Sekarang:


Kepala terasa pusing disebelah kiri depan sejak 2 minggu SMRS. Pada awalnya pusing muncul
secara tiba-tiba saat pasien sedang bekerja, pusing terasa seperti berdenyut dan dirasakan hanya
pada bagian kepala depan sebelah kiri. Pusing dirasakan hilang timbul, pasien mengatakan tidak
ada tanda khas kapan pusingnya muncul selama 2 minggu ini. Sebelumnya untuk keluhan pusing
pasien sudah minum obat warung (paramex) diminum 1 tablet dengan frekuensi 3 kali sehari.
Setelah minum obat, pusing yang dirasakan berkurang. Kemudian 5 hari SMRS, pusing
dirasakan semakin memberat. Pasien mengatakan, saat pusingnya semakin memberat, ada mual

1
dan muntah 1 kali, muntah terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk, isi muntah yaitu
makanan, tidak ada darah pada isi muntah. Mual masih dirasakan sampai pasien datang berobat
ke RS Mardi Rahayu. Sebelumnya pasien mengatakan sering muncul pusing dan hilang sendiri
pusingnya. Pusing yang dirasakan dulu tidak seberat dengan keluhan pusing yang dirasakan
sejak 2 minggu terakhir sebelum masuk ke RS. Pasien mengatakan masih datang bulan, tidak ada
keluhan nyeri pada saat datang bulan. Datang bulan lancar, 1 kali datang bulan selama 6 hari,
sehari ganti pembalut 2-3 kali, siklusnya kurang lebih tiap 1 bulan. Keluhan mudah lupa tidak
ada, keluhan kesulitan bicara tidak ada, keluhan kesulitan beraktivitas sehari-hari tidak ada.
Tidak ada riwayat demam, keluhan nyeri ditempat lain, sesak nafas pada pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Umum :

- Keluhan yang sama seperti sekarang : Ada

- Hipertensi : Ada

- Kencing Manis : Tidak Ada

- Asma : Tidak Ada

- Gastritis : Tidak Ada

- Alergi Obat : Tidak Ada

Riwayat Keluarga
- Tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


a. Penyakit terdahulu :-
b. Trauma terdahulu :-
c. Operasi :-
d. Sistem saraf :-
e. Sistem kardiovaskular: -
f. Sistem gastrointestinalis :-
g. Sistem urinarius :-
h. Sistem genitalis :-
i. Sistem musculoskeletal :-

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 8 September 2016, jam 14.30 WIB

1. Status Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital :
Tekanan darah : 170/110 mmHg
Nadi : 84 x/menit, irama reguler
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,8 C

Kulit : Turgor baik, warna sawo matang, akral hangat.


Kepala : Normosefalus, simetris
Muka : Simetris
Mata : Pendarahan subkonjungtiva (-/-) konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+), papil edema (-), gerak bola mata baik ke
semua arah
Kelenjar limfe : Tidak teraba pembesaran kelenjar limfe
Hidung : Normocepta, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak
ada sekret
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
o Inspeksi : Tampak simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis, retraksi sela iga (-), pulsasi ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Sela iga tidak melebar, tidak teraba massa, vocal fremitus
kiri dan kanan simetris, teraba ictus cordis pada 1 cm sebelah
medial linea midklavikula sinistra ICS V
o Perkusi
- Paru-paru : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru hati normal.
- Jantung : Perkusi pekak

3
o Auskultasi
- Paru-paru : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-
- Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar, caput medusa (-)
o Auskultasi : Bising usus normal
o Palpasi : Dinding abdomen lemas, hepar dan limpa tidak
teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba ballotement.
o Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen, Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat.

2. Status Neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : Normocephal
ii. Nyeri tekan :-
iii. Simetris : Simetris
b. Leher
i. Sikap : Simetris
ii. Pergerakan : Bebas
iii. Kaku :-

c. Anggota gerak
1. Anggota gerak atas
a. Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil tidak dilakukan tidak dilakukan
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi tidak dilakukan tidak dilakukan
c. Refleks kanan kiri

4
Biceps + +
Triceps + +
2. Anggota gerak bawah
a. Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan
Diskriminasi tidak dilakukan tidak dilakukan
c. Refleks kanan kiri
Patella + +
Achilles + +

IV. STATUS LOKALIS


Kepala
Kepala : Kepala normocephal, simetris, palpasi dan
perkusi tidak dilakukan.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT Scan Brain dengan kontras

5
Klinis:
Sulcus corticalis regio frontalis kiri relatif menyempit
Isura sylvii dan sisterna tak menyempit
Tampak lesi iso-hiperdens dengan bagian kalsifikasi dengan edema perifokal regio
falks serebri konvensitas frontalis kiri -/+ 3x3, 18x4, 41cm.
Pada pemberian kontras tampak enhancement inhomogen
Tak nyata gambaran hiperostosis os frontalis
Tampak herniasi subfalcine ke kanan
Tak tampak midline shifting
Ventrikel lateralis kiri kornu anterior sedikit menyempit
Cerebellum tak tampak kelainan
Tampak lesi hipodens kecil pada pons kiri dan nukleus lentiformis kiri
Kesan :
Lesi falks serebri s/d konveksitas frontalis kiri dengan komponen haemorrhagik dan
kalsifikasi
DD/ meningioma

6
Gambaran infark lakuner pada pons kiri dan nukleus lentiformis kiri.
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium darah rutin (29 agustus 2016)
Hemoglobin : 14,8 g/dL
Leukosit : 13,80 x 103/uL
Hematokrit : 42%
Trombosit : 363 x 103/uL
Kimia
Gula darah sewaktu : 188 mg/dL
Kolesterol total : 218 mg/dL
Trigliserid : 134 mg/dL
Ureum : 14 mg/dL
Kreatinin : 0.73 mg/dL
Uric acid : 5,1 mg/dL
Natrium : 140,6 mmol/L
Kalium : 4.28 mmol/L
Calcium ; 9,3 ml/dL

(31 agustus 2016)


Anti HIV stik : negatif
Hemostasis
Pembekuan/CT : 5 menit
Perdarahan : 1 menit
Imunoserologi
HbsAg : negatif

VII. RESUME
Pasien seorang perempuan Ny. S 48 tahun datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing
disebelah kiri depan sejak 2 minggu SMRS. Pada awalnya pusing muncul secara tiba-tiba saat
pasien sedang bekerja, pusing terasa seperti berdenyut dan dirasakan hanya pada bagian

7
kepala depan sebelah kiri. Sebelumnya untuk keluhan pusing pasien sudah minum obat
warung (paramex) diminum 1 tablet dengan frekuensi 3 kali sehari. Setelah minum obat,
pusing yang dirasakan berkurang. Kemudian 5 hari SMRS, pusing dirasakan semakin
memberat. Pasien mengatakan, saat pusingnya semakin memberat, ada mual dan muntah 1
kali, muntah terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk, isi muntah yaitu makanan,
tidak ada darah pada isi muntah.

1. Berdasarkan pemeriksaan fisik:


Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah:
170/110mmHg frekuensi nadi: 84 kali/menit, suhu tubuh : 36,80C, pernapasan: 20
kali/menit
Kepala: normocephal
Mata: isokor, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
strabismus konvergen (+/+), nistagmus (-).
Motorik sensorik: gerak aktof pasif baik, refleks fisiologis (+)

2. Pemeriksaan CT scan brain dengan kontras:


Gambaran Lesi falks serebri s/d konveksitas frontalis kiri dengan komponen
haemorrhagik dan kalsifikasi
Gambaran infark lakuner pada pons kiri dan nukleus lentiformis kiri.

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Meningioma
Dasar Diagnosis:
Sakit kepaladan sakit bertambah berat
Mual
Muntah
Pada CT Scan Lesi falks serebri s/d konveksitas frontalis kiri dengan komponen
haemorrhagik dan kalsifikasi

I. DIAGNOSIS BANDING
Astrocytoma

Oligodendroglioma

8
II. PEMERIKSAAN ANJURAN
CT Scan kepala ulang
MRI kepala
ICP monitor
Pemeriksaan status mental

III. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Ringer Asering 20tpm
Manitol 4x125cc
Non Medikamentosa
Craniotromy

IV. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

9
Tinjauan Pustaka

1.1 Pendahuluan
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian
otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua lobusnya.
Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma maligna jarang terjadi.1
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu
mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria terutama
pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan
pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam
pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma
dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara
arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.1
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti
impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan
ketidakmampuan mengatur mood.

2.1. Epidemiologi dan Insidensi


Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua tumor
medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor ini
lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak
tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut. Paling
banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10 % maligna. Meningioma maligna dapat
terjadi pada wanita dan laki-laki, meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita. 2
2.2. Etiologi

10
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah
diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromosom yang jelek yang meyebabkan timbulnya
meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal-usul
meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal
pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-
NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering
terjadi pada usia muda. Di samping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma .3
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan
ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan
faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang
mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala,
sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat resiko faktor untuk
mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang
berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi
progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan
wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang
bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka
memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin
meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3

2.3. Anatomi
Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla
spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial
ke profunda. Bersama-sama, araknoid dan piamater disebut leptomening.4
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina
meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada
dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina

11
meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium ekstraduralis (spatium epiduralis) yang
berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada enchepalon lamina endostealis
melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi
foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi
oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu: 4
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragma sellae
Antara duramater dan arachnoid terdapat spatium subdural yang berisi cairan limf.
Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan duramater.
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeningens. Kedua lapisan ini
dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Antara arachnoid dan piamater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis
serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam
sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.4,5
Lapisan di sebelah profunda, meluas ke dalam girus cerebri dan diantara folia cerebri.
Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut retikularis dan elastis,
ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah serebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal
tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membran ini ini menutupi semua
permukaan otak dan medulla spinalis.4
2.4. Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari
meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel
pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.
Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.3
2.5. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang
dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.6

12
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin
berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah
dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan
observasi yang berkelanjutan. 6
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.6
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian
meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan
terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.6
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor8 :
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput yang
terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri
mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.
Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan
otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar
tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40
dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat menekan

13
spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di
sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata
cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian
otak.

2.6. Diagnosa
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan
medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari
bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum,
meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.7
Gejala umumnya seperti :
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
Perubahan mental
Kejang
Mual muntah
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :7


Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status
mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan,
dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah,
berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

14
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

2.7. Pemeriksaan Radiologi

Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi.
Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar
tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif
hiperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan
meningioma yang jinak dan maligna.

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma masih memiliki
derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang hiperostosis, dan
bentuk sphenoid , dan pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-
negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara
langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
a. Foto polos Otak
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto
polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus
sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah
meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi
terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.8

b. Computed Tomography (CT scan)


CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma.
Tampak gambaran isodens hingga hiperdens pada foto sebelum kontras, dan gambaran
peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus.
Edema peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai
akumulasi cairan dapat terlihat.8

15
CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang dura
serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan hiperostosis. 8
Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat
pada gambar-gambar berikut. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45%
adalah meningioma.

Gambar 1.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa
kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan
punctata. Tidak terlihat adanya edema.

16
Gambar 2.
Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah
meningioma maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas
kistik bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang
terjebak. Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.

17
Gambar 3.
Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma maligna di lobus
frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang homogen dan perselubungan yang
berbentuk cincin.

18
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi
tumor berada.8 Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah resolusi 3
dimensi. Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan multiplanar,
dan rekonstruksi 3D.

d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,
perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi parenkim
oleh meningioma maligna, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat digambarkan
dengan ultrasonografi.

19
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi
meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang
mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,
vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah
berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat
seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian
rekurensi.10

Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari
sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis

20
pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III
yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui
mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.9

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial10 :


Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau
mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)

2.9. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan
terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan
operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena
lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi,
external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atypical, maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak
dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi
yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan
akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun
nekrosis akibat radioterapi.

Radiasi Stereotaktik
21
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi
ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion
helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi
komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner dan koleganya
menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5
tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol.
Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2
tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99
pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor
sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada
pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.9

2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat
menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma
akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.10
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan tulang
tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas)
meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman
operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (19421946) adalah 7,9% dan (19571966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan
dan edema otak.10

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas


Indonesia; 2003. Hal 393-4.
2. Focusing on tumor meningioma[ cited 2016 September 15]. Availble from:
http://www.abta.org/meningioma.pdf
3. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2016 September 15]. Availble
from: http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%20klasifikasi%20meningioma.doc
4. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Netter HF, etc. Spinal nerve origin. In: Neuroanatomy and neurophysiology. USA: Icon
Custom Communication: 2002. P. 24
6. Meningiomas. [cited 2016 Spetember 16]. Available from: www. Mayfieldclinic.com
7. Meningioma[cited 2016 September 16]. Available from:. http://www.cancer.net
8. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical
University of Southern Africa; 2004. p. 3-5.
9. Manajemen Meningioma. [cited 2016 Septe,mber 16]. Available from: www.google . com

10. Widjaja D, Meningioma intracranial[cited 2016 September 16]. Available from:


http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/09MeningiomaInt
rakranial016.html

23

Anda mungkin juga menyukai

  • HERNIA INGUINALIS
    HERNIA INGUINALIS
    Dokumen29 halaman
    HERNIA INGUINALIS
    Aizat Azher
    50% (2)
  • Refrat Panik
    Refrat Panik
    Dokumen15 halaman
    Refrat Panik
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
    Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
    Dokumen41 halaman
    Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
    Shelvy Tucunan
    Belum ada peringkat
  • PTSD Kelompok I
    PTSD Kelompok I
    Dokumen20 halaman
    PTSD Kelompok I
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • PTSD Kelompok I
    PTSD Kelompok I
    Dokumen21 halaman
    PTSD Kelompok I
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Psoriasis
    Psoriasis
    Dokumen17 halaman
    Psoriasis
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen9 halaman
    Hernia
    FìtRíex Pivin
    Belum ada peringkat
  • Hernia Inguinalis
    Hernia Inguinalis
    Dokumen18 halaman
    Hernia Inguinalis
    Ade Vianis Plester
    Belum ada peringkat
  • Trauma Thoraks Henok
    Trauma Thoraks Henok
    Dokumen37 halaman
    Trauma Thoraks Henok
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Menular Seksual
    Penyakit Menular Seksual
    Dokumen29 halaman
    Penyakit Menular Seksual
    amoet_122
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen2 halaman
    Cover Referat
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • TM 6 Ims
    TM 6 Ims
    Dokumen33 halaman
    TM 6 Ims
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Hernia Inguinalis
    Hernia Inguinalis
    Dokumen18 halaman
    Hernia Inguinalis
    Ade Vianis Plester
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen16 halaman
    Hernia
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen16 halaman
    Case
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen30 halaman
    Hernia
    putridjaen
    Belum ada peringkat
  • Case OE
    Case OE
    Dokumen15 halaman
    Case OE
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Data
    Data
    Dokumen1 halaman
    Data
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Infeksi Menular Seksual Ims
    Infeksi Menular Seksual Ims
    Dokumen120 halaman
    Infeksi Menular Seksual Ims
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Ga Tau Ini Apa
    Ga Tau Ini Apa
    Dokumen2 halaman
    Ga Tau Ini Apa
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Laporan Ujian Kasus Appendisitis Kronik
    Laporan Ujian Kasus Appendisitis Kronik
    Dokumen11 halaman
    Laporan Ujian Kasus Appendisitis Kronik
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Case OE
    Case OE
    Dokumen15 halaman
    Case OE
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Kepaniteraan
    Kepaniteraan
    Dokumen1 halaman
    Kepaniteraan
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen2 halaman
    Cover Referat
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Data
    Data
    Dokumen2 halaman
    Data
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Psoriasis
    Psoriasis
    Dokumen17 halaman
    Psoriasis
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • HPV
    HPV
    Dokumen2 halaman
    HPV
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Referat Ola
    Referat Ola
    Dokumen16 halaman
    Referat Ola
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat
  • Psoriasis
    Psoriasis
    Dokumen17 halaman
    Psoriasis
    Henok Nugrahawanto
    Belum ada peringkat