Anda di halaman 1dari 35

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SANTA

ELISABETH
NOMOR :..

TENTANG

PANDUAN PERAWATAN TERMINAL


RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu


pelayanan di rumah sakit diperlukan
adanya buku Panduan Pasien Terminal di
Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth.
b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas
perlu ditetapkan dengan Peraturan
Direktur Rumah Sakit Umum Santa
Elisabeth.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor
29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SANTA
ELISABETH TENTANG PANDUAN PERAWATAN
TERMINAL RUMAH SAKIT UMUM SANTA
ELISABETH.
Kedua : Panduan Pasien Terminal Rumah Sakit Umum
Santa Elisabeth sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Panduan Pasien Terminal Rumah Sakit Umum Santa
Elisabeth sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Santa Eisabeth.
Keempat: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya
dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliriun
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Purwokerto
Pada tanggal
Direktur,
Lucas.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Kuasa atas segala berkat dan anugerah yang telah
diberikan kepada pnyusun, sehingga Buku Panduan Pasien
Terminal Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Purwokerto ini
dapat selesai disusun.
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi
semua pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan
kepada pasien di Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth.
Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan
tata laksana dalam memberikan pelayanan pasien pada
tahap terminal di rumah sakit umum Santa Elisabeth.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih
yang sedalam-dalamnya atas bantuan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Pasien
Terminal Rumah Sakit Umum Santa Elisabeth Purwokerto.

Purwokerto,..
Penyusun

DAFTAR ISI

Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Santa


Elisabeth..

Kata Pengantar..

Daftar Isi

Latar
Belakan.
.

Tujuan
..

Tujuan
..

Pengertian

Masalah di Akhir
Kehidupan..

Tahap-tahap Menjelang Kematian

Tanda-tanda Klinis Saat


Meninggal..
Bantuan yang Dapat
Diberikan

Kesimpulan
..

Standar Prosedur
Operasional..

PANDUAN PASIEN TERMINAL


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum


dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti
penyakit kanker, penyakit degenerative, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal
jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi
seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.

Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum


menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit
disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut
dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan
tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup yang
terbaik bagi pasien dan keluarganya.

Pada stadium lanjut, pesien dengan penyakit kronis tidak


hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri,
sesak nafas, penurunan berat badan, ganguan aktivitas
tetapi juga mengalami ganguan psikososial dan spiritual.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit
tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis,
sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan
interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan
pentingnya integrasi perawatan lebih dini agar masalah
fisi,psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di
rumah sakit

Tujuan Khusus :
1. Terlaksananya perawatan pasien terminal yang
bermutu sesuai standar yang berlaku di rumah sakit.
2. Tersusunnya panduan pasien terminal.
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang
terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

C. Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal
sehat tidak ada harapan lagi untuk si sakit sembuh.
Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap
individu akan mengalami/menghadapi seorang diri,
sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan
suatu kehilangan.

D. Masalah di Akhir Kehidupan


Masalah diakhir kehidupan beragam dari usahan
memperpanjang hidup pasien yang sekarat sampai
teknologi eksperimental canggih seperti implantasi
organ binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih awal
melalui euthanasia dan bunuh diri secara
medis.Diantara hal-hal yang ekstrim etrsebut ada
banyak masalah seperti memulai atau menghentikan
perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal
serta kalayakan dan penggunaan peralatan bantuan
hidup lanjut. Dua masalah yang pantas mendapat
perhatian khusus : euthanasia dan bantuan bunuh diri.

1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu
tindakan yang jelas dimaksudkan untuk mengakhiri
hidup orang lain dan juga termasuk elemen-elemen
berikut : subyek tersebut adalah orang yang
kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak
dapat disembuhkan yang secara sukarela meminta
hidupnya diakhiri; agen mengetahui tentang kondisi
pasien dan menginginkan kematian dan melakukan
tindakan dengan niat utama mengakhiri hidup orang
tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih
dan tanpa tujuan pribadi.

2. Bantuan Bunuh Diri


Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada
seseorang pengetahuan atau alat atau keduanya
yang diperlukan untuk melakukan bunuh diri,
termasuk konseling mengenai obat dosis letal,
meresepkan obat dosis letal atau memberikannya.
Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering
dianggap sama secara moral, walaupun antara
keduanya ada perbedaan yang jauh secara praktek
maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan
bunuh diri dengan bantuan secara definisi harus
dibedakan dengan menunda atau menghentikan
perawatan medis yang tidak diinginkan, sia-sia atau
tidak tepat ketentuan perawatan paliatif, bahkan jika
tindakan-tindakan tersebut dapat memperpendek
hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri
muncul sebagai akibat dari rasa sakit atau
penderitaan yang dirasa pasien tidak tertahankan.
Mereka lebih memilih mati daripada meneruskan
hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi,
banyak pasien menganggap mereka mempunyai hak
untuk mati dan bahkan hak memperoleh bantuan
untuk mati. Dokter dianggap sebagai instrument
kematian yang paling tepat karena mereka
mempunyai pengetahuan medis dan akses kepada
obat-obatan yang sesuai untuk mendapatkan
kematian yang cepat tanpa rasa sakit. Tentunya
dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan
tersebut karena merupakan tindakan yang illegal di
sebagian besar Negara dan dilarang dalam sebagian
besar kode etik kedokteran. Larangan tersebut
merupakan bagian dari sumpah Hippocrates dan
telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam
Declaration on Euthanasia :
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri
hidup seseorang pasien dengna sengsara, tetaplah
tidak etik bahkan jika pasien sendiri atau keluarga
dekatnya yang memintanya. Hal ini tetap saja tidak
mencegah dokter dari kewajibannya menghormati
keinginan pasien untuk membiarkan proses kematian
alami dalam keadaan sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap Euthanasia dan bantuan bunuh
diri tidak berarti dokter tidak dapat melakukan
apapun bagi pasien dengan penyakit yang
mengancam jiwa pada stadium lanjut dan dimana
tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun
terakhir telah terjadi kemajuan yang besar dalam
perawatan paliatif untuk mengurangi rasa sakit dan
penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien
segala usia, dari anak-anak dengan penyakit kanker
sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu
aspek dalam pengobatan paliatif yang memerlukan
perhatian lebih adalah control rasa sakit. Semua
dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin
bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam
masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses
terhadap bantuan yang sesuai dari ahli pengobatan
paliatif. Dan diatas semuanya itu, dokter tidak boleh
membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan
jika sudah tidak mungkin disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan
berbagai tantangan etis kepada pasien, wakil pasien
dalam mengambil keputusan dan juga dokter.
Kemungkinan memperpanjang hidup dengan
memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi,
prosedur radiologi, dan perawatan intensif
memerlukan keputusan mengenai kapan memulai
tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika
tidak berhasil.
Seperti dibahas diatas, jika berhubungan dengan
komunikasi dan ijin, pasien yang kompeten
mempunyai hak untuk menolak tindakan medis
apapun walaupun jika penolakan itu dapat, dokter
tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan
jika sudah tidak mungkin disembuhkan
menyebabkan kematian. Setiap orang berbeda dalam
menanggapikematian; beberapa akan melakukan
apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang
yang lain sangat ingin mati sehingga menolak
bahkan tindakan yang sederhana yang dapat
membuat mereka tetap hidup seperti antibiotic untuk
pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien
semua informasi tentang perawatan yang ada serta
kemungkinan keberhasilannya, dokter harus tetap
menghormati keputusan pasien apakah akan
memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan diakhir kehidupan untuk
pesien yang tidak komitmen memunculkan kesulitan
yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas
mengungkapkan keinginannya sebelumnya seperti
menggunakan bantuan hidup lanjut, keputusan akan
lebih mudah walaupun bantuan seperti itu kadang
sangat samar-samar dan harus diinterpretasikan
berdasarkan kondisi actual pasien. Jika pasien tidak
menyatakan keinginannya dengan jelas, wakil
presiden dalam mengambil keputusan harus
menggunakan kriteria-kriteria lain untuk keputusan
perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

E. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau
membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5
tahap, yaitu :
1. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan
yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi
menolak. Timbul pemikiran-pemikiran
seperti :Seharusnya tidak terjadi dengan diriku,
tidak salahkah keadaan ini? Beberapa orang
bereaksi pada fase ini dengan menunjukkan
keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih
mengalami keadaan menjelang ajal).

2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
Timbul pemikiran pada diri klien :Mengapa hal ini
terjadi dengan diriku Kemarahan-kemarahan
tersebut biasanya diekpresikan kepada obyek-obyek
yang dekat dengan pasien, seperti : keluarga, teman
dan tenaga kesehatan yang merawatnya.

3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan
pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah
dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian
dapat terjadi,sering kali klien berkata :Ya Tuhan,
jangan dulu saya mati dengan segera, sebelum anak
saya lulus jadi sarjana

4. Kemurungan/depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak
banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini
saatnya perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedang melalui masa
sedihnya sebelummeninggal.

5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar
oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi
dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini
sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik
bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya : ingin bertemu
dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan
sebagainya.

F. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 typedari perjalanan pross kematian, yaitu :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui,
yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke
kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa
diketahui, biasanya terjadi pada kondisipenyakit yang
kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh
belum pasti, biasanya terjadi padapasien dengan
operasiradikal karena adanya kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu.
Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah
berjalan lama.

G. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi
turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan
hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal,
ditandai: nausea, muntah, perut kembung,
obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
a. Kemunduran dala sensasi.
b. Sianosos pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki,
kemudian tangan, telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Pengliatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat


sebelum kematian, kadang-kadang pasien tetap
sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan
sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.

H. Tanda-tanda klinis saat meninggal


1. Pupil mata melebar
2. Tidak mampu untuk bergerak
3. Kehilangan reflek
4. Nadi cepat dan kecil
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok
6. Tekanan darah snagar rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka

I. Tanda-tanda meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat
dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan
tekanan darah. Pada tahun 1968, Word Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang
indikasi kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar
seacra total
2. Tidak ada gerak dari otot khususnya pernafasan
3. Tidak ada reflek
4. Gambaran mendatar pada EKG

J. MacamTingkat Kesadaran/ Pengertian Pasien


dan Keluarganya Terhadap Kematian
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3
type:
1. Closed Awareseness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih
untuk tidak memberitahukan tentang diagnose dan
prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak
perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan
pertanyaan-pertanyaan langsung: kapan sembuh,
kapan pulang dan sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Penertian yang
Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien
untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat
pribadi walaupun merupakan beban yang berta
baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan
Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya
mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan
menerima untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan
kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat melaksanakan hal tersebut.

K. Bantuan yang dapat Diberikan


1. Bantuan Emosional

1) Pada fase Denial/Menolak


Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat
pasien dengan denial dengan cara menanyakan
tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien
dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaannya yang marah.
Dokter/Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan
menjelang kematian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa
aman akan menerima kemarahan tersebut serta
meneruskan asuhan sehingga membnatu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada FaseMenawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan
segala keluhannya dan mendorong pasien untuk
dapat erbicara Karena akan mengurangi rasa
bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir
didekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati
reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan
tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhken pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaannya dan perlu dilibatkan
seobtimal mugkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong diirnya sendiri
sebatas kemampuannya.

2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan
kebersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal
kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit
digunakan pada pasien dengan sakit terminal, seperti
morphin, heroin dan lainnya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang
dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan
Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan karena kondisi sistem sirkulasi
sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler
akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lender perlu
dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang
baikadalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat
dibantu untuk bergerak, seperti : turun dari tempat
tidur, ganti posisi tidur(miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara
periodic, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah
menurun.
e. Nutrisis
Pasien sering kali anorexia, nausea karena adanya
penurunan peristaltic. Dapat diberikan anti ametik
untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi totus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji
reflek menelan klien sebelum diberi makanan cair
atau Intra Vena/Infus
f. Emilinasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot
dapat terjadi konstipasi, inkontinensia urin dan feses.
Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat
diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter.
Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar
perineum, apabila terjadi lecet harus diberikan saleb
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur.
Pasien biasanya menolak/menghadapkan kepala
kearah lampu/tempat terang. Pasien masih dapat
mendengar tetapi tidak dapat/mampu merespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi
dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya,
perawat dapat melakukan :
a. Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan
untuk bertemu dengan pasien dan didiskusikan
dengan keluarganya. Misalnya : teman-teman dekat
atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan
dengan sakitnya dan perlunya diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat
menerima kunjungan teman-teman terdekatnya yaitu
dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri
dan merapikan diri
d. Meminta saudara/teman-teman untuk sering
mnegunjungi dan mengajak orang lain dan
membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila
pasien mampu membacanya

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


- Menanyakan kepada pasien tentang harapan-
harapan hidupnya dan rencana-rencana pasien
selanjutnya menjelang kematian
- Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin
mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya
- Membantu dan mendorong pasien untuk
melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya. Keyakinan spiritual mencakup
praktek ibadah sesuai dengan keyakinannya/ritual
harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan
keluarga harus mampu memberikan ketenangan
melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya. Petugas
kesehatan dan keluarga harus harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual
klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

L. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami penyakit/sakit yang tidak
mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat
dekat dengan proses kematian. Respon klien dalam
kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi
fisik, psikologis, sosial yang dialami sehingga dampak
yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal
ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukkan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama
hidup sendiri, terisolasi akibat akibat kondisi terminal
dan menderitapenyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang
akan mempersatukannya dengan orang-orang yang
dicintainya. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan, kesepian
atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal,
dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai
kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu
terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan
pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan
control terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan
ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang
dicintai.

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM SANTA ELISABETH
PURWOKERTO
NOMOR :..

TENTANG

KEBIJAKAN PERAWATAN PASIEN TERMINAL


Menimbang : a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat
disembuhkan semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan
selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitative juga diperlukan perawatan
paliatif bagi pasien dengan stdium terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a
dan b diatas, perlu adanya Keputusan
Direktur Rumah Sakit tentang Kebijakan
Perawatan Pasien Terminal
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaga Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004,
tentang Praktik Kedokteran ( Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4431);
3. Peraturan menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan republic
Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di
Lingkuangna Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek
Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri
Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88 tentang
Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter
Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88 tentang MATI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
SANTA ELISABETH PURWOKERO
Kedua : Keputusan Direktur Rumah Sakit mengenai
Perawtan Terminal sebagaimana dimaksud Diktum
Kesatu sebagaimana tercantum dalam Panduan
Pasien Terminal ini.
Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Terminal
sebagaimana tercantum dalam Lmapiran Keputusan
ini.
Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Direktur
Pelayanan dan Komite Medis sesuai dengan fungsi
dan tugasnya masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan;
Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
dalam surat keputusan ini, akan dilakukan
perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Purwokerto
Pada tanggal :

Direktur RSU. St. Elisabeth,

Lucas
Perilaku Staff Rumah Sakit Dalam
Memenuhi Kebutuhan Pasien Pada
Pelayanan Pasien Fase Terminal
RUMAH SAKIT UMUM
SANTA ELISABETH No. Dokumen : No. Revisi Halaman
Jl. Dr. Angka No. 40 Purwokerto
563116
Telp. 625857, 627384, 632833, 1/3
623771 .
Fax. 627824
E-mail : rs_elisabeth@yahoo.com

Tanggal terbit : Purwokerto,



Direktur RSU St.
Elisabeth Purwokerto
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
..

dr. Lucas J.
Mariatmanta, SH

Pengertian : - Pasien fase terminal adalah pasien dalam


kondisi sakit yang menurut ilmu kedokteran
pada saat ini memiliki prognosis yang menuju
proses kematian.
- Perilakustaff rumah sakit adalah sikap, tutur
kata dan pelaksanaan dari staff rumah sakit
yang langsung bersangkutan dengan pelayanan
pasien yaitu dokter dan perawat.

Tujuan : Agar staff rumah sakit memahami kebutuhan


unik pasien pada akhir hidupnya yang meliputi
aspek sebagai berikut :
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan
gejala dan permintaan pasien dan keluarga
2. Menyampaikan issu yang sensitive seperti
autopsy dan donasi korban
3. Menghargai nilai yang dianut pasien,
agama dan preferensi budaya
4. Mengikut sertakan pasien dan keluarganya
dalam semua aspek pelayana
5. Memberi respon pada hal psikologis,
emosional, spiritual dan budaya dari pasien
dan keluarganya.

Perilaku Staff Rumah Sakit Dalam


Memenuhi Kebutuhan Pasien Pada
Pelayanan Pasien Fase Terminal
RUMAH SAKIT UMUM
SANTA ELISABETH No. Dokumen : No. Revisi Halaman
Jl. Dr. Angka No. 40 Purwokerto
563116
Telp. 625857, 627384, 632833, 1/3
623771 .
Fax. 627824
E-mail : rs_elisabeth@yahoo.com

Kebijakan : Semua staff harus menyadari kwbutuhan unik


pasien pada akhir kehidupan.
Peraturan Direktur RSU. Santa Elisabeth
No..tentang Pasien terminal.
Petugas : Staff Medis Keperawatan
Prosedur : 1. Ambil kesimpulan oleh DPJP bahwa pasien
dalam kondisi terminal sesuai dengan definisi
diatas.
2. Mintakan pendapat dari dokter jaga ruangan
dan PPJP, bila sudah terdapat persesuaian,
keputusan tersebut dapat berlaku.
3. Konsultasikan kepada dokter sejawat lainnya,
bila tidak terdapat persesuaian. Keputusan
terakhir tetap pada DPJP.
4. Beritahukan tentang kondisi atau berita buruk
kepada pasien/keluarga dengan sangat hati-
hati dan bijaksana tentang kondisi sakit
pasien, sesuai dengan SPC penyampaian
berita/kabar buruk terhadap pasien oleh DPJP
atau yang didelegasikan.
5. Beritahukan/informasikan dengan petugas
customer service, bila terdapat kesulitan
dalam penyampaian berita kepada
pasien/keluarga.
6. Tanyakan kepada pasien apakah ada usul,
saran atau keinginannya tentang keadaannya,
keinginan pasien harus dihormati (missal :
berpesan untuk tidak diberitahukan kepada
keluarganya)
7. Tanyakan kepada keluarga pasien apakah ada
usul, saran atau keinginannya tentang konsidi
pasien. Apabila terdapat perbedaan keinginan
antara pasien dan keluarga pasien, keputusan
terakhir diputuskan oleh pasien dan keluarga.
Keinginan pasien lebih tinggi nilainya
dibandingkan dengan keinginan keluarga
sesuai dengan prinsip rahasia jabatan.
8. Laksanakan secara professional keinginan
pasien yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan keluarga
pasien oleh staff rumah sakit, dokter dan
perawat.
Unit Terkait : DPJP, PPJP, dokter jaga, dokter Medical
Informasi, Customer Service.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatupenyakit yang tidak bisa
disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap akhir
kehidupan. Kematian biasa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.
Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu
menunggu yang tua.

B. TAHAP TAHAP BERDUKA


Dr. Elisabeth Kublerr Rosstelah mengindentifikasi lima
tahap berduka yang dapat terjadi pada pasien
menjelang ajal :

1. Denial ( Pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan
meninggal dan dia tidak dapat menerima informasi
ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya.
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari
kenyataan behwa ia akan meninggal.
3. Bergaining ( Tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien
mencoba menawar waktu untuk hidup.
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran
penuh bahwa ia akan segera mati. Ia sangat sedih
karna memikirkan bahwa ia tidak akan lama lagi
bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance (Penerimaan )
Merupakan tahap selama pasien memahami dan
menerima kenyataan bahwa ia akan meninggal. Ia
akan berusaha keras untuk menyelesaikan tugas-
tugasnya yang belum terselesaikan.
ASUPAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada
saat sekarang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah
masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita
pentakit yang sama dengan klien.
2) Head To Toe
Perubahan Fisik saat kematian mendekat
1. Pasien kurang responsive
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak
sengaja
4. Rahang cenderung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ekstremitas dingin, nadi
cepat dan melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap
cahaya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas/ketakutan individu, keluarga yang
berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak
dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negative
pada gaya hidup.
b) Berduka yang berhubungan dengan penyakit
terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.
c) Perubahan proses keluarga yang berhubungan
dengan gangguan kehidupan keluarga, takut akan
hasil (kematian) dengan lingkungannya penuh
dengan stes (tempat perawatan)
d) Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan
dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian.

KRITERIA HASIL
a) Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan
dengan gangguan.
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada
fungsi normal, tanggung jawab peran dan gaya
hidup.
b) Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan
kehilangan dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi
terbuka dengan klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan
c) Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan :
1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai
prognosis klien
2. Mengungkapkan kekhawatiran mengenai
lingkungan tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan
kontiniu selama perawatan klien
d) Klien akan mempertahankan praktik spiritualnya
yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap
ancaman kematian.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ansiesta/ketakutan (individu, keluarga) yang
berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat
kondisi yang tak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negative pada gaya hidup.
Kriteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan
dengan gangguan
2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi
normal, tanggung jawab, peran dan gaya hidup.

No Intervensi Rasional
1) Bantu klien untuk mengurangi ansiestasnya :
a. Berikan kepastian dan kenyamanan.
b. Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan
empati, jangan menghindari pertanyaan.
c. Dorong klien untuk mengungkapkan setiap
ketakutan permasalahan yang berhubungan
dengan pengobatan.
d. Identifikasi dan dukung mekaniosme koping
efektif Klien yang cemas mempunyai
penyempitan lapang persepsi dengan penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien
pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan
bila tingkatnya rendah atau sedang. Beberapa rasa
takut yang didasari oleh informasi yang tidak akurat
dan dapat dihilangkan dengan memberikan informasi
akurat. Klien dengan ansietas berat atau parah tidak
menyerap pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutan-ketakutan mereka. Pengungkapan
memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberikan kesempatan untuk memperbaiki konsep
yang tidak benar.
4) Berikan pasien dan keluarga kesempatan dan
penguatan koping positif. Menghargai pasien untuk
koping efektif dapat menguatkan respon koping
positif yang akan datang.

Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan
kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi,
perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangna dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan
dan perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi

Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :


mempertahankan hubungan erat yang efektif, yang
dibuktikan dengan cara sbb :
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka
dengan klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan

*No Intervensi Rasional


1) Berikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan
secara terbuka dan gali makna pribadi dari
kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi
yang umum dan sehat. Pengetahuan bahwa tidak
ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan
menimbulnya perasaan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur
dapat membantu klien dan anggota keluarga
menerima dan mengatasi situasi dan merespon
mereka terhadap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif
yang terbukti memberikan keberhasilan pada masa
lalu. Strategi koping positif membantu penerimaan
dan pemecahan masalah.
3) Berikan dukungan pada klien untuk mengekspresikan
atribut diriyang positif. Memfokuskan pada atribut
yang positif meningkatkan penerimaan diri dan
penerimaan kematian yang terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian
yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan
jujur. Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak
dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di
terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh
perhatian, menghilangkan ketidaknyaman dan
dukungan. Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit
terminal paling menghargai tindakan keperawatan
berikut :
a. Membantu berdandan
b. Membantu fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukan
d. Meningkatkan kenyaman fisik (skoruka dan bonet
1982)

Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan
gangguan kehidupan, takut akan hasil (kematian) dan
lingkungan penuh stress (tempat perawatan)
Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan :
1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai
prognosis klien
2. Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan
tempat perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu
selama perawatan klien

No Intervensi Rasional
1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat
klien dan tunjukkan pengertian yang empati. Kontak
yang sering dan mengomunikasikan sikap perhatian dan
peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pembelajaran.
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakutandan kekhawatiran.
Saling berbagi memungkinkan perawat untuk
mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU, informasi ini
dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan
dengan ketidaktakutan.
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan
postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi
spesifik tentang kemajuan klien.
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi
dalam tindakan perawatan. Kunjungan dan partisipasi
yang sering dapat meningkatkan interaksi keluarga
berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan ke sumber
komunitas dan sumber lainnya. Keluarga dengan
masalah-masalah seperti kebutuhan financial, koping
yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber tambahan untuk
membantu mempertahankan fungsi keluarga.

Diagnosa IV
Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan
dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan,
kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian. Klien akan
mempertahankan praktik spiritualnya yang akan
mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian.

No Intervensi Rasional
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan
praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang
diiginkan bila yang memberi kesempatan pada klien
untuk melakukannya. Bagi klien yang mendapatkan nilai
tinggi pada doa atau praktek spiritual lainnya. Praktek
ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspresikan pengertian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religious atau spiritual
klien. Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu
mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan
keyakinan dan prakteknya.
3) Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual
sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan. Privasi dan
ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan
refresi dan perenungan.
4) Bila anda menginginkan tawaran untuk berdoa bersama
klien lainnya atau membaca buku keagamaan. Perawat
meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan
yang sama dengan klien dapat membantu klien
memenuhi kebutuhan spiritualnya.
5) Tawaran untuk menghubungkan pemimpin religious
atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan.
Jelaskan ketidak setiaan pelayanan (kapel dan injil RS)
Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan
ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting
(Carson 1989)
D. IMPLEMENTASI
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. Memberikan kepastian dan kenyamanan
b. Menunjukkan perasaan tentang pemahaman dan
empati, jangna menghindari pertanyaan
c. Mendorong klien untuk mengungkapkan setiap
ketakutan permasalahan yang berhubungan
dengan pengobatannya
d. Menditifikasi dan mendorong mekanisme koping
efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien, merencanakan
penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
3. Mendorong keluarga dan teman untuk
mengungkapkan ketakutan atau pikiran mereka
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian
dan penguatan perilaku koping positif
5. Memberikan dorongan pada klienuntuk
menggunakan teknik relaksasi seperti panduan
imajines dan pernafasan relasasi

Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, diskusikan kehilangan serta
terbuka dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan
bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat.
2. Memberikan dorongan penggunaan strategi koping
positif yang terbukti memberikan keberhasilan pada
masa lalu.
3. Memberikan dorongna kepada pasien untuk
mengekspresikan atribut dari yang positif.
4. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian
yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan
jujur.
5. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh
perhatian, menghilangkan ketidaknyaman dan
dukungan.

Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga/orang terdekat
klien dan tunjukkan pengertian yang empati.
2. Mengizinkan keluarga klien/orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan ketakutan dan kekhawatiran.
3. Menjelaskan lingkungan dan peralatan.
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan
postoperasi yang dipirkan dan memberikan informasi
spesifik tentang kemajuan klien.
5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan
berpartisipasi dalam tindakan keperawatan.
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber
komunitas dan sumber lainnya.

Diagnosa IV
1. Menggali apakh klien menginginkan untuk
melaksanakan praktik atau ritual keagaam atau spiritual
yang diizinkan bila ia memberikan kesempatan kepada
klienutuk melakukannya.
2. Mengekspresikan pengertian dan penerimaan anda
tentang pentingnya keyakinan dan praktik religious atau
spiritual klien.
3. Memberikan privasi dan ketenangan untukritual, spiritual
sesuai kebutuhan klien dan dapat dilaksanakan.
4. Menawarkan untuk menghubungi religious atau
rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan.
Menjelaskan ketersediaan pelayanan, misalnya :
alquran dan ulama bagi yang beragama islam

EVALUASI
1. Klien merasa nyaman dan mengekspresikan persaannya
kepada perawat
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakal
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah akan
kembali kepadaNYA

Anda mungkin juga menyukai