BAB I
PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
1. Undang Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek .
4. Undang-undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
1.5.2. Action
1. Pemilihan jenis obat
2. Pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat
3. Penulisan resep dan instruksi obat
4. Peracikan, penyiapan dan penyerahan
5. Pemberian obat dan monitoring efek samping obat
1.5.3. Monitoring
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di RSIA
Bunda Sejahtera, di mana jajaran manajemen akan menetapkan indikator mutu dan
kinerja, baik dalam bentuk angka maupun narasi.
1.5.4. Evaluation
Merupakan analisa hasil proses monitoring. Pembandingan antara data yang
dikumpulkan, kemudian dibandingkan dengan standar yang ada, hasil benchmarking
dengan rumah sakit lain, maupun best practices RSIA Bunda Sejahtera sendiri.
Panitia Farmasi & Unit Logistik Panitia Farmasi & Komite Medik &
Terapi Unit Farmasi Terapi Unit Farmasi Keperawatan
3.1. SELEKSI.
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria
pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisassi sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat.
Kriteria seleksi obat :
1. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien.
2. Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan.
3. Memiliki rasio biaya manfaat yang menguntungkan, berkaitan dengan biaya pengobatan
total.
4. Berdasarkan nilai klinik produk obat, manfaat dan keamanannya telah terbukti dari
pengalaman klinik di berbagai rumah sakit.
5. Produk obat memenuhi syarat Farmakope Indonesia.
6. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
7. Obat tersedia secara komersial dan mudah diperoleh.
8. Manufaktur produsen mempunyai reputasi yang baik, terbukti dapat dipercaya, produknya
belum pernah bermasalah dan bersedia mendukung kegiatan ilmiah rumah sakit.
Proses seleksi ini dilanjutkan dengan perumusan formularium RSIA Bunda Sejahtera dan
pembuatan buku formularium RSIA Bunda Sejahtera.
4.1 PERENCANAAN
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan
yang telah ditentukan.
Pedoman perencanaan :
1. Perencanaan dilakukan berdasarkan tahap akhir pengelolaan yaitu berdasarkan atas data
penggunaan obat periode yang lalu.
2. Dengan mempertimbangkan pola penyakit yang sedang terjadi (metode
morbiditas/epidemologi).
3. Obat dan bahan obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia, DOEN, Formularium
RSIA Bunda Sejahtera dan Standar Terapi Rumah Sakit.
4. Mempertimbangkan sisa persediaan dan rencana pengembangan.
4.2 PENGADAAN
Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan
dan disetujui melalui pembelian langsung dari distributor atau pedagang besar farmasi atau
rekanan RSIA Bunda Sejahtera. Tujuan pengadaan adalah memperoleh obat yang dibutuhkan
dengan harga layak, mutu baik, pengiriman obat terjamin tepat waktu, proses berjalan lancar.
Tidak memerlukan waktu dan tenaga yang berlebihan. Pengadaan obat dilakukan oleh Unit
Purchasing RSIA Bunda Sejahtera, di bawah koordinator Instalasi Farmasi
Langkah proses pengadaan :
1. Mereview daftar obat yang akan diadakan, mengacu pada formularium RSIA Bunda
Sejahtera.
2. Menentukan jumlah item yang akan dibeli.
3. Menyesuaikan dengan situasi keuangan.
4. Memilih metode pengadaan.
5. Memilih rekanan.
6. Membuat Surat Pesanan untuk Obat obat khusus bila ada.
7. Memonitor pengiriman barang dan memeriksa.
8. Menyimpan dan kemudian mendistribusikan.
4.3 PENYIMPANAN
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan obat farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan :
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
2. Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya.
3. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya.
5. Penyusunan obat secara alfabetis dan mengikuti System FIFO (First In First Out) dan FEFO
(first expired First Out).
Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk mempertahankan kualitas obat/alkes,
mengoptimalkan manajemen persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan
datang, melindungi permintaan yang naik turun, melindungi pelayanan dari pengiriman yang
terlambat, menambah keuntungan bila pembelian banyak, menghemat biaya pemesanan dan
mengurangi kerusakan dan kehilangan.
Uraian kegiatan :
1. Menerima obat dan dokumen-dokumen pendukungnya antara lain surat pesanan/surat
kontrak, surat kiriman, faktur obat.
2. Memeriksa obat dengan dokumen-dokumen yang bersangkutan baik dari segi jumlah, mutu,
expire date, merk, harga dan spesifikasi lain yang diperlukan, pentingnya meneliti barang-
barang adalah sangat perlu untuk menjamin kebenaran dari spesifikasi kuantitas dan kualitas
barang yang diterima.
3. Menyimpan obat sesuai ketentuan :
a. Lokasi dan tempat penyimpanan di gudang obat dan menjamin bahwa obat yang
disimpan mudah diperoleh dan mudah mengaturnya sesuai penggolongan obat, kelas
terapi/khasiat obat dan sesuai abjad.
b. Perhatian untuk obat-obat dengan syarat penyimpanan khusus, obat-obatan
thermolabiel dan expired date obat.
4. Memeriksa secara berkala dan menjaga obat dari kerusakan / kehilangan yang merupakan
fungsi dari pemeliharaan dan pengendalian (controling), dan hal ini dilakukan minimal
sebulan sekali di seluruh unit penyimpan obat di luar unit farmasi.
5. Memilih dan melakukan pengepakan untuk persiapan pengiriman obat dan menyiapkan
dokumen-dokumennya.
6. Mengirim obat dengan dokumen-dokumen pendukungnya dan mengarsipkannya.
7. Mengadministrasikan keluar masuknya obat dengan tertib.
8. Menjaga kebersihan dan kerapian ruang kerja dan tempat penyimpanan/gudang.
4. Penyimpanan obat yang tidak sekali pakai habis, dilakukan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh produsen obat.
5. Penyimpanan obat Sound alike dan look alike dilakukan dengan kewaspadaan tinggi
dengan cara memberikan Stiker LASA berwarna kuning di kotak penyimpanannya.
6. Penyimpanan obat High Alert dilakukan dengan kewaspadaan tinggi dengan cara
memberikan Stiker HIGH ALERT berwarna merah di kotak penyimpanannya
7. Penyimpanan obat / bahan obat high risk sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh
produsen obat/ bahan obat tersebut.
8. Penyimpanan obat / bahan obat yang bersifat korosif, iritant dan mudah terbakar/meledak
masing-masing disimpan secara terpisah dan diberikan label khusus.
9. Penyimpanan obat khusus berdasarkan kondisi penyimpanan yang seharusnya
a. Penyimpanan obat berdasarkan suhu tertentu di lemari pendingin
Obat tertentu memerlukan lemari pendingin dengan suhu tertentu untuk menyimpan
obat agar kondisinya tetap stabil dan baik saat akan digunakan.
Salah satu monitoring yang dilakukan oleh pihak otoritas unit farmasi RSIA Bunda
Sejahtera di bidang penyimpanan obat di lemari pendingin adalah :
- Pengawasan terhadap isi lemari pendingin.
- Pengawasan terhadap monitoring suhu harian lemari pendingin yang
dilakukanoleh petugas depo farmasi dan petugas ruangan.
- Pengawasan terhadap pemeliharaan lemari pendingin tebal bungan es tidak
boleh lebih dari 1 cm.
Kebijakan tersebut berlaku di seluruh unit yang memiliki fasilitas lemari pendingin
yang dipergunakan untuk tempat penyimpanan obat.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi yang ditujukan kepada apoteker
berisi satu atau lebih sediaan obat serta regimennya untuk diserahkan pada penderita yang
namanya tertera pada resep tersebut untuk digunakan pada waktu yang ditetapkan.
Resep biasanya ditulis pada format yang dicetak, mengandung ruang kosong tempat penulisan
informasi yang diperlukan yang disebut blanko resep. Order/resep obat ini harus dapat dibaca
dengan jelas.
Penulisan resep dilakukan sebagai sarana komunikasi antara dokter dengan petugas farmasi
yang ditetapkan, yang berisi instruksi penyiapan dan penyerahan obat.
Terjadinya kesalahan pada pemberian obat kepada pasien dapat dimulai dari kesalahan
peresepan / penulisan resep yang tidak jelas sehingga mengakibatkan kesalahan
interprestasi resep, dispensing obat sampai pada kesalahan pemberian obat kepada
pasien. Oleh karena itu, demi meningkatkan keselamatan pasien, maka RSIA Bunda
Sejahtera menetapkan beberapa kebijakan tambahan sebagai berikut
1. Penulisan nama obat tidak boleh disingkat. (Misal : Amoxicillin , bukan Amox).
Kecuali dalam nama obat ada singkatan yang menandakan bentuk sediaan
(misal : Tramadol SR).
2. Penulisan nama obat harus terbaca dengan jelas oleh seluruh pihak yang terkait/
3. Untuk protokol obat kombinasi, harus ditulis secara terpisah setiap obat.
4. Untuk dosis dituliskan dengan angka arab (1,2,3,dst) misal Amoxicillin 500 mg.
5. Untuk jumlah dituliskan dengan angka romawi (misalkan Amoxicillin cap 500
mg no XII.)
6. Penulisan Nama Obat ditulis Brand nya, jika yang diminta adalah brand
tertentu, dan Nama generik jika yang diminta adalah obat generik.
7. Untuk obat yang diberikan bila perlu / pro re nata (prn), harus dituliskan
indikasi pemberiannya, misalkan Parasetamol 500 mg, prn (bila demam / suhu
di atas 38oC).
5.2. INSTRUKSI
Yang dimaksud dengan instruksi adalah perintah pemberian obat baik yang dituliskan di berkas
rekam medik maupun berupa instruksi verbal (melalui telpon)
Untuk menindaklanjuti instruksi verbal harus dilakukan komunikasi efektif dari yang
memberi instruksi kepada yang menerima instruksi dengan urutan cara :
Untuk menindaklanjuti instruksi tertulis yang ditulis di rekam medik, maka kebijakan
yang diberlakukan adalah :
1. Sebelum melaksanakan instruksi, penerima instruksi harus membaca ulang
instruksi yang diberikan dari rekam medik.
2. Bila ada instruksi yang tidak jelas atau tidak lengkap harus segera konfirmasi
ulang kepada pemberi instrusksi dan mendokumentasikan hasil konfirmasi di
rekam medik pasien.
3. Tidak diperkenankan menerima instruksi/order tertulis tidak langsung, apabila
hal tersebut terjadi maka penerima instruksi harus melakukan konfirmasi
kepada dokter pemberi instruksi secara langsung.
4. Dokter penanggung jawab pasien menulis instruksi/ resep obat pada form
Catatan Perkembangan Terintegrasi, lengkap dengan bentuk dan kekuatan
sediaan, dosis, rute pemberian, aturan pemakaian, jumlah obat, dan tanda
tangan dokter.
5. Perawat melakukan order obat dengan resep ke Instalasi Farmasi.
6. Perawat ruangan dan dokter jaga memantau pemberian obat melalui form
Daftar Pemberian Obat
Yang berhak dan berwenang menuliskan order/resep yang diakui oleh RSIA Bunda
Sejahtera dan akan dilayani oleh unit Farmasi adalah dokter yang telah mendapatkan
Surat Penugasan dari Direktur RSIA Bunda Sejahtera, yang memuat kewenangan
Klinis (Clinical Privileges) yang boleh dilakukan di RSIA Bunda Sejahtera.
5.3 KEBIJAKAN TERKAIT PERESEPAN DAN INSTRUKSI
1. Farmasi harus melakukan analisa terhadap interaksi obat yang terjadi dalam suatu
peresepan maupun instruksi dan wajib memberitahukan ke dokter terkait bilamana
menemukan interaksi obat.
2. Bilamana ada resep atau instruksi yang tidak lengkap, tidak terbaca atau meragukan,
maka farmasi akan :
Menelepon dokter untuk melakukan konfirmasi hingga mendapat konfirmasi.
Bilamana dokter pembuat resep / instruksi tidak dapat dihubungi, maka farmasi
berusaha memperoleh konfirmasi dari perawat tempat instruksi / resep tersebut
berasal untuk melihat dari rekam medik pasien.
Bilamana kedua langkah tersebut tidak dapat dilakukan, maka Farmasi
menginformasikan kepada pasien bahwa tulisan dokter tidak terbaca, dan belum
dapat dikonfirmasikan ke dokternya. Pilihannya adalah menunggu hingga dokter
dapat dihubungi.
3. Peresepan / instruksi obat racikan harus memenuhi kaidah-kaidah farmakokinetik dan
farmakodinamik obat. Obat racikan adalah obat yang diserahkan kepada pasien tidak
dalam bentuk sediaan asal sesuai produsennya, baik sendiri maupun dalam kombinasi
dengan obat lain.
Adapun peresepan / instruksi obat racikan yang dapat diterima adalah :
- Dibutuhkan untuk diberikan dalam dosis kurang dari tablet asli
- Tidak dalam bentuk sediaan salut enterik, slow release atau bentuk sediaan khusus
lainnya
- Instruksi diberikan secara jelas dalam gram, miligram atau mikrogram per dosis
pemberian, atau dalam hal bentuk sediaan topikal dalam gram, miligram ataupun
mikrogram per satuan berat atau volume sesuai kemasannya.
- Untuk racikan kombinasi obat, harus ada persetujuan sub komite farmasi dan terapi
mengenai tidak adanya interaksi antar obat yang dicampurkan, termasuk
mencampurkan obat padat ke cair.
BAB 6
PERACIKAN, PENYIAPAN DAN PENYERAHAN
Peracikan obat adalah : proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang
siap diberikan langsung ke pasien. Umumnya istilah ini digunakan untuk obat yang disipkan
menjadi pulvus, capsul, sirup racikan, maupun berbagai obat luar racikan (krim, lotion, salep,
dll). Peracikan obat dilakukan di unit Farmasi oleh petugas yang berijin, sesuai peraturan yang
berlaku.
Penyiapan obat adalah : proses menyiapkan obat dari kemasan asalnya, menjadi bentuk yang
siap diberikan langsung ke pasien. Umumnya istilah ini digunakan untuk obat injeksi, dengan
bentuk akhir tersedia dalam syringe, ataupun obat sirup, dengan bentuk akhir tersedia dalam
gelas takar. Penyiapan obat dilakukan di unit farmasi oleh petugas farmasi yang berijin, maupun
di ruang pelayanan pasien rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat oleh dokter maupun
perawat.
Penyiapan / peracikan obat dilakukan setelah interprestasi order dari dokter berupa resep.
Dalam penyiapan obat, terjadi proses penterjemahan instruksi obat dari dokter ke bentuk yang
siap diserahkan atau diberikan.
Dalam proses ini, salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah analisis duplikasi, interaksi dan
reaksi efek samping obat.
Unit Farmasi menyiapkan dan meracik obat dalam lingkungan yang bersih dan aman .
Obat yang disimpan dan diracik diluar Unit Farmasi juga harus tetap menjaga
kebersihan dan keamaanan.
Persyaratan penyiapan obat :
1. Sebelum melakukan penyiapan peracikan obat, petugas harus mencuci
tangan sesuai dengan aturan cuci tangan yang telah ditetapkan.
2. Sebelum dan setelah melaukukan peracikan obat, semua peralatan harus
diambil dan dikembalikan ke tempatnya.
3. Sebelum dan setelah melaukukan peracikan obat, semua peralatan dan meja
harus dalam keadaan bersih.
4. Semua petugas harus memakai alat perlindungn diri.
6.1.1 Kualifikasi
Untuk peracikan atau penyiapan obat dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih dan
telah memeuhi persyaratan yang berlaku di RSIA Bunda Sejahtera.
Untuk petugas yang di Farmasi yang berwenang untuk penyiapan obat adalah
Apoteker dan Assisten Apoteker yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku di
RSIA Bunda Sejahtera.
Untuk petugas yang di unit pelayanan yang berwenang untuk penyiapan obat adalah
Dokter atau perawat yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku di RSIA Bunda
Sejahtera.
Penyerahan obat (dispensing) adalah proses penyerahan dari petugas farmasi kepada pihak yang
akan memberikan obat (administering) dengan memberikan informasi obat yang memadai
disertai sistem dokumentasi.
Obat disiapkan dan di-dispensing hanya berdasarkan orde/resep tertulis dari dokter yang
memenuhi persyaratan rumah sakit yang diberi wewenang menulis order/resep.
Tujuan :
1. Mendapatkan obat yang tepat dan aman sesuai prinsip 8 (delapan) benar.
2. Menyediakan obat secara efektif, efisien dan bermutu.
3. Menurunkan total biaya obat.
Etiket adalah semua etiket dan bahan tertulis atau tercetak lain pada wadah sediaan
obat atau pada setiap kemasan atau pembungkus.
Yang bertanggung jawab terhadap pemberian etiket adalah Apoteker / Asisten
Apoteker
Syarat etiket :
1. Etiket harus dicetak
2. Tulisan pada etiket harus terbaca dan bebas dari penghapusan dan coretan.
3. Dalam etiket harus menunjukkan informasi :
Nama rumah sakit, alamat dan nomor telpon.
Tanggal obat disiapkan dan diserahkan.
Identitas pasien.
Nama, kekuatan, volume dan jumlah obat / zat aktif dalam setiap
dosis.
Aturan pakai.
4. Tidak boleh menggunakan singkatan atau sinonim yang tidak lazim.
BAB 7
PEMBERIAN & MONITORING REAKSI OBAT
7.1 PEMBERIAN
Pemberian adalah proses memasukkan obat ke tubuh pasien. Pemberian obat memiliki berbagai
rute, sebagai berikut :
1. Per Oral
2. Per NGT
3. Intravena
4. Intrakutan
5. Sub Kutan
6. Sub Lingual
7. Intraarterial
8. Intrakardiak
9. Intratekal
10. Epidural
11. Spinal
12. Per Rektal
13. Per Vaginal
14. Topikal
15. Inhalasi
16. Eye drops
17. Ear drops
18. Nasal drops
Proses pemberian obat dilakukan oleh dokter maupun perawat, dan bilamana secara
ketenagaan memungkinkan, maka RSIA Bunda Sejahtera akan menerapkan pemberian Unit
Dose oleh Clinical Pharmacist.
Tahap setelah memberikan obat adalah memonitor reaksi obat. Obat umumnya diberikan
untuk suatu tujuan tertentu, dan pemberian obat harus disertai monitoring sesuai standar
profesi yang ada.
RSIA Bunda Sejahtera menetapkan standar minimal monitoring obat sebagai berikut :
1. Pemberian obat penahan rasa sakit pada pasien rawat inap disertai dengan monitoring
skala nyeri, yang intervalnya disesuaikan dengan kondisi pasien (bisa setelah beberapa
jam, ataupun sehari sekali), dan monitoring tersebut ditindak lanjuti dengan analisa
kecukupan dosis obat penahan sakit tersebut.
2. Pemberian obat inotropik harus dilakukan dengan monitoring tanda vital secara
kontinyu menggunakan monitor pasien, yang memonitor sedikitnya tekanan darah,
denyut jantung dan saturasi oksigen. Frekuensi pendokumentasian disesuaikan dengan
kondisi pasien.
3. Pemberian semua obat intravena harus diikuti pengawasan dan kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis. Seluruh unit yang memberikan obat
intravena harus memiliki kit penanganan reaksi anafilaksis, dan pemberian obat
intravena harus dilakukan oleh petugas yang mampu mengidentifikasi dan melakukan
penanganan dini terhadap rekasi anafilaksis.
4. Pemberian obat anestesi dan sedasi, dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih
dan dilakukan monitoring terhadap patensi jalan nafas, status respirasi dan
kardiovaskular serta derajat kesadaran pasien. Petugas harus mampu mengidentifikasi
reaksi yang tidak diinginkan akibat pemberian obat anestesi dan sedasi, serta mampu
melakukan penanganan pada saat terjadi hal yang tidak diinginkan.
5. Instruksi pemberian terapi elektrolit harus diberikan oleh dokter yang memiliki
kompetensi dalam terapi elektrolit, terutama intravena/arterial, dan dilakukan
monitoring secara laboratorium sesuai kondisi pasien.
6. Pemberian terapi insulin harus dilakukan monitoring ketat kadar gula darah, dan petugas
harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
7. Instruksi pemberian terapi trombolitik harus diberikan oleh dokter yang memiliki
kompetensi di bidangnya, dan monitoring dilakukan efek samping hemodinamik,
perubahan EKG dan efek samping perdarahan.
Monitoring reaksi obat dilakukan oleh perawat menggunakan formulir catatan penggunaan
obat pasien. Bila ditemukan reaksi obat yang tidak diharapkan (efek samping obat) selama
dilakukan monitoring obat maka perawat mendokumentasikan kejadian tersebut di rekam
medik pasien dan mengisi form insiden report. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, insiden
report dilaporkan ke Komite Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko Klinis (KKPMRK)
untuk dilakukan pengkajian. KKPMRK akan meneruskan laporan tersebut kepada Sub komite
Farmasi dan Terapi sebagai bahan pelaporan ke Badan POM.
BAB 8
PATIENT & STAFF SAFETY, INFECTION PREVENTION & CONTROL
DI BIDANG PENGELOLAAN OBAT-OBATAN
Adalah risiko yang dapat diderita oleh pasien atas tindakan / pelayanan yang didapat
di rumah sakit. Risiko tersebut meliputi :
Kesalahan pemberian obat, terdiri dari : salah jenis obat, salah pasien, salah
dosis obat, salah frekuensi, salah bentuk sediaan obat, salah rute pemberian,
salah teknik penyiapan.
Adanya polifarmasi, duplikasi obat.
Interaksi antar obat, over dosis dan risiko reaksi obat (alergi dan anafilaksis)
Pemberian obat expire date , atau obat rusak.
Bekerja sama dengan Tim K3RS di bidang pencegahan dan penanganan resiko keselamatan
staf terkati dengan pengelolaan obat.
Bekerja sama dengan Komite Keselamatan Pasien & Manajemen Resiko Klinis di bidang
keselamatan pasien.
Secara umum, manajemen resiko di bidang pengelolaan obat meliputi :
1. Pemakaian alat pelindung diri sesuai masing-masing prosedur.
2. Prosedur-prosedur keselamatan :
Prosedur identifikasi, labeling, verifikasi, ckeck dan recheck, edukasi pasien
Kebijakan dan prosedur penyimpanan obat, distribusi, termasuk pengawasan
obat yang tersimpan di unit lain.
Kebijakan dan prosedur pengawasan terhadap interaksi dan duplikasi obat.
3. Pelatihan peracikan dan pemberian obat, orientasi khusus unit farmasi secara adekuat.
4. Pemeliharaan fasilitas penyimpanan obat.
5. Good housekeeping dan manajemen limbah yang baik, termasuk pembuangan
sampah sesuai ketentuan.
6. Penandaan dan kebijakan/prosedur untuk sound-alike / look alike drugs.
5.1. MONITORING
Merupakan proses pengawasan terhadap keseluruhan sistem pengelolaan obat di RSIA Bunda
Sejahtera, di mana jajaran manajemen akan menetapkan indikator mutu dan kinerja, baik
dalam bentuk angka maupun narasi
Monitoring dilakukan oleh jajaran manajemen senior rumah sakit dengan cara :
Field Monitoring
Data Monitoring
Monitoring data merupakan monitoring menggunakan indikator baik kinerja (performance)
maupun mutu (quality).
Indikator yang dipakai untuk memantau performa dan mutu dari proses pengelolaan obat
RSIA Bunda Sejahtera adalah :
Definisi Angka obat yang mencapai kadaluarsa adalah obat yang telah
Operasional mencapai batas akhir penggunaan yang telah ditentukan
Monitoring angka obat yang mencapai kadaluarsa dilakukan di unit
OT, UGD dan VK
Frekuensi Tiap bulan
Pengumpulan
Data
Periode Analisa Tiga bulan sekali
Numerator Jumlah item obat-obatan yang mencapai kadaluarsa dalam periode
satu bulan
Denominator Jumlah seluruh item obat-obatan dalam bulan yang sama
Sumber Data Observasi
Standar 1%
Penanggung Unit Farmasi
jawab
Pengumpul
Data
Analisa Dept. Mutu, Dept. Penunjang Medik, SPI, Unit farmasi, Pihak terkait
5.2. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan analisis hasil pengumpulan data hasil monitoring, baik field
monitoring maupun data monitoring. Evaluasi dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan hasil observasi dengan standar, kebijakan maupun prosedur.
2. Membandingkan data hasil monitoring dengan standar, benchmark, atau best practices di
RSIA Bunda Sejahtera dari waktu ke waktu.
Kemudian hasil evaluasi dilakukan analisa penyebab. Data ditampilkan dalam bentuk grafik
dan trend.
Improvement dapat berupa revisi kebijakan atau prosedur, penyusunan kebijakan atau
prosedur baru, penambahan atau perbaikan peralatan, penambahan atau peningkatan kualitas
SDM.
BAB 10
STAFF DEVELOPMENT
Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan dan
pemahaman di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara
kesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan di bidang
kefarmasian.
Pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia IFRS untuk
meningkatkan potensi dan produktifitasnya secara optimal, serta melakukan pendidikan dan
pelatihan bagi calon tenaga farmasi untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan
di bidang farmasi rumah sakit.
Dalam upaya ikut mewujudkan visi dan misi RSIA Bunda Sejahtera untuk menjadi Rumah Sakit
bertaraf nasional l unggulan di tanah air, maka Unit Farmasi menyusun beberapa program untuk
rencana pengembangan Sumber daya manusia (SDM) yang merupakan asset paling berharga
dalam suatu unit pelayanan yang bertitik tumpu kepada jasa.
Pengembangan SDM di unit Farmasi bertitik pokok dan terpenting adalah masalah sikap atau
attitude, kemudian diikuti pengetahuan dan ketrampilan (knowledge and skill)
10.1. Tujuan
10.1.1. Umum
1. Mempersiapkan sumber daya manusia Farmasi untuk dapat melaksanakan
rencana strategi Unit Farmasi di waktu mendatang.
2. Menghasilkan Apoteker dan Asisten Apoteker yang dapat menampilkan potensi
dan produktifitas secara optimal di bidang kefarmasian.
10.1.2. Khusus
1. Meningkatkan pemahaman tentang farmasi rumah sakit.
2. Memahami tentang pelayanan farmasi klinik.
3. Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan di bidang
kefarmasian.
4. Seluruh SDM unit Farmasi dapat memberikan pelayanan kepada pasien secara
cepat ramah dan professional.
10.3. Kegiatan
Dalam upaya peningkatan kualitas SDM unit Farmasi, diadakan kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
1. Orientrasi Karyawan baru.
Terdiri dari :
Orientasi Umum karyawan
Orientasi karyawan baru di lakukan disesuaikan dengan program rumah sakit
Orientasi karyawan baru di Unit Farmasi dilaksanakan dalam beberapa tahap:
Orientasi umum tentang Farmasi mencakup lingkungan, SOP dan
kebijakan.
Orientasi ke semua bagian yang ada di Unit Farmasi (Logistik, Depo
farmasi dan Purchasing)
Orientasi sistem IT Farmasi.
2. Informal training, yang merupakan ajang transfer knowledge and skill baik dari dokter-
dokter fungsional, Manajer Penunjang Medik, Supervisor Unit Farmasi maupun dari
Apoteker , misalnya :
Informasi obat-obat terkini sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.
Pengenalan tentang farmasi rumah sakit.
Pengenalan dan cara pengisian katu stok.
Manajemen logistik farmasi
Job description
SOP
3. Briefing sebelum mulai bekerja untuk seluruh karyawan di unit Farmasi baik Apoteker,
asisten apoteker, NA dan petugas Administrasi yang merupakan ajang di mana para staf
mendiskusikan berbagai tugas, pengelolaan obat, termasuk tentang informasi obat/alkes
kosong dan jalan keluarnya.
4. Mengirim Apoteker dan asisten apoteker untuk pelatihan,seminar, dll.
5. Pelatihan bahasa, yang program detailnya akan disusun kemudian
6. Pelatihan penanggulangan bencana baik dari luar maupun dari dalam RS, bekerja sama
dengan tim K3 RS.
7. Pelatihan Service Excellence, managemen, komunikasi, motivasi, team work. Koordinasi
dengan DIKLAT RSIA Bunda Sejahtera.