Abstrak
Pemenuhan kebutuhan beras di Kalimantan Barat dihadapkan pada kendala masih rendahnya
produktivitas padi sawah yaitu 3,36 t/ha. Upaya meningkatkan produksi padi sawah dapat
dilakukan dengan mengintroduksi varietas padi berproduktivitas tinggi. BB-Padi telah melepas
varietas unggul padi sawah dengan potensi hasil 5.6 - 10 ton/ha. Tujuan penelitian adalah
mendaptakan VUB padi sawah yang adaptif untuk meningkatkan produksi padi di Kalimantan
Barat. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan terdiri dari empat
varietas unggul padi sawah yaitu cibogo, inpari 24, inpari 30 dan Inpara 3, dengan 6 ulangan.
Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah
gabah isi/malai, persentase gabah isi/malai, berat 1.000 butir gabah, dan produktivitas. Data
dianalisis dengan Anova dan uji BNJ. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata di
antara varietas padi yang di uji untuk karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang
malai, persentase gabah isi, bobot 1.000 butir, dan produktivitas, sedangkan untuk karakter jumlah
gabah/malai berbeda tidak nyata. Hasil uji BNJ menunjukkan bahwa varietas Inpari 24 dengan
produktivitas 7,35 t/ha memiliki keragaan fenotipik dan adaptasi yang lebih baik pada lahan sawah
dibandingkan varietas lainnya.
Pendahuluan
Padi merupakan tanaman pangan penting yang kebutuhannya terus meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Masalah utama yang dihadapi dalam upaya untuk
meningkatkan produksi padi adalah terjadinya konversi lahan pertanian produktif untuk keperluan
pembangunan di luar sektor petanian, selain itu fragmentasi lahan yang menyebabkan semakin
sempitnya penguasaan lahan per Kepala Keluarga petani, serta terjadinya perubahan iklim.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi salah satunya adalah
dengan meningkatkan produksi per satuan luas lahan melalui introduksi varietas unggul dengan
produktivitas tinggi terutama pada lahan sawah produktiv. Luas lahan sawah di Kalimantan
Barat mencapai 196,305 juta ha, yang tersebar 12 kabupaten dan 2 kota (Badan Pusat Statistik,
2015). Potensi lahan sawah yang cukup besar ini masih belum optimal dalam upaya mendukung
ketersediaan pangan khususnya padi di Kalimantan Barat. Hal ini disebabkan produktivitas padi
sawah tersebut masih tergolong rendah yaitu 3,36 ton/ha. Rendahnya produktivitas padi tersebut
antara lain disebabkan belum diperhatikannya teknologi spesifik lokasi pada agroekosistem lahan
sawah.
Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang paling murah dan mudah diadopsi
oleh petani. Menurut Sembiring (2008) dan Badan Litbang Pertanian (2007) varietas unggul
merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik
melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun toleransi dan/atau ketahanannya
terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ditambahkan oleh Makarim et. al. (2010) bahwa
peningkatan produksi harus didukung dengan penggunaan benih bermutu yang adaptif pada
lingkungan yang berbeda.
Metodologi
Penelitian dilaksanakan pada agroekosistem lahan sawah dengan jenis tanah ultisol.
Data berbagai karakter yang diamati dianalisis dengan menggunakan analisis varian. Berdasarkan
analisis varian pada Tabel 1, dari berbagai karakter yang diamati terlihat bahwa terdapat
perbedaan yang nyata diantara varietas yang diuji pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan
produktif, panjang malai, persentase gabah isi, bobot 1.000 butir, dan produktivitas, sedangkan
untuk karakter jumlah gabah/malai berbeda tidak nyata.
Tabel 2. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) nilai rata-rata karakter tinggi tanaman, anakan produktif,
panjang malai, dan jumlah gabah/malai dari varietas-varitas yang di uji
Tinggi Anakan Panjang Malai Jumlah gabah/malai
No Varietas
Tanaman (cm) Produktif (cm) (butir)
1 Cibogo 109,50 A 15,33 AB 26,83 AB 174,50 A
2 Inpari 24 109,83 A 18,00 A 28,50 A 170,17 A
3 Inpari 30 101,67 B 13,33 B 26,58 AB 144,33 A
4 Inpara 3 107,50 A 14,17 B 26,33 B 176,00 A
Keterangan : Angka Rerata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama, tidak menunjukkan beda nyata
pada uji beda nyata BNJ pada taraf nyata 5%.
Pada tabel 2 juga terlihat bahwa untuk karakter jumlah anakan produktif, varietas inpari
24 (18,00) memiliki jumlah anakan produktif yang lebih banyak dan berbeda nyata dari varietas
inpari 30 dan inpara 3, tetapi berbeda tidak nyata dari varietas cibogo. Untuk karakter panjang
malai, inpagi 24 (28,50 cm) memiliki panjang malai yang lebih panjang dan berbeda nyata
dibandingkan varietas inpara 3 (26,33 cm), tetapi berbeda tidak nyata dibandingkan varietas
cibogo (26,83 cm) dan inpari 30 (26,58 cm). Sedangkan untuk karakter jumlah gabah/malai tidak
terjadi perbedaan yang nyata diantara semua varietas.
Untuk karakter persentase gabah isi (tabel 3), terlihat bahwa varietas yang memiliki
persentase gabah isi yang lebih tinggi adalah varietas cibogo (94,83 %) hal ini berbeda nyata
dibandingkan varietas inpara 3 (87,50 %), namun berbeda tidak nyata dibandingkan dengan
Tabel 3. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) nilai rata-rata karakter bobot 1000 butir gabah, persentase
gabah isi, dan produktivitas dari varietas-varitas yang di uji.
Persentase gabah Bobot 1000 butir Produktivitas GKG
No Varietas
isi (%) gabah (g) (t/ha)
1 Cibogo 94,83 A 27,67 A 7,12 AB
2 Inpari 24 92,33 AB 26,83 AB 7,35 A
3 Inpari 30 94,67 A 26,42 AB 5,76 C
4 Inpara 3 87,50 B 25,87 B 6,54 B
Keterangan : Angka Rerata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama, tidak menunjukkan beda nyata
pada uji beda nyata BNJ pada taraf nyata 5%.
Pada tabel 3 juga terlihat bahwa bobot 1.000 butir gabah terberat di miliki oleh varietas
cibogo dengan bobot 1.000 butir adalah 27.67 g, hal ini lebih berat dan berbeda nyata di
bandingkan boot 1.000 butir dari varietas inpara 3 (25,87 g), namun berbeda tidak nyata
dibandingkan varietas inpari 24 (26,83 g) dan inpari 30 (26,42 g). Selain itu pada tabel 3 juga
diperoleh informasi bahwa untuk karakter produktivitas, varietas inpari 24 (7,35 t/ha) memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan varietas inpara 3 (6,54 t/ha) dan
inpari 30 (5,76 t/ha), namun berbeda tidak nyata dibendingkan dengan varietas cibogo (7,12 t/ha).
Hasil yang berupa bobot gabah per rumpun merupakan karakteristik tanaman yang
ditentukan oleh sejumlah karakter-karakter lain yang disebut komponen hasil. Manurung dan
Ismunadji (1988) menyatakan bahwa dengan memecah hasil menjadi komponen-komponennya,
maka hasil gabah tiap hektar sangat ditentukan oleh jumlah malai/m2 , jumlah gabah/malai,
persentase gabah isi, dan berat 1000 butir. Dengan demikian semakin tinggi komponen-komponen
hasil tersebut maka hasil gabah pun akan semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka dari
Tabel 2 dan 3 serta uraian di atas diketahui bahwa varietas inpari 24 secara konsisten
menampilkan karakter komponen hasil yang lebih baik dari varietas lainnya sehingga dapat
dikatakan bahwa varietas inpari 24 merupakan varietas yang adaptif dan baik untuk dikembangkan
di lahan sawah Kalimantan Barat.
Kesimpulan
Berdasarkah hasil penelitian dan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal terkait
kegiatan penelitaian ini adalah :
1. Dari analisis varian terdapat perbedaan yang nyata dari varietas padi yang diuji untuk karakter
tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, persentase gabah isi, bobot 1.000
butir, dan produktivitas, sedangkan untuk karakter jumlah gabah/malai berbeda tidak nyata.
2. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan uji BNJ diperoleh informasi bahwa varietas inpari 24
dengan produktivitas 7,35 t/ha memiliki adaptasi dan keragaan fenotipik yang lebih baik
dibandingkan varietas lainnya dan baik untuk dikembangkan pada lahan sawah di Kalimantan
Barat.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat, 2015. Kalimantan Barat dalam Angka 2015. BPS
Kalimantan Barat.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007. Petunjuk TeknisLapang. Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitiandan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Abalisis Penelitian Pemuliaan. Fakultas Pertanian.
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Falconer, D. S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. Longman Group.
Ltd. England
Gaspersz, V., 1994. Metode Perancangan Percobaan, Armico, Bandung.
Gomez. K. A., and A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Ed. II. UI
Press (terjemahan).
Jamil A, Satoto, Sasmita P, Baliadi Y, Guswara A, dan Suharna. 2015. Deskripsi Varietas Unggul
Baru Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,Kementerian Pertanian, Jakarta.
Makarim A. K. U.S Nugraha, dan U.G. Kartasasmita, 2010. Teknologi Produksi padi sawah.
Puslitbangtan. Bogor.
Manurung S.O., dan Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Dalam Padi. Buku 1.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Murata, Y. and S. Matsusima, 1978. Rice, In L.T. Evans (ed), Crop Physiology. Cambridge
University Press. Cambridge. P. 73-99
th
Poehlman, J. M., and D. A. Sleper. 1995. Breeding Field Crops. 4 ed. Ioawa State University
Press. Ames AVI Pbl. Company.
Sembiring H. 2008. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian bb padi dalam
mendukung peningkatan produksi beras nasional. Dalam: Prosiding Seminar Apresiasi
Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 39-59.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Science. International Rice Reserch Institute. Losa banos,
Philippines.