Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

Sekilas Tentang Karbon

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada

permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

(nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud

karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian

besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen)

dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan

menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat

atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan

ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan

unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika

tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun

lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai

biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur

CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi

berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanaman-

tanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012).

Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO2) di udara akan

menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas

yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan

kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi.

Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas

Universitas Sumatera Utara


karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida

dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006).

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan

dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman

pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah

yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007). Pembukaan hutan untuk dijadikan lahan

pertanian baru dapat menyebabkan pelepasan karbon (C) ke atmosfer. Karbon (C)

yang pada awalnya tersimpan dalam pepohonan dan tanaman lainnya dilepaskan

melalui pembakaran (dalam bentuk asap) atau terdekomposisi diatas ataupun

dibawah permukaan tanah sewaktu pembukaan lahan (land clearing)

(Hairiah et al., 2011).

Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui

perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan.

Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi

penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan

lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan

di atas dan di bawah permukaan pada suatu area.

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan

Pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen

pokok, yaitu:

1. Bagian hidup (biomasa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup

yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan

bawah atau gulma dan tanaman semusim.

Universitas Sumatera Utara


2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang

masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di

permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang

belum terlapuk.

3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan

manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya

dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari

2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:

Biomasa pohon, proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya

terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan

perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan

menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran

diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).

Biomasa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang

berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau

gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil

bagian tanaman (melibatkan perusakan).

Nekromasa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang

dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting

dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon

yang akurat.

Universitas Sumatera Utara


Seresah, Seresah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun

dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

b. Karbon di dalam tanah, meliputi:

Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke

dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah

hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2

mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar

halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula

diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara

untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter

batang.

Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di

permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh

organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan

bahan organik tanah ( Hairiah et al., 2011).

Tingginya peningkatan konsentrasi CO2 disebabkan oleh aktivitas manusia

terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi,

pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan

bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya

memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO2 ke atmosfir yang

disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio

3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat

oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam

kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang

Universitas Sumatera Utara


telah disimpan dalam bentuk biomasa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke

atmosfir melalui pembakaran ('tebas dan bakar') atau dekomposisi bahan organik

di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang

lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya

dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut.

Diperkirakan bahwa antara tahun 1990 - 1999, perubahan penggunaan lahan

memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO2

(Yuliasmara et al., 2009).

Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan

penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat

menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses

fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam

biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa

yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau

serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan

konversi hutan telah mnyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat

karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan

kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan

berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika

telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

Proyek Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyimpanan Karbon

(FORMACS) yang didanai oleh CIDA dan diimplementasikan oleh CARE

International Indonesia merupakan salah satu contoh proyek ADEF. Proyek

FORMACS memfokuskan pada pengelolaan sumber daya hutan yang telah ada

Universitas Sumatera Utara


sebagai penyerap dan penyimpan karbon dengan mengadopsi program

pengelolaan berbasis masyarakat. Secara khusus proyek ini mempromosikan

kehidupan yang berkelanjutan melalui pertanian, agroforestri dan praktek

pengelolaan hutan untuk mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dan

menyerap karbon dari atmosfir. Proyek berbasis masyarakat, seperti agroforestri,

perkebunan skala kecil dan hutan sekunder yang diberakan berpotensi tinggi

dalam memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup masyarakat lokal dan

memberikan resiko paling sedikit (Noordwijk et al., 2002).

Tanaman Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) adalah jenis tanaman dari famili

palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati.

Pengelompokan berdasarkan warna buah yaitu (i) nigrrescent dengan buah

berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki topi coklat atau hitam pada

buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua

pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan

ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8mm),

Tenera (tebal 0,5-4 mm) dan Pisifera (tidak bercangkang). Tiga lapisan yang

terdapat pada buah sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna

kemerahan dan licin, mesokarp adalah serabut buah dan endoskrap yang menjadi

cangkang pelinding inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperma

dan embrio dengan kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi

(Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).

Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO2 dari udara dan

akan melepas O2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara


dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit dapat mencapai lebih

dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data Direktorat Jendral

Perkebunan (2006), perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO2

sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari

IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO2 adalah 25,71

ton/ha/tahun (Htut, 2004). Hasil temuan Rogi (2002) mencatat kelapa sawit

mampu menyimpan lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi, jumlah tersebut dicapai

setelah 10-15 tahun pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang

ditambat oleh tanaman kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44

ton C/ha/tahun dan ekivalen dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.

Dalam menelitian Sugirahayu (2011), menunjukkan bahwa hutan

mangrove memiliki simpanan karbon terbesar, yaitu sebesar 51,86 ton/ha.

Sedangkan simpanan karbon terendah terdapat pada perkebunan kelapa sawit

sebesar 0,06 ton/ha. Kandungan karbon tersimpan pada hutan hutan sekunder,

hutan rawa, dan agroforestri memiliki kandungan karbon tersimpan yang tidak

jauh berbeda, yaitu masing-masing sebesar 37,03 ton/ha, 38,40 ton/ha, dan 36,36

ton/ha. Perbedaan simpanan karbon di masing-masing penutupan lahan

dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan

yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang

mempengaruhi laju fotosintesis.

Kegiatan inventarisasi tegakan yang dilakukan pada petak penelitian

masing-masing penutupan lahan, diketahui bahwa hutan mangrove memiliki

jumlah pohon yang lebih banyak dibandingkan penutupan lahan lainnya. Selain

itu diameter pohonnya relatif lebih besar dan tinggi pohonnya relatif lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Hutan rawa memiliki rata-rata diameter paling besar, akan tetapi kerapatan

pohonnya lebih rendah dibandingkan hutan mangrove. Pada perkebunan kelapa

sawit, simpanan karbonnya sangat sedikit. Hal ini karena dengan jarak tanam yang

lebar dalam rangka meningkatkan produktivitas buah, maka jumlah pohonnya

lebih sedikit.

Tumbuhan Bawah

Menurut Indriyanto (2006) dalam bukunya, komponen tumbuhan

penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shurb) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan

memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain

(biasanya pohon dan palma).

3. Paku pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki

rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana rhizoma tersebut keluar dari tangkai

daun.

4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu atau berumput

yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk

penyokongnya seperti kayu atau belukar.

5. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai

rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya meiliki bunga yang

mecolok, tinggnya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang

kadang-kadang keras.

6. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu

batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

Universitas Sumatera Utara


Tumbuhan yang lazim menjadi gulma mempunyai beberapa ciri yang khas

yaitu: pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam

perebutan faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar

terhadap suasana lingkungan yang ekstrim mempunyai daya berkembangbiak

yang besar baik secara generatif dan vegetatif ataupun kedua-duanya, alat

perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air maupun binatang, dan

bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup

dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).

Suatu jenis yang dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

kompetisi antar individu yang ada, kompetisi tersebut berkaitan dengan iklim dan

ketersedian mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan oleh

suatu individu itu mendukung maka individu maka tersebut akan mendominasi

suatu komunitas (Syafei, 1990).

Tanaman Pertanian

Lahan rawa pasang surut yang luasnya mencapai 20,10 juta ha pada

awalnya merupakan rawa pantai pasang surut di muara sungai besar, yang

dipengaruhi secara langsung oleh aktivitas laut. Di bagian agak ke pedalaman,

pengaruh sungai besar makin kuat sehingga wilayah ini memiliki lingkungan air

asin (salinitas) dan air payau. Dengan adanya proses sedimentasi, kini wilayah

tersebut berwujud sebagai daratan yang merupakan bagian dari delta sungai.

Wilayah tersebut terletak relatif agak jauh dari garis pantai sehingga

kurang terjangkau secara langsung oleh air laut waktu pasang. Oleh karena itu,

wilayah tersebut saat ini banyak dipengaruhi oleh aktivitas sungai di samping

pasang surut harian dari laut (Subagjo, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis

dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin

kompleks. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan iptek yang benar,

lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan

pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan,

diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta

pengembangan agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto, 2000).

Disamping memiliki prospek yang baik, pengembangan lahan pasang

surut untuk pertanian juga mempunyai berbagai kendala, baik aspek biofisik

maupun sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk menjamin keberlanjutan

pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam, pengembangan pertanian lahan

pasang surut dalam suatu kawasan luas, memerlukan perencanaan dan

penanganan yang cermat dan hati-hati. Kekeliruan dalam membuka dan

mengelola lahan ini membutuhkan biaya besar untuk merehabilitasinya dan sulit

untuk memulihkan kondisi seperti semula (Widjaja-Adhi et al., 1992).

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral yang

diperlukan untuk pemenuhan gizi keluarga tanidi samping sebagai sumber

pendapatan. Hasil penelitian membuktikan bahwa cabai, kacang panjang, tomat,

terung, kubis, petai, bawang merah, semangka, pisang, nenas, nangka, dan

rambutan secara teknis dapat diusahakan di lahan pasang surut apabila dikelola

berdasarkan karakteristik lahannya (Ismail et al., 1993; Suwarno et al., 2000).

Metode Penghitungan Biomassa

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), cadangan karbon yang tersimpan di

daratan (teresterial) terbagi menjadi karbon di atas permukaan (above ground

Universitas Sumatera Utara


carbon) dan karbon di bawah permukaan atau dalam tanah (below ground

carbon). Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa

tumbuhan bawah (semak berdiameter <5 cm, tumbuhan menjalar dan gulma),

nekromassa (bagian pohon atau tanaman yang sudah mati) dan serasah (bagian

tanaman yang gugur berupa daun dan ranting). Karbon bawah permukaan,

meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah (sisa tanaman, hewan dan

manusia yang mengalami dekomposisi.

Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup dalam

pohon yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area. Biomassa

digunakan untuk memperkirakan karbon tersimpan, karena sekitar 50% dari

biomassa tanaman adalah karbon (Brown, 1997).

Empat cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan

pemanenan (Destructive sampling) secara in situ; (ii) sampling tanpa pemanenan

(Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii)

Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing

masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi

cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standar

yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan

allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan

standar ini dapat mengakibatkan galat (error) yang paling penting kesamaan

spesies dengan rentang margin galatnya paling besar 10% sehingga baik

digunakan alometri (Heiskanen, 2006; Australian Greenhouse Office, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai